Anda di halaman 1dari 24

Gangguan Pendengaran

Akibat Kerja

Oleh: Daniel Ivan Sembiring


Pembimbing : dr. Ismiralda Siregar, M. Kes
Latar Belakang

Masalah kondisi lingkungan kerja kurang mendapat


perhatian bahkan dilupakan, seperti risiko jam kerja
yang panjang dan tidak teratur, pekerjaan fisik yang
berat, kebisingan, pencahayaan yang kurang akan
menimbulkan ketidak nyamanan untuk bekerja.

Nilai Ambang Batas (NAB) berdasar Keputusan


Menteri Tenaga Kerja No.Kep.51/Men/1999 adalah
85 dB untuk waktu pemaparan 8 jam sehari dan 40
jam seminggu.
Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian
sensorineural akibat kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam
Topik Bahasan

Anatomi Telinga Dalam


Fisiologi Pendengaran
Gangguan Pendengaran Akibat Bising Kerja
Definisi
Etiologi
Pathogenesis
Gejala Klinis dan Diagnosis
Penatalaksanaan dan Prognosis
Pencegahan ( Hearing Conservation Program)
Anatomi Telinga
Kerusakan organ :

Organ Corti , membrane,


stereocilia, haircell,
Subceluler organ , stria
vascularis
Fisiologi Pendengaran
Defenisi
Bising adalah suara atau bunyi yang
mengganggu atau tidak dikehendaki
yang dapat menurunkan pendengaran
baik secara kualitatif ( peninggkatan
ambang pendengaran) maupun secara
kualitatif (penyempitan spectrum
pendengaran), berkaitan dengan factor
intensitas, frekuensi, durasi, dan pola
waktu.
Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational
deafness / noise induced hearing loss )

Hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang


yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua
telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus
dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri,
semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama
waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para
pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang
ditimbulkan pada para pekerja tersebut
Etiologi
1. Intensitas kebisingan
2. Frekuensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
Intensitas dan waktu paparan bising yang
diperkenankan

Noise Intensity Duration limit per


(dBA) day ( hour )

80 24
82 16
85 8
88 4
91 2
94 1
97 ½
100 ¼
Respon Terhadap Bising

1. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa
terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa
terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal
pemaparan.
2. Peningkatan Ambang Dengar Sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara
perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa
minggu setelah pemaparan
3. Peningkatan Ambang Dengar Menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan,
terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak
ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan .
Patogenesis

 sel rambut koklea normal


 Sel rambut koklea yang rusak
Gejala Klinis
• Bersifat sensorineural
• Hampir selalu bilateral
• Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound
hearing loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75
dB.
• Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi
penurunan pendengaran yang signifikan.
• Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada
frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan
yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
• Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada
frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai
tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Diagnosa

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )


Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )
Faktor-Faktor yang Dapat Mempeburuk
1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.
2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.
4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan
intensitas dan durasi bising yang menyebabkan ketulian.
5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala
selama kerja. Pentingnya mengetahui tingkat
pendengaran awal para pekerja dengan melakukan
pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila
audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat
diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat
kebisingan di tempat kerja.
6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab
ketulian non industrial seperti riwayat penggunaan obat-
obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
• Otoskop : Tidak terdapat gangguan pada telinga luar dan
telinga tengah
• Tes Garputala :
Rinne Test : Positif
Weber Test : Lateralisasi Ke telinga yang lebih baik
Schwabach Test : Memendek
Kesan : Tuli Sensorineural
Pemeriksaan Audiologi Khusus

• Audiometri : Tuli Sensorineural dengan takik khas di


frekuensi 4000 Hz atau gambaran sesuai usia,
perbandingan dengan tahun sebelumnya positif
• Pemeriksaan lain : SISI ( Short Increment
Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural
Loudness Balance )
Penatalaksanaan

• Tuli bersifat Irreversibel


• Bila Kesulitan berkomunikasi >> Alat Bantu Dengar (ABD)
• Bila tidak dapat berkomunikasi lagi >> Psikoterapi, lip
reading, auditory training, bahasa isyarat.
Macam Alat Bantu Dengar

Behind The ear In the Ear

In the Canal Completely in the canal


Hearing conservation program
(HCP)
A. Survey Paparan Kebisingan
B. Pengukuran Audiometri Berkala
C. Pengendalian Kebisingan
D. Pelindung Pendengaran
E. Pendidikan Pekerja
F. Pencatatan dan Evaluasi
Personal Protective Equipment
• Earplugs
• Earmuffs
• Helmet
KESIMPULAN
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced
hearing loss) adalah penurunan pendengaran atau tuli
akibat bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB)
dilingkungan kerja. Faktor resiko yang berpengaruh pada
derajat parahnya ketulian ialah intesitas bising, frekuensi,
lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu,
umur dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian
berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energy bising yang diterima akan sebanding
dengan kerusakan yang didapat. Secara klinis pajanan
bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan
reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara
(temporary threshold shift) dan peningkatan ambang
dengar menetap ( permanent threshold shift).
KESIMPULAN
Penurunan pendengaran akibat bising bersifat
permanen/irreversible tidak dapat disembuhkan sehingga
tidak dapat diobati dengan terapi medikamentosa. Yang
dapat dilakukan adalah mencegah perburukan penurunan
pendengaran dengan hearing conservation program
(HCP) yaitu dengan cara pengukuran kebisingan
(monitoring), mengurangi faktor resiko kebisingan,
pengukuran audiometri secara berkala, pengendalian
kebisingan, pendidikan pekerja, dan pencatatan untuk
menghindari terjadinya NIHL. Data penelitian
menunjukkan bahwa ada penurunan signifikan pada
angka kejadian NIHL yang diintervensi dengan perilaku
pencegahan.

Anda mungkin juga menyukai