Anda di halaman 1dari 9

Lampiran : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit

Tentang : Panduan Triase


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I
DEFINISI

Triase adalah sistem seleksi pasien yang datang berobat di Instalasi Gawat Darurat dalam
keadaan sehari – hari dan / atau dalam keadaan bencana menurut tingkat kegawatdaruratan,
trauma atau penyakit. Penilaian berdasarkan kondisi A (Airway), B (Breathing), C (Circulation)
dan D (Disabilty) untuk menentukan prioritas penanganan pasien. Dalam hal ini triase juga
meliputi cara mendiagnosis serta memilah penderita berdasarkan kebutuhan dan sumber daya
yang tersedia.
Triase adalah suatu proses yang dinamik, status atau keadaan pasien dapat berubah menjadi
lebih baik maupun menjadi lebih buruk karena cideranya maupun sebagai dampak dan tindakan
yang dilakukan. Triase harus diulang-ulang selama masih dalam penanggulangan cideranya.
Dapat dilakukan di tempat kejadian, di daerah triase sebelum dilakukan evakuasi, tiba di IGD,
selama resusitasi maupun sesudahnya, sebelum maupun sesudah operasi, dan setelah tiba di
ruangan.
Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera emergensi, diidentifikasi dengan
proses triase berbasis bukti. Maksudnya adalah bila pasien telah diidentifikasi sebagai keadaan
dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera (seperti infeksi melalui udara/airbone), pasien
sesegera mungkin diperiksa, mendapat asuhan dan didahulukan pelayanannya oleh dokter
sebelum pasien lain untuk mendapatkan pelayananan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan
pengobatan sesuai dengan kebutuhannya. Proses triase dapat termasuk kriteria berbasis
fisiologik, bila mungkin dan tepat. Rumah sakit melatih staf untuk menentukan pasien yang
membutuhkan asuhan segera dan bagaimana memberikan prioritas asuhan.
Tujuan dari triase dimanapun dilakukan, bukan saja supaya The Right Patient To The Right
Hospital By The Right Ambulance At The Right Time tetapi juga To Do The Most For The Most.

Jadi tujuan triase adalah :


1. Memilah dan menilai pasien agar mendapatkan pertolongan medik secara cepat
dan tepat sesuai dengan prioritas kategori kegawatdaruratannya dan sesuai dengan
penyakitnya.
1
2. Melakukan triase di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah
secara tepat waktu kemampuan merespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit
yang mengancam kehidupan atau injury adalah hal yang terpenting.
3. Menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan status
kesehatan pasien yang sakit menjadi kritis.
4. Tercapainya kepuasan pasien dengan memberikan dukungan emosional kepada
pasien dan keluarganya.
5. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan petugas dalam membuat keputusan
berdasarkan pengkajian keselamatan dan perawatan pasien yang efektif.

Kegiatan triase sangat diperlukan dalam pelayanan gawat darurat karena Instalasi Gawat
Darurat sebagai pusat pelayanan kesehatan yang melayani selama 24 jam penuh seharusnya
berfungsi untuk melayani kesehatan pada pasien yang bersifat gawat dan darurat serta
membutuhkan pertolongan segera untuk menghindari perkembangan penyakit yang lebih parah
dan dapat mengancam jiwa pasien. Namun dalam misi sosialnya, Instalasi Gawat Darurat tidak
diperkenankan untuk menolak pasien yang datang dan membutuhkan pertolongan kesehatan,
meskipun pada kenyataannya bukan termasuk dalam kriteria gawat dan / atau darurat.
Untuk itu diperlukan tata laksana triase yang lebih baik sehingga pelayanan kesehatan
untuk kasus – kasus gawat dan darurat tidak terganggu oleh pelayanan kasus – kasus yang tidak
gawat dan / atau darurat.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
1. Staf yang terlibat dalam pelaksanaan panduan ini adalah :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
c. Staf Bidan
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Triage adalah :
Instalasi Gawat Darurat
B. Klasifikasi Triase
1. Triase di tempat (pra rumah sakit) misalnya di tempat kejadian atau bencana
2. Triase evakuasi misalnya ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan pada
rumah sakit yang telah siap menerima korban. Contoh korban massal.
3. Triase pada saat pasien di transportasi.
4. Triase medik di ruang triase IGD Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah.

3
BAB III
TATA LAKSANA

Dalam pelaksanaan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah menggunakan
Tag Label Triase (label berwarna) yang dipakai petugas triase IGD untuk mengidentifikasi dan
mencatat kondisi untuk tindakan medis terhadap pasien. Pengelompokan Triase berdasarkan Tag
Label adalah sebagai berikut:
1. Prioritas Pertama (1) – Emergent/Immediate/Priority 1 (Merah)
Pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat mengakibatkan kerusakan
organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu maksimal 10 menit, mengancam
jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar, penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada
airway dan sirkulasi. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, luka bakar berat,
perdarahan parah dan cedera kepala berat, multiple trauma, cedera pada leher atau
spinalcord injury, reaksi anafilaksis, nyeri dada, asma berat, PPOK, overdosis, CVA,
hipoglikemi, KAD, abortus spontan, ruptur uteri, trauma kimia pada mata, cardiac arrest,
respiratory failure.
2. Prioritas Kedua (2) – Urgent/Priority 2 (Kuning)
Pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus ditangani dalam
waktu maksimal 30 menit. Potensial mengancam jiwa atau fungsi vital bila tidak segera
ditangani dalam jangka waktu singkat, penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Misalnya cedera abdomen tanpa shok, luka bakar ringan, fraktur atau patah
tulang tanpa shok, trauma bola mata, appendicitis, cedera kepala ringan dengan riwayat
pingsan, asma ringan – sedang, COPD, pneumonia, perdarahan saluran cerna tanpa
komplikasi, riwayat kejang, kolik renal, skala nyeri 4 – 7 (nyeri kepala dan punggung),
skala nyeri 8 – 10 (trauma ringan), dispneu ringan – sedang.
3. Prioritas Ketiga (3) – Non Urgent/Delayed/Priority 3 (Hijau)
Pasien yang datang dengan kondisi tidak gawat tidak darurat dengan keluhan ringan –
sedang, tidak mengancam jiwa tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat
penyakit serius, yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit. Perlu
penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan
bersifat terakhir. Misalnya demam, abrasi dan luka superficial/luka ringan, otitis media.
4. Prioritas Nol – Expectant/Priority 0 (Hitam)

4
Penderita yang mengalami cedera mematikan dan tidak bisa dipertahankan lagi meskipun
dilakukan resusitasi, atau penderita yang sudah meninggal (Death On Arrival / DOA).
Tidak ada respon pada semua rangsangan, tidak ada respirasi spontan, tidak ada bukti
aktifitas jantung, tidak ada respon pupil terhadap cahaya. Kemungkinan untuk hidup
sangat kecil, luka sangat parah hanya perlu terapi suportif contohnya henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.

PROSES TRIASE
Sebelum melakukan proses triase, petugas triase harus memperkenalkan diri, melakukan
identifikasi pasien, kemudian menanyakan anamnesa singkat dan pemeriksaan cepat dan tepat.
Pengumpulan data subyektif dan obyektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari
5 menit. Untuk pemeriksaan dilakukan dengan menilai kondisi A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation), D (Disability).
1. A (Airway) adalah penilaian jalan nafas apakah ada sumbatan ,ancaman,atau
bebas melalui metode look, listen, and feel.
 Look (lihat) apakah pasien mengalami agitasi atau kesadarannya menurun,agitasi
memberi kesan adanya hipoksia dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang di sebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Tidak
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan yang apabila ada, merupakan
bukti tambahan adanya gangguan airway.
 Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal pernafasan yang berbunyi (suara,
nafas berisik) adalah pernafasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring),
berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Suara parau (hoarseness, dysphonia)
menunjukkan sumbatan pada laring. Pasien yang melawan dan berkata –kata kasar
(gaduh, gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena
keracunan/mabuk.
 Feel (rasakan) pergerakan udara ekspirasi, dan tentukan apakah trakea terletak di
garis tengah.
2. B (Breathing) adalah penilaian terhadap pernafasan apakah henti nafas, bradipnoe,
takipnoe, sianosis, mengi melalui metode look, listen, feel.
 Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang
adekwat. Asimetri menunjukkan pembelatan (splinting) atau fail chest dan tiap

5
pernafasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap ventilasi pasien.
 Listen (dengar) auskultasi kedua lapangan paru. Penurunan atau tidak
terdengarnya suara nafas pada satu atau kedua hemitoraks merupakan tanda akan
adanya kelainan intra thorakal. Hati-hati terhadap adanya laju pernafasan yang cepat,
takhipnoe mungkin menunjukkan kekurangan oksigen (respiratory distress).
 Feel (rasakan) lakukan perkusi. Seharusnya sonor dan sama kedua lapang paru.
Misalnya: bila hipersonor berarti ada pneumothoraks, bila pekak ada darah
(hematothoraks).
3. C (Circulation) adalah penilaian sirkulasi secara cepat dapat di lakukan dengan menilai
nadi (nadi tidak teraba, nadi teraba lemah, brdikardia, takikardia), akral (akral dingin, akral
hangat), tekanan darah, suhu/temperatur, warna kulit (pucat, merah, sianosis).

4. D (Disability) adalah pemeriksaan neurologis singkat yang di lakukan adalah menentukan


tingkat kesadaran dan tanda lateralisasi.

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda obyektif bahwa ia mengalami
gangguan pada A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), D (Disability), maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan pada data obyektif dan data
subyektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian
kemudian dilengkapi dengan data subyektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).
Perawat triase bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di ruang yang tepat apakah
diruang resusitasi, ruang observasi, atau yang lain.
ALUR DALAM PROSES TRIASE
1. Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah, diterima oleh
petugas/staf medis IGD dan dibawa ke ruang triase.
2. Petugas triase memakai alat proteksi diri kemudian melakukan proses triase
dengan menilai kondisi A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), D (Disability) untuk
menentukan derajat kegawatannya.
3. Petugas triase melakukan anamnesa singkat, jika pasien tidak sadar maka
dilakukan heteroanamnesis kepada keluarga pasien / pengantar pasien.
4. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)

6
5. Triase yang digunakan dalam keadaan bencana massal menganut sistem START
(Simple Triage And Rapid Treatment) yaitu:
a. Merah : Segera ditangani
b. Kuning : Pasien trauma ringan
c. Hijau : Pasien boleh ditunda
d. Hitam : Meninggal
6. Pengambilan keputusan dalam proses triase dilakukan berdasarkan :
 Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
 Dapat mati dalam hitungan jam
 Trauma ringan
 Sudah meninggal
7. Penetapan status kegawatan medisnya dengan memberi tanda (tag label) berupa
stiker warna pada bagian 1 (triase) pada asesmen gawat darurat pasien yaitu :
a. Emergent/Immediate/Priority 1 : warna MERAH
b. Urgent/priority 2 : warna KUNING
c. Non urgent/Delayed/Priority 3 : warna HIJAU
d. Expectant/Priority 0 : warna HITAM
8. Penderita / korban yang dipindahkan dari ruang triase, yaitu:
a. Penderita prioritas (1) triase merah dapat langsung ditangani dan diberikan
pengobatan di ruang zona merah. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang perawatan intensif, ruang operasi atau
dirujuk ke rumah sakit lain.
b. Penderita prioritas (2) triase kuning, trauma ringan yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang zona kuning.
c. Penderita prioritas (3) triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan dapat dipulangkan, maka penderita / korban dapat
diperbolehkan pulang.
d. Penderita prioritas (0) triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
9. Pasien dengan kondisi mengancam jiwa dilakukan pemeriksaan triase dengan cara
walk in triage, sambil mengantar pasien ke dalam ruang zona merah.
10. Di ruang zona merah dan kuning, dokter jaga IGD harus melakukan re-triage atau
triase ulang.
11. Hasil pemeriksaan oleh petugas triase harus di dokumentasikan tertulis dalam
formulir asesmen gawat darurat yang merupakan bagian dari rekam medis pasien.
12. Dokter mengambil keputusan apakah pasien boleh pulang, rujuk atau rawat inap.
Apabila rawat inap maka keluarga pasien dipersilahkan menuju TPPRI dengan membawa
surat pengantar permintaan MRS untuk proses pra-rawat inap.

7
Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila rumah sakit tidak dapat
menyediakan kebutuhan pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke
pelayanan yang kemampuannya lebih tinggi.

Kriteria pasien stabil meliputi airway bebas & paten, bernafas spontan, teratur, frekuensi
pernafasan antara 16 – 20 kali/menit untuk pasien dewasa. Warna kulit pada ujung – ujung
jari kemerahan, terasa hangat, warna bibir & mukosa mulut kemerahan. Ukuran tensi /
tekanan darah normal 120/80, ukuran nadi antara 80 – 100, teratur dan teraba kuat. Kesadaran
baik dengan GCS 13 – 15 dan tidak ada perdarahan yang masih aktif.

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum.
Pencatatan di lembar asesmen gawat darurat menunjukan bahwa perawat instalasi gawat
darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi serta melaporkan data penting kepada
dokter selama situasi serius.
Pada proses triase yang mencakup dokumentasi antara lain:
 Waktu Kedatangan
 Tingkat Kegawatan (pelabelan prioritas dan keakutan perawatan)
 Jenis Pelayanan
 Cara masuk & Asal masuk
 Keadaan dan tindakan pra-hospital (bila pasien rujukan)

Petugas instalasi gawat darurat segera melakukan pendokumentasian secara menyeluruh


meliputi:

1. Hasil triase pasien yang di dokumentasikan tertulis dalam asesmen gawat darurat
bagian 1 (triase).

8
BAB V
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

1. Panduan triase edisi revisi ini dibuat dengan tujuan sebagai acuan para staf medis
di Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah agar dalam memberikan pertolongan dapat
memilah dan menilai pasien.
2. Agar pasien mendapatkan pertolongan medik secara cepat dan tepat sesuai dengan
prioritas kegawat daruratannya dan sesuai dengan penyakitnya.
3. Panduan triase edisi revisi ini diharapkan bisa diaplikasikan di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Fatimah
4. Panduan ini akan dievaluasi dalam kurun waktu 2 tahun
5. Revisi sebagai bentuk perbaikan dan penyempurnaan akan dilakukan secara
periodik sehingga panduan ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi
perkembangan Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatimah.

Anda mungkin juga menyukai