Anda di halaman 1dari 3

KASUS 5-4

ABRAMS COMPANY

Sekilas tentang Abrams Company


Abrams Company (AC) adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri manufaktur dengan produksinya yaitu berbagai jenis suku cadang
untuk mobil, truk, bus, dan mesin pertanian. Perusahaan ini memiliki tiga kelompok
besar suku cadang yaitu: suku cadang pengapian (ignition parts), suku cadang
transmisi (transmission parts), dan suku cadang mesin (engine parts). Suku cadang
ini kemudian dijual melalui agen tunggal pemegang merek (original equipment
manufacturer-OEM) dan pedagang besar/grosir (wholesaler). Wholesaler selanjutnya
menjual kembali ke pedagang eceran (retailer) sebagai suku cadang untuk perbaikan
yang ditujukan kepada konsumen. Pasar yang terakhir disebut sebagai “aftermarket”
(AM). Proses distribusi suku cadang dapat digambarkan melalui alur sebagai berikut
ini:

Abrams Company

Original Equipment
Manufacturer-OEM Wholesaler

Retailer

Customer

Evaluasi Pertimbangan dan Rekomendasi


Ketiga divisi produk memiliki target ROI tahunan yang harus dicapai. Target
ROI suatu pabrik berdasarkan laba anggaran (termasuk alokasi pengeluaran overhead
divisi dan perusahaan, dan beban pajak pendapatan tertentu) dibagai dengan aktiva
bersih awal tahun (dihitung dengan mengurangi total aset dikurangi kewajiban
lancar). Rumusnya adalah sebagai berikut:

1
Laba Anggaran
ROI 
Total Aset  Kewajiban Lancar

Kebijakan manajemen puncak dalam memasukkan biaya overhead pabrik dan


pajak yang dialokasikan dalam menentukan laba merupakan kebijakan yang baik
dalam memberikan laporan keuangan kepada pihak eksternal, sehingga bisa
diketahaui tingkat laba bersih dengan mudah oleh investor, dan menjadikan
pertimbangan dalam investasi pada perusahaan.
Disisi lain, penentuan ROI untuk divisi AM seharusnya penghitungannya tidak
disamakan dengan divisi pengapian (ignition parts), suku cadang transmisi
(transmission), dan suku cadang mesin (engine parts). Divisi ini dapat mencapai ROI
tertinggi karena investasi yang digunakan lebih kecil dibanding dengan pendapatan,
serta tugasnya hanya menjual saja bila dibandingakan dengan divisi lain yang
investasinya tinggi untuk beli mesin dan alat dukung lainnya.
Kecenderungan memberlakukan divisi AM sebagai konsumen tidak bebas
walaupun itu merupakan alat pemasaran perusahaan, divisi produksi lebih senang
memenuhi permintaan konsumen OEM daripada divisi AM, sedangakan divisi AM
tidak boleh membeli produk dari pabrik lain. Walaupun bagian dari divisi perusahaan,
divisi AM harus berusaha meyakinkan manajer produksi untuk memperoleh
persediaan. Kebijakan ini kurang tepat bagi divisi AM, sebagai ujung tombak
pemasaran produk yang menghasilkan laba yang lebih tinggi dari yang lain,
seharusnya lebih diprioritaskan, atau manajer puncak membuat kebijakan penjualan
yang hanya melewati satu pintu divisi pemasaran (divisi AM), yang nanti membawa
produk jadi dari divisi lain.
Dikarenakan tiap divisi mempunyai divisi penjualan sendiri-sendiri dan sama
tugasnya dengan divisi pemasaran (AM), maka hal ini memungkinkan terjadinya
penumpukan produk di tiap divisi produksi dan divisi pemasaran. Untuk mengurangi
penumpukan produk tersebut maka perlu dibuat divisi pergudangan tersendiri yang
akan menghitung, menyimpan dan mendistribuskan produk.
Karena tiap divisi ditargetkan untuk memperoleh laba, sehingga dalam proses
transfer pricing, mereka akan memasukkan laba ke divisi AM. Seharusnnya
perusahaan membuat kebijakan dalam penentuan cara proses transfer pricing
sehingga tidak ada perselisihan antara divisi produksi dan divisi AM, salah satu
solusinya dapat menerapkan ABC atau sistem yang lain.

2
Kekuatan
 Tiap-tiap divisi produksi sudah punya pasar tersendiri kecuali divisi AM, sehingga
akan memacu proses produksi untuk melayani konsumen OEM.
 Adanya bonus bagi manajer staf dan lini sehingga mendorong karyawan giat dalam
bekerja.
 Jeli dalam mengetahui selera konsumen sehingga tercipta produk sesuai
kebutuhan.
 Ketepatan waktu dalam pengiriman suku cadang.
 Kemampuan merancang yang inovatif dan handal karena bekerja sama dengan tim
ahli dari OEM.
 Pengendalian biaya yang cermat oleh divisi produksi.
 Ketersediaan suku cadang, berkualitas serta berharga saing kompetitif.
Kelemahan
 Proses pemasaran yang tidak dikoordinasi oleh suatu divisi, sehingga setiap divisi
berjalan sendiri-sendiri untuk memperoleh pasar.
 Biaya pemasaran yang tumpang tindih antara divisi pemasaran dan divisi produksi.
 Perselisihan mengenai harga transfer antara divisi produksi dan divisi pemasaran.
 Divisi produksi cenderung memberlakukan divisi pemasaran sebagai konsumen
yang tidak bebas.
 Divisi pemasaran dan divisi produksi menyimpan persediaan yang berlebihan
sepanjang tahun.

Anda mungkin juga menyukai