Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI HERBISIDA PADA PERBEDAAN STADIUM

PEMBENTUKAN UMBI

Oleh :
Asilah Resty N B1A016011
Rosi Nurbaeti Putri B1A016017
Dheasy Indriyani B1A016021
Risna Rizkyana B1A017116

Rombongan : II
Kelompok : 2
Asisten : Dr. Murni Dwiati, M.Si

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HERBISIDA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak


dikehendaki terutama di tempat manusia bermaksud mengusahakan tanaman
budidaya. Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan
kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang
ditimbulkan oleh gulma adalah penurunan hasil pertanian akibat persaingan
dalam perolehan air, unsur hara, tempat hidup, penurunan kualitas hasil, menjadi
inang hama dan penyakit, membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun
atau alelopati (Ahmad, 2006).
Pengendalian gulma yang tumbuh di daerah pertanaman memerlukan
cara yang tepat. Ada berbagai cara yang dapat di lakukan dalam mengendalikan
gulma, salah satunya pengendalian gulma secara kimiawi, ialah pengendalian
gulma dengan menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan
mematikan gulma. Bahan kimiawi itu disebut herbisida (herba=gulma dan
sida=membunuh) berarti zat herbisida ialah zat kimiawi yang dapat mematikan
gulma. Herbisida dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan selain melalui
penyerapan oleh akar tanaman, juga dapat melalui penetrasi stomata (Fatonah,
2013).
Herbisida merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan untuk
mengendalikan pertumbuhan gulma jika digunakan dengan dosis yang tepat
(Sembodo, 2010). Dalam areal lahan yang cukup luas seperti perkebunan
penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma sangat diminati, salah satunya
herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron. Herbisida ini merupakan
herbisida sistemik yang dapat digunakan pada pra tumbuh dan purna tumbuh
(Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
B. Tujuan

Mengetahui aplikasi herbisida Ally terhadap pertumbuhan umbi Cyperus


rotundus.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah polibag, sprayer, gelas
ukur, dan pisau.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Cyperus rotundus yang
belum berumbi, umbi satu dan umbi dua, herbisida Ally 500 g/Ha

B. Metode

Cara kerja dalam praktikum kali ini :


1. Gulma Cyperus rotundus belum berumbi, gulma dengan jumlah umbi satu
dan umbi dua buah ditanam pada polibag.
2. Gulma teki ditumbuhkan selama tiga minggu sampai gulma Cyperus
rotundus terlihat segar.
3. Gulma Cyperus rotundus diaplikasi menggunakan herbisida Ally pada dosis
letal. Diamati perubahan setiap minggu, dicatat simptom akibat aplikası
herbisida Ally pada masing-masing perlakuan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Cyperus rotundus L. merupakan salah satu jenis gulma yang tersebar


secara luas di seluruh daerah subtropis dan tropis di 52 pertanaman yang berbeda
dan di 92 negara (Rao, 2000). Teki adalah jenis gulma yang umum baik di lahan
pertanaman atau terabaikan dengan kemampuan potensi tumbuh yang sangat
besar. Cyperus rotundus dapat bertahan dalam kondisi ekstrim karena umur yang
panjang dan viabilitas umbi dan rimpang yang tersimpan dalam di tanah
(Hussain et al., 2016).
Tabel 3.1 Presentase Kematian Gulma Rombongan 2
Pesentase Kematian Gulma
Perlakuan
1 2 3 4
Tanpa Umbi 0 10 30 20
Berumbi 2 20 20 80 35
Berumbi 4 0 35 40 40

Tabel 3.2 Jumlah Umbi Lama dan Umbi Baru

Jumlah Umbi Lama


Jumlah Umbi Baru
Perlakuan Hidup Mati
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Tanpa Umbi 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3 0
Berumbi 2 0 2 2 1 0 1 2 1 0 0 0 0
Berumbi 4 0 4 4 1 0 2 4 3 0 0 1 0

A B

C D

Gambar 3.1 Gulma Teki (Cyperus rotundus) (A). Minggu ke-0 (B). Minggu ke-
1 (C). Minggu ke-2 (D). Minggu ke-3
Berdasarkan hasil praktikum, presentase kematian gulma Cyperus rotundus
yang diamati kelompok 2 rombongan II pada stadium tanpa umbi sebesar 10%,
stadium pertumbuhan berumbi 2 sebesar 20% sedangkan pada stadium pertumbuhan
berumbi 4 sebesar 35%. Hal ini menunjukan gulma Cyperus rotundus berumbi 4
memiliki presentase kematian tertinggi yaitu 35% sedangkan gulma Cyperus
rotundus tanpa umbi memiliki presentase kematian terkecil yaitu 10%. Menurut El-
Rokiek et al., (2010) Teki tergolong dalam gulma berbahaya karena dapat tumbuh
dengan cepat menguasai lahan, sulit dikendalikan, serta memiliki potensi alelopati.
Potensi ini menyebabkan teki mampu menghasilkan dan melepaskan senyawa
bioaktif/alelokimia yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya.
Alelokimia teki dapat dilepaskan dari bagian tajuk teki maupun bagian teki yang
berada di dalam tanah (umbi). Bagian umbi dan rhizoma yang berada di dalam tanah
tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat. Berdasarkan penelitian Hendarto
(2017), Gulma teki (Cyperus rotundus) merupakan gulma yang tumbuh dominan dan
sulit dikendalikan dengan herbisida.
Berdasarkan hasil yang diamati pada kelompok 2 rombongan II Jumlah umbi
lama yang mati untuk gulma Cyperus rotundus stadium tanpa umbi yaitu 0, gulma
berumbi 2 yaitu 1, dan gulma berumbi 4 yaitu 2. Sedangkan jumlah umbi baru yang
terbentuk adalah 0 atau tidak terbentuk umbi baru. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan herbisida ally pada gulma teki menghambat pertumbuhan umbi.
Aplikasi herbisida ally efektif untuk mengendalikan gulma teki dengan jumlah umbi
yang berbeda karena berdasarkan data yang didapat dari perlakuan herbisida ally
dengan dosis yang sama mampu menekan gulma baik pada teki tidak berumbi,
berumbi 2 dan berumbi 4 . Menurut Puspitasari et al., (2013), gulma Cyperus
rotundus merupakan gulma yang paling banyak muncul. Hal ini disebabkan oleh tipe
perkembangbiakan C. Rotundus yang menggunakan organ vegetatif, sedangkan sisa
bagian vegetatif yang terpotong masih mampu tumbuh dan menjadi individu baru.
gulma yang berkembangbiak dengan umbi dan rimpang sangat sulit dikendalikan
karena letaknya di dalam tanah akan mampu untuk tumbuh kembali.
Pembentukan umbi diawali dengan terhentinya pemanjangan stolon dan
penumpukan pati, yang berakibat meningkatnya volume dan bobot. Mekanisme
pembentukan umbi terdiri dari tiga fase yaitu inisiasi, yaitu terjadinya diferensiasi
tunas pada stolon menjadi pimordia umbi. Kemudian terjadi pembesaran umbi yang
ditandai dengan pembelahan sel yang cepat dibarengi dengan penumpukan pati. Fase
terakhir yaitu pematangan umbi, yang terjadi ketika umbi memasuki fase dorman
(Rubatzky & Vincent, 1998). Menurut Sriyani (2015), aplikasikan herbisida akan
menimbulkan gejala pada gulma yang diantaranya menjadi layu, berwarna kuning,
berwarna coklat, mengering, dan kemudian mati. Pada dosis aplikasi yang cukup,
bagian akar, rimpang, maupun umbi gulma akan rusak dan mati. Teki memiliki ciri-
ciri utama yaitu batang berumbi banyak, membentuk rangkaian, tiap umbi
mempunyai mata tunas tegak, tinggi dapat mencapai 50 cm, daun berbentuk garis
dan mengelompok dekat pangkal batang, perbungaan bulir tunggal atau majemuk,
mengelompok atau membuka, berwarna coklat dan perkembangbiakan dengan umbi
dan biji. Teki memiliki rhizoma dan umbi yang dapat digunakan sebagai alat
perkembangbiakan vegetatif sehingga teki dapat cepat tumbuh menguasai lahan.
Umbi teki berwarna putih saat muda dan akan berubah menjadi coklat atau hitam
saat tua. (Monaco et al., 2002).
IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Aplikasi herbisida Ally dosis letal pada gulma Cyperus rotundus dapat
menekan pertumbuhan gulma dan menghambat pertumbuhan umbi. Presentase
kematian gulma Cyperus rotundus tertinggi yaitu pada gulma berumbi 4 sebesar
35% sedangkan gulma Cyperus rotundus tanpa umbi memiliki presentase
kematian terkecil yaitu 10%.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, J., 2006. Ulasan Perkembangan Terkini Kajian Alelopati. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

El-Rokiek, K.G., El-Din S.A.S., & Sahara, F.A.A., 2010. Allelopathic behavior of
Cyperus rotundus L. on both Chorchorus olitorius (broad leaved weed) and
Echinochloa crus-galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant Prot.
Res. 50(3): 274-279.
Fatonah, S., 2013. Potensi alelopati ekstrak daun Pueraria javanica Benth terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan anakan gulma Asystasia gangetica (L.) T.
Anderson Jurnal. Universitas Riau.
Hendarto, H., 2017. Resistensi Gulma Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium,
Asystasia gangetica Terhadap Herbisida Bromacil Dan Diuron Pada
Perkebunan Nanas Di Lampung Tengah. Tesis. Magister Agronomi UNILA :
Lampung
Hussain, I., Singh, N.B., Singh, A. & Singh, H., 2016. Allelopathic potential of
sesame plant leachate against Cyperus rotundus L. Annals of Agrarian Science
15(17): 141-147.
Monaco, T..J., Weller, S.C., & Ashton, F.M., 2002. Weed Science, fourth edition.
New York : Jhon wiley & Sons Inc,.
Puspitasari, K., Husni, T. S., Bambang, G., 2013. Pengaruh Aplikasi Herbisida
Ametrin Dan 2,4-D dalam Mengendalikan Gulma Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.). Jurnal produksi Tanaman, 1(2), pp. 72-80.
Rao, V.S., 2000. Principles of Weed Science (2nd). New Delhi : Oxford and IBH.
Rubatzky, & Vincent, E., 1998. Sayuran Dunia I Prinsip, Produksi, dan Gizi.
Bandung : ITB.
Sembodo, D. R. J., 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sriyani, N., 2015. Bahan Kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Lampung :
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Tjitrosoedirdjo, S., Utomo, I. H., & Wiroatmodjo, J., 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Gramedia :Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai