Anda di halaman 1dari 20

TT/TR 3

TT MAKALAH PANCASILA III:


PERAN ISLAM MEMBENTUK IDENTITAS NASIONAL INDONESIA PANCASILA
DENGAN PIAGAM JAKARTA

DOSEN : ARDIANSYAH S.H., M.Kn


KELAS : B1-PAGI
KELOMPOK : 3
NAMA : 1. EVIETA SARI (1807210061)
2. DINA FADHILA (1807210066)
3. RAMA RAMADHAN (1807210082)
4. FACHRI RAMADHAN (1807210084)
5. AWANG TARUNA (1807210087)
6. ANGGI SAPUTRA (1807210088)
7. ADE SAPUTRA M NUR (1807210097)
8. FAZRIA DITA ZULMY (1807210101)
9. ADRIAL HABIB (1807210106)
10. ANDRE BIMANTARA (1807210110)
11. BITRA AGUNG SYAHPUTRA (1807210116)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
pancasila tentang pancasila dalam kajian sejarah bangsa indonesia. Selain itu tujuan
dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah ilmu tentang pengetahuan
Pancasila.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ardiansyah S.H., M.Kn selaku

dosen Pancasila kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah

ini dan bertujuan menerapkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri di dalam kehidupan sehari-

hari kami.

Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar
penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan
banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca amin.

Medan, 29 Oktober 2018

Penulis,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii

BAB I A. PENGERTIAN IDEOLOGI...................................... (1 -2)


B. BENTUK-BENTUK IDEOLOGI.................................... (2)
C. JENIS-JENIS IDEOLOGI........................................ (3-6)

BAB II A. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI............... (7-9)


B. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN NILAI AJARAN ISLAM.. (9-12)
C. KEORISINILAN PANCASILA................. (13-15)
BAB III
KESIMPULAN......................................................................... (16)

ii
BAB I

A. PENGERTIAN IDEOLOGI

Ideologi merupakan sebuah konsep yang fundamental dan aktual dalam

sebuah negara. Fundamental karena hampir semua bangsa dalam kehidupannya

tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ideologi. Aktual, karena kajian ideologi tidak

pernah usang dan ketinggalan jaman. Harus disadari bahwa tanpa ideologi yang

mantap dan berakar pada nilai-nilai budaya sendiri, suatu bangsa akan mengalami

hambatan dalam mencapai cita-citanya.

Ideologi pertama diciptakan oleh Desstutt de Tracy tahun 1976 di Perancis.

Telah terjadi pergeseran arti begitu rupa sehingga ideologi dewasa ini merupakan

istilah dengan pengertian yang kompleks. Ideologi secara etimologis berasal dari

kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita. Kata

idea berasal dari bahasa Yunani ideos yang berarti bentuk atau idean yang berarti

melihat, sedangkan logos berarti ilmu. Dengan demikian ideologi berarti ilmu

pengertian-pengertian dasar ide-ide (the scince of ideas) atau ajaran tentang

pengertian-pengertian dasar. Ide dapat di artikan cita-cita yang bersifat tetap dan

yang harus dicapai.

Pada hakikatnya ideologi adalah merupakan hasil refleksi manusia berkat

kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka

terdapat suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di

suatu pihak membuat ideologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong

masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir

masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju

cita-citanya. Dengan demikian ideologi sangat menentukan eksestensi suatu


bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi

pembanggunan. Hal ini disebabkan dalam ideologi terkandung suatu oreantasi

praktis.

B. BENTUK – BENTUK IDEOLOGI

Ideologi dapat dipilah menjadi dua macam bentuk, pertama, ideologi

sebagai sistem pemikiran yang tertutup. Bentuk ini mengacu pada ideologi yang

memonopoli kekuasaan, tidak mentolerir ide atau keyakinan-keyakinan yang

bertentangan dengannya. Ideologi menjadi instrumen kontrol sosial dan menuntut

adanya kepatuhan.

Ideologi semacam ini dapat dijumpai dalam ideologi-ideologi doktriner

karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya disusun secara jelas, sistematis,

diindoktrinasikan kepada warga negara dan pelaksanaannya pun diawasi secara

ketat oleh aparat negara. Dalam masyarakat, ideologi yang diperkenankan hidup

hanya ideologi yang diakui negara saja. Sebagai contoh komunisme di era

tegaknya Uni Soviet, fasisme di Itali dan nazisme di Jerman era Hitler.

Kedua, ideologi sebagai bentuk pemikiran yang terbuka. Dalam ideologi

semacam ini mengandung komitmen terhadap kebebasan, toleransi dan pengakuan

terhadap kemajemukan dalam masyarakat. Ideologi sebagai bentuk pemikiran

yang terbuka juga disebut sebagai ideologi yang tidak ketat karena ajaran-

ajarannya tidak disusun secara terperinci, tidak diindoktrinasikan pada warga

negara dan pelaksanaannya tidak diawasi secara ketat oleh negara. Ideologi ini

dapat menerima ideologi-ideologi lain, sehingga dapat hidup berdampingan

dengan ideologi-ideologi lain di masyarakat contohnya adalah Pancasila.


C. JENIS – JENIS IDEOLOGI

Secara konsep, Ideologi dibagi menjadi dua bagian. Adapun bagian tersebut

yaitu:

1. Way Of Life

Way Of life merupakan sebuah ideologi yang mengatur semua unsur

kehidupan masyarakat yang mengandung kebijaksanaan. Contoh dari ideologi

Way Of Life adalah Islam. Islam mengajarkan segala hal mengenai kehidupan

ini. Islam mengajarkan secara kompleks dan jelas. Di dalam Islam, dari hal

terkecil seperti bangun tidur dan buang air kecil sampai hal yang besar seperti

berpolitik, mengatur perekonomian negara sudah diatur dalam syari’at Islam.

Berbagai kebijaksaan dan keteraturan yang diajarkan Islam membuat orang

yang menganutnya merasa kedamaian dan ketentraman dalam hidup. Baik

berkehidupan bernegara maupun berkehidupan antar sesama makhluk ciptaan

Tuhan.

2. Sekuler

Sekuler merupakan Ideologi yang memisahkan antara agama dan sendi –

sendi kehidupan masyarakat. Sekuler beranggapan bahwa agama merupakan

racun. Proses dalam sekuler tidak pernah menjadi prioritas utama, melainkan

hanya tujuan (goals) yang diprioritaskan dengan menghalalkan segala cara,

walaupun buruk dipandang secara kemanusiaan dan agama. Di dunia ini kita

dapat mengenal beberapa ideologi – ideologi yang berdasarkan sekulerisme

seperti:

a) Liberalisme
Liberalisme adalah suatu ideologi atau ajaran tentang negara, ekonomi dan

masyarakat yang mengharapkan kemajuan di bidang budaya, hukum,

ekonomi dan tata kemasyarakatan atas dasar kebebasan individu yang

dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas mungkin.

Liberalisme ekonomi mengajarkan kemakmuran orang perorang dan

masyarakat seluruhnya diusahakan dengan memberi kesempatan untuk

mengejar kepentingan masing-masing dengan sebebas-bebasnya.

Neo-Liberalisme yang timbul setelah perang Dunia I berpegang pada

persaingan bebas di bidang politik ekonomi dengan syarat

memperhatikan/membantu negara-negara lemah/ berkembang.

Dibandingkan dengan ideologi Pancasila, apabila ideologi liberalisme

lebih menekankan kepada kepentingan individu dan persaingan bebas,

ideologi Pancasila mengutamakan kebersamaan, kekeluargaan dan

kegotong-royongan. Demokrasi liberal lebih bersifat formalistis,

demokrasi Pancasila mengutamakan musyawarah untuk mencapai

mufakat.

b) Kapitalisme

Kapitalisme, bila dilihat dari sisi ekonomi diartikan sebagai sistem

ekonomi di mana bahan baku distribusinya secara pribadi dimiliki dan

dikembangkan. Sedangkan bila dilihat dari sisi politik, kapitalisme adalah

sistem sosial berdasarkan hak asasi manusia. Untuk mendapatkan sistem

ekonomi di mana “produksi dan distribusi dimiliki secara pribadi”, harus

mempunyai hak individual dan terutama hak properti. Milton Friedman

cenderung untuk mengefektifkan pasar bebas (free-market), di mana


mereka mengklaim promosi kebebasan individu dan demokrasi.

Sedangkan menurut Marx, kapitalisme adalah hasil karya dari pasar

pekerja (labor market).

Perkembangan ekonomi yang pesat di Eropa akibat Liberalisme

menimbulkan suatu ideologi yang baru, yang bersumber pada modal

pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasar

bebas. Ideologi ini disebut Kapitalisme. Sebenarnya bentuk awal dari

kapitalisme adalah merkantilisme yang berkembang di Eropa dan Timur

Tengah pada Abad Pertengahan. Pada dasarnya inti dari merkantilisme dan

kapitalisme sama, yaitu untuk mencapai keuntungan. Namun seiring

dengan berjalannya waktu, merkantilisme di Eropa berpadu dengan

praktek ekonomi, yang kemudian disebut dengan kapitalisme.

c) Komunis / Marxisme

Komunis (marxisme) sebagai suatu ideologi timbul karena munculnya

kapitalisme yang menimbulkan perbedaan kelas dalam masyarakat. Hal itu

menyebabkan penderitaan kaum proletar, sedangkan kaum borjuis semakin

kaya. Sementara dalam Marxisme tidak mengenal perbedaan kelas.

Perekonomian negara dan hak milik bersama diatur oleh negara.

Landasan filosofi ideologi komunis adalah materialisme, karena menurut

Marx dan Engels dalam kehidupan ini, "yang primer" dianggap sebagai

materi. Konflik yang terjadi dalam sejarah manusia selalu memperebutkan

sesuatu yang ada hubungannya dengan materi. Penerapan Marxisme

kemudian menimbulkan paham baru yaitu sosialisme-marxisme. Pada

awalnya, sosialisme merupakan utopia sosialis, artinya dalam kehidupan


sosial semua orang dipandang sama, tidak ada perbedaan baik laki-laki

maupun perempuan, tidak ada perbedaan antara yang memiliki uang

dengan yang tidak memiliki uang.

d) Sosialisme

Sosialisme adalah suatu ideologi yang menjadi gerakan yang hendak

mengubah struktur kepemilikan masyarakat secara politis, serta ingin

membangun suatu masyarakat baru atas dasar berbagai aliran dalam

sosialisme. Pada Abad ke-19 dan ke-20, sosialisme merupakan salah satu

jawaban terhadap krisis sosial akibat industrialisasi dan cara produksi

kapitalis. Sosialisme mau menggantikan sistem kapitalis dengan suatu

tatanan masyarakat yang lain. Sosialisme berpendapat bahwa manusia

sebenarnya tak hanya bersifat egoistis, melainkan juga sosial. Manusia

mampu mewujudkan hidup dalam kebersamaan yang akrab asal diberi

kesempatan. Halangan utama adalah hak milik pribadi yang tidak terbagi

rata. Ciri khas sosialisme ialah tuntutan penghapusan atau pembatasan hak

milik pribadi sebagai sarana utama untuk membangun suatu masyarakat

yang sekaligus bebas dan selaras. Cara mencapai tujuan berbeda-beda

menurut macam-macam aliran sosialisme. Sosialisme ada yang ateis dan

ada yang religius. Sosialisme Marxis (Karl Marx 1818-1883) yang

menganggap dirinya sebagai “sosialisme ilmiah” bersifat ateis. Sosialisme

tidak identik dengan Marxisme. Sosialisme yang bersumber pada ideologi

Pancasila adalah sosialisme yang relegius. Hak milik perseorangan diakui

tetapi mempunyai fungsi sosial.


BAB II

A. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

Pancasila selain menjadi Dasar Negara Kesatuan Repbulik Indonesia, juga

dijadikan sebagai filsafat dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Presiden RI ke-2, Soeharto, mengistilahkan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.

Hal itu dikemukakan oleh Soeharto dalam acara pembukaan Penataran Calon

Manggala BP-7 Pusat143 pada 10 November 1986, dan diulangi dalam pidato

kenegaraan pada 16 Agusutus 1989. Soeharto menyatakan sebagai berikut:

”Itulah sebabnya, beberapa tahun yang lalu saya kemukakan, bahwa

Pancasila adalah ideologi terbuka, maka kita dalam mengembangkan pemikiran

baru yang tegar dan kreatif untuk mengamalkan Pancasila dalam menjawab

perubahan dan tantangan zaman yang terus bergerak dinamis, yakni :

1. Nilai-nilai dasar Pancasila tidak boleh berubah, sedangkan ;

2. Pelaksanaannya kita sesuaikan dengan keperluan dan tantangan nyata yang

kita hadapi dalam tiap kurun waktu.”

Pengusungan Pancasila sebagai Filsafat dan Ideologi bukan sekadar untuk

mengokohkan kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara. Akan tetapi lebih dari

pada itu, kedua usaha tersebut merupakan bahagian penting dari proses untuk

menjadikan Pancasila sebagai suatu Mitologi secara sempurna di kemudian hari.

Pancasila memiliki lima sila yang saling berkaitan antara satu sama lain.

Urutan sila – sila pada Pancasila merupakan hasil rumusan yang sangat panjang

antara para ahli. Penempatan sila Ketuhanan yang Maha Esa pada sila pertama

dimaksudkan agar tidak hanya menjadi dasar untuk saling menghormati antar
agama, melainkan juga menjadi dasar yang kuat untuk memimpin ke jalan

kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan. Dengan penempatan

sila Ketuhanan di bagian atas dimaksudkan agar negara dan pemerintah mendapat

dasar moral.

Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan kelanjutan dari

praktek hidup dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan sila kedua, maka dalam

perundang-undangan, hak dan kewajiban warga negara diberi tempat seperti

dengan adanya jaminan hak hidup dan hak atas keselamatan seseorang.

Dalam sila Persatuan Indonesia, terkandung pengertian bahwa bangsa

Indonesia adalah satu, tak terpecah belah dan hal ini diperkuat dengan lambang

kesatuan Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia merupakan kesatuan di tengah luasnya

wilayah dan keragaman suku bangsa, adat, bahasa daerah, agama dan bahasa.

Hanya dengan dasar persatuan ini bangsa dan negara tetap utuh dan bila persatuan

ini terpecah belah, Indonesia pun runtuh. Oleh sebab itu, persatuan Indonesia

merupakan syarat hidup bangsa dan negara Indonesia.

Sila berikutnya, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/perwakilan, menunjukan bahwa kerakyatan yang dianut

oleh bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak tapi

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan

sila Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab, maka kerakyatan harus

berpijak pada kebenaran, keadilan, kebaikan dan kejujuran.

Terakhir, sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini

merupakan salah satu tujuan negara yakni mencapai Indonesia yang adil dan

makmur, untuk itu menjadi jiwa bagi pasal-pasal dalam UUD’45, seperti dalam
pasal 27 disebutkan bahwa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan.

B. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN NILAI AJARAN ISLAM

Nila-nilai luhur dari agama (termasuk dan terutama Islam) dan budaya yang

terintegrasi dalam ideologi negara telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi

yang relatif kokoh. Kokohnya ideologi Pancasila telah terbukti dengan daya

tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman dari waktu ke

waktu, sehingga sampai saat ini tetap eksis sebagai falsafah dan landasan serta

sumber dari segala sumber hukum bagi bangsa Indonesia.

Saat ini ancaman terbesar Pancasil adalah gerakan sekularisasi Pancasila,

yang ingin memisahkan bahkan mensterilkan Pancasila dari nilai-nilai Agama,

termasuk di dalamnya adanya upaya membenturkan seolah-olah ada pertentangan

yang hebat antara Pancasila dan Agama (terutama Islam).

Dalam benturan ini muncul dua kutub ekstrem, yang sama-sama tidak

menguntungkan bagi ideologi Pancasila, yaitu kutub anti Pancasila dan kutub anti

Islam. Di satu sisi Pancasila dianggap aturan thoghut, namun di sisi lain Islam

dianggap mengancam Pancasila, tentu kedua-duanya tidak benar baik dalam

konteks Islam maupun Pancasila itu sendiri.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu

memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat

disimak dari masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid

tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus

dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban

agama, baik dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah maupun hubungan

horizontal dengan sesama manusia dan semua makhluk.

pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan pengamalan

tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki Bagus

Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata

pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang

Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran

setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran

Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid.

Orang yang bertauhid wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan

sikap yang adil dan berkeadaban.

Adil dalam Islam bukan berarti adil dalam artian pukul rata untuk semua

golongan dalam konteks apapun, tetapi adil menurut Islam adalah

menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya. Adil dalam artian pukul

rata bukanlah arti yang relevan bagi bangsa ini. Jika negara ini menggunakan

tafsiran seperti itu, maka kedzholiman di bangsa ini akan terus merajalela di
berbagai sektor kehidupan. Demikian juga konsep beradab (berkeadaban)

dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia.

3. Persatuan Indonesia.

Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan

antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan

mengajak kepada kebaikan, mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala

sesuatu yang membawa maslahat bagi umat manusia dan mencegah berbagai

kemungkaran yang ada.

4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah, Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan.

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam

yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan

kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui

musyawarah dengan mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat

pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan.

Founding father kita, Presiden Soekarno mengambil ajaran Islam sebagai asas

sila keempat ini. Soekarno sangat jenius dalam memutuskan sila ini. Soekarno

berharap nantinya pemilihan pemimpin di negri ini berdasarkan musyawarah

oleh para ahli dibidangnya yang berlandaskan kesejahteraan rakyat dan

kejujuran. Namun faktanya, di zaman sekarang pemilihan berdasarkan

demokrasi yang sangat bertentangan dengan sistem musyawarah yang

mencapai mufakat. Hasilnya adalah bangsa ini semakin hari semakin


mengalami kemerosotan di berbagai bidang baik dari segi moral, politik,

ekonomi, maupun kebudayaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan

rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang

adil. Dalam kaidah fikih Islam, kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan)

kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan

suatu negara wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Saat ini sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam bentuk

praktek hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa maupun para

pemimpin dan pejabat negara. Praktek hidup bangsa ini mengalami pengeringan

dari nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin, seorang pemimpin, wakil rakyat,

akademisi, intelektual dan budayawan ikut-ikut mendukung diterimanya konser

Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret pengeringan nilai-nilai agama yang sangat

mengancam nilai-nilai otentik Pancasila. Adanya krisis keteladanan, krisis

kepemimpinan dan dekadensi moral yang dalam bahasa Prof Dien Syamsuddin

disebut dengan “accumulated global damage” adalah bukti nyata dari sekularisasi

Pancasila ini. Oleh karena itu, semestinya negara sebagaimana amanah Pancasila

(sebelum disekularisasi dan disterilisasi dari ajaran agama) memiliki kepedulian

yang tinggi terhadap kehidupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa.


C. KEORISINILAN PANCASILA

Pancasila memang berasal dari Kerajaan Majapahit yang berarti Lima Dasar.

Tetapi hanya sebatas nama saja. Isi dari lima dasar tersebut, bukan lah hasil buah

pemikiran rakyat pribumi, baik Soekarno maupun para nasionalis lainnya. Hal ini

bisa kita lihat sesuai dengan isi pidato Soekarno pada sidang BPUPKI 1 Juni

1945.

Berikut beberapa kutipan dari pidato Soekarno yang berkaitan dengan pencetusan

sila dari Pancasila versinya.

1. ”...Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau

akan dasar kebangsaan, kerana mereka memeluk Paham ”kosmopolitisme”

yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa

Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit ”kosmopolitisme”, sehingga

mereka berkata bahawa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa

Arab, tetapi semuanya ”peri kemanusiaan”. Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit,

memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahawa ada kebangsaan

Tionghoa ! ...”

Dengan alasan di atas Soekarno menjadikan Peri Kebangsaan sebagai dasar

pertama dari Pancasila nya. Jadi, sila ini disunting oleh Soekarno dari ajaran

Dr. Sun Yat Sen yang berasal dari Cina.

2. "Gandhi berkata : ”Saya seorang Nasionalis, tetapi kebangsaan saya

adalah perikemanusiaan”, ”My nationalism is humanity”.

Soekarno mengutip ucapan Gandhi tentang perikemanusiaan, selanjutnya itu

dijadikan sebagai sila kedua dari Pancasila nya.


3. ”Untuk pihak Islam, inilah tempat yang baik untuk memelihara agama.

Kita, saya pun adalah orang Islam – maaf beribu-ribu maaf keislaman saya

jauh belum sempurna – tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya

dada dan melihat saya punya hati, Tuan-Tuan akan dapati tidak lain tidak

bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam

dalam mufakat, dalam permusyawaratan ....”.

Dengan dalih untuk membela dan memelihara Islam, Ir. Soekarno

menjadikan musyawarah untuk mufakat sebagai sila ketiga dari Pancasila

nya. Hanya saja, pada bahagian berikut pidato Soekarno dikesan

menyamakan Musyawarah dengan Demokrasi. Padahal, Musyawarah

adalah bahagian dari sistem Islam, sedang Demokrasi merupakan sistem

Barat.

4. ”Prinsip nomor empat sekarang saya usulkan. Saya dalam tiga hari ini

belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak

akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi

prinsipnya ”San Min Chu I” ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng :

Nationalism, Democracy, Socialism”.

Dalam ungkapan di atas, Ir. Soekarno dengan tegas menyatakan bahawa

prinsip kesejahteraan sosial yang dijadikan sebagai sila keempat dari

Pancasila nya berasal dari prinsip San Min Chu I karya Dr. Sun Yat Sen.

5. ”Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Prinsip Ketuhanan !”.


Ir. Soekarno dengan tegas menjadikan Prinsip Ketuhanan sebagai sila

kelima dari Pancasila nya. Sekali pun Ir. Soekarno berusaha menafsirkan

sila tersebut dengan pengakuan terhadap eksistensi semua ”Tuhan” yang

disembah dalam berbagai agama. Namun, tidak boleh disembunyikan

bahawasanya sila tersebut disunting dari ajaran Islam, bukan dari budaya

pribumi Indonesia.

Dari segi bahasa, tidak boleh dimungkiri bahawa sila Ketuhanan


diambil dari ajaran Islam. Kata ”takwa” dalam ungkapan Soekarno
tersebut merupakan suatu istilah yang hanya dikenal dalam ajaran
Islam. Kata itu berasal dari bahasa Arab (TAKWA) yang secara bahasa
bererti takut, sedang secara istilah bererti menjalankan segala perintah
Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya semata-mata untuk mencari
keredhoanNya.79
Begitu pula dari segi substansinya, bahawasanya ungkapan
Soekarno tentang ”Tuhan Yang Maha Esa” hanya dikenal dalam
77 Ibid, h.147.
78 Ibid, h.148.
79 Al-Habib 'Abdullah b. 'Alwi al- Haddad, (1420 H), An-Nasha-ih Ad-
Diniyyah wa Al-
Washaya Al-Imaniyyah, 1.j. c.3. , Jeddah : Dar Al-Hawi, h.30.
59
ajaran Islam, kerana Islam lah yang memiliki konsep keesaan Allah
SWT yang sebenarnya.
BAB III

KESIMPULAN

Islam dan Pancasila bukanlah dua ideologi yang saling berbenturan. Islam adalah sebuah
ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai Ketuha-nan sekaligus kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai fondasi dalam ideologi Pancasila.
Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai Islam telah masuk ke dalam Pancasila yang
hingga kini digunakan sebagai ideologi bangsa Indonesia. Perdebatan antara golo-ngan Islam
dan golongan Nasionalis harus menya-dari bahwasanya Islam dan Pancasila mampu
menciptakan proses dialogis, sehingga tak perlu lagi dibenturkan dalam dua ideologi yang
saling bertolak belakang sekaligus berhadap-hadapan. Kemampuan para Bapak Bangsa dalam
meletakkan fondasi ideologi bangsa yaitu Pancasila mulai dengan fondasi tauhid sebagai
sokoguru utama Pancasila yang mewarnai sila-sila dalam Pancasila mengakhiri benturan
tersebut. Berdasarkan fakta dan data yang telah terungkap dalam pemaparan
sepanjang Bab Lima ini, maka kesimpulan yang ingin penulis huraikan
disini adalah :

1. Bahawa penerapan syariah Islam di Indonesia untuk klasifikasi hukum


perseorangan, keluarga dan masyarakat sudah terbuka lebar, bahkan
sebahagian sudah berjalan dan dikuatkuasakan, hanya perlu
disempurnakan lagi. Sedang penerapan syariah Islam di Indonesia
untuk klasifikasi hukum negara, masih perlu diperjuangkan dengan
gigih, kerana kesempatan tetap terbuka.

2. Bahawa umat Islam Indonesia wajib segera melaksanakan semua


klasifikasi hukum perseorangan, keluarga dan masyarakat, agar
semakin lebih mantap penerapan Syariah Islam di Indonesia. Dan
wajib untuk terus memperjuangkan perlembagaan syariah Islam dalam
semua bidang kehidupan masyarakat, termasuk perlembagaan semua
hukum yang berkaitan dengan pemerintah dan kekuasaan negara,
sehingga boleh mencapai kesempurnaan dalam penerapan syariah
Islam di Indonesia.

3. Bahawa Perjuangan penerapan syariah Islam di Indonesia mendapat


tentangan dan kesulitan yang cukup berat, sama ada yang datang dari
dalam mahu pun dari luar. Dan cabaran-cabaran tersebut ada di
279
berbagai aspek mahu pun sektor, mulai dari sosial, politik, ekonomi,
budaya, pendidikan, dakwah, dan lain sebagainya.

4. Bahawa untuk mengatasi berbagai cabaran dalam perjuangan


penerapan Syariah Islam di Indonesia, maka diperlukan jalan
penyelesaian yang praktikal dan strategis serta tepat untuk digunakan.

5. Bahawa sungguhpun tentangan dan kesulitan yang mencabar dalam


perjuangan penerapan syariah Islam di Indonesia, namun perjuangan
tersebut tetap berjalan, bahkan sudah mulai banyak membuahkan hasil,
seperti lahirnya berbagai perundang-undangan syariah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai