Psikolog
FAKULTAS PSIKOLOGI
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mengenai ”Perilaku Abnormal pada Anak-anak dan Remaja” Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen mata kuliah Psikologi
Abnormal yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berkarya
menyusun makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah yang kami susun dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...............................................................................................38
B. Saran..........................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sebagai perilaku abnormal. Oleh karena itu, definisi normalitas dan
abnormalitas sangat bergantung pada cara tingkah laku tersebut dipandang
dari kacamata rang tua pada budaya tertentu. Budaya-budaya dapat
bervariasi berkenaan dengan tipe-tipe perilaku yang diklasifikasikan
sebagai perilaku abnormal.
Ada beberapa jenis gangguan pada anak dan remaja yang akan
dibahas dalam makalah ini. Gangguan tersebut adalah gangguan
perkembangan pervasif (seperti autisme); gangguan intelektual; gangguan
belajar; gangguan komunikasi; gangguan pemusatan perhatian (ADHD),
perilaku bermasalah (gangguan tingkah laku dan sikap menentang),
kecemasan dan depresi, serta gangguan eliminasi. Setiap gangguan
tersebut akan dibahas kriteria diagnostiknya. Beberapa gangguan juga
dijelaskan mengenai etiologi dan penangannya secara singkat.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan perbedaan antara perilaku normal dan abnormal pada anak-
anak dan remaja serta peran keyakinan budaya dalam menentukan
abnormalitas?
2. Bagaimana dampak kekerasan terhadap anak?
3. Bagaimana ciri-ciri utama gangguan spectrum autism serta cara
memahami dan menanganinya?
4. Bagaimana cirri-ciri utama dan penyebab disabilitas intelektual?
5. Bagaimana jenis-jenis kekurangan yang diasosiasikan dengan
gangguan pembelajaran serta cara memahami dan menangani
gangguan pembelajaran?
6. Apa definisi dari gangguan komunikasi dan apa saja jenis-jenisnya?
7. Bagaimana ciri-ciri utama gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas (ADHD), gangguan sikap menentang, dan
gangguan tingkah laku?
8. Apa sajakah factor-farktor penyebab ADHD dan bagaimana
penanganannya?
2
9. Bagaimana ciri-ciri utama dari kecemasan dan depresi pada anak-anak
serta remaja?
10. Apa sajakah factor resiko bunuh diri di kalangan remaja?
11. Bagaimana ciri-ciri utama dari gangguan eliminasi dan apa saja
metode penanganan dari kebiasaan mengompol?
C. Tujuan Masalah
1. menjelaskan perbedaan antara perilaku normal dan abnormal pada
anak-anak dan remaja serta peran keyakinan budaya dalam
menentukan abnormalitas
2. Menjelaskan dampak kekerasan terhadap anak
3. Menjelaskan ciri-ciri utama gangguan spectrum autism serta cara
memahami dan menanganinya
4. Menjelaskan ciri-ciri utama dan penyebab disabilitas intelektual
5. Mengidentifikasi jenis-jenis kekurangan yang diasosiasikan dengan
gangguan pembelajaran serta menjelaskan cara memahami dan
menangani gangguan pembelajaran
6. Mendefinisikan gangguan komunikasi dan mengidentifikasi jenis-
jenisnya
7. Menjelaskan ciri-ciri utama gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas (ADHD), gangguan sikap menentang, dan
gangguan tingkah laku
8. Menjelaskan factor-farktor penyebab ADHD dan penanganannya
9. Menjelaskan ciri-ciri utama dari kecemasan dan depresi pada anak-
anak serta remaja
10. Mengidentifikasi factor resiko bunuh diri di kalangan remaja?
11. Menjelaskan ciri-ciri utama dari gangguan eliminasi dan apa saja
metode penanganan dari kebiasaan mengompol
3
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak pola perilaku yang mungkin kita anggap abnormal pada orang
dewasa seperti ketakutan yang berlebihan kepada orang asing dan kurangnya
kontrol terhadap keinginan buang air kecil dianggap normal bagi anak-anak pada
usia tertentu. Banyak anak-anak yang salah didiagnosis ketika klinisi tidak
mempertimbangkan ekspektasi tumbuh kembangnya.
4
melabeli perilakunya sebagai abnormal, maka defenisi normalitas sangat
bergantung pada bagaimana perilaku anak dilihat dari kacamata budaya
tertentu.Budaya dapat bervariasi dalam hal jenis perilaku yang
diklasifikasikan sebagai perilaku yang tidak dapat diterima atau abnormal,
begitu pula ambang batas untuk melabeli perilaku anak sebagai menyimpang.
Seperti defenisi abnormalitas, metode penanganannya verbal untuk
mengekspresikan perasaan mereka melalui percakapan atau rentang perhatian
yang dibutuhkan ketika duduk di kursi selama menjalani sesi terapi
tertentu.Metode terapi harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kognitif, fisik, sosial, dan emosional anak.Terapi anak harus dilakukan dalam
kerangka yang sensitive terhadap budaya.Terapis perlu menyesuaikan
intervensinya dengan latar belakang budaya serta kebutuhan sosial dan
linguistic anak demi membangun hubungan terapeutik yang efektif.
5
Terlepas dari prevelensi gangguan psikologis di masa kanak-kanan,
mayoritas anak-anak yang menderita gangguan psikologis tidak mempeoleh
penanganan yang mereka butuhkan.Penelitian terkini menunjukkan bahwa
hanya sekitar speertiga remaja yang menderita gangguan mental yang dapat
didiagnosis memperoleh penanganan.Bahkan mayoritas remaja yang
menderita gangguan mental parah tidak memperoleh penangan.
6
B. Autisme dan Gangguan Spektrum Autisme
Autisme adalah salah satu gangguan perilaku yang paling paeah di masa
kanak-kanak.Autisme adalah kondisi yang bersifat kronis dan yang
berlangsung seumur hidup.Anak-anak yang menderita autisme, seperti Peter,
tampak benar-benar sendirian di dunia, meskipun orang tuanya telah berusaha
untuk menjembatani jurang yang memisahkan mereka.Cara berfikr autistic
adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat alam
semesta dan percaya bahwa kejadian eksternal mengacu ke diri sendiri.
Gangguan spektrum autisme, yang meliputi berbagai macam gangguan
terkait autism yang tingkat keparahannya bervariasi.Istilah diagnostic
gangguan Asperger dan gangguan disintegrative masa kanak-kanak telah
digunakan pada edisi DSM sebelumnya untuk menjelaskan gangguan yang
berbeda dalam spektrum autism, tetapi sekarang di klasifikasikan sebagai
bentuk gangguan spektrum autisme jika kriteria diagnostic ASD
terpenuhi.Gangguan Asperger mengacu pada pola perilaku abnormal yang
melibatkan kecanggungan sosial dan perilaku klise atau berulang tetapi tanpa
pelemahan bahasa atau kognitif yang signifikan yang berhubungan dengan
bentuk gangguan spektrum autisme yang lebih parah.
7
berarti bahwa mereka tidak banyak menuntut.Namun, setelah mereka
semakin besar, mereka mulai menolak bentuk afeksi fisik, seperti pelukan,
dekapan dan ciuman.Perkembangan bahasanya mulai tertinggal di bawah
standar. Tanda-tanda penarikan diri secara sosial sering dimulai selama
tahun pertama kehidupannya, seperti tidak mau melihat wajah orang lain.
Gangguan ini dapat didiagnosis dengan akurat pada usia sekitar 2 atau 3
tahun, terappi rata-rata anak austik belum menerima diagnosis sampai usia
sekitar 6 tahun. Keterlambatan diagnosis ini dapat merugikan, karena
semakin cepat anak yang menderita autisme didiagnosis dan ditangani,
akan semakin baik kondisinya secara umum.
Ciri-ciri Autisme
Ciri autism yang paling menonjol adalah kesendirian anak.Ciri-ciri
lainnya meliputi kekurangan yang signifikan dalam keterampilan sosial,
bahasa, serta komunikasi dan perilaku ritualistic atau stereotip. Anak juga
mungkin enggan bicara, atau jika memiliki keterampilan berbahasa,
biasanya digunakan secara tidak lazim, seperti pada ekolalia (mengulang
kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi yang monoton),
penggunaan kata ganti secara terbalik (menggunakan ‘kamu’ atau ‘dia’
bukan ‘saya’). Komunikasi nonverbal juga bisa terganggu atau hilang.
Salah satu ciri utama autisme adalah pergerakan stereotip yang
repetitive dan tanpa tujuan berulang-ulang memutar benda, bertepuk
tangan, atau berayun maju mundur dengan lengan memeluk kaki.Beberapa
anak autistic menyakiti dirinya sendiri bahkan sampai teriak kesakitan.
Ciri lain dari autisme adalah keengganan menerima perubahan lingkungan
sebuah ciri yang disebut “penjagaan kesamaan”. Anak-anak autistik akan
bersikeras untuk makan makanan yang sama setiap harinya.Anak-anak
autistik tampaknya tidak memiliki konsep diri yang berbeda, yatu perasaan
bahwa mereka adalah individu yang berbeda.Meskipun menunjukkan
perilaku yang tidak biasa, mereka sering kali terlihat cukup menarik dan
“pintar”.Namun, bila diukur oleh nilai tes yang terstandardisasi,
8
perkembangan intelektual mereka cenderung tertinggal jauh di bawah
normal.
Perspektif Teoritis tentang Autisme
Psikolog O. Ivar Lovaas dan koleganya (1979) menawarkan sebuah
perspektif pembelajaran kognitif tentang autisme.Mereka menyatakan
bahwa anak-anak yang menderta autisme memiliki kekurangan
perspeptual sehingga hanya dapat memroses satu stimulus pada satu waktu
tertentunya.Akibatnya, mereka lambat untuk belajar melalui pengondisian
klasik.Dari perspektif teori pembelajaran, anak-anak terikat dengan
pengasuh utama mereka karena diasosiasikan dengan penguat primer
seperti makanan dan pelukan.Namun, anak-anak autistik memperhatikan
makanan atau pelukan tetapi tidak menghubungkannya dengan orang tua.
Para peneliti menduga bahwa otak anak yang menderita autisme
tumbuh secara abnormal akibat kombinasi faktor genetik dan pengaruh
lingkungan, yang mungkin melibatkan paparan pada racun atau virus
tertentu atau pengaruh pranatal.
Penangan Autisme
Program penangan perilaku yang paling banyak digunakan sangatlah
intensif dan terstruktur, dengan banyaknya instruksi yang diberikan secara
individu. Dalam sebuah penelitian klasik, psikolog O. Ivar Lovass dari
UCLA (University of California, Los Angeles) menunjukkan hasil yang
mengesankan pada anak-anak austistikyang menerima lebih dari 40 jam
penanganan perilaku setiap minggunya selama minimal 2 tahun. Penelitian
selanjutnya menunjukkan manfaat yang positif bagi anak austistik yang
ditangani dengan penanganan perilaku jangka panjang yang ekstensif
menyangkut perkembangan bahasa, fungsi intelektual, serta fungsi sosial
dan perilaku adaptif lainnya. Semakin cepat penanganan dimulai (sebelum
usia 5 tahun) dan semakin intensif penanganannya, semakin baik pula
hasilnya.
Penanganan biomedis sangat dibatasi pada penggunaan obat-obatan
antipsikotik untuk mengendalikan perilaku disruptip, seperti kemarahan,
9
agresi, perilaku melukai diri sendiri, dan perilaku stereotip pada anak-anak
autistik.Peneliti menemukan bahwa obat antipsikotik akan lebih manjur
jika penanganannya melibatkan orang tua dalam program pelatihan yang
mengajarkan mereka cara merespons perilaku disruotif anak-anak.
C. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual atau ID (yang disebut juga dengan gangguan
perkembangan intelektual).Ciri utama ID adalah gangguan umum dalam
perkembangan intelektual.Disabilitas intelektual sebelumnya disebut retardasi
mental, adalah istilah diagnostik yang dikenakan pada individu yang memiliki
keterbatasan atau kekurangan yang signifikan dan rentang yang luas dalam
perkembangan fungsi intelektual dan perilaku adaptif.
Disabilitas intelektual dimulai sebelum usia 18 tahun selama pertumbuhan
anak dan berlanjut selama hidupnya. Namun, banyak anak yang menderita ID
menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu, terutama jika mereka
memperoleh dukungan, bimbingan, dan kesempatan pendidikan yang
besar.Mereka yang dibesarkan di lingkungan yang kurang mendukung dapat
mengalami kegagalan untuk menjadi lebih baik atau mungkin malah
memburuk.Disabilitas intelektual didiagnosis berdasarkan IQ yang rendah dan
penurunan fungsi adaptif yang terjadi sebelum usia 18 tahun, yang
mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam memenuhi standar fungsi
independen dan tanggung jawab sosial yang diharapkan.
Penyebab Disabilitas Intelektual
Penyebab ID meliputi faktor bilogis, psikosial, atau kombinasi
keduanya.Penyebab biologis meliputi gangguan kromosom dan genetik,
infeksi menular, dan penggunaan alkohol oleh ibu selama masa
kehamilan.Penyebab psikososial meliputi paparan pada lingkungan rumah
yang buruk yang ditandai dengan kurangnya aktivitas yang menstimulasi
secara intelektual selama masa kanak-kanak.
10
Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya
Sindrom Down, ditandai oleh adanya kelebihan kromosom pada
pasangan kromosom ke-21, sehingga menyebabkan kromosom nenjadi
47 dan bukan 46 seperti pada individu normal. Sindrom Down terjadi
pada sekitar 1 dari 800 kelahiran.Sindrom ini biasanya terjadi ketika
pasangan kromosom ke-21 pada sel telur atau sperma gagal membelah
secara normal sehingga menghasilkan kromosom ekstra.
Orang yang mengalami sindrom down dapat dikenali melalui ciri-
ciri fisik yang berbeda; seperti wajah bulat, hidung yang lebar dan
datar, serta lipatan kecil yang melengkung ke bawah pada kulit di
ujung mata, yang memberi kesan mata sipit.Lidah yang menjulur,
tangan yang kecil dan berbentuk persegi serta jari-jari yang pendek,
jari kelingking yang melengkung, serta ukuran lengan dan kaki yang
kecil serta tidak proposional dengan keseluruhan tubuh mereka juga
merupakan ciri-ciri anak dengan sindrom down.Hampir semua anak-
anak menderita ID dan banyak di antaranya mengalami masalah
fisik.Seperti kelainan pada pembentukan jantung dan kesulitan
pernapasan.Sedihnya lagi, rata-rata harapan hidup pasien sindrom
down hanya 49 tahun.Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, orang yang
menderita sindrom down cenderung kehilangan ingatan dan
mengalami emosi yang kekanak-kanakan, yang merupakan bentuk
demensia.
Anak-anak dengan sindrom down mengalami berbagai kekurangan
dalam hal pembelajaran dan pertumbuhan.Mereka cenderung tidak
terkoodinasi dan kurang memiliki tekanan otot yang cukup sehingga
mereka sulit untuk melakukan tugas fisik dan bermain seperti anak-
anak lainnya.Anak-anak dengan sindrom down mengalami kelemahan
ingatan, terutama atas informasi yang diberikan secara verbal,
sehingga sulit untuk belajar di sekolah.
Abnormaitas kromosom menyebabkan banyak penyakit genetik
dan meliputi perubahan jumlah kromosom dan struktur kromosom
11
tersebut. Abnormalitas kromosom terjadi pada 7,5% konsepsi tetapi
hanya 0,5-1& dari bayi yang lahir hidup. Sekitar setengah dari
keguguran spontan disebabkan oleh abnormalitas kromosom.
Perubahan jumlah kromosom disebabkan oleh kromosom yang tidak
terpisah dengan benar saat meiosis atau mitosis, misalnya sindrom
down yang disebabkan tiga kromosom 21 (trimosi 21) yang tampaknya
berhubungan dengan usia ibu, tetapi faktor usia ibu tersebut tidak
umum terjadi pada semua gangguan kromosom.
12
Faktor-Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi atau
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Penyakit ibu selama
mengandung dapat ditularkan kepada fetus dan berefek sangat tragis
pada fetus tersebut. Meskipun ibu hanya mengalami gejala-gejala
ringan atau tidka merasakannya sama sekali. Penyakit ibu yang dapat
menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Selain itu, obat-obatan yang digunakan ibu selama
kehamilan dapat memengaruhi bayi melalui plasenta, misalnya saja ibu
yang meminum alkohol. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan
oksigen atau cedera kepala, menempatkan anak pada risiko yang lebih
besar terhadap gangguan neurologis, termasuk retardasi mental.
Kelahiran prematur misalnya, dapat menimbulkan risiko retardasi
mental dan gangguan perkembangan lainnya.
13
dan instruksi pertolongan computer (computer-assisted instruction)
(Kring et.al, 2012).
14
2. Gangguan yang signifikan dengan pencapaian akademik atau aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kesulitan belajar dimulai selama usia sekolah tetapi dapat menjadi
tidak nyata sepenuhnya sampai tuntutan untuk keterampilan akademik
yang dipengaruhi melampaui kemampuan terbatas individu.
4. Kesulitan belajar tidak disebabkan oleh gangguan intelektual,
kesalahan visual atau ketajaman auditori, gangguan mental atau
neurologis lainnya, tidak terpenuhinya aspek psikososial, kekurangan
keahlian dalam bahasa instruksi akademik dan tidak adanya
pendidikan.
Berbeda dengan gangguan intelektual, orang-orang dengan gangguan
belajar sebaliknya dapat merupakan orang yang pandai dan berbakat, namun
menunjukkan perkembangan yang buruk dalam kemampuan membaca,
matematika dan menulis hingga menghambat prestasi sekolah ataupun fungsi
sehari-hari. Gangguan belajar cenderung menjadi gangguan kronis yang
selanjutnya memengaruhi perkembangan sampai masa dewasa.
Dalam DSM-V, terdapat tiga tipe gangguan belajar, yaitu gangguan yang
dikaitkan dengan kekurangan dalam kemampuan membaca (meliputi
keakuratan membaca kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan),
kekurangan dalam kemampuan menulis (meliputi keakuratan ejaan, keakuratan
dalam tata bahasa dan pembubuhan tanda baca, kejelasan atau organisasi dalam
ekspresi tulisan), serta kekurangan dalam kemampuan matematika (meliputi
arti angka, menghafal angka, kelancaran berhitung dan keakuratan penalaran
matematika).
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca mengacu pada seseorang yang memiliki
perkembangan keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata
dan memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca
dengan lambat dan sulit. Mereka mengubah, menghilangkan, atau
mengganti, kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki
kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami
15
kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-
Medzon dalam Nevid, dkk., 2003). Selain itu, mereka mungkin juga
salah mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir balik atau
melihatnya secara terbalik. Disleksia biasanya tampak pada anak usia 7
tahun, walaupun kadang-kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun.
Gangguan Menulis
Gangguan menulis mengacu pada seseorang (umumnya anak-anak)
dengan keterbatasan kemampuan menulis yang dapat muncul dalam
bentuk kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca ataupun kesulitan
dalam membentuk kalimat dan paragraf. Kesulitan menulis yang parah
umumnya tampak pada anak kelas 2 SD, walaupun kasus-kasus lebih
ringan mungkin tidak dikenali sampai kelas 5 SD atau setelahnya
16
yang berhubungan dengan sekolahnya. Merekan mungkin sering
mengabaikan tugas sekolah, tidak mengerjakan tugas pekerjaan rumah,
atau tidak mempunyai rencana untuk menyelesaikan tugas secara tepat
waktu.
17
E. Gangguan Komunikasi (Communication Disorder)
Gangguan komunikasi adalah sekumpulan gangguan psikologis yang
meliputi kesulitan-kesulitan dalam pemahaman dan penggunaan bahasa.
Dalam DSM V dijelaskan bahwa gangguan dalam komunikasi meliputi
kekurangan dalam bahasa (language), ucapan (speech) dan komunikasi
(communication). Speech adalah produksi suara ekspresif dan meliputi
artikulasi individual, kelancaran, suara, dan kulitas resonansi. Bahasa
meliputi bentuk, fungsi dan penggunaan sistem simbol percakapan ( seperti
kata-kata lisan, bahasa isyarat, kata-kata tetulis, dan gambar) dalam ragam
aturan yang ditentukan untuk komunikasi. Komunikasi meliputi berbagai
tingkah laku verbal dan nonverbal (baik disengaja atau tidak disengaja) yang
memengaruhi tingkah laku, ide-ide, atau sikap individu lainnya. Katgeori
diagnostik gangguan komunikasi menurut DSM V meliputi language disorder
(gangguan bahasa), speech sound disorder, childhood-onset fluency disorder
(stuttering), social (pragmatic) communication disorder, and gangguan
komunikasi spesifik dan tidak spesifik lainnya.
18
tertentu seperti kalimat yang dimulai dengan kata unlike. Kasus
lainnya ditandai dengan kesulitan memahami kata-kata atau kalimat
sederhana.
19
suara yang tidak tepat; 4) kata-kata yang terputus, seperti adanya jeda
di antara kata-kata yang diucapkan; 5) hambatan dalam berbicara; 6)
circumlocution (subtitusi kata-kata alternatif untuk menghindari kata-
kata yang bermasalah); 7) tampak adanya tekanan fisik ketika
mengucapkan kata-kata; serta 8) repetisi dari kata yang terdiri dari
suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya senang).
Gagap dapat teratasi tanpa penanganan. Gagap umumnya akan
menghilang pada 80 % anak sebelum usia 16 tahun. Gagap dipercaya
melibatkan interaksi faktor genetis dan lingkungan. Pada beberapa
kasus, mungkin ada penyebab kecemasan sosial dan fobia sosial,
paling tidak pada orang dewasa yang gagap. Penanganan pada gagap
dan gangguan komunikasi lainnya dilakukan melalui terapi bicara dan
konseling psikologis untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah
emosional lainnya.
Gangguan komunikasi social (Social (Pragmatic) Communication
Disorder)
Gangguan komunikasi sosial (pragmatis) adalah gangguan jenis
baru dalam DSM-5. Diagnosisnya berlau pada anak-anak yang
mengalami kesulitan berkomunikasu berkelanjutan dan parah secara
verbal dan nonverbal dengan orang lain. Anak-anak ini mengalami
kesulitan melakukan percakapa atau mungkin diam saja ketika berada
dalam kelompok anak-anak. Mereka sulut mempelajari dan
menggunakan bahsa lisan serta tulisan. Namun umunya tingkat bahsa
atau mental mereka tidaklah rendah yang mungkin menjelaskan
kesulitan mereka untuk berpartisipasi penuh dalam interaksi social dan
berdampak buruk terhadap prestasi di sekolah atau kinerja di tempat
kerja.
Penanganan gangguan komunikasi biasanya dilakukan dengan
terapi bicara dan bhasa khusus atau dengan pelatihan kelancaran, yang
melibatak pembelajaran untuk berbicara lebih lamabat (perlahan) dan
mengatur pernapasan diri serta bertahap mulai dari kata dan kalimat
20
yang lebih sederhana ke lebih kompleks. Penanganan gagap juga dapat
melibatkan konseling psikologis untuk kecemasan dalam situasi
berbicara, yang sering dialami oleh orang yang gagap.
21
kuliah, bercakap-cakap, atau membaca bacaan
yang panjang.
3) Selalu tampak tidak mendengarkan ketika
berbicara secara langsung (pikiran terlihat
berada di tempat lain, meskipun tidak ada
pengalih perhatian/distraksi).
4) Selalu tidak mengikuti instruksi dan gagal
menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan atau
kewajiban di tempat kerja.
5) Selalu mengalami kesulitan dalam
mengorganisasikan tugas-tugas dan aktivitas.
6) Selalu menghindar, tidak menyukai atau enggan
untuk terlibat dalam tugas yang memerlukan
upaya untuk mempertahakan mental.
7) Selalu kehilangan sesuatu yang diperlukan
untuk tugas atau aktivitas, seperti pensil, buku,
kunci, dan sebagainya.
8) Selalu dengan mudah dialihkan oleh stimulus
eksternal (untuk remaja dan orang dewasa,
distraksi dapat menyangkut pikiran yang tidak
berhubungan)
9) Selalu lupa dengan aktivitas sehari-harinya.
b. Hiperaktif dan impulsif:
1) Selalu gelisah atau mengetukkan tangan atau
kaki atau menggeliat di tempat duduk.
2) Selalu meninggalkan tempat duduk dalam
situasi ketika diharapkan untuk tetap duduk,
misalnya meninggalkan tempat di ruang kelas.
3) Selalu berlari atau melompat pada situasi di
mana tidak sesuai untuk melakukannya (pada
22
remaja dan orang dewasa, dapat terbatas pada
perasaan gelisah).
4) Selalu tidak mampu untuk melakukan atau
terikat pada aktivitas yang santai dengan tenang.
5) Selalu bertindak “on the go” berakting seperti
sedang dibawa oleh motor.
6) Selalu berbicara secara berlebihan.
7) Selalu menceplos dalam menjawab sebelum
suatu pertanyaan selesai.
8) Selalu mengalami kesulitan menunggu
gilirannya.
9) Selalu menginterupsi atau mencampuri urusan
orang lain.
2. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif
muncul sebelum usia 12 tahun
3. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif
muncul dalam dua atau lebih setting (misalnya, di rumah,
sekolah, atau tempat kerja; dengan teman atau relasi; atau
dalam aktivitas lainnya).
4. Ada bukti yang jelas bahwa simtom tesebut mengganggu atau
menurunkan kualitas dari fungsi-fungsi sosial, akademik atau
pekerjaan.
5. Simtom tidak semata-mata terjadi selama periode skizofrenia
atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dijelaskan oleh
gangguan mental lainnya (seperti gangguan mood, gangguan
kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian dan
gangguan karena penggunaan zat).
ADHD dapat dibagi menjadi tiga sub tipe. Tiga sub tipe tersebut
adalah tipe predominan tidak adanya perhatian, tipe predominan
hiperaktif/impulsif, dan tipe kombinasi yang ditandai oleh tidak
23
adanya perhatian dan hiperaktivitas-impusivitas tingkat tinggi (APA
dalam Nevid dkk, 2003).
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun terdapat
pengaruh dari faktor biologis dan lingkunga. Kring dkk (2012)
menjelaskan etiologi ADHD bahwa beberapa faktor yang dapat
menjadi penyebab ADHD adalah faktor genetik. Selain itu, faktor
neurobiologis yang berkaitan dengan struktur otak yang abnormal
akibat faktor prenatal dan keracunan dari lingkungan. ADHD lebih
banyak terjadi pada anak-anak yang ibunya merokok selama
kehamilan daripada anak-anak lain (Milberger dkk. dalam Nevid dkk.,
2003). Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan
otak selama perkembangan prenatal. Faktor penyebab lainnya adalah
faktor psikososial seperti tingginya konflik dalam keluarga, stress
emosional selama kehamilan, dan buruknya pengasuhan orang tua
dalam menangani gangguan perilaku anak.
Penanganan ADHD umumnya ditempuh dengan dua cara, yaitu
terapi obat dan terapi psikologis. Terapi obat dilakukan dengan
memberikan obat-obatan stimulan seperti Ritalin untuk membuat anak
lebih tenang dan perhatian, misalnya pada tugas sekolah. Terapi
psikologis diberikan dalam bentuk terapi kognitif-behavioral (CBT)
untuk membantu mengembangkan perilaku yang lebih tepat dan
keterampilan memperhatikan.
24
yang didiagnosis mengalami gangguan tingkah laku secara sengaja
bertindak agresif dan kasar. Mereka sering bertindak agresif terhadap
orang lain, mengancam atau mem-bully anak-anak lainnya
Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan dan bentuknya berbeda di antara laki-laki dan
perempuan. Pada laki-laki bentuknya lebih kepada mencuri, berkelahi,
merusak, atau masalah disiplin di sekolah. Sementara pada perempuan
lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari rumah,
penggunaan obat-obatan, dan pelacuran. Studi longitudinal
memperlihatkan bahwa anak-anak sekolah dasar dengan gangguan
tingkah laku cenderung lebih sering terlibat dalam aksi kenakalan
ketika mulai memasuki masa remaja dibandingkan anak-anak lain
(Tremblay dkk dalam Nevid dkk, 2003).
25
sensitif atau mudah tersinggung, menyalahkan orang lain atas
kesalahan atau perilaku buruk mereka, benci kepada orang lain, atau
dengki dan dendam pada orang lain. Mereka cenderung mudah
kehilangan kesabaran dan sering menunjukkan mood marah atau
mudah marah. Mereka juga bersikap dengki atau dendam pada orang
lain yang mereka anggap bersalah. Gangguan ini biasanya dimulai
sebelum usia 8 tahun dan berkembang secara bertahap selama periode
beberapa bulan atau tahun. Gangguan ini biasanya dimulai di
lingkungan rumah, tetapi dapat meluas ke lingkungan lainnya seperti
sekolah.
PERSPEKTIF TEORITIS TENTANG ODD DAN CD. Factor-
faktor penyebab ODD masih samar-samar. Beberapa pakar yakin
bahwa sikap menentang adalah ekspresi dari tempramen anak yang
digambarkan sebagai jenis ‘’anak yang susah’’ (Rey, 1993). Pakar
yang lain percaya bahwa konflik antara anak dam orang tua yang tidak
terselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat dapat menjadi
akar dari gangguan ini. konflik yang tersisa mungkin diekspresikan
dalam bentuk penentangan terhadap keinginan orang tua.
Faktor keluarga juga berpengaruh dalam perkembangan CD.
Gangguan ini berkembang dalam konteks pola asuh yang negative,
seperti kegagalan dalam memberikan penguatan atau memuji anak
secara positif atas perilaku yang tepat serta penerapan disiplin yang
kasar dan tidak konsisten atas perilaku buruk si anak (Berkout, Young,
& Gross, 2011). Keluarga yang anaknya menderita CD cenderung
memiliki interaksi negatif dan koersif atau penuh paksaan. Anak yang
menderita gangguan tingkah laku sering sangat penuntut dan tidak
patuh dengan orang tua mereka dan anggota keluarga lainnya.
Agresivitas orang tua terhadap anak yang menderita CD sering terjadi,
yang meliputi mendorong, mencengkram, menampar, memukul pantat,
atau menendang. Beberapa anak yang menderita gangguan tingkah
26
laku akan mengalami gangguan kepribadian antisosial di masa dewasa
(Burke, Waldman, & Lahey, 2010).
Gangguan tingkah laku sering terjadi dalam konteks stress orang
tua, seperti konflik pernikahan. Disiplin pola asuh yang koersif atau
penuh paksaan dan pemantauan yang buruk oleh orang tua juga
dihubungkan dengan meningkatnya resiko CD. Anak-anak yang
mengalami gangguan perilaku disruptif seperti CD atau ODD juga
cenderung menunjukkan cara yang bias dalam memroses informasi
sosial (Crozier et al, 2008).
PENDEKATAN PENANGANAN. Program pelatihan orang tua
berbasis perilaku sering kali sigunakan untuk membantu para orang tua
mengurangi perilaku agresif, disruptif, dan menentang dari anak-anak
serta meningkatkan perilaku adaptif mereka. Penanganan ini
menargetkan beberapa tujuan, termasuk membantu orang tua
menggunakan aturan yang lebih konsisten dan jelas serta strategi
disiplin yang efektif, meningkatkan penguatan positif, dan
meningkatkan interaksi positif dengan anak (Rajwan, Chacko, &
Moeller, 2012). Jadi, orang tua harus belajar tidak hanya tentang
bagaimana mengubah perilaku disrupitif anaknya tetapi juga memberi
atensi kepada anaknya dan memujinya ketika mereka bertindak dengan
baik. Latihan pengendalian kemarahan juga mungkin berguna dalam
menangani anak yang mengalami masalah kemarahan dan perilaku
agresif (Sukhodolsky et al, 2005).
27
persisten. Seperti gangguan fobia dan gangguan kecemasan umum, gangguan
obsesif-kompulsif, serta gangguan stress pascatrauma.
Gangguan kecemasan adalah jenis gangguan psikologis paling umum yang
menyerang remaja. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan gangguan
depresi. Gangguan kecemasan dan gangguan depresi juga terjadi lebih sering
di kalangan anak-anak etnis minoritas, yang mengingatkan kita pada
kebutuhan akan pemeriksaan jenis-jenis stressor yang mungkin menempatkan
anak-anak etnis minoritas pada risiko yang lebih besar mengalami masalag
tersebut.
Masalah yang melibatkan kecemasan di masa kanak-kanak sering kali
tidak disadari dan tidak ditangani, sebagian karena para ahli yang membantu
mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membedakan antara ketakutan,
kekhawatiran, dan rasa malu yang wajar pada diri anak-anak dengan bentuk
yang lebih ekstrem dari masalah tersebut yang berhubungan dengan gangguan
kecemasan (Emslie, 2008). Masalah lainnya menyangkut diagnosis yang tepat
adalah bahwa banyak anak yang mengalami gangguan kecemasan hanya
melaporkan gejala atau simtom fisik, seperti sakit kepala dan sakit perut.
Kegagalan untuk mendeteksi gangguan kecemasan ini patut disayangkan,
sebagian karena penanganan yang efektif sudah tersedia dan sebagian lagi
karena gangguan kecemasan yang tidak terdeteksi pada anak-anak akan
meningkatkan resiko terserang gangguan kecemasan, depresi, dan
penyalahgunaan obat nantinya (Emslie, 2008).
Gangguan Kecemasan akan Perpisahan
Gangguan kecemasan akan perpisahan pada anak-anak didiagnosis
ketika tingkat ketakutan atau kecemasan akan perpisahan dari
pengasuh atau figure kelekatan itu persisten dan berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak yang menderita
gangguan kecemasan akan perpisahan cenderung terikat pada orang
tuanya dan mengikuti ke mana pun mereka berada di seputar
rumahnya. Mereka mungkin mengemukakan kekhawatiran tentang
kematiandan memaksa seseorang untuk menemaninya saat mereka
28
tidur. Ciri-ciri lainnya dari gangguan ini meliputi mimpi buruk, sakit
perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan, memohon
kepada orang tua agar tidak pergi, atau mengamuk saat orang tua
hendak pergi. Anak-anak ini mungkin menolak pergi ke sekolah
karena takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang tuanya saat mereka
pergi.
Gangguan ini terjadi paling banyak pada anak perempuan dan
sering dihubungkan dengan penolakan pergi kesekolah. Gangguan ini
sering terjadi bersamaan dengan kecemasan sosial. Gangguan ini dapat
berlanjut sampai masa dewasa, yang menyebabkan perhatian yang
berlebihan pada keselamatan anak sendiri dan pasangan serta sulit
menoleransi perpisahan apa pun dengan mereka. Perkembangan
gangguan kecemasan akan perpisahan sering mengikuti peristiwa
hidup yang menimbulkan stress, seperti sakit, kematian orang dekat
atau hewan peliharaan, atau pindah sekolah atau rumah.
29
seperti dalam menangani kecemasan orang dewasa, seperti dihadapkan
pada stimuli yang menimbulkan fobia secara bertahap dan latihan
relaksasi. Obat antidepresan seperti SSR, fluvoxamine, sertraline, dan
fluoxetine sangat ampun dalam menangani anak-anak dan remaja yang
menderita gangguan kecemasan.
30
2) Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian
negative
3) Menyalahkan diri sendiri atas kekecewaan dan hasil
negatif, sekalipun tidak beralasan
4) Meminimalkan pencapaiannya dan hanya berfokus pada
aspek-aspek negatif dari sebuah kejadian/peristiwa.
31
rencana mereka adalah yang paling mungkin melakukannya.
Sayangnya, orang tua cenderung tidak menganggap serius
pembicaraan anaknya tentang bunuh diri tersebut.
Semakin bertambahnya usia, factor-faktor lain yang berhubungan
dengan peningkatan risiko bunuh diri pada anak-anak dan remaja
meliputi hal berikut:
a) Gender. Anak perempuan, tiga kali lebih mungkin
dibandingkan laki-laki untuk mencoba bunuh diri. Namun,
anak laki-laki, cenderung lebih berhasil melakukannya.
b) Geografi. Remaja yang tinggal di daerah yang penduduknya
tidak terlalu padat lebih mungkin melakukan bunuh diri.
Remaja di daerah pedesaan bagian barat Amerika Serikat
memiliki tingkat bunuh diri tertinggi.
c) Entisitas. Tingkat bunuh diri di kalangan remaja Afrika
Amerika, Asia Amerika, dan Hispanik Amerika sekitar 30%-
60% lebih rendah ketimbang kulit putih.
d) Depresi dan keputusasaan. Besarnya angka depresi merupakan
factor utama bagi upaya bunuh diri di kalangan remaja dan juga
orang dewasa, terutama jika digabungkan dengan keputusasaan
dan harga diri yang rendah.
e) Perilaku bunuh diri sebelumnya. Seperempat dari remaja yang
melekukan percobaan bunuh diri pernah melakukannya
sebelumnya.
f) Pelecehan seksual sebelumnya. Dari sampel di Australia,
remaja yang pernah mengalami pelecehan seksual saat masih
kanak-kanak memiliki tingkat bunuh diri lebih dari 10kali lebih
timggi ketimbang rata-rata nasional.
g) Masalah keluarga. Masalah ini meliputi ketidakstabilan dan
konflik keluarga, kekerasan fisik atau seksual, kehilangan
orang tua karena kematian atau perpisahan, serta komunikasi
antara orang tua dan anak yang buruk.
32
h) Peristiwa hidup yang menimbulkan stress. Seperti putus cinta,
hamil di luar nikah, ditangkap polisi, masalah di sekolah,
pindah ke sekolah baru, harus mengikuti ujian penting, atau
peristiwa traumatis lain.
i) Penyalahgunaan obat. Adiksi dalam keluarga seorang remaja
atau remaja itu sendiri adalah salah satu factor.
j) Penularan sosial. Bunuh diri pada masa remaja kadang-kadang
terjadi dalam suatu rangkaian atau kluster, terutama ketika satu
usaha bunuh diri atau bunuh diri kelompok mendapat publisitas
yang luas. Remaja dapat meromantisasi bunuh diri sebagai
suatu tindakan heroic yang menantang atau terjadi bunuh diri di
lingkungan sekitarnya.
G. Gangguan Eliminasi
Bagi beberapa anak masalah dalam pengendalian eliminasi masih tetap
ada dalam bentuk enuresis dan enkopresis.
Enuresis
Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol urinasi setelah
seseorang mencapai usia normal untuk mampu mencapai kontrol itu
bervariasi di antara para klinisi. Untuk diagnosis sebagai menderita
enuresis menurut DSM, anak-anak harus berusia minimal 5 tahun atau
pada tingkat perkembangan yang setara dan memenuhi kriteria berikut:
a) Mengompol berulang kali di seprai atau celana (baik
disengaja ataupun tidak disadari)
b) Mengompol setidaknya terjadi dua kali seminggu selama
tiga bulan atau menyebabkan kesulitan atau penurunan
fungsi yang signifikan
c) Tidak ada dasar medis atau organik pada gangguan ini:
gangguannini juga bukan disebabkan oleh penggunaan satu
obat medikasi.
33
Enuresis seperti banyak gangguan perkembangan lainnya, lebih
sering terjadi pada anak laki-laki. Enuresis dapat sangat merepotkan,
terutama bagi anak-anak yang sudah besar. Mengompol biasanya
terjadi pada waktu tidur di malam hari saja, selama jam bangun saja,
atau saat tidur malam maupun saat jam bangun. Enuresis pada saat
tidur malam saja adalah jenis yang paling umum, dan enuresis yang
muncul pada saat tidur disebut juga sebagai bed-wetting. Melakukan
kontrol kandung kemih pada malam hari jauh lebih sulit ketimbang
pada siang hari. Semakin muda usia anak yang sedang dilatih,
semakin besar kemungkinaan ia akan mengompol di tempat tidur pada
malam hari. Mengompol biasanya terjadi pada tahapan tidur yang
paling nyenyak dan dapat mencerminkan ketidakmatangan sistem
syaraf.
34
genetik. Kita belum memahami mekanisme genetik dalam enuresis,
tetapi salah satu kemungkinannya menyangkut gen yang mengatur
kecepatan perkembabgan kontrol motorik teehadap refleks eliminatori
oleh korteks serebral. Meskipun faktor genetik tampak terlibat dalam
tranmisi enuresis primer, faktor lingkungan dan perilaku mungkin
juga berperan dalam menentukan perkembangan dan arah gangguan
ini. Jenis enuresis lainnya, enuresis sekunder, tampak tidak
dipengaruhi secara genetik dan terjadi pada anak – anak yang
memiliki masalah mengompol setelah mampu mengontrol urinasi.
35
Enkopresis
Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air
besar yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Anak harus
memiliki usia kronologis setidaknya 4 tahun atau pada anak-anak yang
mengalami gangguan intelektual usia mentalnya minimal 4 tahun.
Seperti enuresis, gangguan ini paling sering terjadi pada anak laki-laki.
Mengotori atau buang air besar ini dapat dilakukan secara sengaja atau
tidak dan bukan disebabkan oleh masalah organik, kecuali pada kasus
terjadi konstipasi. Di antara faktor-faktor predisposisi yang mungkin
ini adalah inkonsisten atau tidak selengkap nya pelatihan
menggunakan toilet dan stresor psikososial, seperti kelahiran saudara
kandung atau mulai bersekolah.
Buang air besar dicelana tidak seperti enuresis lebih sering terjadi
pada siang hari ketimbang malam hari. Jadi akan sangat memalukan
bagi anak. Teman sekelas sering menghindari atau mencemooh anak
yang suka BAB di celana. Karena tinja memiliki bau yang menyengat,
guru sering kesulitan untuk berperilaku seolah-olah tidak terjadi apa-
apa. Orang tua akhirnya juga merasa kesal dengan kejadian tersebut
berulang dan dapat meningkatkan tuntutan terhadap pengendalian diri
dan pemberian hukuman yang berat jika terjadi kegagalan. Akibatnya,
anak-anak mungkin mulai menyembunyikan celana dalam yang kotor,
menjaga jarak dengan teman sekelas, atau berpura-pura sakit agar tetap
di rumah.Tingkat kecemasanmereka terkait BAB di celana pun
meningkat. Karena kecemasan yang melibatkan rangsang cabang
simpatis dan sistem saraf otonom, mendorong pergerakan usus maka
kontrol pun menjadi lebih sulit. Tidak mengejutkan anak-anak yang
BAB di celana memiliki lebih banyak masalah emosional dan perilaku
ketimbang mereka yang tidak menderita nya.
Konstipasi dapat dikaitkan dengan faktor psikologis seperti
ketakutan yang berhubungan dengan bab di tempat tertentu atau
dengan pola perilaku negatif listrik atau menentang yang lebih umum.
36
Konstipasi juga dapat dikaitkan dengan faktor fisiologis seperti
komplikasi akibat penyakit atau pengobatan. Encopresis yang
disengaja sangat jarang terjadi. Teknik terapi perilaku sangat
membantu dalam menangani encopresis. Penanganan biasanya
melibatkan orang tua yang memberi penghargaan atas keberhasilan
upaya pengendalian diri yang berhasil dengan menggunakan hukuman
ringan untuk kejadian yang terus berlanjut. Jika encopresis bersifat
persisten evaluasi medis dan psikologis yang menyeluruh akan
disarankan untuk menentukan kemungkinan penyebab penanganan
yang tepat.
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai gangguan atau perilaku abnormal dapat terjadi pada anak-
anak yang berkembang hingga remaja, bahkan hingga dewasa. Gangguan
tersebut umumnya berupa gangguan neurologis-perkembangan. Gangguan
lainnya berupa gangguan tingkah laku, gangguan eliminasi, gangguan
kecemasan dan gangguan mood. Gangguan lainnya yang tidak dijelaskan
dalam makalah ini adalah gangguan makan dan gangguan tidur. Gangguan
ini umumnya tidak memiliki dasar neurologis-fisiologis atau dasar medis
yang jelas. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan hendaya
dalam berbagai fungsi kehidupan seperti fungsi sosial,
akademik/pendidikan dan pekerjaan.
Gangguan tersebut menganggu individu untuk bisa berfungsi
sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab berbagai
gangguan umumnya merupakan variasi dari faktor genetika dan faktor
lingkungan (nature dan nurture). Penanganan yang dilakukan dapat
berupa terapi dengen pendekatan medis dan pendekatan psikologis. Terapi
yang lebih efektif melibatkan berbagai pendekatan psikologis untuk
gangguan-gangguan tertentu.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah yang telah kami buat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami selaku penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan
dalam pembuatan makalah selanjutnya.
38
DAFTAR PUSTAKA
Kring, et.al. (2012). Abnormal Psychology. Twelfth Edition. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Nevid J.S., Rathus S.A. & Green B. (2018). Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.