Anda di halaman 1dari 18

Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan :

Studi Kasus Pada Puskesmas Rawat Jalan


Di Kecamatan Krejengan

Disusun oleh:

MUHAMMAD SYAIFUR RIZAL

NIM. 1810201043

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS


TIDAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, serta inayah-Nya,
sehingga saya mampu untuk menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini guna memenuhi
tugas mata kuliah MPS Kualitatif yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pelayanan
Kesehatan : Studi Kasus Pada Puskesmas Rawat Jalan Di Kecamatan Krejengan”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah proposal penelitian ini. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada dosen MPS
Kualitatif Dr. Sri Mulyani, M.Si, yang telah memberikan tugas penelitian ini. Demikian, semoga
proposal ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Magelang, 24 Desember 2019

Hormat kami,

Peneliti

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 4
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 6
2.1 Variabel Penelitian ...................................................................................................... 6
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................................................... 9
2.3 Kerangka Berpikir………………………………………………………………..10
Bab III Metode Penelitian ...................................................................................................... 12
3.1 Metode Penelitian ...................................................................................................... 12
3.2 Pendekatan Penelitian ............................................................................................... 12
3.3 Sumber Data............................................................................................................... 13
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 13
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………….14
3.6 Instrumen Penelitian……………………………………………………………..14
3.7 Metode Analisis Data…………………………………………………………….14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia
adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan
sosial. Untukmencapai tujuan nasional tersebut, maka dilakukan upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan
terpadu, termasuk di dalamnya adalah pembangunan kesehatan.

Pembangunan bidang kesehatan merupakan wujud tanggungjawab negara sebagaimana


termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan pasal 34. Kemudian disusunlah
Undang-UndangRepublik IndonesiaNomor 23/ 1992tentang Kesehatan. Karena sudah tidak
sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan kebutu han hukum masyarakat, diganti dengan
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 36/2009 tentang Kesehatan. Yang didalamnya
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumberdaya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial.

Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu pemerintah memberikan jaminan melalui
skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Namun demikian skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan masih sulit terkendali.

Guna mengatasi hal itu, pada 2004 dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mengamanatkanbahwa jaminan
sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenaga-kerjaan.Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 24/2011
tentang BPJS.

Pelaksanaan program BPJS Kesehatan yang terkesan lamban, diundangkan 25 November


2011 seharusnya peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan jangka satu tahun sejak
diundangkan. 3 Tetapi baru 1 Januari 2014 dilaksanakan. Disamping lamban, kesan politisasi
menjelang pelaksanaan Pemilu 2014 tak bisa dilepaskan dari pelaksanaan BPJS Kesehatan.
Kekurangsiapan pelaksana di lapangan,banyak menuai protes di beberapa daerah, karena
berbagai hal. Mulai dari pelayanan yang kurang memuaskan (tidak seperti iklannya di televisi),

1
klaim biaya operasional instansi pemberi layanan kesehatan yang lama ‘cair’, juga kendala
tentang kisaran honor jasa dokter umum (sebagai ujung tombak fasilitas layanan primer) yang
kurang memadai. Ditambah adanya pernyataaan salah satu pimpinan Komite Pemberantasan
Korupsi bahwa BPJS sangat rawan adanya tindak pidana korupsi.

Kaitannya dengan pelaksanaan program BPJS Kesehatan , peran dokter umum sebagai
ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat sangat penting dalam menentukan keberhasilan p
rogram BPJS Kesehatan. Dengan berbekal kompetensi yang dimiliki seorang dokter umum,
kiranya berbagai penyakit yang seharusnya tidak perlu dirujuk ke Dokter Spesialis dan/ atau
Rumah Sakit, dapat diselesaikan di fasilitas layanan primer.

Hal ini akan menghemat biaya yang harus dikeluarkan BPJS sehingga tidak perlu
berhutang kepada Rumah Sakit (seperti yang terjadi pada pelaksanaan Jamkesmas dan Jamkesda
sebelumnya), karena banyaknya pasien yang dirujuk oleh dokter umum di fasilitas layanan
primer. Sebagai objek hukum kedokteran, dokter, dalam hal ini adalah aturan apa saja yang
mengikat perilaku dokter yaitu dari aspek normatif ataupun seluruh peraturan tertulis yang
mengikat perilaku dokter dalam menjalankan profesinya. Artinya dalam menjalankan aktivitas
profesinya mulai dari awal sampai akhir melakukan kegiatan profesi, aspek hukum tidak lepas
mengontrol perilaku dokter aturan hukum terus-menerus melekat dan menata perilaku dokter.
Seorang dokter juga mendapat jaminan perlindungan hukum dalam melakukan upaya kesehatan
kepada pasien.Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29/ 2004 disamping
menjadi dasar perlindungan hukum bagi dokter juga bagi pasien.Apalagi ilmu seorang dokter
punya karakteristik yang khas yang membedakan dengan profesi lainnya, kekhasan tersebut
mempunyai resiko yang besar, sedang pasien mempunyai kepercayaan yang tinggi pada profesi
dokter, maka perlu diadakan perlindungan hukum untuk menjaga agar masing-masing pihak
tidak terlibat konflik sosial.

Sebagaimana terdapat dalam pasal 3 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 29/


2004 tentang Praktik Kedokteran, bahwa tujuan diadakan pengaturan praktik kedokteran adalah
memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan , dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dan memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat (pasien), dokter, dan dokter gigi.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan di lapangan, perawat, bidan atau paramedis lainnya


sering mendapat pelimpahan tugas dari dokter yang berupa mandat (karena tanggung jawabnya
tetap pada dokter). Diantaranya memberikan pelayanan pengobatan (kuratif) dan tindakan
khusus (yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan oleh dokter) seperti
pemasangan infus, melakukan suntikan. Dalam hal itu setiap kegagalan dalam tindakan medis
menjadi tanggung jawab dokter.

Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa seseorang harus memberikan
pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi

2
juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah
pengawasannya. Pasal ini sekilas dapat menjadi “perisai” hukum dan rasa aman bagi paramedis
padamodel praktik dokter yang melimpahkan wewenangtindakan pengobatan kepada paramedis
di beberapa pusat pelayanan kesehatan,selama pelaksanaannya sesuai SOP (Standart Operational
Procedure) yang ada di instansi tersebut dan selama tidak terjadi ‘human error’.

Tetapi perlu diperhatikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29/ 2004 tentang
Praktik Kedokteran, pasal 51 bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban , diantaranya memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Kemudian pada
Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29/ 2004 juga dijelaskan bahwa pimpinan
sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter ataupun dokter gigi yang tidak
memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan
tersebut. Sedangkan di Pasal 40 Undang-Undang yang sama dinyatakan dokter atau dokter gigi
yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti. Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud
harus yang mempunyai surat izin praktik.

Kalau untuk praktik-praktik layanan kesehatan swasta dokter/ dokter gigi peraturannya
begitu ketat, tetapi untuk layanan dari instansi pemerintah (Puskesmas, Pustu, Polindes) aturan
itu seolah tidak berlaku dengan adanya Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 279/ MENKES/
SK/ IV/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat Di
Puskesmas, yang digunakan dokter umum untuk memberikan tugas limpah kepada perawat
dalam layanan pengobatan pasien di poliklinik/ BP Puskesmas Rawat Jalan. Dasar hukum yang
lainnya yang sering disalahgunakan adalah Permenkes Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/ PER/ X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Pasal 14 dan 16,
padahal jelas-jelas dinyatakan di pasal-pasal tersebut,”di daerah yang tidak memiliki dokter,
bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya.” Tetapi p ada pelayanan
kesehatan di puskesmas rawat jalan, aturan tersebut tetap dilakukan meskipun sudah ada dokter,
bahkan lebih dari satu orang dokter.

Di sini terdapat tampak benar kebijakan pelayanan kesehatan rawat jalan di lapangan
(puskesmas) yang tidak konsisten dengan aturan hukum yang diatasnya. Dan apabila dikaitkan
dengan pelaksanaan BPJS Kesehatan yang bertujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
(sebagaimana dipromosikan di televisi sejak akhir 2013 lalu), sangat tidak sesuai dengan
fenomena ini.Kemudian berimbas pada besarnya anggaran yang harus dikeluarkan oleh BPJS
Kesehatan , karena banyaknya pasien mendapat pelayanan yang kurang optimal dan
lebihmemilih meminta surat rujukan saja ke rumah sakit karena tidak tertangani dengan baik di
puskesmas. Begitu menariknya fenomena ini, maka penulis mengambil judul penelitian
“Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan : Studi Kasus Pada Puskesmas Rawat Jalan Di
Kecamatan Krejengan.”

3
1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan fenomena di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kebijakan pelayanan kesehatan pada puskesmas rawat jalan di


Kecamatan Krejengan?
2. Mengapa terjadi kebijakan pelayanan kesehatan pada puskesmas rawat jalan di
Kecamatan Krejengan yang dilakukan oleh paramedis sebagai tugas limpah dalam bentuk
mandat dari dokter?
3. Bagaimana model kebijakan pelayanan kesehatan pada puskesmas rawat jalan yang
diharapkan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mendeskripsikan pelayanan kesehatan pada puskesmas rawat jalan di Kecamatan


Krejengan.
2. Untuk menganalisis hal-hal yang menyebabkan terjadinya kebijakan pelimpahan tugas
yang berupa mandat dari dokter kepada paramedic pada puskesmas rawat jalan di
Kecamatan Krejengan.
3. Menciptakan gambaran/ model puskesmas rawat jalan yang diharapkan (ideal).

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian tersebut di atas maka manfaat penelitian
ini:

1. Manfaat teoritis
Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan hukum kesehatan, khususnya
tentang pelimpahan tugas dokter kepada perawat, bidan atau paramedis yang lain pada
pelayanan kesehatan di Puskesmas rawat jalan.

4
2. Manfaat praktis

a. Terwujudnya jaminan kepastian hukum dalam pelayanan kesehatan karena


pelayanandilakukan oleh tenaga yang berkompeten sebagaimana seharusnya.
b. Penghematan anggaran yang harus dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan karena semakin
berkurangnya angka rujukan pasien ke rumah sakit dengan dapat ditanganinya pasien
cukup di Puskesmas yang pelayanannya semakin baik oleh tenaga yang
berkompeten.Yaitu pengobatan oleh dokter, perawatan oleh perawat, sedang untuk
hal-hal tentang kebidanan oleh bidan, dan yang berhubungan dengan fisioterapi dapat
juga dilayani oleh fisioterapis.
c. Mengurangi praktik-praktik “illegal” perawat, bidan atau tenaga paramedis lainnya,
karena di puskesmas mereka memberi pengobatan dan tindakan-tindakan medis
lainnya (sebagai mandatdari dokter) ternyata aman saja,disalah-gunakan untuk
praktik swasta di rumah dengan dalih”menolong” (tanpa ada mandat dari dokter).
Padahal ditinjau dari hukum kesehatan praktik-praktik pengobatan oleh paramedis
(bidan , perawat dan fisioterapis) yang bukan kompetensinya, termasuk kategori
malpraktik yaitu out of competence. Diharapkan praktik-praktik tersebut tidak ada
lagi, sehingga masyarakat akan mendapat pelayanan kesehatan lebih baik; dengan
begitu akan mengurangi Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulan (Arikunto Suharsimi, Metodelogi Penelitian, Bina Aksara,
Yogyakarta, 2006, hlm. 112 ).

 Kebijakan Publik

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kita tidak dapat lepas dari Kebijakan
Publik. Kebijakan-kebijakantersebut dapat kita temukan dalam bidangkesejahteraan sosial,
bidang kesehatan, perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidang lainnya yang
menyangkut hajat hidup masyarakat.Menurut Islamy (2001, h.20), menyimpulkan bahwa
kebijakan publik ( public policy) adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
demi kepentingan seluruh masyarakat padahakikatnya kebijakan public mendasarkan pada
paham bahwa kebijakan publik harusmengabdi kepada kepentingan masyarakat.

Dari kesimpulan tersebut memilikiimplikasi bahwa:

a. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan


pemerintah
b. Kebijakan publik itu tidak cukup hanyadinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk
nyata.
c. Kebijakan publik untuk melakukansesuatu atau tidak melakukan sesuatu itumempunyai
dan dilandasi maksud dantujuan tertentud.
d. Bagi kebijakan publik itu harussenantiasa ditujukan bagi kepentinganseluruh anggota
masyarakat.

 Implementasi Kebijakan

Mazmanian dan Sabatier dalam LeoAgustino (2008, h.139) mendefinisikan implementasi


kebijakan sebagai:

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang,


namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusaneksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebutmengidentifikasikan masalah yang

6
ingindiatasi, menyebutkan secara tegas tujuanatau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk men-strukturkan atau mengatur proses implementasinya”

Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung maka


dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Pandangan mengenai model (teori)
implementasi kebijakan banyak kita temukan dalam berbagai literatur. Secara garis besar
Parsons(1997, h.463) membagi model implementasi kebijakan menjadi empat yaitu:

1) The Analysis of failure (model analisis kegagalan),


2) Model rasional (top-down) untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang membuat
implementasi sukses,
3) Model pendekatan (bottom-up) kritikan terhadap model pendekatan top-down dalam
kaitannya dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi,
4) Teori-teori hasil sintesis (hybridtheories).

Model yang digunakan sebagai dasartema penelitian ini ialah turunan model
implementasi top-down yang disebut Directand Indirect Impact on Implementation yaitu Model
teori yang dikembangkan olehGeorge C.Edwards III (1980). Menurut pandangan Edwards III
dalam Subarsono(2011, h.90), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang
saling berhubungan satu sama lain, di antaranya: a) Komunikasi, b) Sumber daya, c) Disposisi
dan d) Struktur Birokrasi.

 Konsep Pelayanan Kesehatan

Menurut Levei dan Loamba dalamAzrul (1996, h.35), Pelayanan kesehatan adalah setiap
upaya yang diselenggarakansendiri atau secara bersama-sama dalamsuatu organisasi untuk
memelihara danmeningkatkan kesehatan, mencegah danmenyembuhkan penyakit serta
memulihkankesehatan perorangan, keluarga, kelompokdan ataupun masyarakat.

Lingkungan pelayanan kesehatan me-liputi sistem pembiayaan kesehatan, peraturan


perundang-undangan, kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan,kebijakan pembiayaan
dan peraturan ke-uangan, serta sistem regulasi kesehatan.Seluruh sistem yang berlaku di
masyarakatsangat berpengaruh terhadap sistemorganisasi pelayanan kesehatan dan sistemmikro
pelayanan kesehatan.

 Konsep Puskesmas

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan ,serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelengarakan kegiatan secara menyeluruh ,

7
terpadu dan kesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
tertentu.

Para ahli mendefinisikan puskesmas sesuai dengan perkembangan dan tuntutan


pelayanan kesehatan , diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Azrul azwar (1980) . Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang
langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah
kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok

2. Departemen Kesehatan RI (1981) Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi


kesehatan yang langsung memberikan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi kepada
masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha- usaha kesehatan pokok

3. Departemen Kesehatan RI (1987) Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan


kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta
menyelengarakan pelayanan kesehatan tedepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk
kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpandu di wilayah kerja

4. Departemen kesehatan RI (1991) . Puskesmas adalah suatu kesatua organisasi


kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

 Konsep Rawat Jalan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1165/MENKES/SK/X/2007 “pelayanan


rawat jalan adalah pelayanan pasien untuk obsevasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik
dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap di rumah sakit”. Pelayanan rawat jalan tidak
hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal seperti
rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) dan di
rumah perawatan (nursing homes) (Azrul Azwar,1996)

Pelayanan Rawat jalan menurut Edna K Huffman,RRA dalam buku Health Information
Managemen (1994) adalah “pelayanan yang diberikan kepada pasien yang tidak dirawat sebagai
pasien Rawat inap di rumah sakit atau istitusi perawatan kesehatan”.

Rawat jalan (RJ) merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien
yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik
dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari
pelayanan kesehatan di rumah sakit (Azrul Azwar, 1996)

8
2.1. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan tema/gejala yang diteliti
(state of the art) berhasil dihimpun oleh penulis sebagian besar dijadikan data dan referensi
pendukung guna mempertegas teori-teori yang telah ada mengenai implementasi kebijakan
pelayanan kesehatan sekaligus menjadi acuan dalam butir-butir pertanyaan yang nantinya
disebarkan kepada konsumen. Pada Tesis Entis Sutisna (2004) yang berjudul “Implementasi
Kebijakan Pelayanan Rawat Inap Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur.” Tujuan
penelitiannya adalah untuk mengetahui serta menganalisa kebijakan pelayanan yang
diberlakukan oleh Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Hasil penelitiannya adalah
pemberian layanan yang ada di Puskesmas Cakung Jakarta Timur belum menunjukkan tingkat
konsistensi pelayanan yang diharapkan pelanggan serta undang-undang yang berlaku. Hal ini
berdasarkan dari persepsi dan harapan masyarakat yang menggunakan jasa kesehatan yang
menunjukkan hasil nilai kesenjangan atau Gap dengan nilai skor negatif dari keseluruhan
dimensi baik itu dimensi tangible, reability, responsiveness, assurance maupun emphaty.
Pelayanan yang diberikanselama ini hanya mengacu pada prosedur serta pola pikir dari petugas
yang merasa bahwa pasienlah yang membutuhkan, padahal dalam era servqual sekarang ini
justru sebaliknya bahwa puskesmas atau organisasi publiklah yang sangat membutuhkan
masyarakat

Tesis Toto Bondan (2005) yang berjudul “Analisis Kebijakan Pelayanan Masyarakat di
Kantor Lurah se-Kotamadya Jakarta Timur.” Penelitiannya merupakan penelitian deskriptif yang
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat konsistensi pegawai terhadap peraturan di
kantor-kantor lurah se-Kota madya Jakarta Timur dilihat dari dimensi Tangibility, Reability,
Responsiveness, Assurance, dan Emphaty. Di samping itu juga bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat sebagai penerima
layanan di Kantor-kantor Lurah seKotamadya Jakarta Timur. Hasil penelitiannya menyatakan
dari kelima dimensi yang diukur, diperoleh hasil tingkat kepuasan secara berurutan sebagai
berikut: Empathy, Responsiveness, Assurance, Reliability dan terakhir Tangibility. Namun
kelima dimensi tersebut masih memiliki nilai kepuasan yang negatif demikian juga tingkat
kepuasan indikator variabel semuanya memiliki tingkat kepuasan negatif atau dengan kata lain
bahwa kualitas pelayanan masyarakat di kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur belum
memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai penerima layanannya.

Tesis Detje Rossa (2008) yang berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan di Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Jakarta Selatan bagi Para Pengguna Jasa Keimigrasian (End User) ditinjau dari
Konsep Servqual” bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui tingkat kualitas pelayanan di
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan ditinjau dari dimensi reliability, responsiveness,
assurance, empathy dan tangibles dengan menggunakan konsep Importat Performance Analyst,
konsep Service Quality (ServQual) dan menganalisis tingkat kesenjangan/perbedaan antara
harapan yang diterima dengan kinerja yang telah dicapai oleh Kantor Imigrasi Klas I Khusus
Jakarta Selatan, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dari

9
ke-5 dimensi ServQual. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan
statistik kelima dimensi kualitas pelayanan dapat diasumsikan bahwa pelanggan menyatakan
cukup puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor Imigrasi Kelas I Khusus
Jakarta Selatan.

2.3 Kerangka Berpikir

Pemerintah mendirikan lembaga kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit Umum


Daerah dan Rumah Sakit Umum Pusat untuk mewujudkan pelayanan kesehatan. Puskesmas
merupakan layanan kesehatan yang pertama dituju oleh masyarakat untuk mengobati sakit
maupun upaya pemeliharaan kesehatan, Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan ,serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelengarakan
kegiatan secara menyeluruh , terpadu dan kesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat
tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Puskesmas sebagai institusi layanan kesehatan dituntut untuk dapat memberikan layanan
kesehatan yang merata bagi masyarakat. karena kesehatan merupakan hak bagi manusia.
Puskesmas menyediakan layanan kesehatan berupa layanan rawat jalan, layanan rawat inap, serta
penunjang medis. Pasien yang memerlukan perawatan yang intensif diharuskan melakukan rawat
inap atau rawat jalan. Pasien mendaftar sebagai pasien rawat jalan dan memenuhi prosedur yang
ditetapkan oleh Puskesmas Kecamatan Krejengan, kemudian pasien memperoleh perawatan
sesuai dengan kemampuan pasien dan kondisi kesehatan pasien.

Layanan rawat jalan terbagi menjadi beberapa kelas yaitu kelas VIP, kelas Utama, dan
kelas 1, 2, dan 3, masing-masing kelas memiliki tarif yang berbeda, semakin tinggi kelas rawat
pada rawat jalan maka semakin besar tarif yang ditetapkan. Setiap kelas pada layanan rawat jalan
memiliki fasilitas dan layanan kesehatan yang berbeda. Masyarakat kelas atas yang mampu
membayar lebih akan memperoleh kelas rawat jalan dengan standar yang bagus seperti pada
kelas VIP, dan VVIP, pelayanan kesehatan di ruang ini sangat diprioritaskan, bahkan fasilitas
sangat bagus. Bagi masyarakat kelas bawah terutama masyarakat miskin hanya dapat
memperoleh layanan kelas III, dengan fasilitas di bawah kelas II, sehingga kenyamanan pasien
dalam menjalani rawat jalan tidak diutamakan. Perbedaan pada pemberian pelayanan rawat jalan
menimbulkan persepsi pasien terhadap layanan rawat jalan yang diberikan

10
Layanan Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Krejengan

VIP dan VVIP Kelas 1 dan 2 Kelas 3


( BPJS )

Fasilitas Akses

Persepsi Pasien

Gambar 1.Kerangka Berpikir

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yang bertitik tolak
pada norma-norma hukum dalam perundang-undangan, yaituUndangUndang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran beserta Penjelasannya, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan beserta Penjelasannya, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan beserta
Penjelasannya; dengan kebijakan aturan hukum pelaksanannya (aturan dibawahnya) yaitu
Permenkes RI tentang keperawatan maupun Kepmenkes RI tentang praktik kebidanan.

Dilakukan pengamatan pelaksanaan aturan-aturan hukum kesehatan yang berkaitan


dengan praktik pelayanan kesehatan rawat jalan di puskesmas terutama tentang tugas limpah
berupa mandat dari dokter kepada paramedis. Adapun bentuk penelitian adalah penelitian
lapangan, dimana peneliti berusaha melihat kenyataan pelaksanaan pelayanan kesehatan rawat
jalan pada puskesmas-puskesmas di Kabupaten Sukoharjo. Peneliti berusaha mengamati dan
merinci faktor-faktor penyebab timbulnya pelayanan pengobatan rawat jalan di Puskesmas oleh
paramedis, yang hal itu jelas sebuah tugas di luar kompetensi mereka. Sementara jumlah dokter
umum pada beberapa puskesmas relatif mencukupi. Kemudian diteliti juga tingkat kunjungan
pasie n di tiap puskesmas tersebut, agar bisa diketahui ada tidaknya hubungan dengan pemberi
layanan pengobatan yang dilakukan oleh dokter dengan oleh paramedis, dengan tingkat
kunjungan pasien.

3.2. Pendekatan Penelitian

Kajian pada penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif (descriptive research ) yaitu
menggambarkan dengan jelas hal-hal yang berkaitan dengan obyek penelitian, yang
dimaksudkan untuk memberikan data yang sejelas mungkin tentang keadaan pelayanan di
Puskesmas rawat jalan yang diteliti. Disampaikan juga berbagai hal yang menyebabkan tugas
limpah berupa mandat dari dokter pada paramedis puskesmas yang diteliti.

12
3.3. Sumber Data

Data penelitian inin terdiri dari dua sumber, yaitu :

1. Data Primer
Data yang didapatkan langsung dari obyek penelitian, yaitu data-data dari sumber
utama berupa tindakan-tindakan sosial dan pernyataan dari beberapa pihak yang terlibat
dengan objek yang diteliti. Sumber data p rimer dalam penelitian kualitatif adalah
manusia dalam posisi sebagai narasumber atau informan.

2. Data sekunder
Berupa bahan -bahan kepustakaan tentang hukum dan hukum kesehatan yang
berkaitan dengan praktik kedokteran, praktik kebidanan, registrasi perawat dan pelayanan
kesehatan primer di Puskesmas serta tentang BPJS Kesehatan. Juga beberapa data
administrasi kepegawaian dan rekam medis yang berhubungan dengan permasalahan
yang diteliti .

3.4. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :

1. Studi kepustakaan
Yaitu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen kepustakaan sehingga menghasilkan kajian yang sistematis untuk menunjang
penelitian ini.Data dan dokumen terutama yang berhubungan dengan teori-teori hukum,
peraturan perundangan hukum kesehatan tentang praktik dokter/ dokter gigi, praktik
perawat, dan praktik bidan, serta tentang puskesmas. Disamping itu dipelajari juga data
statistik rasio ideal kebutuhan dokter umum per jumlah penduduk dan data tentang rasio
dokter dengan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, sebagai pembanding. Juga data
kepustakaan penelitian -penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan fenomena yang
diteliti.

2. Wawancara
Kegiatan ini dilakukan secara langsung dengan subyek hukum yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti, yaitu dokter Kepala puskesmas, dokter
penanggungjawab pelayanan rawat jalan puskesmas, perawat, bidan maupun petugas-
petugas lain yang bekerja di puskesmas yang dikunjungi/ diteliti. Sebelum datang ke
puskesmas, telah terlebih dahulu dilakukan wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Sukoharjo selaku penanggungjawab secara keseluruhan pelayanan kesehatan,
untuk mendapatkan gambaran umum pelayanan pada puskesmas rawat jalan di

13
Kecamatan Krejengan . Disamping itu sebagai data penunjang wawancara juga dilakukan
kepada para pasien pengguna jasa pelayanan puskesmas rawat jalan.

3. Pengamatan
Pengamatan langsung melihat situasi sarana pelayanan kesehatan/ puskesmas
yang diteliti, untuk mendapatkan data yang lebih otentik. Kegiatan ini disertai dengan
pencatatan segala sesuatu yang dapat memperjelas masalah yang diteliti

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kecamatan Krejengan yang beralamat


di Jl. Kamalkuning No.12, Desa Krejengan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten
Probolinggo.

b. Waktu penelitian yang direncanakan yaitu pada bulan 15 Januari 2020 hingga
selesai atau sesuai dengan kesepakatan antara mahasiswa dan Puskesmas
Kecamatan Krejengan.

Dipilihnya Kecamatan Krejengan karena karakteristik penduduknya yang gambaran


ekonominya mayoritas masih menengah ke bawah, diharapkan dapat mewakili gambaran
mayoritas masyarakat di Indonesia. Alasan kedua, lokasi tersebut lebih terjangkau, lebih efisien
dari segi tenaga, waktu dan biaya.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini meliputi instrumen utama dan instrumen penunjang. Instrumen
utama adalah peneliti sendiri, sedangkan instrumen penunjang adalah rekaman dan/ atau catatan
harian penelitian, dan data rekam medis serta data kepegawaian yang ada di puskesmas yang
diteliti.

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif kualitatif . Dimana data-data kualitatif berupa kata-kata lisan maupun tulisan tentang
tingkah laku manusia yang diamati, dicatat, direkam, kemudian disusun sebagai data penelitian.
Data penelitian yang sudah dikumpulkan, disusun, kemudian dilakukan analisis data (reduksi
data). Dari data yang sudah diolah, kemudian diambil kesimpulannya.

14
15

Anda mungkin juga menyukai