DISUSUN OLEH :
MUSTARHFIROH
PEMBIMBING :
dr. Achmadi Eko Sugiri, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
PENDAHULUAN
Pada usia lanjut akan terjadi banyak perubahan seiring dengan proses
penuaanya salah satu dari perubahan tersebut adalah perubahan pada system
gastrointestinal. Keluhan yang sering dijumpai ialah sembelit atau konstipasi, yang
disebabkan kurangnya kadar selulosa, insiden ini mencapai puncak pada usia 60-
70 tahun.1
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah BAB). Konstipasi atau sembelit sering dikeluhkan oleh usia
lanjut, yang dapat disebabkan karena usia lanjut kurang aktifitas, kurang masukan
air (kurang dari delapan gelas/1.600 cc per hari) serta diet kurang serat (kurang dari
20 gram serat per hari) cendrung mudah mengalami konstipasi.1
Kejadian kanker kolon menempati urutan ke-4, dan menempati peringkat ke-2
penyebab kematian karena kanker di dunia. Di Indonesia, karsinoma kolon
termasuk dalam sepuluh jenis kanker terbanyak dan menempati urutan keenam dari
penyakit keganasan yang ada. Menurut penelitian Hastuti di RSUP dr. Kariadi
Semarang terdapat 101 kasus kanker kolon dan rektum. Menurut hasil penelitian
Zendrato proporsi penderita kanker colorectal terbanyak pada kelompok umur ≥ 40
tahun yaitu 73,2%.1
Prevalensi konstipasi pada lansia di Indonesia adalah sebesar 3,8% untuk lansia
usia 60–69 tahun dan 6,3% pada lansia diatas usia 70 tahun (Kemenkes RI, 2013).
Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya asupan serat,
kurang asupan air, pengaruh obat yang dikonsumsi, pengaruh dari penyakit yang
diderita, hingga akibat kurang aktivitas fisik.1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai
suatu keluhan terdapat variasi yang berlebihan anatara individu. Penggunaan
istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal
menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan
penderita sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada
penelitian-penelitian. Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang
sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampula
rektum pada colok dubur dan atau timbunan feses pada kolon, rektum atau
keduanya yang tampak pada foto polos perut.1
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai
suatu keluhan terdapat variasi yang berlebihan anatara individu. Penggunaan
istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal
menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan
penderita sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada
penelitian-penelitian. Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang
sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampula
rektum pada colok dubur dan atau timbunan feses pada kolon, rektum atau
keduanya yang tampak pada foto polos perut.1
Setudi epidemiologi menunjukkan kenaikan yang pesat dari konstipasi
berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan
karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak
BAB tiap hari. Sering ada perbedaan pandang antara dokter dan enderita
tentang arti konstipasi. 1
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi BAB, biasanya
kurang dari 3 x per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, kadang-
kadang disertai kesulitan hingga rasa sakit saat BAB. Orang usia lanjut sering
kali terpancang dengan BAB nya. Hal ini mungkin merupakan kelanjutan dari
pola hidup semasa anak-anak dan saat masih muda, dimana setiap usaha
dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan
pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah bersih.1
Ada anggapan umum yang slaah tentang konstiapasi, tentang kotoran yang
tertimbun dalam usus besar akan diserap kembali, berbahaya untuk kesehatan
dan dapat memperpendek umur atau ada yang mengkhawatirkan keracunan
dari fesesnya sendiri bila dalam janghka waktu tertentu tidak dikeluarkan.1
Frekuensi BAB bervariasi dalam 3 x per hari sampai 3 x perminggu.
Secara umum bila 3 hari belum BAB, masa feses akan mengeras dan ada
kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Suatu batasan konstipasi dilakukan oleh
Holson meliputi paling sedikit 2 dari keluhan dibawah ini terjadi dalam 3
bulan1:
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan dengan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. Frekuensi BAB 2x seminggu atau kurang.
International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan
batasan konstipasi. Dimana konstipasi dibagi menjadi dua golongan:1
1 Konstipasi fungsional
2 Konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektosigmoid
1. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan dua kali
lipat risiko konstipasi. Tirah baring dan imobilisasi berkepanjangan
juga sering dihubungkan dengan konstipasi.2
2. Latihan
Sebagian kemampuan defekasi merupakan suatu refl eks yang
dikondisikan. Sebagian besar pasien dengan pola defekasi teratur
melaporkan bahwa pengosongan saluran cernanya pada saat yang hampir
sama setiap hari. Saat optimal untuk defekasi adalah segera setelah
bangun tidur dan setelah makan, saat transit kolon tersingkat. Pasien-
pasien harus mengenali dan merespons keinginan defekasi, jika gagal
dapat mengakibatkan menumpuknya feses yang berlanjut diabsorpsi
cairan yang membuat nya makin sulit dikeluarkan.2
3. Posisi Saat Defekasi
Suatu penelitian yang membandingkan posisi-posisi defekasi
menyimpulkan bahwa pasien harus dimotivasi untuk mengadopsi posisi
setengah berjongkok atau “semisquatting” untuk defekasi. Kebanyakan
orang tidak terbiasa dengan posisi berjongkok, tetapi dapat dibantu
dengan menggunakan pijakan kaki dan membungkuk badan ke depan
saat di toilet. Bantal juga dapat digunakan untuk membantu untuk
menguatkan otot-otot abdomen.2
4. Konsumsi Air
Konsumsi air adalah kunci penatalaksanaan, pasien harus dianjurkan
minum setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari). Konsumsi
kopi, teh, dan alkohol dikurangi semaksimal mungkin atau konsumsi
segelas air putih ekstra untuk setiap kopi, teh, atau alkohol yang
diminum.2
5. Serat
Meningkatkan konsumsi serat umum direkomendasikan sebagai terapi
awal konstipasi. Rekomendasi makanan tinggi serat (buah dan sayur)
atau suplemensuplemen serat Psyllium (kulit ari ispaghula/ ispaghula
husk, metilselulosa, polycarbophil, atau kulit padi/bran) perlu
dilanjutkan selama 2-3 bulan sebelum ada perbaikan gejala yang
bermakna. Pendekatan ini hanya efektif pada sebagian pasien dan masih
sedikit bukti penelitian klinis yang mendukung cara ini.2
B. Farmakologis
Tabel 3 mencantumkan agen-agen yang tersedia untuk meredakan
konstipasi. Tabel 4 menunjukkan onset kerja, dosis, efek samping agen-
agen utama pereda konstipasi yang didukung bukti.2,3 Laksatif serat
meningkatkan berat feses karena mengabsorpsi air, sehingga
mempercepat propulsi. Peningkatan motilitas gastrointestinal
menghasilkan waktu transit kolon yang lebih cepat dan meningkatkan
frekuensi gerakan usus.
Laksatif osmotik merupakan agen hiperosmolar yang menyebabkan
sekresi air ke dalam lumen intestinal. Laksatif osmotik yang paling sering
digunakan adalah garam-garam magnesium. Laksatif hiperosmolar
alternatif adalah sorbitol, laktulosa, dan polyethylene glycol (PEG) 3350.
Tabel 3. agen-agen yang tersedia untuk meredakan konstipasi
Tabel 4. Derajat rekomendasi American College of Gastroenterology, onset
kerja, dosis, dan efek samping dari terapi farmakologis konstipasi
KESIMPULAN
1 Konstipasi atau sembelit sering dikeluhkan oleh usia lanjut, yang dapat
disebabkan karena usia lanjut kurang aktifitas, kurang masukan air (kurang
dari delapan gelas/1.600 cc per hari) serta diet kurang serat (kurang dari 20
gram serat per hari) cendrung mudah mengalami konstipasi.
2 Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi BAB, biasanya
kurang dari 3 x per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, kadang-
kadang disertai kesulitan hingga rasa sakit saat BAB
3 Impaksi feses merupakan akibat dari tercapainya feses pada daya
penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan
DAFTAR PUSTAKA