PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan derajat ekonomi sangat memengaruhi gaya hidup sehari-
hari, misalnya pola aktifitas dan pekerjaan turut berdampak terhadap
kesehatan antara lain terjadinya hernia. Hernia yang dalam bahasa Latin
sering disebut rupture, merupakan suatu penonjolan abnormal melewati suatu
dinding rongga yang terbuka atau dinding yang lemah. Hernia pada dinding
perut merupakan penyakit yang sering dijumpai dan memerlukan tindakan
pembedahan (Kusno Sujarwadi, 2009).
Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Pada
anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah
zakar. Pada orang dewasa adanya faktor pencetus terjadinya hernia antara lain
kegemukan, beban berat, batuk-batuk kronik, asites, riwayat keluarga.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu tindakan konservatif dan
operatif. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakaian penyanggah atau penunjang untuk memepertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Sedangkan prinsip dasar operasi hernia pada
anak adalah herniotomi (Kusno Sujarwadi, 2009).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau kelemahan
dinding (didapat). Hernia inguinalis lateralis merupakan suatu benjolan yang
melewati annulus internus dan kanalis inguinalis yang terletak di lateral
pembuluh darah arteri dan vena epigastrika inferior dan hernia dapat sampai
ke scrotum yang disebut hemia scrotalis. Benjolan ini dapat keluar masuk
tergantung dari tekanan di dalam abdomen. Hernia inguinalis medialis
merupakan suatu benjolan yang muncul pada trigonum hasselbach akibat
kelemahan fascia tranversalis yang terletak di medial dari pembuluh darah
arteri dan vena epigasrika inferior. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah
terbanyak setelah appendisitis. Biaya yang besar diperlukan dalam
1
penanganannya dan juga menyebabkan hilangnya tenaga kerja akibat
lambatnya pemulihan dan angka rekurens. Hernia inguinalis, terjadi apabila
kantong dan isi hernia masuk ke dalam annulus internus dan penonjolan pada
trigonum Hasselbach. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada pria.
Angka kejadian pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya
hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder atau didapat
yang adekuat. Hernia inguinalis lateralis dapat terjadi pada semua umur,
namun tersering pada usia antara 45 sampai 75 tahun (Indri Mayasari Sesa
dan Asri Ahram Efendi, 2012).
Herniotomi adalah suata proses pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan kantong hernia sampai ke lehernya, sehingga tidak terjadi
perlengketan lalu direposisi. Kantong hernia di jahit, diikat dan diangkat
setinggi mungkin kemudian dipotong (Jitowijono dan Kristiyanasari, 2012).
Pada tindakan pembedahan pasti akan menimbulkan rasa nyeri. Nyeri
merupakan sesuatu yang bersifat subyektif, dimana setiap individu
mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan
luka (injury) yang terjadi selama kehidupannya dan dirasakan sebagai suatu
hal yang tidak menyenangkan atau sangat menganggu (Andarmoyo dalam
Kurniawan Dwi Caksono, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui perioperatif pada pasien pre
operasi, intra operasi, dan post operasi herniotomi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui pengertian hernia
b. Mampu mengetahui pengertian hernia inguinal
c. Mampu mengetahui pengertian herniotomi
d. Mampu melakukan pengkajian pada pasien herniotomi
e. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien herniotomi.
f. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien herniotomi
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Hernia merupakan salah satu kasus dibagian bedah yang pada
umumnya sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya
memerlukan tindakan operasi. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada
umumnya pada pria (Linda A, 2009).
Hernia inguinal adalah menonjolnya suatu rongga melalui anulus
inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso epigastrika inferior
menyusuri kanal dan inguinal dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010). Laki-laki
dewasa lebih banyak beraktivitas dan mengangkat beban yang berat
sehingga meningkatkan tekanan intraabdomen yang merupakan faktor
resiko hernia inguinalis. Sedangkan pada anak laki-laki lebih sering
dibandingkan anak perempuan dikarenakan lambatnya penutupan atau
obliterasi dari prosesus vaginalis yang merupakan jalur turunya testis
sehingga mengakibatkan terjadinya hernia inguinalis. Pada hernia
inguinalis lateralis penyebab kekambuhan yang paling sering ialah
penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, diantaranya
karena diseksi kantong hernia yang kurang sempurna (Indri Mayasari Sesa
dan Asri Ahram Efendi, 2012).
Tindakan operasi yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah
herniorraphy (herniotomi dan hernioplasty) yang merupakan tindakan gold
standar untuk penderita hernia inguinalis. Hal ini dikarenakan tindakan
satu-satunya yang dapat dilakukan ketika adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat beban berat
atau mengedan dan menghilang setelah berbaring sedangkan hernia
3
ireponibel memiliki keluhan adanya benjolan pada lipatan paha yang tidak
dapat hilang walaupun berbaring. Ada pasien yang tidak menjalani operasi
dikarenakan pasien menolak untuk dilakukan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan operasi hernia sangat disarankan baik dengan diagnosis
dan teknik perbaikan yang tepat dan juga tepat waktu (Aru W, Sudoyo.
2009).
Herniotomi dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan hernia
dan mengembalikan hernia keposisi semula dan posisi yang normal
dengan melakukan pengangkatan kantong hernia. Pada herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Jadi
Herniotomi adalah tindakan membuka dan melepaskan kantung hernia
(Andarmoyo dalam Kurniawan Dwi Caksono, 2014).
B. Etilogi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi ada beberapa
predisposisi yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intra abdomen :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen. Beberapa pasien mengalami hernia setelah
mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen dengan intesitas
tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas,
cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan
dorongan dan beresiko terjadi hernia.
2. Kelemahan kongenital :
Defek kongenital pada sfingter kardia memberikan
predisposisi melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan
tekanan intraabdomen, maka kondisi hernia menjadi meningkat.
3. Peningkatan usia
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hernia. Dengan melemahnya
4
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka luas tidak kembali ke posisi
normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan
masuknya bagian lambung ke rongga toraks. (Muttaqin. 2011).
4. Insiden
Hernia inguinalis sering terjadi pada pria. Angka kejadian
pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya
hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder
seperti umur, namun sering pada usia antara 45 sampai 75 tahun.
(Rahayuningtyas Clara. 2014)
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia inguinal antara lain: kelemahan aponeurosis dan
fasia transversalis, prosesus vaginalis yang terbuka, tekanan intra
abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, asites, kelemahan otot dinding perut karena usia,
defisiensi otot, dan hancurnya jaringan penyambung oleh karena
merokok, penuaan atau penyakit sistemik.Tindakan pembedahan
yang dapat dilakukan salah satunya herniotomi. Indikasi dari
tindakan herniotomi adalah untuk mengangkat kantong hernia
sampai ke lehernya agar tidak terjadi komplikasi yang besar
(Suwarman, 2009).
C. Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan
jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal atau dapat disebabkan oleh
trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat
dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan
peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena
tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan
otot, individu akan mengalami hernia. Hernia terjadi melalui cincin
inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini
umumya terjadi pada pria dari pada wanita (Ester, 2012).
5
Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat
menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Hernia melewati
dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada
hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia secara
bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital
(Oswari, 2010).
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral
dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat
lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik
peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke
dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi
dengan tipe hernia ini Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang
dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan
abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara.
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk
menutup (Nettina, 2011).
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang
dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari
usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah
karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena
kekurangan suplai darah (Ester, 2012).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau
terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan
herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat
dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan,
sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal
indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan
apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu
mengurangi nyeri (Oswari, 2010).
6
D. Pathway
(Budimulja, 2010)
E. Manifestasi Klinis
Hernia inguinal mempunyai tanda dan gejala yang dapat kita lihat.
Terdapat benjolan di daerah lipat paha, terdapat nyeri dan membengkak
pada saat mengangkat atau adanya ke tegangan. Benjolan akan meluas ke
skrotum terkadang juga akan mengalami pembengkakan pada skrotum
tanpa adanya benjolan. Riwayat pembengkakan dapat terjadi di paha,
7
labia dan bagian skrotum. Pasien juga akan merasakan mual muntah serta
demam. Tetapi ada yang juga tidak terdapat keluhan (asimtomasit).
Terdapat peningkatan nadi dikarenakan pasca operasi herniotomi yang
menyebabkan pasien mengalami kecemasan (Herry S, 2010).
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan
berdiri dan berbaring juga diminta batuk pada hernia kecil yang masih
sulit untuk dilihat. Tindakan herniotomi dilakukan sebagai
pentalaksanaan hernia. Kantong hernia dijahit dan diangkat setinggi
mungkin (Dermawan dan Rahayuningtyas, 2010).
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia.
Pada saat inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis
lateral muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang kosong dapat diraba pada
funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut
tanda sarung tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah
ditentukan (Rasjad C. 2010).
Jika kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum maupun ovarium. Dengan jari telunjuk
atau dengan jari kelingking, pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia
dengan cara mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari
masuk berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau
ujung jari menyentu hernia berarti hernia inguinalis lateralis, dan bagian
sisi jari yang menyentuhnya adalah hernia inguinalis medial (Rasjad C.
2010).
8
F. Klasifikasi
Klasifikasi hernia dalam (Grance dan Borley, 2010) yakni sebagai
berikut:
1. Hernia Hiata
Kondisi dimana kerongkongan pipa tengggorokan turun, melewati
diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut
menonjol ke dada (thoraks).
2. Hernia Epigastrik
Terjadi diantara pusar dan bagian tulang bawah rusuk di garis
tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan
jarang yang berisi usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif
lemah, hernia ini sering menimbulkan rsa sakit dan tidak dapat di
dorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali ditemukan.
3. Hernia Umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang
disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup
sebelum kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Orang jawa sering
menyebutnya “wudel bodong”. Jika kecil (kurang dari 1 cm), hernia
jenis ini biasanya menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.
4. Hernia Inguinalis
Hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan dan skrotum. Orang awam biasanya menyebutnya “turun
bero” atau “hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketikadinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Jika
anda merasa ada benjolan di bawah perut yang lembut, kecil dan
mungkin sedikit nyeri dan bengkak, anda mungkin terkena hernia ini
5. Hernia Femoralis
Muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria.
9
6. Hernia Insisional
Dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar
tidak menutup sepenuhnya.
7. Hernia Nukleus Pulposi (HNP)
Hernia yang melibatkan cakram tulang belakang. Diantara setiap
tulang belakang ada diskus intervertebrlis yang menyerap goncangan
cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang.
Karena aktivitas dan usia, terjadi hernia diskus intervertebralis yang
menyebabkan saraf terjepit (sciatical). HNP umunya terjadi di
punggung bawah pada tiga vertebra lumbar bawah.
G. Komplikasi
Komplikasi pada hernia inguinalis (Grance dan Borley, 2010)
yaitu :
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali.Keaaan ini disebut
hernia inguinalis ireponibilis.Pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus.Isi hernia yang tersering meyebabkan keadaan
ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia
dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak.Usus besar
lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus.
Berikut ini komplikasi hernia inguinalis :
1. Hematoma atau luka pada skrotum
2. Retensi urine akut
3. Infeksi pada luka
4. Nyeri kronis
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hernia inguinalis (Kozier &
Erb, 2014):
10
Pemeriksaan darah:
1. Leukosit
Peningkatan jumlah leukosit mrngindikasikan adanya infeksi.
2. Hemoglobin
Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia atau
kehilangan darah.
3. Hematokrit
Peningkatan hematocrit mengindikasikan dehidrasi.
4. Waktu koagulasi
Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi atau
pascaoperasi
a) Urinalis
BUN, Creatinin, munculnya bakteri mengindikasikan infeksi
b) GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir
c) EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung
I. Penatalaksanaan
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada saat diagnosis ditegakkan.
Hernia harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan, karena
adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulata,
termasuk gangren saluran cerna (usus), testis, serta peningkatan risiko
infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
1. Terapi operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan
hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada
begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri
dari herniotomi dan hernioplasti.
11
2. Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi
mungkin lalu dipotong (Dadang Mulyawan, 2008).
Teknik Operasi herniotomi adalah sebagai berikut :
a) Penderita dalam posisi supine dalam anestesi umum, spinal
atau lokal anestesi.
b) Dilakukan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi.
c) Lapangan operasi ditutup dengan doek steril.
d) Dilakukan insisi oblique atau skin crease sejajar ligamentum
inguinal.
e) Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis Muskulus Obliqus
Externus (MOE).
f) Aponeurosis MOE dibuka secara tajam.
g) Funikulus spermatikus yang diselubungi M. kremaster dicari
dan dibebaskan. Bebaskan pula ligamentum inguinale yang tebal
dan mengkilat di lateral nya dan conjoint area (karena conjoint
tendon hanya terdapat pada 5 % populasi) disebelah medial
h) Funikulus spermatikus dipreparasikan lalu ditarik dengan kasa
steril yang dilingkarkan mengelilinginya kearah lateral. Kantong
hernia dicari dengan bantuan dua buah pinset anatomis yang
dicubitkan pada lapisan jaringan yang meliputinya, lalu
digunting dengan hati ± hati dan dibebaskan lapis demi lapis
sampai akhirnya tampak lapisan yang berwarna biru abu - abu
dan kuat. Ini berarti kita telah mencapai processus vaginalis
peritonei yang merupakan pembungkus kantong hernia.
i) Kantong hernia kemudian dibuka 3 ± 4 cm untuk melihat
isinya. Kemudian kantong hernia dibebaskan secara melingkar
penuh dengan arah melintang pada sumbunya dari jaringan
sekitarnya, yaitu M. kremaster dan semua jaringan ikat dan
12
vascular yang meliputinya. Tindakan ini harus dilakukan
dengan hati ± hati untuk menghindari pendarahan. Lalu
dimasukan satu jari kedalam kantong hernia dan dipegang
dengan perantaraan sebuah kasa steril, lalu dengan tangan yang
lain dibebaskan lapisan jaringan yang meliputinya dengan kasa
steril pula. Jari yang memegang kantong digeserkan sedikit
demi sedikit mengikuti arah jari yang membebaskan kantong
tersebut dari luar.
j) Arah pembebasan harus sedemikian rupa sehingga dari medial
ke kalteral dapat bertemu dalam jarak yang terpendek. Setelah
berhasil, maka dinding kantong hernia dipegang dengan
beberapa klem, kemudian dinding kantong tersebut dibebaskan
lagi dari jaringan yang meliputinya sejauh mungkin ke
proksimal sampai dapat ditemukan lapisan lemek preperitoneal.
k) Kantong hernia dijepit pada batas ini, lalu distalnya dipotong
melintang dengan gunting.
l) Selanjutnya dilakukan Heniorrhaphy.
13
Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).
Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
h) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
14
BAB III
KASUS
15
tampak menahan nyeri. Klien terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kiri
dan terpasang DC. Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital yaitu TD:150/90
mmHg, N:80x/menit, S:37⁰C, RR:20x/menit. Pemeriksaan lab: WBC :
12.000/ul
16
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian Fokus
1. Pre operasi
Pengkajian dan pengumpulan informasi adalah fase
pertama proses keperawatan. Jika data dikumpulkan secara tidak
benar, pasien dapat mengalami komplikasi yang besar pada tahap
akhir. Masalah kesehatan mungkin diidentifikasi secara tidak tepat
dan akan sulit untuk membuat rencana keperawatan yang tepat atau
memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Pengumpulan
informasi yang tidak benar memiliki konsekuensi dengan
pencapaian jauh dalam rangkaian tahap proses keperawatan.
Elemen yang paling penting pada fase pengkajian adalah
mengawali hubungan perawatan yang berarti, pengumpulan yang
benar, pemilihan dan pengaturan data, serta verifikasi anlisis dan
laporannya. (Lynn Basford. 2006).
Pengkajian data keperawatan pada klien pre operasi hernia
adalah antara lain (Suratun. 2010) :
a. Aktivitas/istirahat : Klien dilakukan anamneses
mengenai riwayat pekerjaan, mengangkat beban berat,
duduk dan mengemudi dalam waktu yang lama,
membutuhkan papan matras untuk tidur. Pada pemeriksaan
fisik klien mengalami penurunan rentang gerak, tidak
mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot,
gangguan dalam berjalan.
17
d. Makanan/Cairan : Apakah kilen mengalami
gangguan bising usus, mual, muntah, nyeri abdomen,
malnutrisi atau obesitas.
2. Intra Operatif
a. Identifikasi pasien
18
3.Post Operatif
1) Identitas
b) Keluhan utama
19
penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu
dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi. Dengan
menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST.
e) Riwayat keluarga
3) Data Biologis
a) Pola nutrisi
b) Pola eleminasi
20
keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan
bak.
d) Personal hygiene
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Tanda-tanda vital
21
penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam,
pernapasan cepat dan dangkal.
c) Tinjauan sistem
22
(4) Sistem perkemihan
23
Pada post herniotomi sistem ini tidak mengalami
gangguan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan maka
harus diperiksa tentang fungsi penglihatan, kesimetrisan
mata kiri dan kanan, oedema atau tidak.
5) Data psikologis
a) Status emosional
b) Konsep diri
24
c) Koping Mekanisme
6) Pemeriksaan Penunjang
7) Data Pengobatan
25
B. Pengelompokan Data
1. Pre Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Klien tampak melindungi 1.P:benjolan pada inguinal
bagian inguinal. Q : Seperti disayat-sayat
2.Klien nampak kesulitan R : Daerah inguinal
mengangkat kaki kirinya. S : Skala nyeri 5
3.Klien tampak mengerenyitkan T : Hilang timbul
dahi 2.Selangkangan terasa mati rasa pada
4.Klien tampak tegang. bagian benjolanya
5.Klien tampak pucat, 3.Klien mengatakan terasa sedikit pusing
6.Klien tampak khawatir 4.Klien mengatakan takut untuk miring
ke kanan
5.Klien mengatakan sedikit takut karena
akan di lakukan tindakan operasi.
6.Klien menanyakan kapan operasinya
akan dimulai dan bagaimana prosesnya
2. Intra Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Suhu 35,8
2.Klien menjalani pembedahan pada
bagian inguinal lateralis
3.Klien mengalami keadaan tidak
sadar karena pengaruh anastesi.
4.Klien dibius dengan anestsi spinal
5.Klien mengalami penurunan
kekuatan ekstermitas bagian bawah
6.Mobilitas terbatas
3. Post Operatif
Data Objektif Data Subjektif
1.Pasien tampak menahan nyeri, 1.P : Luka pada jahitan post operasi
keringat dingin Q : Seperti disayat-sayat
2.TD : 150/90mmHg R : Daerah inguinal
N : 80x/ menit S : Skala nyeri 5
S : 37⁰C T : Hilang timbul saat batuk
3.Terdapat tusukan infus dengan 2.Pasien mengatakan tidak bisa
26
cairan infus RL 20 tetes per menit miring kanan dan kiri
terpasang sejak tanggal 21 juni 2016
di tangan kiri
4.Terpasang DC sejak tanggal 24
juni 2016
5.WBC : 12.000 /ul
6.Aktivitas toileting,berpakaian,
berpindah, di bantu orang lain
7.Kekuatan otot
5 5
4 4
C. Analisa Data
1. Pre Operatif Herniotomi
DS :
1.P:benjolan pada inguinal
Q : Seperti disayat-sayat
R : Daerah inguinal
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul
2.Selangkangan terasa mati rasa
pada bagian benjolanya
3.Klien mengatakan terasa
sedikit pusing
4.Klien mengatakan takut untuk
miring ke kanan
2 Do : Anxietas Prosedur
1.Klien tampak tegang pembedahan
2.Klien tampak pucat
27
3.Klien tampak khawatir
Ds :
1. Klien mengatakan sedikit
takut karena akan di lakukan
tindakan operasi.
2.Klien menanyakan kapan
operasinya akan dimulai dan
bagaimana prosesnya
2 DO : Resiko pendarahan
a. Klien menjalani
pembedahan pada bagian
inguinal lateralis
b. Klien mengalami keadaan
tidak sadar karena pengaruh
anastesi
DS: -
DS :
28
3. Post Operatif Herniotomi
DO : - Aktivitas toileting,
berpakaian, berpindah, di
bantu orang lain
-Kekuatan otot
5 5
4 4
29
D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operatif Herniotomi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis
b. Anxietas berhubungan dengan prosedur bedah
2. Intra Operatif Herniotomi
c. Risiko Hipotermia perioperatif dengan faktor risiko suhu
lingkungan yang rendah (terpaparnya suhu ruangan yang dingin
dan proses pembedahan).
d. Risiko perdarahan d.d sirkumsisi / proses pembedahan.
e. Risiko cedera akibat posisi perioperatif dengan fakktor risiko
gangguan sensorik/persepsi akibat anestesia
3. Post Operatif Herniotomi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
b. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasive
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
E. Rencana Keperawatan
1. Pre Operatif Herniotomi.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Domain 12. Kelas 1. Kode Diagnosa (00132)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1.Membantu untuk
berhubungan dengan tindakan (1400) mengetahui tentang
agen cidera biologis keperawatan ± 45 1. Kaji tingkat nyeri klien.
ditandai dengan : menit klien dapat nyeri, durasi, 2.Perilaku non verbal
Do : mengontrol nyeri dan menunjukan
a. Klien dengan kriteria intensitas. ketidaknyamanan
tampak melindungi hasil : 2. Observasi klien terhadap nyeri
bagian inguinal Manajemen Nyeri kenyamanan 3.Komunikasi
b. Klien (1843) non verbal. terapeutik dapat
nampak kesulitan a.Klien mengatakan 3. Gunakan menenangkan klien
mengangkat kaki kiri nyeri berkurang strategi 4.Lingkungan yang
\kanannya b.Klien komunikasi nyaman dapat
30
c. Klien mengatakan perut terapeutik. mengurangi faktor
tampak sudah tidak nyeri 4. Ciptakan faktor stress
mngerenyitkan dahi dan terasa kembung suasana 5.Memfokuskan
c.Wajah klien lingkungan perhatian klien
Ds : tenang dan tidak yang tenang membantu
a. P:benjolan tampak menahan 5. Gunakan menurunkan tegangan
pada inguinal sakit teknik otot
Q:Seperti disayat- distraksi. 6.Analgetik dapat
sayat 6. Kolaborasi mengurangi rasa nyeri
dengan yang dirasakan oleh
R:Daerah inguinal
dokter untuk klien
S : Skala nyeri 5
pemberian
T : Hilang timbul analgetik
b. Selangkangan
terasa mati rasa
pada bagian
benjolanya
c. Klien
mengatakan
terasa sedikit
pusing
d. Klien
mengatakan
takut untuk
miring ke
kanan
31
a. Klien a. Klien nampak kecemasan klien di tentukan
mengatakan sedikit tenang 3.Dengarkan keluhan 4.Mengetahui
takut karena akan di b. Klien klien peerkembangan
lakukan mengatakan 4.Identifikasi keadaan klien
tindakan operasi rasa takutnya perubahan level 5.Suasana tenang
sudah kecemasan pada akan mengurangi
b. Klien berkurang klien. stimulus pembuat
menanyakan kapan c. Klien 5.Jaga ketenangan rasa cemas
operasinya akan menyatakan
dimulai dan siap untuk di
bagaimana prosesnya lakukan operasi
32
menggumpal
33
psikologis adanya hambatan
terhadap akses pada IV
perdarahan 4. Untuk
mengetahui
keadaan
Pengurangan psikologis pasien
perdarahan : luka terhadap
(4028) perdarahan
1. Gunakan tekanan
manual pada area
perdarahan yang
berpotensi 1. Untuk
perdarahan mencegah
terjadinya
kehilangan
darah
34
DS : ataumeja
4. Berkolaborasi operasi
dengan tim 4. Untuk
kesehatan lain bekerjasama
untuk dalam
meminimalkan meminimalkan
efek samping resiko jatuh
dari anestesia dari efek
yang samping
berkontribusi anestesia
pada kejadian
jatuh
Tindakan
pencegahan dalam
pembedahan (2920)
1. Monior aksesoris
spesifik yang 1. Untuk
dibutuhkan untuk memantau
posisi bedah kelengkapan
tertentu yang
(penyangga, tapal digunakan saat
kuda, penngikat) posisi
2. Terapkan posisi pembedahan
yang sesuai
dengan operasi 2. Untuk
yang dilakukan memudahkan
3. Dampingi pasien proses
pada fase transfer pembedahan
ke meja operasi 3. Untuk
sambil mencegah
melakukan terjadinya hal-
monitor terhadap hal yang tidak
alat serta diinginkan
dampingi selalu
pasien saat
proses
pembedahan
35
3.Post Operatif Herniotomi
36
peredaran darah
sehingga
kebutuhan O2 pada
jaringan terpenuhi
dan mengurangi
nyeri.
5.Istirahat
merelaksasi semua
jaringan sehingga
akan meningkatkan
kenyamanan.
6.Analgesik
memblok lintasan
nyeri sehingga
nyeri akan
berkurang.
37
sejak tanggal 21 Penyembuhan Balutan basah balutan.
juni 2016 di tangan Luka : Sekunder sebagai sumbur 5.Diberikan secara
kiri (1103) etrogard, menyerap profilaktik dan
-terpasang DC 1.Tidak ada tanda- kontaminasieksternal untuk mengatasi
tanda infeksi 5.Berikan obat- infeksi.
sejak tanggal 24
Pemulihan obatan sesuai
juni 2016
Pembedahan : indikasi.
- S : 37⁰C Segera Setelah
- WBC : 12.000 /ul Operasi (2305)
2.Tanda-tanda vital
dalam batas normal
3.Hasil
laboraturium dalam
batas normal.
38
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing.
Buecheck, et all. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi 5: Singapore:
Elsevier
Caksono, Kurniawan Dwi. 2014. Pemberian Terapi Es Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. T Dengan Post
Herniotomy Inguinalis Lateralis Di Ruang Kenanga RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. (online)
(http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=949 htm, di
unduh tanggal 20 September 2018).
Carpenito, L. J. 2013. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik
(Terjemahan) Edisi 6. Jakarta : EGC.
Dermawan, D dan Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Herdinan & Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta : EGC.
Moorhead, et all. 2016. Nursing Outcomes Classification Edisi 5: Singapore:
Elsevier
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Sesa, Indri Mayasari dan Asri Ahram Efendi. 2012. Karakteristik Penderita
Hernia Inguinalis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu Tahun 2012. (online)
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/view/
5728 htm, di unduh tanggal 13 September 2018).
39
Sugeng, Jitiwiyono dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika. Sujarwadi, Kusno. 2007. Hernia
Inguinal. (online)
(http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.academia.edu/5449860/
HERNIA_INGUINALIS&ei=SdF6n1Sx&lc=id-
ID&s=1&m=632&host=www.google.co.id&ts=1474
373476&sig=AKOVD67Kv8SuEgCK6QbMRb27rehzU4fn_w htm,
di unduh tanggal 13 September 2018).
Suratun, Lusianah.2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
40