Anda di halaman 1dari 29

1.

Anatomi Fisiologi
Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (Vertebrobasiler). Darah arteri yang ke otak berasal dari
arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri subklavia berasal
langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis.

Gambar 1. Anatomi vaskulrisasi otak


Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri
media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis, parietal, dan sebagian
temporal.
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen transversus
vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui foramen magnum, arteri
tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris (sistem vertebrobasiler) taut pons
dan medulla di batang otak. Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebellum
superior kemudian arteri basilaris berjalan ke otak tengah dan bercabang menjadi
sepasang arteri serebri posterior.
Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior membentuk suatu arteri yang
disebut sirkulus willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri
komunikantes anterior, arteri karotis interna, arteri komunikantes posterior, dan arteri
serebri posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem
kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebrobasile:
1.1 Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri dasar otak.
1.2 Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbital
melalui arteri oftalmika

2.Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2010).
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang
awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2009).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2010).
Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik didefinisikan sebagai
sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini
berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran
darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Israr, 2018):
2.1 Berdasarkan kelainan patologis
2.1.1 Stroke hemoragik
yaitu pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah
ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar
otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan
menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.
2.1.1.1 Perdarahan intra serebral
2.1.1.2 Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
2.1.2 Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
2.1.2.1 Stroke akibat trombosis serebri
2.1.2.2 Emboli serebri
2.1.2.3 Hipoperfusi sistemik

Gambar 2. Stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik

2.2 Berdasarkan waktu terjadinya


2.2.1 Transient Ischemic Attack (TIA)
2.2.2 Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
2.2.3 Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
2.2.4 Completed stroke
2.3 Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
2.3.1 Sistem karotis
Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
2.3.2 Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis
fugaks
2.3.3 Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2.3.4 Sistem vertebrobasiler
Motorik: hemiparese alternans, disartria
Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia
2.3.5 Gangguan lain: gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
3. Etiologi
Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri dan hipoperfusion sistemik (Nurarif, 2013).
3.1 Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis
atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini
sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan
lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau
intermiten dalam beberapa jam atau hari.
3.2 Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.
3.3 Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Faktor Risiko
3.4 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
3.4.1 Usia
3.4.2 Jenis kelamin
3.4.3 Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga.
3.4.4 Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).
3.5 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
3.5.1 Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak
35% sampai 42%
3.5.2 Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg,
makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,
sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
3.5.3 Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah otak.
3.5.4 (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.
3.5.5 TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam.
3.5.6 Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan
empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak
langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total
>200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, dan trigliserida >150mg/dl
akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun
di otak
3.5.7 Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan.
Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99
kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
3.5.8 Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah
sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.

4. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi (Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa:
4.1 Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.
4.2 Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
4.3 Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system motorik,
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.
Pathway Stroke Non Hemoragik

Gangguan
komunikasi
verbal

Hambatan Risiko
Mobilitas Jatuh,
fisik risiko
Cedera

Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Gambar 3. Patofisiologi dan Patway Stroke Non-Hemoragik
5. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan
skala koma Glasgow yaitu
Tabel 1. Skala koma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada suara 1. Tidak ada gerakan
2. Respons dengan 2. Mengerang 2. Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Bicara kacau 3. Fleksi abnormal
perintah
4. 4. Buka mata spontan 4. Disorientasi tempat 4. Menghindari nyeri
dan waktu
5. Orientasi baik dan 5. Melokalisir nyeri
sesuai
6. Mengikuti perintah

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta
simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi,
salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat
khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) (Mardjono, 2010):
5.1 Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri.
5.2 Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis
tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan
supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
5.3 Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
5.4 Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan
kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam
hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap
sehingga bergoyang-goyang.
Tabel 2. Gangguan nervus kranial
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan kembar), ptosis; midriasis;
akomodasi hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit kepala, ”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang
dan gigi; gerak mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga
platum dan telinga luar; sekresi anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi;
kelenjar lakrimalis, submandibula paralisis otot wajah
dan sublingual; ekspresi wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo;
Vestibulokoklearis nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior
faring dan telinga; mengangkat lidah; anestesi pada farings; mulut kering
palatum; sekresi kelenjar parotis sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum pada Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis
farings, laring dan telinga; palatum
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu
bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan
kelumpuhan.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya digunakan untuk menentukan etiologi:
6.1 Gula darah
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang
besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter
pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di
samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.
6.2 Profil lipid
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL
merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh
karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara
inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan
faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu:
6.3 CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT
scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga
separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
6.4 MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap
kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
6.5 Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA
khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan
malformasi pembuluh darah otak.
6.6 Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.

7. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya
3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
7.1 Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
7.2 Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
7.2.1 Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
7.2.2 Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
7.2.3 Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga
faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan
hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam
pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
7.2.4 Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke terapi dengan heparin.
7.3 Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
7.3.1 Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1
jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan
infrak yang luas.
7.3.2 Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
7.3.3 Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman
penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
7.3.4 Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi
maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

8. Pengkajian Keperawatan
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan
yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah
melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah
merupakan respon pasien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian
ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan.
Dan untuk menilai keadaan pasien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada
tujuan rencana perawatan pasien dengan stroke non hemoragik.
Adapun pengkajian pada pasien dengan stroke adalah:
8.1 Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
8.2 Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
8.3 Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
8.4 Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
8.5 Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
8.6 Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8.7 Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
8.8 Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
9. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada stroke non hemoragik, yaitu
(;Nurarif, 2013) :
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi,
gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.
2. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
3. Defisit perawatan diri berpakaian berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, gangguan muskuluskeletal.
4. Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
5. Defisit perawatan diri eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
gangguan muskuluskeletal.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak
ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.
7. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi sensory,
perubahan integrasi sensory.
8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
defek anatomis (perubahan neuromuskular pada sistem penglihatan,
pendengaran, dan aparatus fonatori).
9. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (stroke)
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologi, ketidakmampuan mengunyah.
11. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas,
eksudat di alveoli, disfungsi neuromuskular, sekresi.
12. Risiko jatuh
13. Risiko cedera
14. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
10. Rencana Tindakan Keperawatan (secara teoritis) (Nurarif, 2013; Ackley, 2011):
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy: ambulation
fisik keperawatan selama 6 x 2 jam 1. Monitoring tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
berhubungan gangguan mobilitas fisik sebelum/sesudah latihan dan lihat dan dapat memberikan informasi bagi
dengan teratasi. respon pasien saat latihan. pemulihan.
kerusakan
sensori persepsi, NOC: 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
gangguan a. Joint movement: Active tentang rencana ambulasi sesuai 2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk
neuromuskular, b.Mobility level dengan kebutuhan. peningkatan mobilitas ditentukan sebuah
menurunnya c. Self care: ADLs regimen dari aktivitas fisik regular
kekuatan otot. d.Transfer performance mencakup latihan aerobik dan aktivitas
penguatan otot adalah bermanfaat untuk
Kriteria Hasil: pasien dengan kerusakan mobilitas fisik
a. Pasien meningkat dalam (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
aktivitas fisik 3. Bantu pasien untuk menggunakan
b. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah 3. Tongkat dapat membantu mobilisasi
peningkatan mobilitas terhadap cedera. pasien (Nelson et al, 2003)
c. Memverbalisasikan 4. Kaji kemampuan pasien dalam 4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien,
perasaan dalam mobilisasi dan ROM kemampuan berjalan dan berpindah dan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007)
kemampuan berpindah
d. Memperagakan 5. Latih pasien dalam pemenuhan 5. Membantu peningkatan kemampuan
penggunaan alat bantu ADLs secara mandiri sesuai mobilisasi pasien
untuk mobilisasi (walker) kemampuan.
6. Membantu pasien supaya tidak cedera
6. Damping dan bantu pasien saat dan membantu pemenuhan kebutuhan
mobilisasi dan bantu penuhi ADLs pasien
kebutuhan ADLs pasien
7. Membantu pasien dalam meningkatan
7. Berikan alat bantu jika pasien mobilitas (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
memerlukan 8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah kontraktur.
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan 9. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah
9. Anjurkan pasien untuk membantu kontraktur dan dapat berespons baik jika
pergerakan dan latihan dengan daerah yang sakit tidak menjadi lebih
menggunakan ekstremitas yang tidak terganggu
sakit (ROM)

2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pressure Management


integritas kulit keperawatan selama 3x30 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan 1. Pakaian yang longgar berguna untuk
berhubungan menit, diharapkan integritas pakaian yang longgar. mengurangi rasa panas pada tubuh
dengan kulit pasien mengalami sehingga pasien tidak mudah berkeringat.
hemiparesis/ perbaikan dengan :
hemiplegia, 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. 2. Kerutan pada tempar tidur menyebabkan
tidak ada NOC : lecet pada bagian kulit yang tertekan.
mobilisasi  Integritas jaringan : kulit
fisik, gangguan dan membran mukosa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih 3. Kulit yang kotor dan lembab rentan
sirkulasi,  Wound healing dan kering. mengalami kerusakan kulit.
gangguan
sensasi. Kriteria hasil : 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) 4. Ubah posisi pasien berguna agar kulit
setiap dua jam sekali. pasien tidak lecet sehingga pasien tidak
mengalami dekubitus.
 Luka pasien sudah 5. Monitor kulit dari kemerahan.
tertutup dengan baik 5. Merah merupakan salah satu tanda
 Pasien tidak mengeluhkan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil terjadinya infeksi.
nyeri pada luka pada daerah yang tertekan. 6. Lotion/Minyak./baby oil merupakan
 Kerusakan jaringan barier untuk mencegah kerusakan kulit
tertangani bagi pasien yang sering bad rest total.
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien. 7. Aktivitas dan mobilisasi pasien yang
berat bisa menyebabkan kerusakan kulit.

8. Monitor status nutrisi pasien. 8. Nutrisi yang kurang membuat perbaikan


kulit menjadi berkurang.

9. Memandikan pasien 9. Mandi mencegah adanya penumpukan


bakteri pada bagian-bagian lipatan kulit.
Kulit yang bersih terhindar dari
kerusakan kulit.
3. Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Communication Enhancement : Speech
verbal keperawatan selama 6x15 Deficit
berhubungan menit, hambatan komunikasi 1. Beri satu kalimat simple setiap 1. Untuk memberikan latihan berbicara
dengan penurunan verbal pasien mengalami bertemu jika diperlukan dimulai dengan kata-kata yang mudah.
sirkulasi ke otak penurunan.
(stroke), defek 2. Konsultasikan dengan dokter 2. Terapi wicara terbukti mampu
anatomis NOC : kebutuhan terapi wicara. mengembalikan cara bicara pasien
 Sensory function : speech menjadi normal.
 Fear self control 3. Dorong pasien untuk berkomunikasi
secara perlahan dan untuk 3. Untuk melatih komunikasi sehingga
Kriteria Hasil mengulangi permintaan. komunikasi menjadi lancar.
 Komunikasi :
penerimaan, interpretasi 4. Dengarkan dengan penuh perhatian. 4. Perhatian yang baik dari perawat
dan ekspresi pesan lisan, menandakan bahwa perawat peduli
tulisan, dan non verbal dengan pasien.
meningkat. 5. Berdiri di depan pasien ketika

 Komunikasi ekspresif berbicara. 5. Untuk mengetahui ekspresi yang

(kesulitan berbicara) : diungkapkan oleh pasien dan

ekspresi pesan verbal dan meningkatkan BHSP.


6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil,
bahasa tubuh, gambar, daftar, 6. Mempermudah komunikasi 2 arah
atau non verbal yang kosakata bahasa asing, computer, dan
bermakna. lain-lain untuk memfasilitasi
 Pengolahan informasi : komunikasi dua arah yang optimal.
pasien mampu untuk
memperoleh, mengatur, 7. Ajarkan bicara dari esophagus, jika 7. Memodifikasi komunikasi sehingga
dan menggunakan diperlukan. memudahkan pasien untuk
informasi. berkomunikasi.
8. Berikan pujian positive, jika
diperlukan. 8. Pujian mampu memberikan semangat
kepada pasien.

9. Anjurkan kunjungan keluarga secara 9. Kunjungan bertujuan agar memberikan


teratur stimulus komunikasi.

10. Untuk mempermudah komunikasi 2 arah.


10. Anjurkan ekspresi diri dengan cara
lain dalam menyampaikan informasi
(bahasa isyarat)
4. Kerusakan memori Setelah dilakukan tindakan Neurologi monitoring
berhubungan keperawatan selama 5x8 jam, 1. Memantau ukuran pupil, bentuk, 1. Masalah pada pupil menandakan adanya
dengan pasien menunjukkan simetri, dan reaktivitas. gangguan pada nervus III.
gangguan penurunan kerusakan
neurologis. memori. 2. Memantau tingkat kesadaran. 2. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan
GCS
NOC : 3. Memantau tingkat orientasi.
 Perfusi jaringan serebral 3. Orientasi yang baik menandakan bahwa
 Level bingung akut pasien tidak ada masalah kognitif.
4. Memantau GCS
Kriteria hasil 4. Memonitor tingkat kesadaran pasien.
 Mampu untuk melakukan 5. Memonitor memori baru, rentang
proses mental yang perhatian, memori masa lalu, suasana 5. Gangguan pada otak menyebabkan
kompleks hati, dan perliaku. hilangnya memori baik itu jangka pendek

 Orientasi kognitif atau jangka panjang.

 Kondisi neurologis : 6. Memonitor tanda vital.

kesadaran 6. Memantau perkembangan keadaan pasien


7. Memonitor status pernapasan
 Kondisi neurologis : 7. Status pernapasan menginditifikasi terjadi
kemampuan sistem saraf 8. Memantau refleks kornea. hipoksia otak.
perifer dan sistem saraf
pusat untuk menerima, 8. Masalah pada kornea menandakan
memproses, dan memberi 9. Memantau otot dan gerakan motorik. adanya gangguan pada nervus V.
respon terhadap stimuli
internal dan eksterna. 10. Memantau untuk gemetar 9. Pergerakan otot dan motorik yang
bermasalah menandakan ada gangguan
pada otak.
11. Memantau simetri wajah. 10. Gemetar atau tremor adalah salah satu
tanda adanya terjadinya SNH.

12. Memantau tonjolan lidah. 11. Mengetahui adanya gangguan pada


komunikasi verbal.

13. Memantau tanggapan pengamatan. 12. Tonjolan abnormal pada lidah


menandakan ada masalah pada nervus
XII
14. Memantau untuk gangguan visual.
13. Tanggapan yang salah bisa
diindetifikasikan sebagai tanda adanya
15. Catatan keluhan sakit kepala. stroke.

14. Stroke dapat menyebabkan hilangnya


16. Memantau karakteristik berbicara : koordinasi melihat.
kelancaran, keberadaan aphasias, atau
kata temuan kesulitan. 15. Sakit kepala dan pusing menandakan
pasien mengalami vertigo
17. Memantau adanya paresthesia : mati
rasa dan kesemutan. 16. Gangguan komunikasi verbal
mengidintifikasi ada masalah pada nervus
18. Memantau respon babinski

17. Parasthesia menandakan adanya


19. Meningkatkan frekuensi pemantauan penyumbatan pembuluh darah pada otak,
neurologis
18. Respon babinski menandakan
abnormalitas pada otak
20. Hindari kegiatan yang meningkatkan
tekanan intrakranial. 19. Untuk secara dini terjadinya kegawatan

21. Beritahu dokter dari perubahan


kondisi pasien. 20. Meningkatnya tekanan intrakranial bisa
menyebabkan kelumpuhan dan kesadaran
22. Melakukan protokol darurat. menurun.
21. Pasien bisa mendapat Tindakan medis
terkait pemberian obat

22. Mengusahakan keselamatan pasien.


Daftar Pustaka

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran edisi


ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2011.
Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction, 2015.
Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2015.
Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2016.

Anda mungkin juga menyukai