Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan derajat ekonomi sangat memengaruhi gaya hidup sehari-
hari, misalnya pola aktifitas dan pekerjaan turut berdampak terhadap
kesehatan antara lain terjadinya hernia. Hernia yang dalam bahasa Latin
sering disebut rupture, merupakan suatu penonjolan abnormal melewati suatu
dinding rongga yang terbuka atau dinding yang lemah. Hernia pada dinding
perut merupakan penyakit yang sering dijumpai dan memerlukan tindakan
pembedahan (Kusno Sujarwadi, 2009).
Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Pada
anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah
zakar. Pada orang dewasa adanya faktor pencetus terjadinya hernia antara lain
kegemukan, beban berat, batuk-batuk kronik, asites, riwayat keluarga.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu tindakan konservatif dan
operatif. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakaian penyanggah atau penunjang untuk memepertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Sedangkan prinsip dasar operasi hernia pada
anak adalah herniotomi (Kusno Sujarwadi, 2009).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau kelemahan
dinding (didapat). Hernia inguinalis lateralis merupakan suatu benjolan yang
melewati annulus internus dan kanalis inguinalis yang terletak di lateral
pembuluh darah arteri dan vena epigastrika inferior dan hernia dapat sampai
ke scrotum yang disebut hemia scrotalis. Benjolan ini dapat keluar masuk
tergantung dari tekanan di dalam abdomen. Hernia inguinalis medialis
merupakan suatu benjolan yang muncul pada trigonum hasselbach akibat
kelemahan fascia tranversalis yang terletak di medial dari pembuluh darah
arteri dan vena epigasrika inferior. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah
terbanyak setelah appendisitis. Biaya yang besar diperlukan dalam

1
penanganannya dan juga menyebabkan hilangnya tenaga kerja akibat
lambatnya pemulihan dan angka rekurens. Hernia inguinalis, terjadi apabila
kantong dan isi hernia masuk ke dalam annulus internus dan penonjolan pada
trigonum Hasselbach. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada pria.
Angka kejadian pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya
hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder atau didapat
yang adekuat. Hernia inguinalis lateralis dapat terjadi pada semua umur,
namun tersering pada usia antara 45 sampai 75 tahun (Indri Mayasari Sesa
dan Asri Ahram Efendi, 2012).
Herniotomi adalah suata proses pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan kantong hernia sampai ke lehernya, sehingga tidak terjadi
perlengketan lalu direposisi. Kantong hernia di jahit, diikat dan diangkat
setinggi mungkin kemudian dipotong (Jitowijono dan Kristiyanasari, 2012).
Pada tindakan pembedahan pasti akan menimbulkan rasa nyeri. Nyeri
merupakan sesuatu yang bersifat subyektif, dimana setiap individu
mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan
luka (injury) yang terjadi selama kehidupannya dan dirasakan sebagai suatu
hal yang tidak menyenangkan atau sangat menganggu (Andarmoyo dalam
Kurniawan Dwi Caksono, 2014).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui perioperatif pada pasien pre
operasi, intra operasi, dan post operasi herniotomi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui pengertian hernia
b. Mampu mengetahui pengertian hernia inguinal
c. Mampu mengetahui pengertian herniotomi
d. Mampu melakukan pengkajian pada pasien herniotomi
e. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien herniotomi.
f. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien herniotomi

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi
Hernia merupakan salah satu kasus dibagian bedah yang pada
umumnya sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya
memerlukan tindakan operasi. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada
umumnya pada pria (Linda A, 2009).
Hernia inguinal adalah menonjolnya suatu rongga melalui anulus
inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso epigastrika inferior
menyusuri kanal dan inguinal dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010). Laki-laki
dewasa lebih banyak beraktivitas dan mengangkat beban yang berat
sehingga meningkatkan tekanan intraabdomen yang merupakan faktor
resiko hernia inguinalis. Sedangkan pada anak laki-laki lebih sering
dibandingkan anak perempuan dikarenakan lambatnya penutupan atau
obliterasi dari prosesus vaginalis yang merupakan jalur turunya testis
sehingga mengakibatkan terjadinya hernia inguinalis. Pada hernia
inguinalis lateralis penyebab kekambuhan yang paling sering ialah
penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, diantaranya
karena diseksi kantong hernia yang kurang sempurna (Indri Mayasari Sesa
dan Asri Ahram Efendi, 2012).
Tindakan operasi yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah
herniorraphy (herniotomi dan hernioplasty) yang merupakan tindakan gold
standar untuk penderita hernia inguinalis. Hal ini dikarenakan tindakan
satu-satunya yang dapat dilakukan ketika adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat beban berat
atau mengedan dan menghilang setelah berbaring sedangkan hernia

3
ireponibel memiliki keluhan adanya benjolan pada lipatan paha yang tidak
dapat hilang walaupun berbaring. Ada pasien yang tidak menjalani operasi
dikarenakan pasien menolak untuk dilakukan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan operasi hernia sangat disarankan baik dengan diagnosis
dan teknik perbaikan yang tepat dan juga tepat waktu (Aru W, Sudoyo.
2009).
Herniotomi dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan hernia
dan mengembalikan hernia keposisi semula dan posisi yang normal
dengan melakukan pengangkatan kantong hernia. Pada herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Jadi
Herniotomi adalah tindakan membuka dan melepaskan kantung hernia
(Andarmoyo dalam Kurniawan Dwi Caksono, 2014).

B. Etilogi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi ada beberapa
predisposisi yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intra abdomen :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen. Beberapa pasien mengalami hernia setelah
mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen dengan intesitas
tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas,
cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan
dorongan dan beresiko terjadi hernia.
2. Kelemahan kongenital :
Defek kongenital pada sfingter kardia memberikan
predisposisi melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan
tekanan intraabdomen, maka kondisi hernia menjadi meningkat.
3. Peningkatan usia
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hernia. Dengan melemahnya

4
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka luas tidak kembali ke posisi
normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan
masuknya bagian lambung ke rongga toraks. (Muttaqin. 2011).
4. Insiden
Hernia inguinalis sering terjadi pada pria. Angka kejadian
pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya
hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder
seperti umur, namun sering pada usia antara 45 sampai 75 tahun.
(Rahayuningtyas Clara. 2014)
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia inguinal antara lain: kelemahan aponeurosis dan
fasia transversalis, prosesus vaginalis yang terbuka, tekanan intra
abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, asites, kelemahan otot dinding perut karena usia,
defisiensi otot, dan hancurnya jaringan penyambung oleh karena
merokok, penuaan atau penyakit sistemik.Tindakan pembedahan
yang dapat dilakukan salah satunya herniotomi. Indikasi dari
tindakan herniotomi adalah untuk mengangkat kantong hernia
sampai ke lehernya agar tidak terjadi komplikasi yang besar
(Suwarman, 2009).

C. Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan
jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal atau dapat disebabkan oleh
trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat
dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan
peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena
tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan
otot, individu akan mengalami hernia. Hernia terjadi melalui cincin
inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini
umumya terjadi pada pria dari pada wanita (Ester, 2012).

5
Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat
menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Hernia melewati
dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada
hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia secara
bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital
(Oswari, 2010).
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral
dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat
lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik
peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke
dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi
dengan tipe hernia ini Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang
dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan
abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara.
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk
menutup (Nettina, 2011).
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang
dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari
usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah
karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena
kekurangan suplai darah (Ester, 2012).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau
terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan
herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat
dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan,
sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal
indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan
apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu
mengurangi nyeri (Oswari, 2010).

6
D. Pathway

(Budimulja, 2010)

E. Manifestasi Klinis
Hernia inguinal mempunyai tanda dan gejala yang dapat kita lihat.
Terdapat benjolan di daerah lipat paha, terdapat nyeri dan membengkak
pada saat mengangkat atau adanya ke tegangan. Benjolan akan meluas ke
skrotum terkadang juga akan mengalami pembengkakan pada skrotum
tanpa adanya benjolan. Riwayat pembengkakan dapat terjadi di paha,

7
labia dan bagian skrotum. Pasien juga akan merasakan mual muntah serta
demam. Tetapi ada yang juga tidak terdapat keluhan (asimtomasit).
Terdapat peningkatan nadi dikarenakan pasca operasi herniotomi yang
menyebabkan pasien mengalami kecemasan (Herry S, 2010).
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan
berdiri dan berbaring juga diminta batuk pada hernia kecil yang masih
sulit untuk dilihat. Tindakan herniotomi dilakukan sebagai
pentalaksanaan hernia. Kantong hernia dijahit dan diangkat setinggi
mungkin (Dermawan dan Rahayuningtyas, 2010).
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia.
Pada saat inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis
lateral muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang kosong dapat diraba pada
funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut
tanda sarung tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah
ditentukan (Rasjad C. 2010).
Jika kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum maupun ovarium. Dengan jari telunjuk
atau dengan jari kelingking, pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia
dengan cara mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari
masuk berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau
ujung jari menyentu hernia berarti hernia inguinalis lateralis, dan bagian
sisi jari yang menyentuhnya adalah hernia inguinalis medial (Rasjad C.
2010).

8
F. Klasifikasi
Klasifikasi hernia dalam (Grance dan Borley, 2010) yakni sebagai
berikut:
1. Hernia Hiata
Kondisi dimana kerongkongan pipa tengggorokan turun, melewati
diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut
menonjol ke dada (thoraks).
2. Hernia Epigastrik
Terjadi diantara pusar dan bagian tulang bawah rusuk di garis
tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan
jarang yang berisi usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif
lemah, hernia ini sering menimbulkan rsa sakit dan tidak dapat di
dorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali ditemukan.
3. Hernia Umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang
disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup
sebelum kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Orang jawa sering
menyebutnya “wudel bodong”. Jika kecil (kurang dari 1 cm), hernia
jenis ini biasanya menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.
4. Hernia Inguinalis
Hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan dan skrotum. Orang awam biasanya menyebutnya “turun
bero” atau “hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketikadinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Jika
anda merasa ada benjolan di bawah perut yang lembut, kecil dan
mungkin sedikit nyeri dan bengkak, anda mungkin terkena hernia ini
5. Hernia Femoralis
Muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria.

9
6. Hernia Insisional
Dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar
tidak menutup sepenuhnya.
7. Hernia Nukleus Pulposi (HNP)
Hernia yang melibatkan cakram tulang belakang. Diantara setiap
tulang belakang ada diskus intervertebrlis yang menyerap goncangan
cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang.
Karena aktivitas dan usia, terjadi hernia diskus intervertebralis yang
menyebabkan saraf terjepit (sciatical). HNP umunya terjadi di
punggung bawah pada tiga vertebra lumbar bawah.

G. Komplikasi
Komplikasi pada hernia inguinalis (Grance dan Borley, 2010)
yaitu :
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali.Keaaan ini disebut
hernia inguinalis ireponibilis.Pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus.Isi hernia yang tersering meyebabkan keadaan
ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia
dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak.Usus besar
lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus.
Berikut ini komplikasi hernia inguinalis :
1. Hematoma atau luka pada skrotum
2. Retensi urine akut
3. Infeksi pada luka
4. Nyeri kronis

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hernia inguinalis (Kozier &
Erb, 2014):

10
Pemeriksaan darah:
1. Leukosit
Peningkatan jumlah leukosit mrngindikasikan adanya infeksi.
2. Hemoglobin
Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia atau
kehilangan darah.
3. Hematokrit
Peningkatan hematocrit mengindikasikan dehidrasi.
4. Waktu koagulasi
Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi atau
pascaoperasi
a) Urinalis
BUN, Creatinin, munculnya bakteri mengindikasikan infeksi
b) GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir
c) EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung

I. Penatalaksanaan
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada saat diagnosis ditegakkan.
Hernia harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan, karena
adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulata,
termasuk gangren saluran cerna (usus), testis, serta peningkatan risiko
infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
1. Terapi operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan
hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada
begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri
dari herniotomi dan hernioplasti.

11
2. Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi
mungkin lalu dipotong (Dadang Mulyawan, 2008).
Teknik Operasi herniotomi adalah sebagai berikut :
a) Penderita dalam posisi supine dalam anestesi umum, spinal
atau lokal anestesi.
b) Dilakukan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi.
c) Lapangan operasi ditutup dengan doek steril.
d) Dilakukan insisi oblique atau skin crease sejajar ligamentum
inguinal.
e) Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis Muskulus Obliqus
Externus (MOE).
f) Aponeurosis MOE dibuka secara tajam.
g) Funikulus spermatikus yang diselubungi M. kremaster dicari
dan dibebaskan. Bebaskan pula ligamentum inguinale yang tebal
dan mengkilat di lateral nya dan conjoint area (karena conjoint
tendon hanya terdapat pada 5 % populasi) disebelah medial
h) Funikulus spermatikus dipreparasikan lalu ditarik dengan kasa
steril yang dilingkarkan mengelilinginya kearah lateral. Kantong
hernia dicari dengan bantuan dua buah pinset anatomis yang
dicubitkan pada lapisan jaringan yang meliputinya, lalu
digunting dengan hati ± hati dan dibebaskan lapis demi lapis
sampai akhirnya tampak lapisan yang berwarna biru abu - abu
dan kuat. Ini berarti kita telah mencapai processus vaginalis
peritonei yang merupakan pembungkus kantong hernia.
i) Kantong hernia kemudian dibuka 3 ± 4 cm untuk melihat
isinya. Kemudian kantong hernia dibebaskan secara melingkar
penuh dengan arah melintang pada sumbunya dari jaringan
sekitarnya, yaitu M. kremaster dan semua jaringan ikat dan

12
vascular yang meliputinya. Tindakan ini harus dilakukan
dengan hati ± hati untuk menghindari pendarahan. Lalu
dimasukan satu jari kedalam kantong hernia dan dipegang
dengan perantaraan sebuah kasa steril, lalu dengan tangan yang
lain dibebaskan lapisan jaringan yang meliputinya dengan kasa
steril pula. Jari yang memegang kantong digeserkan sedikit
demi sedikit mengikuti arah jari yang membebaskan kantong
tersebut dari luar.
j) Arah pembebasan harus sedemikian rupa sehingga dari medial
ke kalteral dapat bertemu dalam jarak yang terpendek. Setelah
berhasil, maka dinding kantong hernia dipegang dengan
beberapa klem, kemudian dinding kantong tersebut dibebaskan
lagi dari jaringan yang meliputinya sejauh mungkin ke
proksimal sampai dapat ditemukan lapisan lemek preperitoneal.
k) Kantong hernia dijepit pada batas ini, lalu distalnya dipotong
melintang dengan gunting.
l) Selanjutnya dilakukan Heniorrhaphy.

Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang


harus diperhatikan adalah perawatan untuk post operasi:

a) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan,


Syok, Muntah, Distensi, Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit
buang air kecil.
b) Observasi keadaan klien.
c) Cek Tanda-tanda vital pasien.
d) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai
dengan jadwal.
e) Perhatikan drainase.
f) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.
g) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari
kedua.

13
Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).
Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
h) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:

Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi


minum sedikit-sedikit

Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair


(herniotomi diet sama dengan post laparatomi)

Hari 2: Diet bubur saring.

Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

14
BAB III

KASUS

A. Pre Operasi Herniotomi


Tn.A datang ke poliklinik pada hari Senin, 21 April 2018 dengan
keluhan nyeri pada lipatan paha. Sakit dirasakan pasien pada
bulan Januari 2018 yang lalu saat membantu mengangkat beban
berat. Tiba-tiba pasien meringis kesakitan. Oleh tetangganya, pasien
dibawa kerumahnya dan diberi obat ramuan tradisional dengan istirahat
yang cukup. Namun, bertahap selama 2 bulan kemudian pasien merasakan
adanya benjolan pada lipatan paha. Disertai dengan keluhan batuk dan
bersin. Akhirnya, keluarga membawa pasien ke poliklinik RSUD C, dan
dari diagnosa medis, pasien dinyatakan harus segera dioperasi.

B. Intra Operasi Herniotomi


Tn.A datang kembali ke poliklinik bedah pada hari Selasa, 22 april
2017 dan di rencanakan operasi 24 april 2017. Untuk mempersiapkan
operasi klien di rawat di rumah sakit ruang penyakit dalam pada tanggal
22 april 2017 sampai 23 April 2017. Saat di ruang persiapan operasi, klien
menyatakan sedikit takut dan klien tampak tegang. Klien juga mengajukan
pertanyaan tentang bagaimana proses operasi yang akan di jalaninya. Saat
di laksanakan operasi, klien dibius dengan bius spinal yang merupakan
anestesi lokal sehingga klien dengan keadaan sadar dan tidak nampak
takut, namun ada rasa tidak nyaman pada bagian bekas operasi.

C. Post Operasi Herniotomi


Klien telah menjalani operasi herniotomi inguinalis lateralis dan
hari ini adalah post hari ke 2. Klien mengatakan saat ini terasa nyeri pada
luka operasi dengan skala nyeri 5 seperti tersayat-sayat, nyeri hilang
timbul dirasakan saat batuk. Klien mengatakan tidak bisa miring kanan
dan kiri. Dari data observasi yang didapatkan dari klien adalah klien

15
tampak menahan nyeri. Klien terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kiri
dan terpasang DC. Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital yaitu TD:150/90
mmHg, N:80x/menit, S:37⁰C, RR:20x/menit. Pemeriksaan lab: WBC :
12.000/ul

16
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian Fokus
1. Pre operasi
Pengkajian dan pengumpulan informasi adalah fase
pertama proses keperawatan. Jika data dikumpulkan secara tidak
benar, pasien dapat mengalami komplikasi yang besar pada tahap
akhir. Masalah kesehatan mungkin diidentifikasi secara tidak tepat
dan akan sulit untuk membuat rencana keperawatan yang tepat atau
memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Pengumpulan
informasi yang tidak benar memiliki konsekuensi dengan
pencapaian jauh dalam rangkaian tahap proses keperawatan.
Elemen yang paling penting pada fase pengkajian adalah
mengawali hubungan perawatan yang berarti, pengumpulan yang
benar, pemilihan dan pengaturan data, serta verifikasi anlisis dan
laporannya. (Lynn Basford. 2006).
Pengkajian data keperawatan pada klien pre operasi hernia
adalah antara lain (Suratun. 2010) :
a. Aktivitas/istirahat : Klien dilakukan anamneses
mengenai riwayat pekerjaan, mengangkat beban berat,
duduk dan mengemudi dalam waktu yang lama,
membutuhkan papan matras untuk tidur. Pada pemeriksaan
fisik klien mengalami penurunan rentang gerak, tidak
mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot,
gangguan dalam berjalan.

b. Sirkulasi : Apakah klien mempunyai riwayat


penyakit jantung, edema pulmonal, penyakit vaskular
perifer.

c. Eliminasi : Apakah klien mengalami konstipasi,


adanya inkontinensia atau retensi urine.

17
d. Makanan/Cairan : Apakah kilen mengalami
gangguan bising usus, mual, muntah, nyeri abdomen,
malnutrisi atau obesitas.

e. Nyeri/Kenyamanan : Apakah klien mengalami


nyeri di daerah benjolan hernia walaupun jarang dijumpai,
kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
daerah periumbalikal berupa nyeri viseral karena regangan
pada mesentrium sewaktu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia.

f. Keamanan : Apakah klien mempunyai riwayat


alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

g. Pernafasan : Apakah klien mempunyai riwayat


batuk kronik (penyakit paru obstruksi menahun).

2. Intra Operatif

a. Identifikasi pasien

b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien.

c. Telah cacatan pasien terhadap adanya :

a) Informed consent yang benar dengan tanda tangan


pasien.
b) Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik.
c) Hasil pemeriksaan diagnostic.
d) Kelengkapan riwayat dan pengkajian masyarakat.
e) Checklist pra operasi

Lengkapi pengkajian keperawatan pra operasi segera,


meliputi : status fisiologi (misalnya tingkat sakit, tingkat
kesadaran), status psikososial (misalnya ekspresi kekhawatiran,
tingkat ansietas, masalah komunikasi verbal, mekanisme koping)
dan status fisik (misalnya tempat operasi, kondisi kulit dan
efektifitas persiapan, pencukuran dan sendi tidak gerak).

18
3.Post Operatif

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan


data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik serta reviu catatan sebelumnya.

Untuk mengkaji klien dengan post herniotomi meliputi :

1) Identitas

a) Identitas klien mencakup : nama. Umur, jenis kelamin,


pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik,
status, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian dan alamat.

b) penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan,


agama, hubungan dengan klien dan alamat

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

a) Alasan Masuk Perawatan

Disini menggambarkan tentang hal-hal yang


menjadikan pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.

b) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan klien yang


bersifat subyektif pada saat dikaji. Biasanya keluhan utama
yang dirasakan klien post herniotomi adalah nyeri daerah
luka operasi.

c) Riwayat Kesehatan sekarang

Bagian ini menguraikan keluhan pertama yang


muncul secara kronologis meliputi faktor yang
mencetuskan memperingan gejala, kualitas, lokasi /

19
penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu
dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi. Dengan
menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST.

d) Riwayat kesehatan yang lalu

Pada tahap ini dikaji mengenai latar belakang


kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi
faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat
benda-benda berat, tanyakan juga tentang riwayat penyakit
menular dan atau penyakit keturunan.

e) Riwayat keluarga

Pada tahap ini dikaji tentang riwayat kesehatan


keluarga, adakah dalam keluarga yang mengalami penyakit
sama dengan klien saat ini dan atau riwayat penyakit
keturunan.

3) Data Biologis

a) Pola nutrisi

Pada aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan


klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji
mengenai riwayat diet klien. Bagaimana kebiasaan makan
dalam sehari, jenis makan. Apakah dijumpai perubahan
pada makan akibat penyakit, setelah itu dikaji tentang
kebiasaan minum ( jenis, jumlah dalam sehari ) dan
kebiasaan minum-minuman beralkohol.

b) Pola eleminasi

Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan


kelainan eleminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan

20
keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan
bak.

c) Istirahat dan tidur

Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur,


apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama
tidur dan kebutuhan istirahat tidur.

d) Personal hygiene

Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi,


mencuci rambut dan dikaji apakah memerlukan bantuan
orang lain atau secara mandiri.

e) Aktivitas dan latihan

Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien


dirumah dan dirumah sakit dibantu atau secara mandiri.

4) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,


perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan head to toe
tetapi hasilnya dituliskan persistem tubuh.

a) Keadaan umum

Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami


kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat
kesadaran compos mentis.

b) Tanda-tanda vital

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda


vital biasanya pada pasien post herniotomi terjadi

21
penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam,
pernapasan cepat dan dangkal.

c) Tinjauan sistem

(1) Sistem respirasi

Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi,


auskultasi, perkusi.Dalam sistem ini perlu dikaji
mengenai bentuk hidung, kebersihannya, adanya
sekret, adanya pernafasan cuping hidung, bentuk
dada, pergerakan dada apakah simetris atau tidak,
bunyi nafas, adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan
irama nafas teratur.

(2) Sistem cardiovaskuler

Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna


bibir, tidak ada peningkatan JVP, peningkatan
frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi jantung
tidak disertai suara tambahan, penurunan tekanan
darah.

(3) Sistem pencernaan

Sistem pencernaan dikaji mulai dari mulut


sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji adanya
stomatitis, jumlah gigi, caries, bau mulut, mukosa
mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk
abdomen datar, turgor kulit kembali lagi, fokus pada
pemeriksaan dengan kasus hernia apakah ada
distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas.
Adakah lesi pada daerah abdomen adanya massa,
pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik usus.

22
(4) Sistem perkemihan

Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan


nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi
pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya
retensio urine, ada tidaknya nyeri tekan dan
benjolan serta pengeluaran urine apakah ada nyeri
pada waktu miksi atau tidak.

(5) Sistem neurologis

Secara umum pada kasus hernia inguinalis


lateral tidak mengalami gangguan, namun gangguan
terjadi dengan adanya nyeri sehigga perlu dikaji
tingkat skala ( 0-5) serta perlu dikaji nilai GCS dan
pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk
mengidentifikasi kelainan atau komplikasi.

(6) Sistem integumen

Dalam sistem ini perlu dikaji keadaan kulit (turgor,


kebersihan, pigmentasi, tekstur dan lesi), serta perlu dikaji
kuku dan keadaan rambut, sekitar kulit atau ekstremitas
adakah oedema atau tidak.

Pada klien dengan post herniotomi akan didapatkan


kelamaan integumen karena adanya luka insisi pada daerah
abdomen, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya tanda
radang didaerah terkena adalah ada tidaknya tanda lesi dan
kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui adanya
infeksi.

(7) Sistem penglihatan

23
Pada post herniotomi sistem ini tidak mengalami
gangguan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan maka
harus diperiksa tentang fungsi penglihatan, kesimetrisan
mata kiri dan kanan, oedema atau tidak.

(8) Sistem Endokrin

Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran


kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.

(9) Sistem Muskuloskeletal

Pada hernia inguinalis lateral biasanya post operasi


secara umum tidak mengalami gangguan,tapi perlu dikaji
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, dengan nilai
kekuatan otot (0-5). Diperiksa juga adanya kekuatan
pergerakan, atau keterbatasan gerak.

5) Data psikologis

Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional,


konsep diri, mekanisme koping klien dan harapan serta
pemahaman klien tentang kondisi kesehatan sekarang.

a) Status emosional

Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah


dan labil, karena proses penyakit yang tidak di ketahui/
tidak pernah diderita sebelumnya.

b) Konsep diri

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran,


keyakinan dan kepercayaan yang membuat orang
mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain.

24
c) Koping Mekanisme

Koping mekanisme ini merupakan suatu cara


bagaimana seseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan stress yang dihadapi.

d) Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi


kesehatan yang dihadapi.

Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat


memberikan bantuan dengan efisien.

Pengkajian psikososial post herniotomi meliputi bagaimana


status emosi klien, harapan klien tentang penyakit yang
dideritanya, gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan keluarga
atau masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup klien
sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien
rasakan dirumah sakit.

6) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan atau radiologi perlu


dilakukan untuk memvalidasi dalam menegakkan diagnosa sebagai
pemeriksaan penunjang.

7) Data Pengobatan

Data ini digunakan untuk mengetahui jenis obat apa saja


yang digunakan pada kasus hernia inguinalis lateral. Untuk
mengetahui keefektifan penyembuhan penyakit.

25
B. Pengelompokan Data
1. Pre Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Klien tampak melindungi 1.P:benjolan pada inguinal
bagian inguinal. Q : Seperti disayat-sayat
2.Klien nampak kesulitan R : Daerah inguinal
mengangkat kaki kirinya. S : Skala nyeri 5
3.Klien tampak mengerenyitkan T : Hilang timbul
dahi 2.Selangkangan terasa mati rasa pada
4.Klien tampak tegang. bagian benjolanya
5.Klien tampak pucat, 3.Klien mengatakan terasa sedikit pusing
6.Klien tampak khawatir 4.Klien mengatakan takut untuk miring
ke kanan
5.Klien mengatakan sedikit takut karena
akan di lakukan tindakan operasi.
6.Klien menanyakan kapan operasinya
akan dimulai dan bagaimana prosesnya

2. Intra Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Suhu 35,8
2.Klien menjalani pembedahan pada
bagian inguinal lateralis
3.Klien mengalami keadaan tidak
sadar karena pengaruh anastesi.
4.Klien dibius dengan anestsi spinal
5.Klien mengalami penurunan
kekuatan ekstermitas bagian bawah
6.Mobilitas terbatas

3. Post Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Pasien tampak menahan nyeri, 1.P : Luka pada jahitan post operasi
keringat dingin Q : Seperti disayat-sayat
2.TD : 150/90mmHg R : Daerah inguinal
N : 80x/ menit S : Skala nyeri 5
S : 37⁰C T : Hilang timbul saat batuk
3.Terdapat tusukan infus dengan 2.Pasien mengatakan tidak bisa

26
cairan infus RL 20 tetes per menit miring kanan dan kiri
terpasang sejak tanggal 21 juni 2016
di tangan kiri
4.Terpasang DC sejak tanggal 24
juni 2016
5.WBC : 12.000 /ul
6.Aktivitas toileting,berpakaian,
berpindah, di bantu orang lain
7.Kekuatan otot
5 5

4 4

C. Analisa Data
1. Pre Operatif Herniotomi

No Data Etiologi Problem


1 Do : Nyeri akut Agen Biologis
1.Klien tampak melindungi
bagian inguinal
2.Klien nampak kesulitan
mengangkat kaki kirinya
3.Klien tampak mngerenyitkan
dahi

DS :
1.P:benjolan pada inguinal
Q : Seperti disayat-sayat
R : Daerah inguinal
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul
2.Selangkangan terasa mati rasa
pada bagian benjolanya
3.Klien mengatakan terasa
sedikit pusing
4.Klien mengatakan takut untuk
miring ke kanan
2 Do : Anxietas Prosedur
1.Klien tampak tegang pembedahan
2.Klien tampak pucat

27
3.Klien tampak khawatir

Ds :
1. Klien mengatakan sedikit
takut karena akan di lakukan
tindakan operasi.
2.Klien menanyakan kapan
operasinya akan dimulai dan
bagaimana prosesnya

2. Intra Operatif Herniotomi

No Data Etiologi Problem


1 Do: Risiko Hipotermia Suhu lingkungan
Suhu 35,8 perioperatif yang rendah
Ds: - (terpaparnya
suhu ruangan
yang dingin dan
proses
pembedahan)

2 DO : Resiko pendarahan
a. Klien menjalani
pembedahan pada bagian
inguinal lateralis
b. Klien mengalami keadaan
tidak sadar karena pengaruh
anastesi
DS: -

3 DO: Risiko Cedera Akibat Gangguan


a. Klien dibius dengan anestsi Posisi Perioperatif Sensorik/Persepsi
spinal Akibat Anestesia
b. Klien mngalami penurunan
kekuatan ekstermitas
bagian bawah
c. Mobilitas terbatas

DS :

28
3. Post Operatif Herniotomi

No Data Etiologi Problem


1 DS : Agen injury fisik ( post Nyeri akut
- P : Luka pada jahitan post operasi )
operasi
Q : Seperti disayat-sayat
R : Daerah inguinal
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul saat batuk
DO :
- Pasien tampak menahan
nyeri, keringat dingin
- TD : 150/90mmHg
- N : 80x/ menit

2 DS : - Masuknya Resiko infeksi


DO : - terdapat tusukan infus mikroorganisme melalui
dengan cairan infus RL 20 prosedur invasif ( tusukan
tetes per menit terpasang infus, DC, luka post
sejak tanggal 21 juni 2016 di operasi)
tangan kiri
-terpasang DC sejak tanggal
24 juni 2016
- S : 37⁰C
- WBC : 12.000 /ul
3 DS : - Pasien mengatakan Kelemahan ( post operasi Intoleransi aktivitas
tidak bisa miring kanan dan )
kiri

DO : - Aktivitas toileting,
berpakaian, berpindah, di
bantu orang lain
-Kekuatan otot

5 5

4 4

29
D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operatif Herniotomi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis
b. Anxietas berhubungan dengan prosedur bedah
2. Intra Operatif Herniotomi
c. Risiko Hipotermia perioperatif dengan faktor risiko suhu
lingkungan yang rendah (terpaparnya suhu ruangan yang dingin
dan proses pembedahan).
d. Risiko perdarahan d.d sirkumsisi / proses pembedahan.
e. Risiko cedera akibat posisi perioperatif dengan fakktor risiko
gangguan sensorik/persepsi akibat anestesia
3. Post Operatif Herniotomi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
b. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasive
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

E. Rencana Keperawatan
1. Pre Operatif Herniotomi.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Domain 12. Kelas 1. Kode Diagnosa (00132)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1.Membantu untuk
berhubungan dengan tindakan (1400) mengetahui tentang
agen cidera biologis keperawatan ± 45 1. Kaji tingkat nyeri klien.
ditandai dengan : menit klien dapat nyeri, durasi, 2.Perilaku non verbal
Do : mengontrol nyeri dan menunjukan
a. Klien dengan kriteria intensitas. ketidaknyamanan
tampak melindungi hasil : 2. Observasi klien terhadap nyeri
bagian inguinal Manajemen Nyeri kenyamanan 3.Komunikasi
b. Klien (1843) non verbal. terapeutik dapat
nampak kesulitan a.Klien mengatakan 3. Gunakan menenangkan klien
mengangkat kaki kiri nyeri berkurang strategi 4.Lingkungan yang
\kanannya b.Klien komunikasi nyaman dapat

30
c. Klien mengatakan perut terapeutik. mengurangi faktor
tampak sudah tidak nyeri 4. Ciptakan faktor stress
mngerenyitkan dahi dan terasa kembung suasana 5.Memfokuskan
c.Wajah klien lingkungan perhatian klien
Ds : tenang dan tidak yang tenang membantu
a. P:benjolan tampak menahan 5. Gunakan menurunkan tegangan
pada inguinal sakit teknik otot
Q:Seperti disayat- distraksi. 6.Analgetik dapat
sayat 6. Kolaborasi mengurangi rasa nyeri
dengan yang dirasakan oleh
R:Daerah inguinal
dokter untuk klien
S : Skala nyeri 5
pemberian
T : Hilang timbul analgetik
b. Selangkangan
terasa mati rasa
pada bagian
benjolanya
c. Klien
mengatakan
terasa sedikit
pusing
d. Klien
mengatakan
takut untuk
miring ke
kanan

b. Anxietas berhubungan dengan prosedur bedah


Domain 9. Kelas 2. Kode Diagnosa (00146)
Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
Anxietas Setelah dilakukan Pengurangan 1.Kecemasan klien
berhubungan dengan tindakan Kecemasan (5820) akan berkurang
prosedur bedah keperawatan dengan informasi
Do : selama ±45 menit 1.Jelaskan prosedur yang diberikan oleh
a. Klien diharapkan operasi, termasuk perawat
tampak tegang kecemasan klien sensasi seperti 2.Dengan ditemani
b. Klien dapat berkurang keaadaan selama oleh perawat maka
tampak pucat dengan kriteria prosedur kecemasan klien
c. Klien hasil : 2.Temani klien untuk akan berkurang
tampak khawatir Kontrol meningkatkan 3.Membantu
Kecemasan Diri keamanan dan menentukan jenis
Ds : (1402) menurunkan intervensi yang akan

31
a. Klien a. Klien nampak kecemasan klien di tentukan
mengatakan sedikit tenang 3.Dengarkan keluhan 4.Mengetahui
takut karena akan di b. Klien klien peerkembangan
lakukan mengatakan 4.Identifikasi keadaan klien
tindakan operasi rasa takutnya perubahan level 5.Suasana tenang
sudah kecemasan pada akan mengurangi
b. Klien berkurang klien. stimulus pembuat
menanyakan kapan c. Klien 5.Jaga ketenangan rasa cemas
operasinya akan menyatakan
dimulai dan siap untuk di
bagaimana prosesnya lakukan operasi

2. Intra Operatif Herniotomi


a. Risiko Hipotermia perioperatif dengan faktor risiko suhu lingkungan
yang rendah (terpaparnya suhu ruangan yang dingin dan proses
pembedahan)
Domain 11. Kelas 6. Kode Diagnosa (00253)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Risiko Setelah dilakukan Pengaturan suhu :
Hipotermia tidakan keperawatan perioperatif (3902)
perioperatif selama ± 45 menit 1. Identifikasi pada 1. Untuk
dengan faktor risiko hipotermia pasien adanya mengetahui
risiko suhu perioperatif dengan faktor risiko adanya faktor
lingkungan yang faktor risiko suhu mengalami suhu risiko
rendah lingkungan yang tubuh abnormal mengalami
(terpaparnya rendah dapat teratasi suhu abnormal
suhu ruangan dengan kriteria 2. Monitor suhu 2. Mengetahui
yang dingin dan hasil: tubuh pasien adanya
proses Kontrol risiko : perubahan suhu
pembedahan) Hipotermi (1923) 3. Hangatkan tubuh pasien
Do: 1. Tidak terjadi pasien dengan 3. Untuk
Suhu 35,8 hipotermia peralatan membantu
Ds: - 2. Suhu tubuh tetap penghangat yang menghangatkan
normal aktif ±15 menit tubuh pasien
Termoregulasi sebelum mulai sebelum diberi
(0800) anestesi obat anestesi
1. Pasien tidak 4. Sediakan dan 4. Untuk
menggigil saat atur penghangat mencegah
dingin darah adanya darah
yang

32
menggumpal

b. Risiko perdarahan d.d sirkumsisi / proses pembedahan


Domain 11. Kelas2. Kode diagnosa (00206)

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan 1. Untuk
d.d sirkumsisi/ tidakan keperawatan Perdarahan (4010) memonitor
proses pembedahan selam selama ±45 1. Monitor dengan terjadinya
Ditandai dengan : menit resiko ketat risiko perdarahan yang
DO : perdarahan dapat terjadinya hebat
c. Klien menjalani dicegah dengan perdarahan hebat
pembedahan kriteria hasil : 2. Lakukan
pada bagian prosedur infasif 2. Untuk mencegah
inguinal lateralis Keparahan bersamaan terjadinya
d. Klien mengalami kehilangan darah dengan kekurangan
keadaan tidak (0413) pemberian darah
sadar karena 1. Tidak adanya transfusi darah
pengaruh Pengurangan
perdarahan yang
anastesi hebat perdarahan (4020)
1. Monitor tanda-
DS: - 2. Tidak terjadi tanda vital
penurunan 1. Untuk memantau
tekanan darah status kesehatan
pasien apakah
ada perubahan
tanda-tanda vital
pasien selama
2. Monitor status proses
intake dan output pembedahan
cairan selama 2. Untuk
proses memonitor status
pembedahan cairan selama
proses
pembedahan dan
mencegah
terjadinya
3. Pertahankan kekurangan
kepatenan akses cairan/ dehidrasi
IV
3. Untuk mencegah
terjadinya
4. Evaluasi respon kebocoran atau

33
psikologis adanya hambatan
terhadap akses pada IV
perdarahan 4. Untuk
mengetahui
keadaan
Pengurangan psikologis pasien
perdarahan : luka terhadap
(4028) perdarahan
1. Gunakan tekanan
manual pada area
perdarahan yang
berpotensi 1. Untuk
perdarahan mencegah
terjadinya
kehilangan
darah

c. Risiko cedera akibat posisi perioperatif dengan fakktor risiko gangguan


sensorik/persepsi akibat anestesia
Domain 11. Kelas 2. Kode diagnosa (00087)

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Risiko cedera Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
akibat posisi tindakan (6490)
perioperatif keperawatan selama 1. Gunakan matras 1. Untuk
dengan fakktor ±45 menit resiko tempat tidur mempermudah
risiko gangguan jatuh dapat dengan pinggiran dan
sensorik/persepsi diminimalisir dengan yang lurus untuk mengurangi
akibat anestesia kriteria hasil : mempermudah resikojauh saat
ditandai dengan : perpindahan perpindahan
DO: Klien tidak jatuh pasien dari
tempat satu ke
d. Klien dibius 2. Letakkan tempat tempat
dengan anestsi tidur mekanik 2. Untuk
spinal pada posisi yang meminimalkan
e. Klien mngalami paling rendah resiko jatuh
penurunan 3. Jaga posisi set rel
kekuatan 3. Untuk menjaga
ekstermitas dan mencegah
bagian bawah agar pasien
f. Mobilitas tidak jatuh dari
terbatas tempattidur

34
DS : ataumeja
4. Berkolaborasi operasi
dengan tim 4. Untuk
kesehatan lain bekerjasama
untuk dalam
meminimalkan meminimalkan
efek samping resiko jatuh
dari anestesia dari efek
yang samping
berkontribusi anestesia
pada kejadian
jatuh
Tindakan
pencegahan dalam
pembedahan (2920)
1. Monior aksesoris
spesifik yang 1. Untuk
dibutuhkan untuk memantau
posisi bedah kelengkapan
tertentu yang
(penyangga, tapal digunakan saat
kuda, penngikat) posisi
2. Terapkan posisi pembedahan
yang sesuai
dengan operasi 2. Untuk
yang dilakukan memudahkan
3. Dampingi pasien proses
pada fase transfer pembedahan
ke meja operasi 3. Untuk
sambil mencegah
melakukan terjadinya hal-
monitor terhadap hal yang tidak
alat serta diinginkan
dampingi selalu
pasien saat
proses
pembedahan

35
3.Post Operatif Herniotomi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik


Domain 12. Kelas 1. Kode Diagnosa (00132)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri akut Setalah dilakukan Manajemen Nyeri 1.Nyeri merupakan
berhubungan dengan tindakan (1400) respon subjektif
agen injuri fisik keperawatan selama yang dapat dikaji
ditandai dengan: 3x7 jam, diharapkan 1. Kaji skala nyeri dengan
DS : masalah 2.Observasi tanda- menggunakan
- P : Luka pada keperawatan nyeri tanda vital skala nyeri.

jahitan post operasi akut berhubungan 3.Bantu klien dalam 2.Respon


dengan agen injuri mengidentifikasi autonemik meliputi
Q : Seperti
fisik dapat teratasi factor pencetus perubahan pada
disayat-sayat
dengan kriteria 3.Ajarkan teknik tekanan darah,
R : Daerah
hasil: relaksasi yang dapat nadi, dan
inguinal
Manajemen Nyeri mengurangi pernapasan yang
S : Skala nyeri 5
(1843) intensitas nyeri. berhubungan
T : Hilang timbul 1. Klien 4.Berikanposisi yang dengan
saat batuk melaporkan nyaman keluhan/penghilang
DO : nyeri hilang atau 5.Kolaborasi dengan nyeri.
- Pasien tampak dapat diatasi dokter dalam Abnormalitas tanda
menahan nyeri, 2. Klien dapat pemberian analgesik. vital terus menerus

keringat dingin mengidentifikasi memerlukan


aktivitas yang evaluasi lanjut.
- TD :
dapat 3.Nyeri
150/90mmHg
meningkatkan dipengaruhi oleh
- N : 80x/ menit
atau mengurangi kecemasan,
nyeri dan tidak ketegangan, suhu,
gelisah distensi kandung
3. Skala nyeri 0-1. kemih dan
berbaring lama.
4.Relaksasi dapat
melancarkan

36
peredaran darah
sehingga
kebutuhan O2 pada
jaringan terpenuhi
dan mengurangi
nyeri.
5.Istirahat
merelaksasi semua
jaringan sehingga
akan meningkatkan
kenyamanan.
6.Analgesik
memblok lintasan
nyeri sehingga
nyeri akan
berkurang.

b. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasive.


Domain 11. Kelas 1. Kode Diagnosa (00004)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Resiko infeksi Setalah dilakukan Kontrol Infeksi 1.Suhu malam hari
berhubungan dengan tindakan (6540) memuncak yang
faktor resiko keperawatan 1.Observasi tanda- kembali normal
masuknya selama 3x7 jam, tanda vital, pada pagi hari
mikroorganisme diharapkan masalah perhatikan adalah karakteristik
melalui prosedur keperawatan peningkatan suhu. infeksi
invasif ( tusukan Resiko infeksi 2.Observasi 2.Perkembangan
infus, DC, luka post berhubungan penyatuan luka, infeksi dapat
operasi ) ditandai dengan faktor karakter drainase, memperlambat
dengan: resiko masuknya adanya inflamasi. penyembuhan..
DS : - mikroorganisme 3.Observasi terhadap 3.Peritonitis dapat
DO : - terdapat melalui prosedur tanda dan gejala terjadi jika usus
tusukan infus invasif ( tusukan peritonitis. terganggu.
dengan cairan infus infus, DC, luka post 4.Pertahankan 4.Melindungi klien
operasi ) dapat perawatan luka dari kontaminasi
RL 20 tetes per
teratasi dengan aseptic, pertahankan silang selama
menit terpasang
kriteria hasil: balutan kering. penggantian

37
sejak tanggal 21 Penyembuhan Balutan basah balutan.
juni 2016 di tangan Luka : Sekunder sebagai sumbur 5.Diberikan secara
kiri (1103) etrogard, menyerap profilaktik dan
-terpasang DC 1.Tidak ada tanda- kontaminasieksternal untuk mengatasi
tanda infeksi 5.Berikan obat- infeksi.
sejak tanggal 24
Pemulihan obatan sesuai
juni 2016
Pembedahan : indikasi.
- S : 37⁰C Segera Setelah
- WBC : 12.000 /ul Operasi (2305)
2.Tanda-tanda vital
dalam batas normal
3.Hasil
laboraturium dalam
batas normal.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Domain 4. Kelas 4. Kode Diagnosa (00092)
Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
Intoleransi aktivitas Setalah dilakukan Terapi Aktivitas 1.Meningkatkan
berhubungan dengan tindakan (4310) istirahat dan
kelemahan (post keperawatan 1.Tingkatkan tirah ketegangan.
operasi) ditandai selama 3x7 jam, baring/duduk. 2.Meningkatkan
dengan: diharapkan masalah 2.Ubah posisi dengan tinggi pernapasan
DS : - Pasien keperawatan sering. dan meminimalkan
mengatakan tidak Intoleransi aktivitas 3.Tingkatkan tekanan pada area
bisa miring kanan berhubungan aktivitas sesuai tertentu.
dan kiri dengan kelemahan toleransi. 3.Tirah baring
(post operasi) dapat 4.Dorong lama dapat
teratasi dengan penggunaan teknik menyebabkan
DO : - Aktivitas
kriteria hasil: manajemen stress. menurunnya
toileting, Ambulansi (0200) 5.Berikan obat sesuai kemampuan.
berpakaian, 1.Klien dapat indikasi. 4.Meningkatkan
berpindah, di bantu beraktivitas secara relaksasi dan
orang lain mandiri penghematan
-Kekuatan otot 2.Menunjukkan energi
5 5 peningkatan
5 5 otot. 5.Membantu dalam
manajemen
4 4 4 4 kebutuhan tidur.

38
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing.
Buecheck, et all. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi 5: Singapore:
Elsevier
Caksono, Kurniawan Dwi. 2014. Pemberian Terapi Es Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. T Dengan Post
Herniotomy Inguinalis Lateralis Di Ruang Kenanga RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. (online)
(http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=949 htm, di
unduh tanggal 20 September 2018).
Carpenito, L. J. 2013. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik
(Terjemahan) Edisi 6. Jakarta : EGC.
Dermawan, D dan Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Herdinan & Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta : EGC.
Moorhead, et all. 2016. Nursing Outcomes Classification Edisi 5: Singapore:
Elsevier
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Rasjad C. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.


Sabiston, DC. 2010. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Sesa, Indri Mayasari dan Asri Ahram Efendi. 2012. Karakteristik Penderita
Hernia Inguinalis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu Tahun 2012. (online)
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/view/
5728 htm, di unduh tanggal 13 September 2018).

39
Sugeng, Jitiwiyono dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika. Sujarwadi, Kusno. 2007. Hernia
Inguinal. (online)
(http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.academia.edu/5449860/
HERNIA_INGUINALIS&ei=SdF6n1Sx&lc=id-
ID&s=1&m=632&host=www.google.co.id&ts=1474
373476&sig=AKOVD67Kv8SuEgCK6QbMRb27rehzU4fn_w htm,
di unduh tanggal 13 September 2018).
Suratun, Lusianah.2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

40

Anda mungkin juga menyukai