Print LP CKD
Print LP CKD
Chronic
Kidney Disease
(140−𝑢𝑠𝑖𝑎)𝑥 𝐵𝐵
2. Wanita: LFG (ml/mnt/1,73m2 = 𝑚𝑔 x 0,85
72𝑋 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( )
𝑑𝑙
1.2 Etiologi
GFR menurun.
a. Faktor Resiko
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkrim ginjal difus dan
bilateral.
1. Nefropati diabetik (riwayat diabetes, proteinuria, retonopati)
2. Hipertensi (peningkatan tekanan darah, urinalisis normal, ada riwayat keluarga)
3. Penyakit glomerular non-diabetik (presentasi nefrotik atau nefritik)
4. Penyakit ginjal kistik (gejala-gejala saluran kemih, sedimen urin yang
abnormal,kelainan pada temuan radiologis)
5. Penyakit tubulointerstitial (riwayat ISK dan refluks, paparan obat
secara kronis,abnormalitas pada temuan radiologis, sindrom tubuler
diantaranya defek padakonsentrasi urin dan abnormalitas pada urinalisis
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof – gault sebagia berikut :
1.4 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001).
2. Ketidak efektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Managemen jalan nafas (3140)
2x 24 jam Pasien tidak mengalami sesak, 1. Observasi tanda – tanda vital;
berhubungan dengan pernafasan
dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan batuk efektif;
cuping hidung (00032) 3. Anjurkan posisi semifowler;
Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas 4. Berikan oksigenasi sesuai
(0410) kebutuhan;
Kode Indikator SA ST 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
041004 Frekuensi 2 1 pemberian obat.
pernafasan
041013 Pernafasan cuping 2 1
hidung
1: Deviasi berat
2: Deviasi cukup berat
3: Deviasi sedang
4: Deviasi ringan
5: Tidak ada deviasi
3 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Manajemen cairan (4120)
x 24 jam kelebihan volume cairan teratasi a. Monitor tekanan darah, denyut
berhubungan dengan kelebihan
Kriteria hasil
jantung, status pernafasan.
asupan caira ( 00026) 1. Keseimbangan cairan (0601)
Kode Indikator SA ST b. Berikan diuretic yang di
060101 Tekanan darah 4 5
resepkan
060107 Keseimbangan 3
intake dan output c. Pasang kateter urine
Dalam 24 jam d. Monitor intake dan output
060118 Serum elektrolit 3 5
060112 Edema perifer 3 5 e. Monitor hasil lab yang relevan
060124 Pusing 2 5 dengan retensi cairan
f. Jaga intake atau asupan yang
Keterangan : 060101-060118
1 : Sangat terganggu akurat dan catat ouput
2 : Banyak terganggu
3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : Tidak terganggu
Keterangan : 060112 – 060118
1 : Berat
2 :Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA