SKRIPSI
OLEH
ANANCE KOTOUKI
1006818495
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan
masyarakat
OLEH
ANANCE KOTOUKI
1006818495
DEWAN PENGUJI
ii Universitas Indonesia
NPM : : 1006818495
Tandatangan :
Puji dan sykur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan ijin-Nya penulis
dan Resiko Tuberkulosis BTA (+) Dengan Kepatuhan Minum Obat dan
Bogor Propinsi Jawa Barat Tahun 2012”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan
kasih sayang dan semangat untuk peneliti dan juga suami tersayang
iv Universitas Indonesia
9. Dan semua pihak yang namanya dapat disebutkan satu per satu, yang
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang
Anance Kotouki
v Universitas Indonesia
dibawah ini :
(Anance Kotouki)
vi Universitas Indonesia
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul : “Gambaran Perilaku Penderita dan Resiko Tuberkulosis
Dengan Kepatuhan Minum Obat dan Kebiasaan Membuang Dahak di Wilayah
Puskesmas Ciomas Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tahun 2012”.
Apabila disuatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya bersedia
menerima sangksi yang ditetapkan.
(Anance Kotouki)
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
xi Universitas Indonesia
PENDERITA TUBERKULOSIS
LAMPIRAN
Tabel 2.6. Pengobatan TBC Paru BTA (+) yang berobat tidak teratur ........ 19
Tabel 2.7. Pengobatan penderita yang tidak teratur pada kategori 2 ............ 20
Tabel 5.3. Sarana perekonomian masyarakat kec Ciomas tahun 2011 ......... 41
Tabel 5.6. Data sarana kesehatan UPT Ciomas tahun 2011 .......................... 43
Tabel 5.7. Jumlah tenaga di UPT puskesmas Ciomas tahun 2011 ................ 45
Tabel 5.8. Hasil cakupan program P3M puskesmas Ciomas tahun 2011 ..... 48
Tabel 5.10. Distribusi frekuensi penderita BTA positif menurut umur di Kec.
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi penderita TB paru BTA positif menurut jenis
Tabel 5.12 Distribusi penderita TB paru BTA positif menurut pekerjaan di Kec
Tabel 5.14. Distribusi frekuensi penderita TB paru BTA positif menurut status
Tabel 5.15. Distribusi frekuensi perilaku penderita TB paru BTA positif menurut
Tabel 5.16. Distribusi frekuensi perilaku penderita TB paru BTA positif menurut
2012 ................................................................................................ 53
Tabel 5.18. Distribusi frekuensi penderita TB paru BTA positif menurut kebiasaan
xv Universitas Indonesia
Gambar 5.6. persentase penemuan kasus tubekulosis tahun 2010 dan 2011.49
1 Universitas Indonesia
Dengan adanya kasus tuberkulosis yang masih tinggi yaitu menurut data
WHO tahun 2006 menunjukkan Indonesia peringkat ketiga dunia dan data riset
kesehatan dasar kesehatan tahun 2010 yang menujukkan propinsi Jawa Barat
masih berada diatas angka temuan nasional yaitu 937 kasus/100.000 penduduk
/tahun dari 725 kasus/100.000 penduduk/ tahun serta data dari profil puskesmas
Ciomas yang menunjukan temuan kasus TBC paru BTA positif yang masih tinggi
dari angka temuan kabupaten yaitu 107 kasus/100.000 penduduk/tahun dari angka
temuan kabupaten yaitu 110 kasus/100.000 penduduk/tahun maka masalah
tuberkulosis di puskesmas Ciomas masih tinggi. Penyebab tingginya kasus TBC
paru BTA positif ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor
pengetahuan dengan faktor perilaku kepatuhan minum obat dan perilaku
membuang dahak sehingga rumusan dari penilitian ini adalah peneliti ingin
meneliti gambaran perilaku penderita dan resiko tuberkulosis BTA positif dengan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.5.2. Masyarakat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUBERKULOSIS
2.1.1. Pengertian Tuberkulosis (TBC) Paru
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.4. GEJALA
Universitas Indonesia
rontgen paru dilakukan di awal dan akhir pengobatan untuk monitor keberhasilan
pengobatan dilakukan setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang luas (misalnya, far advance atau millier) dan atau keadaan
penderita buruk.
2.6.2.2.Tuberkulosis Ekstra Paru
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari
90 blister HRZE untuk tahap lanjutan masing-masing dikemas dalam dos kecil
dan disatukan dalam satu dos besar di samping itu disediakan 30 vial streptomisin
@ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan aquades) untuk tahap intensif.
2.7.3. Pengobatan Kategori 3
Diberikan kepada penderita yang bila pada akhir tahap intensif pengobatan
penderita baru BTA (+) dengan kategori 1 atau penderita BTA positf pengobatan
ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel 2.4. Pengobatan OAT sisipan
Tahap Laman Tablet Kaplet Kaplet Tablet Jumlah
pengobatan ya Isoniasid Rifampis Pirasina etambut hari/ kali
pengob @ 300 in @ 450 mid @ ol @ menelan
atan mg mg 500 mg 250 mg obat
1 bulan 1 1 3 3 30
Tahap
Intensif
Universitas Indonesia
(dosis
harian)
Dosis ini untuk penderita dengan berat badan antara 33-50 kg
Satu paket obat berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil
2.8. PEMANTAUAN KEMAJUAN HASIL PENGOBATAN TBC
dan / atau sebulan akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan follow –up
sebelumnya ).
Tabel. 2.5. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak
Tipe penderita TBC Uraian Hasil BTA Tindak lanjut
Negatif Tahap lanjutan di mulai
Positif Dilanjutkan dengan OAT
Penderita baru positif Sisipan selama 1 bulan. Jika
dengan pengobatan Akhir tahap setelah sisipan masih tetap
kategori 1 intensif positif tahap lanjutan tetap
diberikan
Sebulan sebelum Negatif Sembuh
Akhir Pengobatan keduanya
atau Akhir positif Gagal ganti dengan OAT
pengobatan (AP) kategori 2 mulai dari awal
Akhir intensif Negatif Teruskan pengobatan
dengan tahap lanjutan
Penderita BTA positif Positif Beri sisipan 1 bulan jika
dengan Pengobatan ulang setelah sisipan masih tetep
kategori 2 positif teruskan pengobatan
tahap lanjutan jika ada
fasilitas rujuk untuk uji
kepekaan obat
Sebulan sebelum Negatif Sembuh
akhir pengobatan keduanya
atau akhir Positif Belum ada pengobatan
pengobatan disebut kasus kronik jika
mungkin rujuk kepada unit
pelayanan spesialistik bila
tidak mungkin beri INH
seumur hidup
Penderita BTA (-) &Ro( Negatif Teru ke tahap lanjtann
+) Negatif Terus ketahap Akhir intensif Positif Ganti dengan kategori 2
lanjutan dengan mulai dari awal
pengobatan kategori 3(
ringan ) atau kategori 1
(berat )
Universitas Indonesia
sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan Follow –up
sebelumnya )
Contoh:
1. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan
(AP) pada sebulan sebelum AP , dan pada akhir intensif
2. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan
dan pada akhir intensif ( pada penderita tanpa sisipan ),meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada bulan sebelum AP tidak diketahui
hasilnya.
3. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan
dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang mendapat sisipan
meskipun pemeriksaam ulang dahak pada akhir pengobatan tidak
diketahui hasilnya.
4. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum
AP dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang mendapat sisipan
meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui
hasilnya tindak lanjut : penderita diberitahu apabila gejala muncul
kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatof Tindak
lanjut : penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan
diri dengan mengikuti prosedur tetap.
2.9.2 Meninggal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahak nya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada
akhir pengobatan. Tidak lanjut: Penderita BTA positif baru dengan kategori 1
diberikankategori 2 mulai dari awal, Penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan katagori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau berikan INH seumur hidup.
Penderita BTA Negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2
menjadi positif, Tindak lanjut berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
2.9.5 Penatalaksanaan Penderita Yang Berobat Tidak Teratur
Tabel 2.6. Pengobatan TBC Paru BTA Positif Yang Berobat Tidak Teratur
Lama Lama Perlu Hasil Dicatat kembali Tindakan
pengobata pengobatan tidakny pemeri sebagai pengobatan
n terputus a ksaan
sebelumny pemeri dahak
a ksaan
dahak
< 1 bulan < 2 minggu Tidak - - Lanjut ke kat 1
2-8 minggu Tidak - - Mulai lagi kat 1
dari awal
>8 minggu Ya positif - Lanjutkan kategori
1
Negatif - Lanjutkan kategori
1
Universitas Indonesia
Tabel 2.7. Pengobatan Penderita TBC yang Tidak Teratur pada Kategori 2
Lama Lamanya Perlu Hasil Dicatat kembali Tindakan pengobatan
pengobata pengobatan tidakany pemeriks sebagai
n terputus a aan
sebelumny pemeriks dahak
a aan
dahak
< 2 minggu Tidak - - Lanjutkan kategori 2
2-8 minggu Tidak - - Mulai lagi kategori 2
dari awal
< 1 bulan > 8 minggu Ya Positif - Mulai lagi kategori 2
dari awal
Negatif - Lanjutkan kategori 2
< 2 minggu Tidak - - Lanjutkan kategori 2
1-2 bulan 2-8 minggu Ya Positif - Tambahkan 1 bulan
sisipan
Negatif - Lanjutkan kategori 2
> 8 minggu Ya Positif Pengobatan Mulai dengan kategori 2
setelah default dari awal
Negatif Pengobatan Lanjutkan kategori 2
setelah default
< 2 minggu Tidak - - Lanjutkan kategori 2
> 2 bulan 2-8 minggu Ya Positif - Mulai dengan kategori 2
dari awal.
Negatif - Lanjutkan kategori 2
> 8 minggu Ya Positif Pengobatan Mulai dengan kategori 2
setelah default dari awal
Negatif Pengobatan Lanjutkan kategori 2
setelah default
Sumber: Pedoman Nasional Penanganan TBC Paru, Depkes, 2002.
Universitas Indonesia
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.
Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihormati
oleh penderita
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita
3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita
Yang Bisa Jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat , Pekarya Sanitarian , juru imunisasi dll . Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan , PMO dapat berasal dari kader Kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Tugas Sorang PMO
Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sanpai selesai
pengobatan
1. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur
2. Mengingatkan penderita untuk pemeriksa ulang dahak pada waktu
waktu yang telah ditentukan.
3. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang
mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera
memeriksakan diri ke unit Pelayanan kesehatan.
4. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan
Informasi Penting Yang Perlu Difahami PMO Untuk Disampaikan
1. TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan
2. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
3. Tata laksana pengobatan penderita pada Tahap intensif dan lanjutan
Universitas Indonesia
perumahan adalah kondisi fisik,kimia dan biologi di dalam rumah, lingkungan dan
perumahan, yang memungkinkan masyarakat untuk memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
2.11.2. Faktor Umur.
Universitas Indonesia
2.11.5. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu
di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,
terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.
Universitas Indonesia
tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab.
2.11.10. Perilaku
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan dapat tersimpan dalam lemari dengan suhu 20˚C selama 2 tahun. Bakteri
mikobakterium ini juga tahan terhadap bebagai bahan kimia dan desinfektan
antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3%, dan NaOH 4% oleh
karena itu pada penderita tuberculosis tidak membuang ludah di sembarang
tempat. (siti anggraeni, 2011)
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
Bakteri (Agent)
Mikobakterium
tuberkulosa
Program pada
BTA (+)
Pengobatan tuberkulosis
Imunisasi
Penyuluhan kesehatan
masyarakat
Peran serta masyarakat
(PMO)
Universitas Indonesia
Karakteristik Individu
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan variabel dependen
Pengetahuan minum obat
Pengetahuan buang dahak Kejadian TB paru BTA
positif
Perilaku
Kepatuhan minum obat
Kebiasaan membuang
dahak
Gambar di atas merupakan variable –variabel yang akan diteliti dan selanjutnya
akan dideskripasikan.
Universitas Indonesia
N Variable Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
o
Variable dependen
1 Kejadian Penderita TB paru yang Pemeriksa Register 0. BTA(-) 0rdinal
TB paru diperiksa specimen an TB 1. BTA(+)
BTA dahak berdasarkan hasil mikroskop 01,03, 04
positif pemeriksaan dan 06
mikroskopis yang
dinyatakan positif oleh
petugas laboratorium
puskesmas ( Depkes,
2002)
Variable independen
1 Umur Lama hidup responden Wawancar Kuisione 0. <45 thn Ordinal
dari lahir sampai a dan r 1. > 45 thn
dilakukan penelitian kuisiner
(setiawan ,2009) Register
TB
TB paru terbanyak ada 01,03,04,
pada usia produktif, dan 06
(depkes, 2001)
Universitas Indonesia
tangga
4 Pendidika Jenjang belajar formal wawancara Kuisione 0. ≤ SMP Ordinal
. n. terakhir yang dicapai r 1. SMA -PT
responden, pendidikan
dasar ≤ SMP, menengah
SMA, dan Perguruan
tinggi (departemen
pendidikan dan
pengajaran, 2002)
5 Pengetahu Hasil tahu sesorang Wawancar Kuisione 0. Tidak tahu Ordinal
. an mengenai suatu objek a r 1. Tahu
(Notoatmodjo, 2003)
6 Imunisasi Pemberian vaksin ke observasi Kuisione 0. Tidak Ordinal
dalam tubuh seseorang r pernah
untuk memberikan 1. Pernah
kekebalan terhadap
penyakit tertentu
(Anggraeni, 2011).
7 Kepatuha Ketaatan atau kesetiaan Wawancar Kuisione 0. Tidak Ordinal
n minum penderita dalam a r patuh
obat menjalankan kegiatan 1. Patuh
minum obat dengan
tujuan sembuh dari
penyakitnya
(WHO,1996; Anggraeni,
2011)
8 Kebiasaan Kegiatan membuang Wawancar Kuisione 0. Sembaran Ordinal
membuan dahak yang sering atau a r g
g dahak biasa dilakukan oleh 1. Pada
seseorang terutama oleh tempatnya
penderita TB, dahak
dibuang di tisu lalu
buang ke tempat
sampah, di buang dalam
botol lalu ke tempat
sampah atau langsun ke
toilet.
Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah semua pederita TB paru yang datang
berobat di puskesmas pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2012, dengan
keluhan gejala utama TB paru. Populasi yang dimaksud adalah mereka yang
berdomisili di wilayah kerja puskesmas Ciomas dan terdaftar di buku register TB
paru puskesmas Ciomas terhitung dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei
2012.
4.3.2. SAMPEL
Universitas Indonesia
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal
1-α/2 = nilai Z pada derajat kepercayaan (CI) 95% atau 1,96
P = prevalensi dari TB paru BTA (+) 76% atau 0,76
d = presisi mutlak yaitu 10% atau 0,10
maka besar sampel yang diperoleh adalah:
/ ( )
n =
, . , ( , )
=
,
, ,
=
,
,
=
,
Universitas Indonesia
Data primer yaitu data karakteristik, perilaku kepatuhan minum obat dan
kebiasan membuang dahak yang diperoleh melalui wawancara menggunakan
kuisioner. Pada penelitian ini peneliti bekerja sama dengan tenaga kesehatan di
wilayah kerja puskesmas Ciomas untuk mendapatkan hasil yang baik dari
responden.
4.6.2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang terdokumentasi
di puskesmas Ciomasyaitu data tentang jumlah penderita TB paru BTA (+) di
wilayah kerja puskesmas, dan gambaran umum puskesmas yang di dapat dari
bagian administrasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Gambar 5.1.
Peta wilyah kecamatan Ciomas.
Universitas Indonesia
Wilayah kecamatan Ciomas terdiri dari 11 desa, 530 RT dan 131 RW.
Secara geografis kecamatan ciomas berada pada ketinggian ± 200 m di atas
permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 20-30 ˚C dan curah hujan 500 mm/
tahun dalam 22 hari. Luas wilayah kecamatan Ciomas sekitar 1.630.573 Ha.
Topograpi wilayah kecamatan Ciomas yaitu sebagian berupa daerah dataran dan
berbukit. Komposisi pemanfaatan lahan di kecamatan Ciomas menurut luas
wilayah di atas yaitu untuk pertanian berupa lahan sawah 723 Ha dengan produksi
sebesar 4463 ton, kebun sayur berupa 253 Ha dan selebihnya untuk penggunaan
lain-lainnya.
Tabel 5.2.
Universitas Indonesia
Tabel. 2.3
4 Pegadaian 2 buah
6 Wartel 80 buah
7 Warnet 51 buah
9 Koperasi 50 buah
10 SPBU 1 buah
Pendidikan
Universitas Indonesia
Tabel. 5.4
Data Jumlah Pendidikan tahun 2011
Jumlah
Puskesmas
Tabel. 5.5
Data Fasilitas Kesehatan UPT Puskesmas Ciomas Tahun 2011
1 Puskesmas 4 -
Universitas Indonesia
Tabel. 5.6.
Data Sarana Kesehatan Swasta UPT Puskesmas Ciomas Tahun 2011
Universitas Indonesia
Tabel 5.7.
Jumlah Tenaga di UPT Puskesmas Ciomas Tahun 2011
Dokter Gigi 1 1 1 1
Sarjana Keshatan 1 1 - -
Masyarakat
Bidan puskesmas 1 1 1 1
Bikoor
Bidan Desa 3 1 3 4
Bidan Puskesmas 7 3 2 1
Perawat 3 3 4 2
Perawat Gigi 1 - - -
Tenaga Gizi 1 - - 1
Sanitarian 1 - - 1
Radiologi 1 - - -
Analis Laboratorium 2 - 1 -
Administrasi 5 - 3 1
Farmasi 1 - - -
Sukwan 4 3 - 5
Jumlah 36 14 16 19
(SPAL) besrta Klinik Sanitasi. Untuk lebih jelasnya hasil cakupan kesling dapat
dilihat di table di bawah ini:
120
100
80
60
40
20
0
SALURAN
SARANA JAMBAN PEMBUAN
RUMAH
AIR BERSIH KELUARGA GAN AIR
SEHAT
(SAB) (JAGA) LIMBAH
(SPAL)
1 2 3 4
TARGET (%) 90 60 57 100
REALISASI (%) 72,31 98,27 59,21 93
5.1.5. Imunisasi
Universitas Indonesia
100
80
60
40
20
0
DPT DPT DPT TT 1 TT 2 UCI
POLI CAM
BCG /HB /HB /HB BU BU DES
O 4 PAK
1 2 3 MIL MIL A
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil Cakupan
Program Imunisasi
Puskesmas Ciomas 98 98 95 93 90 90 90 90 100
tahun 2011 TARGET
(%)
Hasil Cakupan
Program Imunisasi
Puskesmas Ciomas 86,3 85,9 91,3 92,3 78,6 81,4 46 35,6 45
tahun 2011 RELISASI
(%)
Universitas Indonesia
Program P3M yang meliputi Program TB Paru, ISPA, Diare dan DBD.
Hasil cakupan pelaksanaan program P3M dapat di lihat pada tabel in
Tabel 5.8.
1 Kasus ISPA -
3 TB Paru
tabel 5.5.
pencapaian kasus TB paru BTA positif tahun 2011
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Penemuan BTA +
TB Paru Kesembuhan
(CDR)
Series1 153 153
Series2 86,2 88,8
Universitas Indonesia
Tabel 5.9.
100
80
60
40
20
0
jumlah kasus persentase kasus
Series1 144 110
Series2 156 108
Karakteristik individu yang diteliti dalam studi ini adalah umur responden.
Persentase responden yang berumur muda yaitu usia di bawah 45 tahun sebesar
30 orang.(42,3%) dan kelompok umur tua yaitu di atas 45 tahun 41 (57,7%)
Universitas Indonesia
Tabel. 5.7
Distribusi frekuensi karakteristik penderita BTA positif menurut
umur di Kec. Ciomas tahun 2012
5.2.1.3. Pekerjaan
Universitas Indonesia
5.2.1.4.1 Pendidikan
Universitas Indonesia
Tabel 5.12.
Distribusi frekuensi penderita BTA positif menurut status imunisasi di
puskesmas Ciomas tahun 2012
Pernah 16 22.5
Total 71 100.0
Tabel. 5.13.
Total 71 100.0
Universitas Indonesia
Tabel 5.14.
Distribusi frekuensi penderita BTA positif menurut pengetahuan membuang
dahak di kec. Ciomas Tahun
2012
Tahu buang dahak menular Frekuensi Persentase
Tidak 17 23,9
Ya 54 76,1
Total 71 100.0
5.2.2. Perilaku
5.2.2.1. Kepatuhan Minum Obat
Total 71 100.0
Sembarang 37 52,1
Total 71 100.0
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
sejalan dengan sejalan dengan teori ilmu kesehatan lingkungan serta ilmu
keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pekerja yang bekerja di lingkunag yang
terpapar debu dan partikulat yang tercemar dapat meningkatkan anka kesakitan
terutama terjadinya gejala ISPA dan pada umumnya TB paru. (Slamet 1994).
6.2.4. Pendidikan
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
Universitas Indonesia
7.2. SARAN
Universitas Indonesia
Depkes RI, (2008), Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007,
Jakarta, Pusat Penelitian Pengembangan Kesehatan.
FKMUI, (2011), Kumpulan Materi Kuliah Program Perencanaan Program
Kesehatan, Depok.
http://shahibul1628.wordpress.com/2012/02/24/pengertian-pengetahuan/
Kelenjar getah bening Bagian dari sistem pertahanan tubuh kita yang hanya terdapat
di daerah submandibular (bagian bawah rahang bawah), ketiak,
dan lipatan paha.
TB/TBC Tuberkulosis.
Terapi Pengobatan.
Uji tuberkulin positif Uji pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang
atau pernah terinfeksi mikrobakterium tuberkulosa.