Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHUALUAN

A. Latar Belakang
Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia
Indonesia adalah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 sebanyak
14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah
sekitar 450.000 jiwa per tahun. Pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia
akan berjumlah sekitar 34,22 juta jiwa. Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik
menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah
anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk
(BPS,2010).
Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh Siskayanti, Nugroho, Hartoyo (2012)
tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi
sosial di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang menunjukkan hasil bahwa
komunikasi terapeutik memiliki pengaruh yang signifikan dalam peningkatan
kemampuan interaksi klien isolasi sosial dengan p-value (p< 0,05).
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri
sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan
diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk
kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan
mengembangkan keberadaan suatu masyarakat tersebut (Pearson dan Nelson dalam
Mulyana, 2009:5). Selain hal tersebut, menurut William I. Gorden dalam Mulyana
(2009:5-6), terdapat empat fungsi komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi
ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling meniadakan
(mutually exclusive). Fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication events)
tampaknya sama sekali tidak independen, melainkan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi
lainya meskipun terdapat sesuatu fungsi yang dominan.
Proses komunikasi dapat dilihat dalam dua perspektif besar, yaitu perspektif
psikologis dan perspektif mekanis. Perspektif psikologis dalam proses komunikasi
hendaknya memperlihatkan bahwa komunikasi adalah aktivitas psikologi sosial yang
melibatkan komunikator, komunikan, isi pesan, lambang, sifat hubungan, persepsi, proses
decoding dan encoding. Perspektif mekanis memperlihatkan bahwa proses komunikasi
adalah aktivitas mekanik yang dilakukan oleh komunikator, yang sangat bersifat
situasional dan kontekstual (Mufid, 2012:83). Manusia pada dasarnya merupakan
makhluk yang suka menilai terhadap apa saja yang dilihat dan didengarnya. Kita
memiliki penilaian (judgement) terhadap orang lain dan lingkungan sekitar kita. Kita akan
memberikan penilaian kepada teman, keluarga, tetangga dan lingkungan sekitar kita
(Morissan, 2010:19).
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu terapi yang dapat digunakan untuk
menurunkan kecemasan pada lansia. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal dan nonverbal (Muslihah dan Fatimah, 2010).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga
mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara.
Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi
terapiutik pada lansia “.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud komunikasi pada lansia ?
2. Apa saja karakteristik lansia ?
3. Apa saja pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
4. Apa saja teknik Komunikasi pada Lansia ?
5. Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
6. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengetian komunikasi pada lansia
2. Untuk mengetahui karakteristik lansia
3. Untuk mengetahui pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
4. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
6. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Komunikasi pada lansia


Komunikasi merupakan aktivitas penting manusia dalam menjalani kehidupan.
Sebagai bagian dari makhluk sosial yang syarat dengan keberagaman, kebutuhan,
kepentingan serta harapan-harapan yang ingin dicapai, manusia tidak bisa lepas dari
aktivitas komunikasi. Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai
waktu paling lama berinteraksi dengan klien dituntut mempunyai keterampilan
komunikasi yang bermakna terapeutik.
B. Karakteristik lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia ( WHO ) mengelompokkan usia
lanjut menjadi 4 macam, meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
2. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.
3. Usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun
4. Usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun
perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan
visual, perubahan pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat
proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga
menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi
perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar,
daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan
terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya :
1. Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang
diberikan petugas kesehatan
2. Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
3. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan
yang langsung mengikutsertakan dirinya.
5. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama
bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
C. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami,
perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan serta penyakit yang bisa dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicari solusinya karena riil dan mudah di
observasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini,
perawat berperan sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahsia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien
dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang mempunyai
kesadaran yang tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.
D. Teknik komunikasi pada lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus
mempunya tehnik-tehnik khusus agar komunikasi yang dilakukan dpat berlangsung
lancar dan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain :
1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti.
Asertif merupakan pelaksanaan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat
membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan
klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya
perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera
menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan
mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu pikirkan saat ini ? Apa
yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu bantuan
dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan
tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan
diluar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu
disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum dan menganggung kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai sesama lansia berbicara. Sikap
ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak merasa
menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi
untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan
baik secara moril maupun materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan
menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien
kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa
memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin Bapak/Ibu lebih berpengalaman
dari saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu mampu melaksanakan....dan bila
diperlukan kami siap membantu".
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses komunikasi
tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan
ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat
agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien.
"Bapak/Ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong
Bapak/Ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?"
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila
tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi
perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terpeutik, solutif, namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
7. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling sering
digunakan oleh perawat untuk berkomunikasi dengan lansia. Pendekatan dari
komunikasi terapeutik dalam keperawatan ini memang sangat luas dan
menjelaskan strategi komunikasi yang tepat untuk diberikan. Sifatnya adalah
memperbaiki kualitas kesehatan dari lansia. Bentuk sentuhan muncul pula di
dalam komunikasi terapeutik.
8. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal di sini sebenarnya sudah disinggung pula dalam poin
sebelumnya. Sentuhan adalah salah satu bentuk dari komunikasi pada lansia yang
sifatnya sangat menenangkan. Lansia akan merasa aman dan nyaman ketika
seseorang mampu memahami mereka. Bahasa tubuh yang positif juga merupakan
salah satu kunci keberhasilan komunikasi ini.Itulah tadi beberapa macam bentuk
dari komunikasi yang bisa digunakan pada lansia. Bentuk komunikasi pada lansia
tersebut memang masih umum, namun setidaknya akan sangat membantu ketika
kita akan berkomunikasi pada mereka.
E. Hambatan berkomunikasi dengan lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila
ada sikap agresif dan sikap non asertif
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku
dibawah ini :
a. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
b. Meremehkan orang lain
c. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d. Menonjolkan diri sendiri
e. Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun
tindakan
2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah :
a. Menarik diri bila diajak berbicara
b. Merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
c. Merasa tidak berdaya
d. Tidak berani mengungkapkan keyakinan
e. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f. Tampil diam atau pasif
g. Mengikuti kehendak orang lain
h. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik dengan orang
lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring
dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga
profesional kesehatan, perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu
perlu adanya tehnik atai tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi
dapat berlangsung efektif, antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien
b. Keraskan suara anda jika perlu
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat
melihat mulut anda
d. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
i. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan ( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa
secukupnya )
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l. Biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
n. Arahkan kesuatu topik pada suatu saat
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

F. Penerapan model komunikasi pada lansia


a. Model Komunikasi Shannon Weaver tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi
penolakaan adalah adanya perubahan perilaku lansia dari penolakaan menjadi
kooperatif. Kelebihan : dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang
lain yang berpengaruh. Kekurangan : memerlukan waktu yang cukup lama karena
klien dalam reaksi penolakan.
b. Model SMCR kelebihan : proses komunikasi yang terjadi pada model ini relatif
simpel. Model ini ini akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak
mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis. kekurangan : klien tidak
memenuhi syarat yang tidak ditetapkan mempunyai ketrampilan, pengetahuan, sikap,
sistim sosial, dan kultur karena penolakannya.
c. Model Leary model ini antara individu saling mempengaruhi dan di pengaruhi dimana
respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Kelebihan
: terjadi interaksi atau hubungan relationship hubungan perawat klien lebih dekat
sehingga masalah lebih dapat terselesai kan. Kekurangan : perawat lebih dominan dan
klien lansia patuh.
d. Model Terapeutik model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan
empati menghargai dengan harmonis. Kelebihan : dengan tehnik komunikasi yang
baik lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan. Kekurangan : kondisi empati
kurang cocok diterap kan oleh perawat untuk perawat lansia dengan reaksi
penolakan.
e. Model Keyakinan Kesehatan menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat,
menjauhi sakit, merasakan adanya ancaman / manfaat untuk mempertahankan
kesehatan. Kelebihan : lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan dapat
bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit.
Kekurangan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f. Model Komunikasi Kesehatan komunikasi yang berfokus pada transaksi antara
profesional kesehatan klien yang sesuai dengan permasalahan kesehatan klien.
Kelebihan : dapat menyelesaikan masalah klien klien lansia dengan tuntas klien lansia
merasa sangat sangat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. kekurangan :
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan fasilitas dalam
memberikan pelayanan harus lengkap.
g. Model Interaksi King pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum
mengadakan interaksi dengan klien lansia. Kelebihan : komunikasi dapat sesuai
dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif. Kelemahan : klien lansia dengan reaksi
penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model ini karena
tidak kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA

Siskayanti, astia. (2011). Pengeruh terapi komunikasi terapeutik erhadap kemampuan


berinteraksi klien isolasi sosial Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Stikes
Telogorejo Semarang.
BPS. (2010). Statistik penduduk lanjut usia. Diakses tanggal 24 Januari 2013
www//http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/stat_lansia_
Morissan. (2010). Psikologi Komunikasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Muslihah & Fatmawati, S. (2010). Komunikasi keperawatan : plus materi komunikasi
terapeutik.Yogyakarta :Nuha Medika.
Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
MAKALAH KOMUNIKASI PADA LANSIA

Nama Kelompok :

1.Ayunda Tifmi Tamara (J210150088)

2.Melati Rizky Kusumastuti (J210150089)

3.Evi Indriyani (J210150091)

4.Mei Pamilu Wulandaru (J210150092)

5.Nora Rastika Aurita (J210150093)

6.Endang Rusmawati (J210150094)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

Anda mungkin juga menyukai