PAPER
SIMPATIK OPHTALMIA
Disusun oleh :
Henny WAhyuni
140100045
Supervisor :
dr. T. Siti Harliza Z, M.Ked (OPH), Sp.M
MEDAN
2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Simpatik Ophtalmia”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. T.
Siti Harliza Z, M.Ked (OPH), Sp.M selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Medan, Desember2019
i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
b. Lapisan tengah iris (stroma) merupakan bagian paling besar dan iris terdiri dari
sel berpigmen dan non pigmen, matriks kolagen, mukopolisakarida, pembuluh
darah, saraf, otot spingter pupil
c. Bagian posterior: otot dilator pupil dan sel berpigmen.
7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
pembedahan. Gejala-gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma
akan terlihat biasanya dalam waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga
berkembang dari hari sampai beberapa tahun kemudian.4,5
Peradangan pada mata muncul dalam bentuk pan uveitis granulomatosa yang
bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca
trauma, baik trauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata.
Peradangan yang berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunan
steroid tetapi pada prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap jalan terus.
Tanda awal dari mata yang bersimpati adalah hilangnya daya akomodasi serta
terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis
subakut, serbukan sel radang dalam vitreous dan eksudat putih kekuningan pada jaringan
di bawah retina.6
Inflamasi traktus uveal bilateral yang spesifik akibat dari iritasi kronis dari satu
mata, disebabkan oleh luka perforasi pada mata atau bedah intraokular, menyebabkan
uveitis yang berpindah pada yang disebelahnya.6
2.2.2 Etiologi
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
2.2.3 Epidemiologi
Mengingat kejadiannya yang jarang, kejadian SO yang sebenarnya sulit untuk
dilakukan dan dilaporkan dengan literatur bervariasi, kemungkinan karena fakta bahwa
diagnosis SO didasarkan pada temuan klinis dari tes serologis atau histopatologi. Kejadian
sebenarnya tidak diketahui karena kurangnya bukti patologis, kesulitan dalam mempelajari
seri kasus yang cukup besar dan fakta bahwa sebagian besar data berasal dari literatur
tanggal yang sering membingungkan SO dengan bentuk uveitis lainnya.8
Tidak ada kecenderungan ras atau usia. Kejadian SO sama pada pria dan wanita
setelah operasi, namun penyakit ini lebih sering terjadi pada pria setelah trauma. Ini
kemungkinan mencerminkan perbedaan dalam frekuensi cedera mata antara jenis kelamin.
SO terjadi lebih sering setelah trauma non-bedah. SO juga telah dilaporkan setelah ulkus
kornea berlubang, radiasi untuk melanoma koroid dan radiasi sinar eksternal.9
Kebanyakan kasus oftalmia simpatika diikuti oleh trauma bola mata pada bagian uvea,
terutama badan silier. Trauma karena kecelakaan diperkirakan mencapai 65% kasus, dan 25%
karena luka operasi. Oftalmia simpatika lebih banyak terjadi karena trauma. Pada pasien tua
juga memiliki risiko yang tinggi terkena karena pembedahan intraokuler lebih banyak
dilakukan pada pasien tua. Ras dan jenis kelamin tidak berpengaruh pada penyakit ini.10
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
2.2.4 Patogenesis
Walaupun oftalmia simpatika belum diketahui secara pasti, para dokter mempunyai
dugaan yang dapat menjelaskan bagaimana trauma pada satu mata dapat menyebabkan
inflamasi pada kedua mata. Mata yang cedera (terangsang) mula-mula meradang dan mata
sebelahnya (yang simpatik) meradang kemudian. Secara patologik, terdapat uveitis
granulomatosa difus. Sel-sel epiteloid, bersama sel raksasa dan limfosit, membentuk tuberkel
tanpa perkejuan. Dari traktus uvealis, proses radang itu menyebar ke nervus optikus dan ke pia
dan araknoid sekitar nervus optikus.11
Beberapa mekanisme tubuh yang diduga terlibat dalam terjadinya oftalmia simpatika
antara lain :
Teori reaksi hipersensitif
Dikemukakan pertama kali pada tahun 1903, diduga adanya pigmen uveal
sebagai antigen pemicu. Gambaran fagositosis melanin terlihat pada pemeriksaan
histopatologi yang memperkuat dugaan adanya keterlibatan pigmen, tetapi penelitian
ini masih lemah, dan melanin secara umum bersifat nonantigenik.10
Penelitian pada awal tahun 1990, mendeskripsikan melanin uveal tak larut
dapat menyebabkan inflamasi terbatas pada uvea, dan akhirnya dilaporkan bahwa
kekambuhan spontan terjadi pada oftalmia simpatika. Antigen uveal atau retina atau
melanin yang lain mungkin dapat terlibat. Penemuan cedera uvea merupakan
perkusor konstan dalam perkembangan oftalmia simpatika membuat uvea diduga
menjadi penyebab utama.10,11
Jaringan uvea sendiri merupakan antigenik lemah, tetapi antigenitasnya
dapat meningkat apabila diikuti adanya racun stapilokokus. Presentase antibodi
antiuvea tinggi pada pasien oftalmia simpatika, dan adanya mekanisme transformasi
penempelan limfosit perifer ditemukan mengikuti paparan homolog antigen
uveoretina.11
Keterlibatan Autoimunitas
Berdasarkan pada klinis oftalmitis simpatika yang kemungkinan timbul
karena respon autoimun terhadap antigen yang berasal dari lapisan fotoreseptor. Sera
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
dari pasien dengan oftalmia simpatika menunjukkan derajat ringan sampai moderat
pada pengecatan segmen terluar dari fotoreseptor dengan menggunakan teknik
imunoperoksidase indirek. Ekstrak retina menunjukkan derajat antigenic tinggi dan
mudah menimbulkan retinouveitis. Antigen retina potensial antara lain adalah :
rodopsin, antigen retina soluble (S-antigen), interphotoreceptor retinoid binding
protein, dan recoverin.12
Epitop spesifik yang merupakan protein retina yang lain, interstitinal
retinoid binding protein (IRBP), juga memiliki kemampuan dalam menimbulkan
uveitis. Penelitian imunohistokemikal yang lain menyebutkan bahwa, oftalmia
simpatika dapat dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas sel T tipe lambat yang
langsung pada antigen membrane permukaan bersamaan dengan fotoreseptor, sel
RPE, dan melanosit koroid.13
Tidak ditemukannya limfatik pada mata memegang peranan penting dalam kejadian
oftalmia simfatika. Secara normal, antigen intraokular bersirkulasi ke dalam darah dan
limfa, melalui limfonodi lokal, yang akan menginduksi antibodi pemblok atau sel supresi
pada limfa. Pada kasus trauma okular penetrasi, antigen ini dibawa langsung menuju
limfanodi regional, sehingga terjadi inisiasi respon mediasi sel imun. Hal tersebut
merupakan kunci dalam terjadinya oftalmia simpatika yang disebabkan karena paparan
antigen uveoretinal pada limfatik konjungtiva. Sebagai stimulasi, bakteri (contoh :
Propionibacterium acnes), virus, dan agen infeksi lain dapat memasuki mata melalui luka,
dan paparan tersebut dapat mempercepat proses inflamasi.12
Berhubungan dengan HLA
Oftalmia simpatika berhubungan dengan Human Leukosit Antigen (HLA).
Sebagai contoh, HLA-A11 pernah dilaporkan ditemukan pada pemeriksaan
histopatologi pada pasien oftalmia simpatika. Lokus HLA klas II ( HLA-DR, HLA-
DQ, HLA-DP) muncul sebagai salah satu imun penting yang merespon sel T
penolong, karena molekul permukaan dikode oleh interaksi gen langsung dengan
antigen dan dengan reseptor sel T pada regulasi imun respon.13
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
Hal tersebut memperkuat bahwa penyebab yang paling berperan adalah trauma mata.
Pertama terjadi drainase dari uvea atau antigen retina, atau keduanya, terjadi melalui
limfatik konjungtiva, merupakan suatu mekanisme abnormal. Kedua sejumlah kecil
pemicu, seperti dinding sel bakteri atau imunostimulator yang lain yang memasuki
mata melalui perforasi. Produk-produk tersebut akan menginduksi respon imun lokal,
yang akan menyebabkan mekanisme supresan tergantung pada status imun masing-
masing individu. Fenomena tersebut merupakan respon inflamasi yang akhirnya dikenal
secara klinis sebagai oftalmia simpatika.15
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis oftalmia simpatik didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Tidak ada studi laboratorium khusus untuk menetapkan diagnosis SO. Namun, uji klinis
terfokus dapat digunakan untuk menyingkirkan identitas penyakit lainnya. Fluorescein
Angiography (FA) dan indocyanine green video-angiography (ICG-V) adalah tambahan
yang berguna dalam menentukan tingkat dan keparahan SO.16
fotofobia
epifora
Tanda awal yang ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain :16
Adanya Dalen-Fuchs nodul merupakan tanda klasik oftalmia simpatika, nodul tersebut
akan muncul di bagian mana saja dari fundus okuli tetapi yang paling sering pada bagian
pertengahan perifer. Merupakan lesi putih kekuningan, diameter 60 –70 mikron, ditemukan
pada ruangan subretinal pada satu dari tiga kasus.15
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
Oftalmia simpatika dapat dibedakan dari uveitis granulomatosa lain karena riwayat
trauma atau bedah okuler dan lesinya bilateral, difus, dan (umumnya) akut, bukannya
unilateral, setempat, dan menahun.11
Salah satu bentuk uveitis granulomatosa yang jarang terjadi. Dengan gambaran
klinis: uveitis yang mengenai semua jaringan uvea,kelainan pada kulit,dan
terdapat gejala saraf pusat.
2. Ocular Syphilis
Penyakit ini mempunyai manifestasi klinis: anterior uveitis granulomatosa,dan
yang khas pada ocular syphilis adalah adanya pupil Argyll-Robertson.
3. Sarcoidosis
Penyakit yang mengenai jaringan lymphoid dimana memiliki gejala nyeri pada
bola mata,photophobia,mata merah, uveitis granulomatosa atau dapat terjadi
non garanulomatosa,terbentuk mutton fat keratic precipitate,terdapat Busacca
nodules pada stroma iris dan Koeppe nodules pada pinggir pupil.
Gambaran klinis simpatik oftalmia dibagi menjadi dua, yaitu pada mata yang
mengalami trauma (exciting eye), dan mata yang lain yang semula sehat (symphatizing
eye).17
1. Exciting Eye (mata yang mengalami trauma)
Terlihat tanda-tanda uveitis, yang meliputi kongesti siliar, lakrimasi, dan nyeri
tekan, serta pada pemeriksaan kornea akan terlihat suatu gambaran keratic
precipitat dibagian posterior kornea.16
2. Sympathizing Eye (mata yang semula sehat)
Gejala biasanya muncul dalam jangka waktu 4 sampai 8 minggu setelah
trauma pada mata yang lain. Pernah dilaporkan terjadinya simpatik oftalmia
dalam waktu 9 hari setelah terjadinya trauma. Mata yang mengalami simpatik
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
a b
c d
Figure 5: Acute anterior uveitis with keratic precipitates, posterior synechiae and Figure 6: Clinical presentation of sympathetic ophthalmia after cyclophotocoagulation
fibrin on the anterior lens capsule in the right eye of a 25-year-old male, who
had sustained a penetrating trauma to his left eye 3 months earlier (Reprinted
with permission from BenErza D25)
a b
c d
Figure 7: Sympathetic ophthalmia after trauma: (a) Posterior pole of the righ Figure 4: Fundal white dots in the macular region accompanied by retinal vasculitis
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
Infiltrate uvea terdiri dari sel T, memperkuat konsep dari reaksi imun sel-
mediasi (hipersensitivitas tipe lambat). Pada permulaan penyakit, sebagian besar sel T
adalah sub bagian penolong/penginduks, kurang dari 5% sampai 10% dari sel bercirikan
sel B, sel plasma, atau monosit. Pada keadaan kronis ditemukan dominan Sel T
supresor/sitotoksik. Perubahan sel T penolong pada fase akut menjadi sel T
supresor/sitotoksik juga terlihat pada penelitian terhadap uveitis autoimun. 16,20
Perubahan histopatologis yang sangat spesifik pada oftalmia simpatika adalah
nodul Dalen-Fuchs, yang merupakan kluster dari sel epitel antara epitel pigmen retina
(RPE) dan membrane Bruch’s. Lesi ini selalu berpigmentasi, terutama pada penyakit
kronis.16
Metaplasi sel dari RPE, limfosit, dan sel raksasa biasanya ditemukan pada
struktur nodul. Pada tahap akhir oftalmia simpatika, degenerasi RPE merupakan
komponen terpenting nodul.17
Reaksi zona granuloma terhadap lensa (phacoanaphylactic endophthalmitis,
phacoantigenicuveitis, lens-induced uveitis) sering ditemukan pada oftalmia
simpatika.17
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
2.2.9 Penatalaksanaan
Sympathetic opthalmia adalah suatu keadaan yang serius walaupun jarang
terjadi yang dapat menimbulkan kerusakan penglihatan jika tidak diobati. Pengobatan
yang cepat dan tepat dapat memberikan hsil yang optiiml dalam mengontrol reaksi
inflamaasi yang terjadi. Pengobatan pada penyakit ini dapat dibagi menjdi 2 yaitu
medikamentosa dan pembedahan.18
Medikamentosa18
- Kortikosteroid dosis tinggi dan diturunkan secara perlahan-lahan saat
inflamasi mulai berkurang.
- Imunosupresive terapi: dimana disini terdapat dua agen yaitu
(1) Antimetabolites: obat anti kanker yang menghambat sel untuk tumbuh
dan membelah diri. Obat ini dapat membantu menghambat proses
peradangan yang terjadi pada sympathetic opthalmia.
(2) T-cell Inhibitors : obat ini menghambat limfosit T yang berperan
dalam sistem imun dan memberikan kontribusi pada penyakit autoimun.
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
Pembedahan
Dapat dilakukan enukleasi pada mata yang terjadi trauma sebelaum terjadinya
sympathetic reaction. Enukleasi dilakukan hanya jika mata yang terkena trauma tidak
mempunyai kesempatan potensial untuk sembuh.18,19
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini adalah dapat timbulnya kebutaan.19
2.2.11 Prognosis
Oftalmia simpatika merupakan penyakit serius yang dapat menyebabkan
kemampuan visual yang sangat buruk tanpa adanya intervensi teraupetik, dapat
menyebabkan kebutaan pada dua mata. Apabila diagnosis awal dan terapi tepat, pasien
dengan oftalmia simpatika memiliki kesempatan untuk mempertahankan kemampuan
visualnya tetap baik. Apabila dilakukan enukleasi awal pada mata yang terangsana dan
diberikan terapi kortikosteroid, prognosis pasien oftalmia simpatika lebih baik,
kemampuan penglihatan dapat tetap dipertahankan.19,20
Quo ad visam : dubia at malam
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad sanam : dubia at malam
Quo ad kosmetikam : dubia at malam
21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
BAB 3
KESIMPULAN
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
3. Vaughan, D., G., Asbury, T., dan Riordan-Eva, P., 1995, Oftalmologi
Umum, ed 14th, Jakarta: Widya Medika
2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA