Anda di halaman 1dari 25

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

PAPER

SIMPATIK OPHTALMIA

Disusun oleh :
Henny WAhyuni
140100045

Supervisor :
dr. T. Siti Harliza Z, M.Ked (OPH), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Simpatik Ophtalmia”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. T.
Siti Harliza Z, M.Ked (OPH), Sp.M selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, Desember2019

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1. Anatomi Uvea .............................................................................................3
2.2. Simpatik Ophtalmia ...................................................................................8
2.2.1 Definisi .............................................................................................8
2.2.2 Etiologi .............................................................................................9
2.2.3 Epidemiologi.....................................................................................9
2.2.4 Patogenesis .......................................................................................10
2.2.5 Diagnosis ..........................................................................................13
2.2.6 Diagnosis Banding…………………………………………………14
2.2.7 Gambaran Klinis……………………………………………………16
2.2.8 Gambaran Histopatologi………………………………………….. .19
2.2.9 Penatalaksanaan…………………………………………………….20
2.2.10 Komplikasi………………………………………………………. 22
2.2.11 Prognosis………………………………………………………….22
BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 24

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Uvea………………. ................................... 5


Gambar 2 Mutton-fat...............................................................................14
Gambar 3 Inflamasi Granulomatosa....................................................... 14
Gambar 4 Pemeriksaan Funduskopi…………………………............... 14
Gambar 5 Acute anterior uveitis with keratic precipitates................... 17
Gambar 6 Clinical presentation of sympathetic ophthalmia
after yclophotocoagulation ........................................ 17
Gambar 7 Sympathetic ophthalmia after trauma....................................17
Gambar 8 Penebalan uvea............................................................ 18
Gambar 9 Infiltrate uvea................................................................... 18
Gambar 10 Perbesaran kuat nodul Dalen-Fuchs................................. 19
Gambar 11 Reaksi zona granulomatosa pada lensa………………….. 20

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Diagnosis Simpatik Oftalmia ..........................................13

iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Simpatik ophtalmia (SO) adalah kondisi inflamatori yang mempengaruhi kedua
mata. SO terjadi setelah cedera penetrasi pada satu mata. Cedera melibatkan luka
penetrasi akibat trauma atau operasi. Mata yang cedera dinamai “exciting” dan mata
yang sehat dinamai “symphatizing”. 1
Seabad yang lalu, dilaporkan insiden SO adalah sekitar 2% setelah cedera pada
satu mata. Pada tahun 1980-an, satu atau dua dari 1000 tauma tembus okular
dilaporkan menyebabkan SO. Pada tahun 2000, sekumpulan peneliti dari United
Kingdom dan Republik Ireland mengestimasi bahwa kira-kira 3 daripada 10.000.000
kasus cedera penetrasi atau operasi mengakibatkan SO. Hal ini jelas menunjukkan
insiden SO adalah teramat rendah. 2
Oftalmia simpatika adalah uveitis granulomatosa bilateral yang menghancurkan,
yang timbul 10 hari sampai beberapa tahun setelah cedera mata tembus di daerah corpus
ciliare, atau setelah kemasukan benda asing. Sembilan puluh persen kasus terjadi dalam
1 tahun setelah cedera. Penyebabnya tidak diketahui, namun penyakitnya agaknya
berkaitan dengan hipersensitivitas terhadap beberapa unsur dari sel-sel berpigmen dari
uvea. Kondisi ini sangat jarang terjadi setelah bedah intraokuler tanpa komplikasi
terhadap katarak atau glaucoma.2
Oftalmia simpatika terjadi setelah salah satu mata terkena trauma tembus. Pada
kasus yang jarang, luka tembus pada mata juga termasuk luka karena pembedahan. Mata
yang cidera disebut “exciting eye (mata terangsang)” dan mata yang tidak cidera disebut
“sympathizing eye (yang simpatik)”.1
Patogenesis oftalmia simpatika belum jelas, tetapi diduga adanya keterlibatan dari
respon inflamasi autoimun terhadap melanosit yang dimediasi sel T. Gejala klinis kunci
adalah gangguan penglihatan dan beberapa gejala inflamasi. Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan adanya riwayat trauma mata atau pembedahan atau gambaran klinis yang
ditemukan.3

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI UVEA


Uvea terdiri dari tiga bagian, iris, badan siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, bagian ini
mensuplai darah ke retina. Uvea menjadi 3 bagian: iris dibagian anterior, badan silier
ditengah dan koroid di posterior.1,3
Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal
dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada
setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior
dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada
badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.4

Gambar 1. Anatomi uvea3

Iris terdiri dari 3 lapisan, yaitu:4


a. Lapisan anterior iris terdiri dari fibroblast, melanosit, dan kolagen.

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

b. Lapisan tengah iris (stroma) merupakan bagian paling besar dan iris terdiri dari
sel berpigmen dan non pigmen, matriks kolagen, mukopolisakarida, pembuluh
darah, saraf, otot spingter pupil
c. Bagian posterior: otot dilator pupil dan sel berpigmen.

Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke


dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan indikator untuk fungsi simpatis dan
parasimpatis pupil.3,4
Badan siliar terletak antara iris pada bagian anterior. Bagian anterior sekitar 25
mm dari pars plica (Corona Siliaris) yang terdiri dari 70-80 bagian badan yang
memproduksi aquous humor. Pada corpus siliaris terdapat otot soliarui yang terdiri
dari 3 bagian porsi longitudinal, obliq dan sirkular yang mengatur akomodasi dengan
mengatur ketegangan dari zonular dan outflow cairan aquous dengan mengatur
tegangan antara trabekula dan scleral spur. Badan siliar merupakan susunan otot
melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar
akan mengakibatkan melebarnya pemmbuluh darah di daerah limbus, yang akan
mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan
intraokular.5
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan
sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, kecil. Pada
bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat
suprakoroidal.5

2.2 2.2 SIMPATIK OPHTALMIA (SO)


2.2.1 Definisi

Oftalmia simpatika merupakan penyakit mata autoimun dimana didapatkan setelah


trauma tembus pada satu mata yang akan menyebabkan inflamasi pada mata yang tidak
terluka. Simpatik Oftalmia adalah suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana
pada mata yang semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan
uvea setelah cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye) oleh karena trauma atau

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

pembedahan. Gejala-gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma
akan terlihat biasanya dalam waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga
berkembang dari hari sampai beberapa tahun kemudian.4,5
Peradangan pada mata muncul dalam bentuk pan uveitis granulomatosa yang
bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca
trauma, baik trauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata.
Peradangan yang berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunan
steroid tetapi pada prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap jalan terus.
Tanda awal dari mata yang bersimpati adalah hilangnya daya akomodasi serta
terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis
subakut, serbukan sel radang dalam vitreous dan eksudat putih kekuningan pada jaringan
di bawah retina.6
Inflamasi traktus uveal bilateral yang spesifik akibat dari iritasi kronis dari satu
mata, disebabkan oleh luka perforasi pada mata atau bedah intraokular, menyebabkan
uveitis yang berpindah pada yang disebelahnya.6

2.2.2 Etiologi

Belum diketahui pasti penyebab simpatik oftalmia, namun sering dihubungkan


dengan beberapa faktor predisposisi, yaitu:7
1. Selalu mengikuti suatu trauma tembus.
2. Cenderung terjadi oleh luka yang mengenai daerah siliaris bola mata
(dangerous zone).
3. Luka dengan inkarserata pada iris, silia, badan silia dan kapsul lensa,
lebih rentan terjadi simpatik oftalmia.
4. Lebih sering pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
5. Pada mata yang mengalami trauma, jika pada luka terbentuk pus, maka
tidak akan berkembang menjadi simpatik oftalmia.

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

2.2.3 Epidemiologi
Mengingat kejadiannya yang jarang, kejadian SO yang sebenarnya sulit untuk
dilakukan dan dilaporkan dengan literatur bervariasi, kemungkinan karena fakta bahwa
diagnosis SO didasarkan pada temuan klinis dari tes serologis atau histopatologi. Kejadian
sebenarnya tidak diketahui karena kurangnya bukti patologis, kesulitan dalam mempelajari
seri kasus yang cukup besar dan fakta bahwa sebagian besar data berasal dari literatur
tanggal yang sering membingungkan SO dengan bentuk uveitis lainnya.8

Tidak ada kecenderungan ras atau usia. Kejadian SO sama pada pria dan wanita
setelah operasi, namun penyakit ini lebih sering terjadi pada pria setelah trauma. Ini
kemungkinan mencerminkan perbedaan dalam frekuensi cedera mata antara jenis kelamin.
SO terjadi lebih sering setelah trauma non-bedah. SO juga telah dilaporkan setelah ulkus
kornea berlubang, radiasi untuk melanoma koroid dan radiasi sinar eksternal.9

Kebanyakan kasus oftalmia simpatika diikuti oleh trauma bola mata pada bagian uvea,
terutama badan silier. Trauma karena kecelakaan diperkirakan mencapai 65% kasus, dan 25%
karena luka operasi. Oftalmia simpatika lebih banyak terjadi karena trauma. Pada pasien tua
juga memiliki risiko yang tinggi terkena karena pembedahan intraokuler lebih banyak
dilakukan pada pasien tua. Ras dan jenis kelamin tidak berpengaruh pada penyakit ini.10

Prosedur pembedahan yang paling sering menyebabkan oftalmia simpatika adalah


ekstrasi katarak (bila terjadi komplikasi), pembedahan iris (termasuk iridektomi), perbaikan
perlengketan retina, bedah vitreoretinal. Beberapa jenis pembedahan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya oftalmia simpatika antara lain parasintesis siklodialisis, keratektomi,
dan risiko terjadi oftalmia simpatika meningkat apabila pembedahan mata diikuti dengan
pembedahan yang lain, terutama pada segmen posterior bola mata. Kejadian ofalmia simpatika
postvitrektomi diperkirakan mencapai 0,01%.11

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

2.2.4 Patogenesis

Walaupun oftalmia simpatika belum diketahui secara pasti, para dokter mempunyai
dugaan yang dapat menjelaskan bagaimana trauma pada satu mata dapat menyebabkan
inflamasi pada kedua mata. Mata yang cedera (terangsang) mula-mula meradang dan mata
sebelahnya (yang simpatik) meradang kemudian. Secara patologik, terdapat uveitis
granulomatosa difus. Sel-sel epiteloid, bersama sel raksasa dan limfosit, membentuk tuberkel
tanpa perkejuan. Dari traktus uvealis, proses radang itu menyebar ke nervus optikus dan ke pia
dan araknoid sekitar nervus optikus.11
Beberapa mekanisme tubuh yang diduga terlibat dalam terjadinya oftalmia simpatika
antara lain :
 Teori reaksi hipersensitif
Dikemukakan pertama kali pada tahun 1903, diduga adanya pigmen uveal
sebagai antigen pemicu. Gambaran fagositosis melanin terlihat pada pemeriksaan
histopatologi yang memperkuat dugaan adanya keterlibatan pigmen, tetapi penelitian
ini masih lemah, dan melanin secara umum bersifat nonantigenik.10
Penelitian pada awal tahun 1990, mendeskripsikan melanin uveal tak larut
dapat menyebabkan inflamasi terbatas pada uvea, dan akhirnya dilaporkan bahwa
kekambuhan spontan terjadi pada oftalmia simpatika. Antigen uveal atau retina atau
melanin yang lain mungkin dapat terlibat. Penemuan cedera uvea merupakan
perkusor konstan dalam perkembangan oftalmia simpatika membuat uvea diduga
menjadi penyebab utama.10,11
Jaringan uvea sendiri merupakan antigenik lemah, tetapi antigenitasnya
dapat meningkat apabila diikuti adanya racun stapilokokus. Presentase antibodi
antiuvea tinggi pada pasien oftalmia simpatika, dan adanya mekanisme transformasi
penempelan limfosit perifer ditemukan mengikuti paparan homolog antigen
uveoretina.11

 Keterlibatan Autoimunitas
Berdasarkan pada klinis oftalmitis simpatika yang kemungkinan timbul
karena respon autoimun terhadap antigen yang berasal dari lapisan fotoreseptor. Sera
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

dari pasien dengan oftalmia simpatika menunjukkan derajat ringan sampai moderat
pada pengecatan segmen terluar dari fotoreseptor dengan menggunakan teknik
imunoperoksidase indirek. Ekstrak retina menunjukkan derajat antigenic tinggi dan
mudah menimbulkan retinouveitis. Antigen retina potensial antara lain adalah :
rodopsin, antigen retina soluble (S-antigen), interphotoreceptor retinoid binding
protein, dan recoverin.12
Epitop spesifik yang merupakan protein retina yang lain, interstitinal
retinoid binding protein (IRBP), juga memiliki kemampuan dalam menimbulkan
uveitis. Penelitian imunohistokemikal yang lain menyebutkan bahwa, oftalmia
simpatika dapat dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas sel T tipe lambat yang
langsung pada antigen membrane permukaan bersamaan dengan fotoreseptor, sel
RPE, dan melanosit koroid.13

Tidak ditemukannya limfatik pada mata memegang peranan penting dalam kejadian
oftalmia simfatika. Secara normal, antigen intraokular bersirkulasi ke dalam darah dan
limfa, melalui limfonodi lokal, yang akan menginduksi antibodi pemblok atau sel supresi
pada limfa. Pada kasus trauma okular penetrasi, antigen ini dibawa langsung menuju
limfanodi regional, sehingga terjadi inisiasi respon mediasi sel imun. Hal tersebut
merupakan kunci dalam terjadinya oftalmia simpatika yang disebabkan karena paparan
antigen uveoretinal pada limfatik konjungtiva. Sebagai stimulasi, bakteri (contoh :
Propionibacterium acnes), virus, dan agen infeksi lain dapat memasuki mata melalui luka,
dan paparan tersebut dapat mempercepat proses inflamasi.12
 Berhubungan dengan HLA
Oftalmia simpatika berhubungan dengan Human Leukosit Antigen (HLA).
Sebagai contoh, HLA-A11 pernah dilaporkan ditemukan pada pemeriksaan
histopatologi pada pasien oftalmia simpatika. Lokus HLA klas II ( HLA-DR, HLA-
DQ, HLA-DP) muncul sebagai salah satu imun penting yang merespon sel T
penolong, karena molekul permukaan dikode oleh interaksi gen langsung dengan
antigen dan dengan reseptor sel T pada regulasi imun respon.13

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

 Peranan Antigen Bakteri


Walaupun berhubungan dengan trauma, paparan jaringan uvea, dan
gambaran proses inflamasi granulomatosa diduga merupakan proses yang infeksius,
belum pernah dilaporkan adanya organisme penyebab sampai sekarang. Salah satu
factor penyebab yang pernah dilaporkan adalah Microbacterium tuberculosis,
Bacillus subtilis, Rickettsia dan virus vitreus. Telah lama diketahui bahawa oftalmia
simpatika sangat jarang disebabkan oleh endoftalmitis. Produk biologis bakteria
(contoh : dinding sel bakteri) yang ada pada luka, dapat menjadi imunostimulator dan
dapat memacu respon imun lokal. Walaupun jaringan uveal merupakan antigen
lemah, antigenitasnya dapat meningkatkan racun stapilokokus.14

Hal tersebut memperkuat bahwa penyebab yang paling berperan adalah trauma mata.
Pertama terjadi drainase dari uvea atau antigen retina, atau keduanya, terjadi melalui
limfatik konjungtiva, merupakan suatu mekanisme abnormal. Kedua sejumlah kecil
pemicu, seperti dinding sel bakteri atau imunostimulator yang lain yang memasuki
mata melalui perforasi. Produk-produk tersebut akan menginduksi respon imun lokal,
yang akan menyebabkan mekanisme supresan tergantung pada status imun masing-
masing individu. Fenomena tersebut merupakan respon inflamasi yang akhirnya dikenal
secara klinis sebagai oftalmia simpatika.15

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis oftalmia simpatik didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Tidak ada studi laboratorium khusus untuk menetapkan diagnosis SO. Namun, uji klinis
terfokus dapat digunakan untuk menyingkirkan identitas penyakit lainnya. Fluorescein
Angiography (FA) dan indocyanine green video-angiography (ICG-V) adalah tambahan
yang berguna dalam menentukan tingkat dan keparahan SO.16

Table 1: Factors that contribute to the development of clinically


apparent sympathetic ophthalmia*
Factor Characteristic
Type of trauma Penetrating trauma
Surgery Surgical repair 48 h more after initial injury
Treatment with Use local and systemic for more than a
corticosteroids week after initial injury
Site of penetrating injury Ciliary body
Ocular inflammation Intensity in the inciting eye
Size of wound Larger than 5 mm
Age of patients First decade of life
Tabel 1. Karakteristik Diagnosis Simpatik Oftalmia15
Diagnosis awal, sangat penting dilakukan agar segera dapat dilakukan pengobatan
yang tepat dan agresif karena untuk menyelamatkan penglihatan. Gejala klinis yang timbul
pada penyakit ini antara lain:16
 perubahan kemampuan akomodasi

 fotofobia

 epifora

Tanda awal yang ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain :16

 derajat rendah, uveitis presisten yang berhubungan dengan granulomatosa


(mutton fat, merupakan nodul kecil berpigmen pada lapisan epitel pigmen
retina, dan uvea menipis)
 presipitat keratik putih

 pada iris terdapat nodul infiltrasi, sinekia anterior perifer, neovaskularisasi


iris, oklusi pupil, katarak, ablasi retina eksudatif, dan papilitis
 penipisan iris difus atau iris noduler, lesi korioretinal putih kekuningan
(Dalen-Fuchs nodul)
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

 penipisan dan infiltrasi koroid

Adanya Dalen-Fuchs nodul merupakan tanda klasik oftalmia simpatika, nodul tersebut
akan muncul di bagian mana saja dari fundus okuli tetapi yang paling sering pada bagian
pertengahan perifer. Merupakan lesi putih kekuningan, diameter 60 –70 mikron, ditemukan
pada ruangan subretinal pada satu dari tiga kasus.15

Gambar 2. Mutton-fat. Mata dengan oftalmia simpatika memberikan gambaran “mutton-


fat” keratik presipitat ditandai dengan inflamasi intraocular granulomatosa.

Gambar 3. Berat, inflamasi granulomatosa bilateral


menyebabkan kebutaan pada kedua mata.

Gambar 4. Pemeriksaan funduskopi pada pasien oftalmia simpatika. Gambaran nodul


Dalen-Fuchs putih kekuninganpada pertengahan perifer.

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

Oftalmia simpatika dapat dibedakan dari uveitis granulomatosa lain karena riwayat
trauma atau bedah okuler dan lesinya bilateral, difus, dan (umumnya) akut, bukannya
unilateral, setempat, dan menahun.11

2.2.6 Diagnosis Banding16


1. Vogt-Koynanagi Harada Syndrome

Salah satu bentuk uveitis granulomatosa yang jarang terjadi. Dengan gambaran
klinis: uveitis yang mengenai semua jaringan uvea,kelainan pada kulit,dan
terdapat gejala saraf pusat.
2. Ocular Syphilis
Penyakit ini mempunyai manifestasi klinis: anterior uveitis granulomatosa,dan
yang khas pada ocular syphilis adalah adanya pupil Argyll-Robertson.
3. Sarcoidosis
Penyakit yang mengenai jaringan lymphoid dimana memiliki gejala nyeri pada
bola mata,photophobia,mata merah, uveitis granulomatosa atau dapat terjadi
non garanulomatosa,terbentuk mutton fat keratic precipitate,terdapat Busacca
nodules pada stroma iris dan Koeppe nodules pada pinggir pupil.

2.2.7 Gambaran Klinis

Gambaran klinis simpatik oftalmia dibagi menjadi dua, yaitu pada mata yang
mengalami trauma (exciting eye), dan mata yang lain yang semula sehat (symphatizing
eye).17
1. Exciting Eye (mata yang mengalami trauma)
Terlihat tanda-tanda uveitis, yang meliputi kongesti siliar, lakrimasi, dan nyeri
tekan, serta pada pemeriksaan kornea akan terlihat suatu gambaran keratic
precipitat dibagian posterior kornea.16
2. Sympathizing Eye (mata yang semula sehat)
Gejala biasanya muncul dalam jangka waktu 4 sampai 8 minggu setelah
trauma pada mata yang lain. Pernah dilaporkan terjadinya simpatik oftalmia
dalam waktu 9 hari setelah terjadinya trauma. Mata yang mengalami simpatik
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

oftalmia akan bermanifestasi dalam bentuk iridocyclitis akut, namun kadang


dapat berkembang menjadi neuroretinitis dan koroiditis. Gambaran klinis dari
iridosiklitis pada sympathizing eye dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :15,16
 Stadium Prodormal
Pada stadium ini akan didapatkan keluhan antara lain : sensitif
terhadap cahaya (photofobia), gangguan sementara dalam melihat
objek yang dekat karena melemahnya kemampuan mata untuk
berakomodasi. Pada pemeriksaan mata ditemukan kongesti siliar yang
sedang, nyeri tekan pada bola mata, Keratic precipitat pada kornea
dengan jumlah yang sedikit, serta pada funduscopy tampak kekeruhan
pada badan kaca dan edema diskus.
 Stadium Lanjut
Pada stadium ini, gejala yang muncul menyerupai gejala yang terdapat
pada iridocyclitis akut.

Oftalmia simpatis muncul sebagai uveitis difus bilateral. Pasien melaporkan


timbulnya penglihatan kabur, nyeri, epifora, dan fotofobia pada mata yang simpatik dan
tidak terluka. Peradangan bisa sangat ringan sehingga istilah "iritasi simpatik" digunakan.
Iris dapat menebal dari infiltrasi limfositik; peradangan parah dapat menyebabkan
pembentukan sinekia posterior. Tekanan intraokular dapat meningkat akibat penyumbatan
sel radang dari trabecular meshwork, atau mungkin lebih rendah sebagai akibat dari
penutupan badan ciliary.14

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

a b

c d
Figure 5: Acute anterior uveitis with keratic precipitates, posterior synechiae and Figure 6: Clinical presentation of sympathetic ophthalmia after cyclophotocoagulation
fibrin on the anterior lens capsule in the right eye of a 25-year-old male, who
had sustained a penetrating trauma to his left eye 3 months earlier (Reprinted
with permission from BenErza D25)

a b

c d
Figure 7: Sympathetic ophthalmia after trauma: (a) Posterior pole of the righ Figure 4: Fundal white dots in the macular region accompanied by retinal vasculitis

Di segmen posterior, tingkat peradangan dapat bervariasi. Pasien mungkin


menderita vitritis, vaskulitis retina, koroiditis, dan papilitis. Tingkat peradangan kadang-
kadang dapat diwakili oleh ablasi retina serosa dan pembengkakan saraf optik pada pasien
yang terkena. Oftalmoskopi tidak langsung bermanfaat untuk mengikuti perjalanan
penyakit [Gambar 2]. Lesi putih kekuningan pada koroid lebih sering terjadi pada fundus
perifer pasien dengan SO (Dalen-Fuchs nodules) [Gambar 3 dan 4]. Nodul Dalen-Fuchs
awalnya ditandai di mata dengan SO. 10,11

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

2.2.8 Gambaran Histopatologi


Gambaran histopatologi oftalmia simpatika pertama kali dideskripsikan oleh
Fuchs pada tahun 1905, terdiri dari difusa, uveitis granulomatosus dengan infiltrasi
limfositik massif dan sarang makrofag, sel epiteloid, sel raksasa multinukleasi pada
kedua mata, baik mata yang terangsang maupun maya yang simpatika. Inflamasinya
adalah nekrotisasi, dan sel epiteloid terlihat menutupi pigmen melanin.16
Mata yang terangsang berbeda dengan mata yang simaptika hanya
berdasarkan bukti yang ditemukan dan komplikasi dari trauma dan pembedahan.
Nodul terdiri dari makrofag, sel epitel, dan sel epitel pigmen retina yang terjadi antara
membrane Bruch’s dan epitel pigmen retina (Nodul Dahlen-Fuchs). Eosinofil
mungkin ditemukan di uvea, terutama pada kasus awal. Proses inflamasi terjadi pada
bagian koriokapilaris dan retina, dan uvea posterior lebih sering terkena daripada
uvea anterior. Diagnosis patologis tergantung pada infiltrasi limfosit sel T
predominan pada uvea, fagositosis awal dari granula pigmen, dan adanya nodul
Dalen-Fuchs.17

Gambar 8. Penebalan uvea, sel inflamasi pada kasus oftalmia simpatika


(pewarnaan hematoxylin-eosin).

Gambar 9. Infiltrate uvea, menunjukkan inflamsi


granulose kronik yang terdiri dari limfosit, sel
epiteloid, dan sel raksasa multinukleasi (pewarnaan
hematoxylin-eosin)

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

Infiltrate uvea terdiri dari sel T, memperkuat konsep dari reaksi imun sel-
mediasi (hipersensitivitas tipe lambat). Pada permulaan penyakit, sebagian besar sel T
adalah sub bagian penolong/penginduks, kurang dari 5% sampai 10% dari sel bercirikan
sel B, sel plasma, atau monosit. Pada keadaan kronis ditemukan dominan Sel T
supresor/sitotoksik. Perubahan sel T penolong pada fase akut menjadi sel T
supresor/sitotoksik juga terlihat pada penelitian terhadap uveitis autoimun. 16,20
Perubahan histopatologis yang sangat spesifik pada oftalmia simpatika adalah
nodul Dalen-Fuchs, yang merupakan kluster dari sel epitel antara epitel pigmen retina
(RPE) dan membrane Bruch’s. Lesi ini selalu berpigmentasi, terutama pada penyakit
kronis.16
Metaplasi sel dari RPE, limfosit, dan sel raksasa biasanya ditemukan pada
struktur nodul. Pada tahap akhir oftalmia simpatika, degenerasi RPE merupakan
komponen terpenting nodul.17
Reaksi zona granuloma terhadap lensa (phacoanaphylactic endophthalmitis,
phacoantigenicuveitis, lens-induced uveitis) sering ditemukan pada oftalmia
simpatika.17

Gambar 10. Perbesaran kuat nodul Dalen-Fuchs.


Merupakan gambaran histopatologi yang paling
spesifik pada oftalmia simpatika, terdiri dari kluster sel
epitel antara epitel pigmen retina (RPE) dan membrane
Bruch’s (pewarnaan hematoxylineosin).

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

Gambar 11. Reaksi zona granulomatosa pada lensa (phacoanaphylactic endophthalmitis,


phacoantigenicuveitis, lens-induced uveitis), biasanya ditemukan pada oftalmia simpatika
(pewarnaan hematoxylin-eosin).

2.2.9 Penatalaksanaan
Sympathetic opthalmia adalah suatu keadaan yang serius walaupun jarang
terjadi yang dapat menimbulkan kerusakan penglihatan jika tidak diobati. Pengobatan
yang cepat dan tepat dapat memberikan hsil yang optiiml dalam mengontrol reaksi
inflamaasi yang terjadi. Pengobatan pada penyakit ini dapat dibagi menjdi 2 yaitu
medikamentosa dan pembedahan.18
Medikamentosa18
- Kortikosteroid dosis tinggi dan diturunkan secara perlahan-lahan saat
inflamasi mulai berkurang.
- Imunosupresive terapi: dimana disini terdapat dua agen yaitu
(1) Antimetabolites: obat anti kanker yang menghambat sel untuk tumbuh
dan membelah diri. Obat ini dapat membantu menghambat proses
peradangan yang terjadi pada sympathetic opthalmia.
(2) T-cell Inhibitors : obat ini menghambat limfosit T yang berperan
dalam sistem imun dan memberikan kontribusi pada penyakit autoimun.

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

Pembedahan
Dapat dilakukan enukleasi pada mata yang terjadi trauma sebelaum terjadinya
sympathetic reaction. Enukleasi dilakukan hanya jika mata yang terkena trauma tidak
mempunyai kesempatan potensial untuk sembuh.18,19

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini adalah dapat timbulnya kebutaan.19

2.2.11 Prognosis
Oftalmia simpatika merupakan penyakit serius yang dapat menyebabkan
kemampuan visual yang sangat buruk tanpa adanya intervensi teraupetik, dapat
menyebabkan kebutaan pada dua mata. Apabila diagnosis awal dan terapi tepat, pasien
dengan oftalmia simpatika memiliki kesempatan untuk mempertahankan kemampuan
visualnya tetap baik. Apabila dilakukan enukleasi awal pada mata yang terangsana dan
diberikan terapi kortikosteroid, prognosis pasien oftalmia simpatika lebih baik,
kemampuan penglihatan dapat tetap dipertahankan.19,20
Quo ad visam : dubia at malam
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad sanam : dubia at malam
Quo ad kosmetikam : dubia at malam

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Oftalmia simpatika merupakan penyakit mata autoimun dimana


didapatkan setelah trauma tembus pada satu mata yang akan menyebabkan
inflamasi pada mata yang tidak terluka. Simpatik Oftalmia adalah suatu
kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang semula sehat
(sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea setelah
cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye) oleh karena trauma atau
pembedahan.
Belum diketahui pasti penyebab simpatik oftalmia, namun sering
dihubungkan dengan beberapa faktor predisposisi. Diagnosis oftalmia
simpatik didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan klinis. Tidak ada studi
laboratorium khusus untuk menetapkan diagnosis SO. Namun, uji klinis
terfokus dapat digunakan untuk menyingkirkan identitas penyakit lainnya.
Gambaran klinis simpatik oftalmia dibagi menjadi dua, yaitu pada
mata yang mengalami trauma (exciting eye), dan mata yang lain yang
semula sehat (symphatizing eye). Mata yang terangsang berbeda dengan
mata yang simaptika hanya berdasarkan bukti yang ditemukan dan
komplikasi dari trauma dan pembedahan. Diagnosis patologis tergantung
pada infiltrasi limfosit sel T predominan pada uvea, fagositosis awal dari
granula pigmen, dan adanya nodul Dalen-Fuchs.

Pengobatan yang cepat dan tepat dapat memberikan hsil yang


optiiml dalam mengontrol reaksi inflamaasi yang terjadi. Pengobatan pada
penyakit ini dapat dibagi menjdi 2 yaitu medikamentosa dan pembedahan.

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Damico, M, D., Kiss, S., dan Young, L. H.,2005 Sympathetic


Ophthalmic, Informaworld. http://www.informaworld.com

2. Melinda, V., 2009, Uveitis, Fakultas Kedokteran Universitas Riau

3. Vaughan, D., G., Asbury, T., dan Riordan-Eva, P., 1995, Oftalmologi
Umum, ed 14th, Jakarta: Widya Medika

4. Ilyas Sidarta H. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Vaugan D, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. 2000. General


ophtalmology. Jakarta: Widya Medika.

6. Lubin JR, Albert DM, Weinstein M. Sixty-five years of sympathetic


ophthalmia: A clinicopathologic review of 105 cases (1913-1978).
Ophthalmology 1980;87:109-21.

7. Goto H, Rao NA. Sympathetic ophthalmia and Vogt-KoyanagiHarada


syndrome. Int Ophthalmol Clin 1990;30:279-85.
8. Mackenzie W. A practical treatise on the diseases of the eye. 3rd ed.
London: Longmans; 1840. p. 523-34.
9. Albert DM, Diaz Rohena R. A historical review of sympathetic
ophthalmia and its epidemiology. Surv Ophthalmol 1989;34:1-14.
10. Fuchs E. Uber sympathisierende Entzundung (Zuerst Bermerkunen
uber serose traumatische Iritis). Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol
1905;61:365-456.
11. Dalen A. Zur Kenntnis der sogenannten Choroiditis sympathetica. Mitt
Augen Klin Carolin Med. Chirurg Inst Stockholm 1904;6:1.
12. Power WJ, Foster CS. Update on sympathetic ophthalmia. Int
Ophthalmol Clin 1995;35:127-37.
13. Gass JD. Sympathetic ophthalmia following vitrectomy. Am J
Ophthalmol 1982;93:552-8.
14. Makley TA, Azar A. Sympathetic ophthalmia: A long-term follow-up.
Arch Ophthalmol 1978;96:257-62.

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Henny Wahyuni
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 140100045
SUMATERA UTARA

15. Marak GE. Recent advances in sympathetic ophthalmia. Surv


Ophthalmol 1979;24:141-56.
16. Kilmartin DJ, Dick AD, Forrester JV. Prospective surveillance of
sympathetic ophthalmia in the UK and Republic of Ireland. Br J
Ophthalmol 2000;84:259-63.
17. Liddy N, Stuart J. Sympathetic ophthalmia in Canada. Can J
Ophthalmol 1972;7:157-9.
18. Fankhauser F, Kwasniewska S, Van der Zypen E. Cyclodestructive
procedures, I: Clinical and morphological aspects: A review.
Ophthalmologica 2004;218:77-95.
19. Bilyk JR. Enucleation, evisceration, and sympathetic ophthalmia. Curr
Opin Ophthalmol 2000;11:372-86.
20. Ozbek Z, Arikan G, Yaman A, Oner H, Bajin MS, Saatci AO.
Sympathetic ophthalmia following vitreoretinal surgery. Int
Ophthalmol 2010;30:221-7.Cha DM, Woo SJ, Ahn J, Park KH. A case
of sympathetic ophthalmia presenting with extraocular symptoms and
conjunctival pigmentation after repeated 23-gauge vitrectomy. Ocul
Immunol Inflamm 2010;18:265-7.

Anda mungkin juga menyukai