Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fahirah Diba

NIM : 111010000078
Peminatan : Kesehata Lingkungan
Mata Kuliah : Ekologi dan Kimia Kesehatan Lingkungan
Dosen Pengampu : Izza Hananingtyas, M.Kes

Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang

Pada tanggal 12 Juli 2019 terjadi kebocoran ladang minyak di sumur migas YYA-1 blok
Offshore North West Java (ONWJ) milik Pertamina Hulu Energi, diketahui pukul 1.30 dini hari pada
saat melakukan re-entry dari drilling activity terdapat gelumbung gas. Empat hari setelah kebocoran
diketetahui, terdapat oil sheen atau lapisan minyak di permukaan laut, hari berikutnya oil spill atau
tumpahan minyak mulai terlihat di sekitar anjungan, dan pada tanggal 18 juli 2019, tumpahan minyak
mencapai pantai karawang.
Sumur YYA-1 diproyeksi dapat memproduksi minyak sebesar 3.000 barel per hari (Bph) dan
menghasilkan gas 23 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun informasi lain mengatakan,
tumpahan minyak per hari mencapai 400-600 barel per hari. Itulah kira-kira jumlah minyak mentah
yang saat ini mencemari laut di pesisir utara Jawa, menyebar di Karawang, Bekasi, hingga Kepulauan
Seribu di Provinsi DKI Jakarta.
Insiden ini memiliki dampak yang sangat besar, diantaranya air laut yang tercemar, kotor dan
mengeluarkan bau yang menyengat. Ikan dan biota laut lainnya mati tercemar. Muara sungai, terumbu
karang, habitat kepiting dan udang, pohon mangrove, serta ribuan hektare tambak juga tercemar.
Bahkan, warga sekitar juga kehilangan mata pencaharian. Terdapat kumpulan minyak mentah seperti
kerikil-kerikil besar tersebar di tepi pantai. Gumpalan minyak tersebut bisa menutup lubang tempat
kepiting dan siput bersarang sehingga menyebabkan kematian. Dampaknya akan mengganggu ke rantai
makanan burung yang biasa mengkonsumsi kepiting dan siput. Hal ini dapat membahayakan ekosistem
dipantai. Selain memiliki dampak bagi ekosistem, insiden ini juga memberikan dampak kesehatan bagi
warga sekitar yaitu munculnya penyakit gatal-gatal dan infeksi saluran pernafasan (ISPA).
Beberapa saat setelah tumpahan minyak muncul ke permukaan, PHE memasang blokade laut,
biasa disebut oil boom, di sekitar lokasi tumpahan. Pertamina juga mengerahkan lebih dari 40 kapal
buat membersihkan minyak di setiap titik yang terindikasi memiliki konsentrasi tumpahan tinggi. Tapi
berbagai upaya tadi belum memadai. Tumpahan minyak tetap lolos dari blokade dan terbawa arus
hingga ke pantai, dari Karawang hingga pesisir utara Banten. Pertengahan Agustus, PHE mulai
melakukan pengeboran sumur penyokong (relief well) buat menghentikan gelembung gas dan
kebocoran minyak dengan cara menyuntikkan lumpur berat untuk menutup sumber kebocoran secara
permanen. Sumur penyokong tersebut rencananya akan dibikin hingga kedalaman hampir 3.000 meter.
Sejak akhir Juli 2019, ratusan warga dipekerjakan Pertamina untuk membersihkan limbah dengan
bayaran antara Rp75 ribu-Rp120 ribu plus makan siang.
Peran pemerintah yang perlu dilakukan dalam menangani kasus ini. Pertama, memastikan pihak
bertanggungjawab melakukan penanggulangan. Kedua, memastikan pihak yang bertanggungjawab
untuk pemulihan lingkungan. Ketiga, upaya pengegakan hukum. Basis regulasi mengenai
penanggulangan karena tumpahan minyak di laut telah diatur lebih lengkap dalam Peraturan Presiden
Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut. Perpres
ini disusun agar pemerintah dapat melakukan tindakan secara cepat, tepat dan terkoordinasi untuk
mencegah, mengatasi, menanggulangi dan meminimalisir dampak akibat penyebaran tumpahan minyak
di laut.

Peran pemerintah dalam hal ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu: tier 1 merupakan penanggulangan
oleh tim lokal, tier 2 adalah penanggulangan oleh tim daerah, dan tier 3, penanggulangan oleh tim
nasional dipimpin Menteri Perhubungan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pembagian
kategori ini dapat dilihat sebagai upaya koordinasi, analisis kebutuhan sumber daya manusia,
dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana antar instansi pemerintah.

Permasalahan ini termasuk dalam SDG no 14,


Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk
pembangunan yang berkelanjutan

Target

1. Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi segala jenis polusi kelautan,
terutama dari aktivitas daratan, termasuk serpihan sisa barang laut dan dan polusi bahan
makanan
2. Pada tahun 2020, secara berkelanjutan mengelola dan melindungi ekosistem laut dan pesisir
untuk menghindari dampak buruk yang signifikan, termasuk dengan memperkuat daya
tahannya, dan melakukan aksi restorasi agar dapat mencapai kelautan yang sehat dan produktif
3. Meminimalisir dan mengatasi dampak dari bertambahnya keasaman air laut, termasuk
memperbanyak kerjasama ilmiah pada setiap level

 Meningkatkan pengetahuan ilmiah, mengembangkan kapasitas riset dan transfer teknologi


kelautan, dengan melihat pada Kriteria dan Panduan Komisi Antar Pemerintah Oceanografi
mengenai Transfer Teknologi Kelautan, agar dapat meningkatkan kesehatan laut dan
memperbanyak kontribusi keaneka ragaman hayati laut terhadap pembangunan negara-negara
berkembang, khususnya negara berkembang kepulauan kecil dan negara kurang berkembang
 Menyediakan akses terhadap sumber daya kelautan dan pasar bagi nelayan kecil
 Memperbanyak konservasi dan penggunaan yang berkelanjutan terhadap laut dan sumber
dayanya, seperti yang tertera di paragraf 158 dari “The Future We Want” (Masa Depan yang
Kami Inginkan)
Sumber

Arvianty, Anastasia. 2019. Ini Kronologi Lengkap Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190725183604-4-87676/ini-kronologi-
lengkap-tumpahan-minyak-pertamina-di-karawang , diakses pada tanggal 18
September 2019
Renaldi, Adi. 2019. Pertaruhan Warga dari Garis Depan Pembersihan Tumpahan Minyak
Pertamina di Karawang. https://www.vice.com/id_id/article/3kxayw/pertaruhan-
warga-dari-garis-depan-pembersihan-tumpahan-minyak-pertamina-di-
karawang?utm_source=viceidtw, diakses pada tanggal 18 September 2019
SDGS. 2017. Tujuan No 14. https://www.sdg2030indonesia.org/page/22-tujuan-empatbelas,
diakses pada tanggal 19 September 2019
Presiden RI. 2006. Perpres No 109 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Keadaan Darurat
Tumpahan Minyak Di Laut. Sekretariat Negara, Jakarta

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai