Anatomi Fisiologi
Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (Vertebrobasiler). Darah arteri yang ke otak berasal dari
arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri subklavia berasal
langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis.
2.Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2010).
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang
awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2009).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2010).
Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik didefinisikan sebagai
sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini
berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran
darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Israr, 2018):
2.1 Berdasarkan kelainan patologis
2.1.1 Stroke hemoragik
yaitu pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah
ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar
otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan
menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.
2.1.1.1 Perdarahan intra serebral
2.1.1.2 Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
2.1.2 Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
2.1.2.1 Stroke akibat trombosis serebri
2.1.2.2 Emboli serebri
2.1.2.3 Hipoperfusi sistemik
4. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi (Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa:
4.1 Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.
4.2 Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
4.3 Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system motorik,
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.
Pathway Stroke Non Hemoragik
Gangguan
komunikasi
verbal
Hambatan Risiko
Mobilitas Jatuh,
fisik risiko
Cedera
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Gambar 3. Patofisiologi dan Patway Stroke Non-Hemoragik
5. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan
skala koma Glasgow yaitu
Tabel 1. Skala koma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada suara 1. Tidak ada gerakan
2. Respons dengan 2. Mengerang 2. Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Bicara kacau 3. Fleksi abnormal
perintah
4. 4. Buka mata spontan 4. Disorientasi tempat 4. Menghindari nyeri
dan waktu
5. Orientasi baik dan 5. Melokalisir nyeri
sesuai
6. Mengikuti perintah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan
kelumpuhan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya digunakan untuk menentukan etiologi:
6.1 Gula darah
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang
besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter
pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di
samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.
6.2 Profil lipid
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL
merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh
karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara
inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan
faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu:
6.3 CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT
scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga
separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
6.4 MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap
kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
6.5 Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA
khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan
malformasi pembuluh darah otak.
6.6 Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
7. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya
3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
7.1 Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
7.2 Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
7.2.1 Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
7.2.2 Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
7.2.3 Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga
faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan
hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam
pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
7.2.4 Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke terapi dengan heparin.
7.3 Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
7.3.1 Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1
jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan
infrak yang luas.
7.3.2 Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
7.3.3 Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman
penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
7.3.4 Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi
maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
8. Pengkajian Keperawatan
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan
yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah
melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah
merupakan respon pasien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian
ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan.
Dan untuk menilai keadaan pasien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada
tujuan rencana perawatan pasien dengan stroke non hemoragik.
Adapun pengkajian pada pasien dengan stroke adalah:
8.1 Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
8.2 Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
8.3 Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
8.4 Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
8.5 Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
8.6 Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8.7 Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
8.8 Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
9. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada stroke non hemoragik, yaitu
(;Nurarif, 2013) :
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi,
gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.
2. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
3. Defisit perawatan diri berpakaian berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, gangguan muskuluskeletal.
4. Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
5. Defisit perawatan diri eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak
ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.
7. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi sensory,
perubahan integrasi sensory.
8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
defek anatomis (perubahan neuromuskular pada sistem penglihatan,
pendengaran, dan aparatus fonatori).
9. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (stroke)
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologi, ketidakmampuan mengunyah.
11. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas,
eksudat di alveoli, disfungsi neuromuskular, sekresi.
12. Risiko jatuh
13. Risiko cedera
14. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
10. Rencana Tindakan Keperawatan (secara teoritis) (Nurarif, 2013; Ackley, 2011):
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy: ambulation
fisik keperawatan selama 6 x 2 jam 1. Monitoring tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
berhubungan gangguan mobilitas fisik sebelum/sesudah latihan dan lihat dan dapat memberikan informasi bagi
dengan teratasi. respon pasien saat latihan. pemulihan.
kerusakan
sensori persepsi, NOC: 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
gangguan a. Joint movement: Active tentang rencana ambulasi sesuai 2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk
neuromuskular, b.Mobility level dengan kebutuhan. peningkatan mobilitas ditentukan sebuah
menurunnya c. Self care: ADLs regimen dari aktivitas fisik regular
kekuatan otot. d.Transfer performance mencakup latihan aerobik dan aktivitas
penguatan otot adalah bermanfaat untuk
Kriteria Hasil: pasien dengan kerusakan mobilitas fisik
a. Pasien meningkat dalam (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
aktivitas fisik 3. Bantu pasien untuk menggunakan
b. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah 3. Tongkat dapat membantu mobilisasi
peningkatan mobilitas terhadap cedera. pasien (Nelson et al, 2003)
c. Memverbalisasikan 4. Kaji kemampuan pasien dalam 4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien,
perasaan dalam mobilisasi dan ROM kemampuan berjalan dan berpindah dan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007)
kemampuan berpindah
d. Memperagakan 5. Latih pasien dalam pemenuhan 5. Membantu peningkatan kemampuan
penggunaan alat bantu ADLs secara mandiri sesuai mobilisasi pasien
untuk mobilisasi (walker) kemampuan.
6. Membantu pasien supaya tidak cedera
6. Damping dan bantu pasien saat dan membantu pemenuhan kebutuhan
mobilisasi dan bantu penuhi ADLs pasien
kebutuhan ADLs pasien
7. Membantu pasien dalam meningkatan
7. Berikan alat bantu jika pasien mobilitas (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
memerlukan 8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah kontraktur.
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan 9. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah
9. Anjurkan pasien untuk membantu kontraktur dan dapat berespons baik jika
pergerakan dan latihan dengan daerah yang sakit tidak menjadi lebih
menggunakan ekstremitas yang tidak terganggu
sakit (ROM)