Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

PALEONTOLOGI

Disusun oleh:
Antonio Prince Zidane S (410016061)
Afri Tri Kristanto (410016062)
Aldre Yudhanto Putra (410016005)
Cindy Kamela (410016016)
Edward Malo S (410016037)
Fitra Ardiansyah (410016026)

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOOGI NASIONAL
YOGYAKARTA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Resmi Praktikum Paleontologi

Disusun oleh : Antonio Prince Zidane S (410016062)


Afri Tri Kristanto (410016062)
Aldre Yudhanto Putra (410016005)
Cindy Kamela (410016016)
Edward Malo S (410016037)
Fitra Ardiansyah (410016026)

Menyetujui;

Dosen Pengampu Asisten Dosen


Praktikum Paleontologi Praktikum Paleontologi

Dr. Hita Pandita, S.T., M.T. ( )


NIK 1973 0099 NIM:
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan berada di Kali Ngalang, Desa Ngalang, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewah Yogyakarta.
Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2017 pada pukul 09.00
WIB sampai pukul 14.00 WIB dengan cuaca cerah berawan.

Gambar 1. Peta Administrasi Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari

Lokasi pengamatan berada relatif + 60 km tenggara kampus STTNAS. Lokasi


dapat ditempuh menggunakan roda 4 selama 2 jam.
Gambar 2. Peta Kesampaian Lokasi Pengamatan
1.1.1. Formasi Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan berada pada Formasi Sambipitu dengan
pengamatan morfologi, petrologi dan fosil jejak. Pada awal Formasi
Sambipitu diendapkan pada daerah tidal karena terdapat fosil jejak
Thalasionides dan Chondrites, terjadi regresi sehingga terendapkan breksi
polimik, selanjutnya terjadi transgresi dan terendapkan batupasir, terjadi
transgresi sehingga diendapkan batulanau yang memiliki fosil foraminifera
plangtonik menunjukan umur relatif daerah tersebut berumur N4 - N5
(Miosen Awal) dan foraminifera bentonik mengindikasikan bahwa daerah
pengamatan termasuk zona neritik tengah sampai bathyal atas dengan
kedalaman 10 sampai 500 meter dibawah permukaan laut.
Formasi Sambipitu adalah salah satu formasi yang terdapat di Selatan
Jawa Bagian Tengah yang tersusun atas lithologi batuan sedimen klastik
yaitu batupasir sisipan batulempung. Formasi ini pernah dipetakan secara
regional oleh Surono (1992). Bagian batupasir mengandung bahan
karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan
selaras di atas Formasi Nglanggran. Formasi yang hanya tersusun oleh
batupasir tuff serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi
Sambipitu ini diperkiran sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi
di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono,2001).

1.2. LOKASI ANALISIS FOSIL JEJAK


1.2.1. Lokasi Pengamatan 1
Gambar 3. Lokasi Pengamatan 1
Lokasi pengamatan 1 berlokasi di Kali Ngalang, Desa Ngalang, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di
sebelah utara Rest Area Gedangsari. Morfologi daerah penelitian berupa bentang
alam fluviatil dengan sungai berstadia tua. Secara petrologi batuan berupa batuan
sedimen pasir karbonatan sampai lempung karbonatan yang berstruktur perlapisan
sejajar. Secara paleontologi terdapat banyak objek berupa fosil jejak yang ideal
untuk diamati. Diperkirakan daerah ini adalah formasi sambipitu bagian bawah
atau tengah, karena masih mempunyai kandungan material gunung api yang
diperkirakan dari Formasi Nglanggeran.
1.2.2 Lokasi Pengamatan II (stop site II)
Gambar 4. Lokasi Pengamatan 2
Lokasi pengamatan 2 berlokasi di Kali Ngalang, Desa Ngalang,
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
tepatnya di bawah jemabatan Desa Ngalang. Morfologi daerah penelitian berupa
bentang alam fluviatil dengan sungai berstadia tua. Secara petrologi batuan berupa
batuan sedimen karbonat pasiran sampai gamping lempungan yang berstruktur
perlapisan sejajar. Selain itu terdapat endapan baru berupa breksi poliatomik yang
menumpang diatas lapisan batuan. Secara paleontologi terdapat banyak objek
berupa fosil jejak yang ideal untuk diamati bahkan sudah mulai dikonservasi dari
pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan Pengelola Gunungsewu Geopark.
Diperkirakan daerah ini adalah Formasi Sambipitu Bagian Atas, karena unsur
karbonatnya sudah cukup kuat.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud pengamatan fosil jejak pada acara praktikum paleontologi adalah
1. Praktikan diharapkan mengetahui kondisi lapangan geologi
2. Praktikan dapat bekerja sama dalam tim
3. Praktikan mengidentifikasi morfologi, petrologi, dan paleontologi
4. Praktikan dapat mengamati secara detail fosil jejak yang ada
Tujuan pengamatan fosil jejak pada praktikum paleontologi adalah :
1. Praktikan paham dan terbiasa dengan kondisi lapangan geologi
2. Praktikan terbiasa dengan kondisi kerja tim di lapangan
3. Praktikan dapat mengidentifikasi morfologi, petrologi, dan
paleontologi daerah pengamatan
4. Praktikan mampu mendeskripsi fosil jejak untuk pengambilan data
geologi
BAB II
DASAR TEORI

2.1.FOSIL JEJAK
Fosil jejak dapat didefinisikan sebagai suatu struktur sedimen berupa
hasil dari aktifitas kehidupan organisme berupa jejak. Contoh fosil jejak
berupa tanda atau jejak yang dibuat hewan-inventerbrate saat bergerak,
merayap, makan, memanjat, lari atau istirahat, pada atau di dalam sedimen
lunak. Struktur sedimen ini seringkali terawetkan sehingga membentuk
tinggian atau rendahan pada batuan sedimen. Jejak hasil aktifitas atau
kebiasaan organisme sebagai fosil jejak dikenali berupa :
a. Track = struktur fosil jejak berupa bekas atau jejak yang tercetak pada
material lunak, terbentuk oleh kaki burung, reptil, mamalia atau hewan
lainnya. Istilah lain untuk track adalah footprint.
b. Trail = struktur fosil jejak berupa jejak atau tanda lintasan satu atau
beberapa hewan yang berbentuk tanda seretan menerus yang ditinggalkan
organisma pada saat bergerak di atas permukaan.
c. Burrow = struktur fosil jejak berupa liang di dalam tanah, biasanya untuk
bersembunyi
d. Tube = struktur fosil jejak berupa pipa
e. Borring = struktur fosil jejak berupa (lubang) pemboran, umumnya
berarah vertikal.
f. Tunnel = struktur fosil jejak berupa terowongan sebagai hasil galian
Dari berbagai fosil, fosil jejak mempunyai kegunaan tertentu antara lain :\
a. Fosil jejak umumnya terawetkan pada lingkungan perairan dangkal
dengan energi tinggi, batupasir laut dangkal dan batulanau laut dalam.
b. Fosil jejak umumnya tidak dipengaruhi oleh diagenesa, dan bahkan
diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.
c. Fosil jejak tidak tertransport sehingga menjadi indikator lingkungan
pengendapan yang sebenarnya.

Ciri-ciri dari fosil jejak antara lain


a. Fosil dapat terawetkan dalam sejumlah relief.
b. Umumnya dapat dikenali secara 3 dimensi di dalam sedimen
c. Kadang-kadang terisi oleh mineral yang lebih resisten.
d. Bagian yang terawetkan disebabkan oleh pergerakan organisme di dalam
atau di luar lapisan batuan.
e. Semi relief mungkin terjadi di bagian atas permukaan lapisan (concave
epirelief, atau cetakan convex hyporelief), atau di bagian bawah lapisan
(concave hyporelief)

2.2.KLASIFIKASI FOSIL JEJAK


Klasifikasi dalam fosil jejak dapat didasrkan pada 4 hal yaitu, taksonomi,
model pengawetan, pola hidup dan lingkungan pengendapan.
2.3.TAKSONOMI
Penggunaan taksonomi dalam fosil jejak disebut dengan Ichnotaxonomy.
Sampai sekarang taksonomi di dalam fosil jejak masih dalam perdebatan, hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Jejak yang sama dapat saja dihasilkan oleh lebih dari satu jenis organis.
Contoh : Ophiomorpha
b. Satu organism dapat menghasilkan berbagai jejak. Contoh : Nereites,
Scalarituba dan lain-lain.
c. Bagian-bagian struktur biogenic dapat dihasilkan oleh dua atau lebih
organism berbeda yang hidup bersama-sama. Contoh : Thalassinoides.
2.4.MODEL PENGAWETAN
Beberapa peneliti telah memberikan berbagai usulan mengenai kategori
dan pengertian dari aspek-aspek model pengawetan. Salah satunya adalah
Seilacher ( 1964) membedakan bentukan-bentukan fosil-fosil jejak
berdasarkan posisi stratum. Dalam klasifikasi ini dihasilkan kelompok-
kelompok full relief, semirelief dan hyporelief.
2.5.POLA HIDUP
Sejak diketemukan hubungan antara fosil jejak dengan perilaku
organisme, maka salah satu tujuan mempelajari fosil jejak adalah mengenali
perilaku dari organism yang sudah mati. Perilaku-perilaku tersebut dapat
tercermin pada struktur sedimen dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis
perilaku. Seilacher mengelompokan jenis-jenis perilaku menjadi :
a. Domichnia, merupakan jejak-jejak tempat tinggal dari suatu organism.
b. Repichnia, merupakan jejak yang dibentuk oleh pergerakan organism
termasuk berlari, merayap, berjalan. Bentuk dapat memotong perlapisan,
sejajar, berkelok atau berpola tidak beraturan.
c. Cubichnia, merupakan jejak yang dibentuk pada saat organism istirahat
selama beberapa waktu.
d. Fodinichnia, jejak yang terbentuk pada infaunal deposit feeders.
Merupakan kombinasi tempat tinggal sementara dengan pencarian
makanan.
e. Pascichnia, jejak yang terbentuk dari kombinasi antara mencari makan dan
berpindah tempat.
f. Fugichnia, merupakan jejak yang terbentuk dari aktivitas melepaskan diri
dari kejaran organism pemangsa.
g. Agrichnia, jejak yang berbentuk tidak teratur, belum dapat ditentukan jenis
aktivitasnya.
2.6.Lingkungan Pengendapan
Kegunaan utama dari studi fosil jejak adalah sebagai penentu lingkungan
masa lampau. Seilacher ( 1967 ) memperkenalkan konsep Ichnofasies yaitu
hubungan antara lingkungan pengendapan dengan kemunculan fosil-fosil
jejak. Konsep ini kemudian lebih dikembangkan lagi oleh Pemberton, dkk (
1984 )
Berdasarkan lingkungannya, fosil jejak dikelompokkan ke dalam lima
Ichnofasies. Kelima fasies tersebut pembentukannya bukan hanya dikontrol
oleh batimetri dan salinitas saja, namun juga dikontrol oleh bentuk permukaan
dan jenis lapisan batuannya. Pada umumnya Ichnofasies terbentuk pada
substrat yang lunak, namun ada beberapa yang terbentuk pada substrat yang
keras. Kelima fsies tersebut adalah :
1. Scoyenia, terbentuk pada lingkungan darat ataupun air tawar. Beberapa
genus yang masuk dalam fasies ini antara lain :Scoyenia, Planolites,
Isopdhichnus dan beberapa yang lainnya.
2. Skolithos, terbentuk pada daerah intertidal dengan substrat berupa pasir
dengan fluktuasi air tinggi. Didominasi oleh fosil jejak jenis vertical.
Beberapa genus yang masuk kelompok ini antara lain : Skolthos,
Diplocraterion, Thallasinoides dan Ophiomorpha.
3. Cruziana, terbentuk pada laut dangkal dengan permukaan air laut surut.
Sangat dipengaruhi oleh gelombang. Hampir semua bentuk baik vertical
maupun horizontal dapat terbentuk. Beberapa genus yang termasuk
kelompok ini antara lain : Rusophycus, Cruziana dan Rhizocorallium.
4. Zoophycos, terbentuk pada lingkungan laut bathyal, tidak dipengaruh oleh
pengaruh gelombang. Biasanya didominasi oleh jenis horizontal. Genus
yang masuk dalam fasies ini antara lain : Zoophycos.
5. Nereites, terbentuk pada lingkungan laut abyssal. Biasanya terbentuk pada
substrat lempung daripada distal turbidity beds. Genus yang masuk dalam
kelompok ini antara lain : Nereites dan Scalarituba.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.LITOLOGI LOKASI PENGAMATAN


A. LOKASI PENGAMATAN 1
Lokasi Pengamatan Formasi Sambipitu.
Tanggal :10 Desember 2017
Cuaca : Cerah Berawan
Waktu : 09.58 - 11.10 WIB
Kedudukan Batuan : N 1210E /120
Struktur Batuan : Paralel Laminasi
a. Stop Site 1
 Substrat berupa batuan berwarna cokelat keabu-abuan dengan struktur
paralel laminasi dengan tekstur ukuran butir pasir sedang sampai pasir
halus dengan sortasi baik, kemas tertutup, bentuk butir sebrounded
sampai well rounded. Komposisinya berupa mineral feldspar, kalsit dan
mineral opak. Penamaannya adalah Batu Pasir (Wenworth, 1922) atau
Calcarenite (Grabau, 1904)
 Pengisi berupa batuan berwana cokelat dengan struktur paralel laminasi
dengan ukuran butir lempung dengan bentuk butir diindikasikan berupa
rounded sampai well rounded. Sortasinya baik dengan kemas tertutup,
komposisinya berupa kalsit dan mineral lempung. Penamaannya adalah
Batu Lempung (Wenworth, 1922) atau Calcilutite (Grabau, 1904)
b. Stop Site 2
 Substrat berupa batuan berwana cokelat gelap dengan struktur
paralel laminasi. Teksturnya memiliki besar butir lempung dengan
sortasi baik dan kemas tertutup dengan indikasi bentuk butir
rounded sampai well rounded. Komposisinya berupa mineral
lempung, kalsit, opak. Penamaannya adalah Batu Lempung
(Wenworth, 1922) atau Calcilutite (Grabau, 1904)
 Pengisi berupa batuan berwana abu-abu kecokelatan dengan strukur
perlapisan sejajar. Tekstur dengan besar butir pasir sedang sampai
pasir halus, sortasi baik, kemas tertutup, dengan besar butir
subrounded sampai rounded. Komposisinya berupa kalsit, feldspar,
dan mineral opak. Penamaannya adalah Batu Pasir ( Wenworth,
1922) atau Calcarenite (Grabau, 1904)

b. Unit litologi breksi karbonatan

warna : coklat kehitaman


struktur : masif
tekstur : klastik
komposisi : fragmen andesit,matrik pasir,semen karbonatan
ketebalan : 3,24 meter
ciri khas : memiliki fragmen, matriks, dan bereaksi dengan HCL
nama batuan : breksi karbonatan

c. Unit litologi batupasir karbonatan

warna : abu-abu terang


struktur : berlapis, silang siur
tekstur : klastik
komposisi : karbonatan, kalsit
ketebalan : 3 meter
ciri khas : bereaksi dengan HCL,terdapat perselingan
batulempung dibawah lapisan ini
nama batuan : batupasir karbonatan

LOKASI PENGAMATAN II (STOP SITE II)

Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta


tepatnya di sebelah utara stop site I.Tepatnya pada arah N 355∫ E dari stop site I.

Zona Pegunungan Selatan, Formasi Sambipitu.


Tanggal : 10-12-2017
Cuaca : Cerah berawan
Waktu : 13,01-13,30
Kedudukan Batuan : N 91̊ E/24̊
Struktur Batuan : Berlapis, terdapat pola singkapan batuan yang tidak
teratur pada sekitar area stop site II ini.Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
gejala Struktur yang kuat didaerah ini,berupa sesar interpretasi).

Litologi Lokasi Pengamatan II

Terdiri dari 2 unit litologi. Unit litologi ini (dari tua ke muda) yaitu:
a. Unit litologi batulempung karbonatan
warna : coklat merah muda
struktur : berlapis, silang siur,
terdapat kekar dengan pola berpasangan
tekstur : klastik
komposisi : karbonatan
ketebalan : - meter
ciri khas : bereaksi dengan HCL (berbuih)
nama batuan : kalsilutite

3.2 FOSIL JEJAK DAERAH PENGAMATAN

Secara umum keterdapatan fosil jejak di daerah ini, baik kualitas maupun
kuantitasnya cukup representatif untuk dianalisis dalam menentukan lingkungan
pengendapan purba. Fosil jejak ditemukan hampir di setiap lapisan batuan yang
sebagian besar sejajar perlapisan dan berelief semi relief dengan kenampakan
negative dan positif epirelief. Fosil jejak dengan kedudukan full relief jarang
dijumpai. Berdasarkan klasifikasi ethologi atau tingkah laku, fosil jejak di daerah
pengamatan terdiri dari grazing traces (Pascichnia) dan crawling traces
(Repichnia).

a. Fosil pertama
Model Pengawetan : semi relief
Pola Hidup : repichnia
Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh
- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya
Genus : Nereites
b. Fosil kedua

Model Pengawetan : semi relief


Pola Hidup : Pascichnia
Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh
- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya
Genus : Zoophycos
Analisa Lingkungan Pengendapan Lokasi I

Terdapat fosil jejak berupa Nereites yang merupakan penciri dari lingkungan
pengendapan laut dalam (deep marine) atau bathyal. Sedangkan fosil jejak berupa
Zoophycos yang merupakan bentuk transisi, dapat sebagai penciri lingkungan
pengendapan offshore shelf sampai deep marine (abysal-bathyal).

FOSIL JEJAK DAERAH PENGAMATAN

Keterdapatan fosil jejak di lokasi pengamatan boleh dikata sangat banyak


sekali. Akan tetapi karena kondisi singkapan tergenang air akibat arus yang cukup
deras,mengakibatkan hanya beberapa fossil yang dapat di amati.
Fosil jejak yang ditemukan di lokasi pengamatan II berupa:

Model Pengawetan : semi relief


Pola Hidup : Agrichnia
Ciri-ciri : seperti jejak kaki ayam
Genus : Chondrite

3.3 ANALISA LINGKUNGAN MASA LAMPAU

Setiap fosil selalu terdapat pada lingkungan pengendapan tertentu, dimana


lingkungan pengendapan itu sesuai dengan kemampuan organisme itu hidup,
berkembang biak dan mati. Sehingga fosil bisa menjadi penentu lingkungan
pengendapan pada masa lampau.

Pada lokasi II ini Terdapat fosil jejak berupa Chondrites yang merupakan
penciri dari lingkungan pengendapan laut pada zona bathyal.

BAB IV
PENUTUP

4.1 kesimpulan
Dari lokasi pengamatan I dan II dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut
dulunya merupakan lingkungan laut berupa bathyal dan abissal. Hal ini
ditunjukan dengan adanya fosil yang terkandung dalam batuan, yakni fosil
Nereites dan Zoophycos. Fosil ini merupakan organisme yang hidup di lingkungan
laut dalam .
Pada lokasi II ditemukan fosil Chondritess . dimana fosil tersebut
merupakan organisme yang hidup pada lingkungan laut bathyal
Hubungan antara lokasi I dan lokasi II menunjukan kedudukan dimana
seakan-akan batuan pada lokasi II lebih tua dibandingkan dengan lokasi I, tetapi
berdasarkan fosil yang terkangdung, fosil pada lokasi I lebih tua dari fosil yang
terkandung pada batuan di lokasi II. Hal ini menunjukan bahwa dulunya lokasi
ini merupakan lingkungan laut dalam yang mengalami pengangkatan akibat
aktivitas tektonik sehingga lapisan batuan yang tersingkap pada saat sekarang
telah mengalami pembalikan .

4.2. Saran
Agar ke depanya pembelajaran praktikum paleontology. Bisa lebih
maksimal dan efektif, sehingga praktikan dapat lebih mengerti tentang fosil,
karena fosil yang sebagai objek pembelajaran dari ilmu paleontology yang sangat
membantu dalam ilmu geologi sebagai salah satu cara penentuan umur statigrafi.

Anda mungkin juga menyukai