Anda di halaman 1dari 2

Surabaya Sucide Update 2019

Perilaku bunuh diri telah mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan di seluruh dunia.
Menurut data WHO, bunuh diri menyebabkan kematian pada hampir 800.000 orang setiap
tahunnya. Artinya, setiap 40 detik terdapat 1 orang yang meninggal akibat bunuh diri. Untuk tiap
individu yang meninggal akibat bunuh diri, diperkirakan ada 25 orang lainnya yang mencoba
bunuh diri (tentament suicide), utamanya pada usia 15-29 tahun. Tak hanya orang dewasa, bunuh
diri semakin kerap terjadi pada anak-anak dan remaja, antara lain akibat kekerasan, pelecehan
seksual, bullying dan cyber bullying.

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan mental masyarakat global yang multi-faktorial
dan kompleks, sehingga membutuhkan perhatian dan kerjasama dari semua pihak. Tidak hanya
profesional di bidang kesehatan, institusi pendidikan, sampai dengan komunitas atau masyarakat
luas, masalah ini patut pula mendapat perhatian khusus dari otoritas kesehatan nasional yang
bertanggung jawab menyusun kebijakan dan arahan untuk membangun strategi pencegahan
bunuh diri dan upaya promosi kesehatan mental secara umum. Peran media massa dan media
sosial pun tidak kalah pentingnya dalam berkontribusi terhadap berbagai upaya pencegahan
bunuh diri.

WHO menetapkan ‘Pencegahan Bunuh Diri’ sebagai tema Hari Kesehatan Mental
Sedunia tahun 2019, dengan harapan masalah tersebut menjadi prioritas dalam agenda kesehatan
masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia. Berbagai efek globalisasi, politik, ekonomi, sosial
dan budaya yang kian marak turut mewarnai fenomena – fenomena kesehatan di Indonesia.
Nalini Muhdi, dr. Sp. KJ (K) selaku Indonesian National Representative of International
Association Suicide Prevention (IASP) mengatakan, “Orang-orang yang memilih untuk
melakukan bunuh diri sebagian besar orang-orang yang tidak beragama. Atheis dan sekuler
menimbulkan banyak sekali insiden bunuh diri. Negara dengan atheis dan sekuler di dalamnya
akan lebih sulit untuk mengatasinya. Ada beberapa contoh bagus yang dapat diambil dari Eropa,
Australia dan Hongkong. Mereka berhasil menurunkan angka bunuh diri secara drastis. Strategi
yang mereka gunakan melalui media massa yang proaktif dan provokatif dalam mencegah berita-
berita negaif.”

Beliau juga menambahkan, “Kasus suicide ini banyak yang underreported. Sehingga,
angkanya terlihat cukup rendah namun sebenarnya tinggi sekali angka kejadiannya. Hal ini sama
seperti fenomena gunung es. Jarang dilaporkan adanya kasus bunuh diri murni. Biasanya
dilaporkan dalam bentuk kecelakaan lalu lintas, dll. Masalah ini kurang terekspresikan dengan
baik. Stigma pun masih beredar dimana-mana. Kasus tertinggi ada pada remaja (dewasa muda)
dan selanjutnya lansia.

Tidak adanya akses layanan masyarakat. Kurangnya hotline service pun juga akan
berdampak pada sulitnya akses masyarakat dalam menghubungi tenaga profesional. Prediksi
sejak tahun 2003, Indonesia akan berada di zona merah untuk ledakan depresi pada tahun 2020
sebagai puncaknya.”

Brihastami Sawitri, dr. Sp. KJ selaku ketua panitia Surabaya Suicide Update 2019
mengimbuhi, “Untuk itu, Departemen Psikiatri RSUD Dr. Soetomo mengadakan simposium dan
lokakarya dengan tema ‘Working Together to Prevent Suicide’ dalam rangka pencegahan bunuh
diri pada tanggal 6-7 September 2019 di Hall AMEC Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Pakar yang diundang memiliki latar belakang klinisi, pemerintah maupun penggerak komunitas,
baik di tinggat nasional dan internasional. Acara ini dihadiri pula oleh penyintas bunuh diri.”

Puncak dari rangkaian acara ini akan ditutup dengan menyalakan lilin bersama, tepat
pada pukul 20.00 WIB pada tanggal 10 September, yang diperingati seluruh orang di dunia
sebagai ‘Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia’. Acara ini akan dilaksanakan di Halaman Depan
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Kampus A mulai jam 19.30 – 20.30 WIB. Lilin
merupakan simbol perhatian, kepedulian, kasih sayang dan harapan. Harapan yang ingin dicapai
seluruh pihak yakni angka bunuh diri dapat semakin ditekan.

Anda mungkin juga menyukai