Anda di halaman 1dari 33

BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Chronic Kidney Disease (CKD)


A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan
serta penurunan fungsi ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan
maupun proses degeneratif.
Diperkirakan 1 dari 3 orang dewasa di Amerika Serikat menderita hipertensi
tanpa disertai CKD sebesar 23,3%, hipertensi disertai CKD stage I sebesar 35,8%,
hipertensi disertai CKD stage 2 48,1%, hipertensi disertai CKD stage 3 59,9%,
dan hipertensi disertai CKD stage 4-5 84,1%.9 Walaupun prevalensi CKD tinggi
dan tersedianya medikasi yang efektif, hanya sebagian kecil pasien mencapai
target pengobatan yang diharapkan.
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah tingkat
kepatuhan minum obat serta tidak adanya mosifikasi pola hidup pada pasien
dengan CKD.
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan
rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal
polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati
obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System
dalam Price & Wilson, 2013). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2014 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan
8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2013).

D. Patofisiologi
Terlampirkan

E. Manifestasi Klinis
Setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien
dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikule

F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume:
Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna:
Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis:
Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas:
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin:
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2013; Rubenstain dkk, 2014). Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari
penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol
berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan
protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <
50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat
untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black &
Hawks, 2015)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,


yaitu:
1. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun sebagai berikut:
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung
(ketidak seimbangan elektrolit).
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Fluid Management :
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan selama 3x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
2. Batasi masukan cairan
natrium. seimbang.
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Kriteria Hasil: 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
NOC : Fluid Balance cairan
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Terbebas dari edema, efusi,
anasarka
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya Hemodialysis therapy
dipsnea 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
 Memilihara tekanan vena sentral, (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
tekanan kapiler paru, output phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
jantung dan vital sign normal. thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan,
dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia mual muntah. adekuat.
status nutrisi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC : Nutritional Status hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
 Nafsu makan meningkat untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Tidak terjadi penurunan BB 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
 Masukan nutrisi adekuat 5. Berikan makanan sedikit tapi sering
 Menghabiskan porsi makan 6. Berikan perawatan mulut sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium) 7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
hiperventilasi paru Kriteria Hasil:
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
NOC : Respiratory Status
intercostal
 Peningkatan ventilasi dan 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
oksigenasi yang adekuat
 Bebas dari tanda tanda distress hiperventilasi, cheyne stokes
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernafasan
 Suara nafas yang bersih, tidak ada adanya ventilasi dan suara tambahan
sianosis dan dyspneu (mampu Oxygen Therapy
mengeluarkan sputum, mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
bernafas dengan mudah, tidak ada 3. Atur posisi senyaman mungkin
pursed lips) 4. Batasi untuk beraktivitas
 Tanda tanda vital dalam rentang 5. Kolaborasi pemberian oksigen
normal
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
2. Kaji nyeri
NOC: Circulation Status
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Membran mukosa merah muda 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
 Conjunctiva tidak anemis memperbaiki sirkulasi.
 Akral hangat 5. Monitor status cairan intake dan output
 TTV dalam batas normal. 6. Evaluasi nadi, oedema
 Tidak ada edema 7. Berikan therapi antikoagulan.

5 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Activity tolerance


berhubungan dengan selama 3x24 jam pasien dapat 1. kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
keletihan anemia, retensi meningkatkan aktivitas yang dapat merencanakan progam terapi yang tepat
produk sampah, dan ditoleransi. 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu
prosedur dialysis. Kriteria Hasil : di lakukan
NOC : Activity tolerance 3. Bantu klien untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai
 Berpartisiasi dalam dalam dengan kemampuan fisik
aktivitas fisik tanpa disertai 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
peningkatan tekanan darah yang diperlukan untuk aktifitas yang diinginkan
 Mampu melakukan ADLs 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktifitas seperti
 Tanda tanda vitas normal kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
8. Monitor respon fisik , emosi, social, dan spiritual
PATHWAY
2. Anemia
1. PENGERTIAN
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh.

2. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena:
 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan
zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin
B12 dan asam folat.

3. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak.
Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada
bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan,
kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264).
AREA MANIFESTASI KLINIS
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat , kelemahan,
nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru-paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskeletal Nyeri pinggang, sendi
System Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
persarafan berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

4. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi
terutama dalam sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama
dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari
pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal
(MCH meningkat dan MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :


a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1) Kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2) Gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3) Kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh
jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1) Anemia pasca perdarahan akut.
2) Anemia pasca perdarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
1) Faktor ekstrakorpuskuler
 Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-
HDN)
 Hipersplenisme
 Pemaparan terhadap bahan kimia
 Akibat infeksi
 Kerusakan mekanik
2) Factor intrakorpuskuler
 Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
 Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural, thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan
hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh
suplai besi kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam
pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal
ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang
dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50
mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003)
dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung,
duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser
duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi
besi.

 Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang
mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan
karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini
adalah adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang
tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga
terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
 Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor
intrinsik yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi
gangguan absobsi vitamin B12 .
 Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang
kurang makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan,
alkolik dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa
pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom
malabsorbsi.
 Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk
sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer
atau zat yang dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun
dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).
Pansitopenia (aplastik). Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per
mikro liter pada wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik) Nilai normal Leokosit
(per mikro lt) : 6000–10.000 permokro liter
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000–400.000 per mikro liter
darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).

7. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,
gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga
menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada
kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan
organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti
dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas
pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan
manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen.

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
a. Anemia aplastik:
 Transplantasi sumsum tulang
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin
antitimosit(ATG)
b. Anemia pada penyakit ginjal
 Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam
folat
 Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan
kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk
membuat darah, sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
 Dicari penyebab defisiensi besi
 Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
 Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,
bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya
faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
 Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa
atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
 Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan
produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi
terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau
istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik
pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia,
tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat,
dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI
kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas
EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang
T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas
(warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti
berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera
: biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom
malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat,
tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat
dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit :
buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan
glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah
; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :
hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-
lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan.
Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan
panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam,
limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau
amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
b. Diagnosa keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dipsneu, takikardia
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna
makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal.
5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas,
defisit nutrisi.
6) Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
7) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.
8) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
c. Perencanaan (Intervensi)
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :

- pasien melaporkan sesak napas berkurang


- pernafasan teratur
- takipneu atau dispneu tidak ada
- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan
pernapasan, napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan
pemasangan ventilator sesuai indikasi
Untuk membantu pernapasan adekuat

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


penurunan O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran,
nyeri kepala
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi
peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3. Selidiki keluhan nyeri kepala
iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien
kolaborasi :
1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-muntah,
anoreksia, penurunan BB
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster.
4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain
yang berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
3. Berikan obat sesuai indikasi.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau
adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam


laktat) ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien
mengeluh nyeri kepala, pasien Nampak meringis,
dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri
pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya, lokasi, lamanya.
mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan
intervensi.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan
frekuensi jantung, pernapasan, tekanan darah.
merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai
dengan kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
120-100/
- TTV dalam batas normal (TD 70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan
harga diri dan rasa terkontrol.
Pathway

Kegagalan
produksi SDM
Defisiensi B12, oleh sum-sum Destruksi SDM
asam folat, besi tulang berlebih
Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia
Pola nafas tidak
efektif

Suplai O2 dan nutrisi ke sesak


jaringan berkurang Gg.
Gastro intestinal perfusi
Hipoksia SSP
jaringan

Penurunan
Reaksi antar
kerja GI Mekanisme an aerob
saraf berkurang

Peristaltik Kerja Asam laktat


Pusing
menurun lambung
menurun ATP berkurang
Makanan
sulit As. Lambung
Kelelahan Energi untuk
dicerna meningkat
membentuk
antibodi berkurang
Anoreksia Intoleransi
Konstipasi aktivitas
mual Resiko infeksi

Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Agency for Healthcare Research and Quality. Comparative effectiveness review,


chronic kidney disease stages 1–3: screening, monitoring, and treatment.
Rockville: AHRQ Publication; 2012.

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai


Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html
diakses pada tanggal 23 Februari 2014

Armiyati Y. Seminar hasil-hasil penelitian lppm unimus 2012: hipotensi dan


hipertensi intradialisis pada pasien chronic kidney disease (ckd) saat
menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah; 2012.

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unila. Buku kepaniteraan klinik


anestesiologi dan terapi intensif. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung; 2013.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2015

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 20014.

Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2013

British Columbia Medical Association. Chronic kidney disease–identification,


evaluation and management of patients. Victoria: Guidelines and Protocols
Advisory Committee. Canada; British Columbia Association; 2013.

Copland M. Chronic kidney disease: optimal and coordinated management. The


Canadian Journal of Diagnosis; 2014.

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC. 2014.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.


2013.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to

Anda mungkin juga menyukai