Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prostatektomi Suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan
berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih
banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan
disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan
lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan
tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana,
memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe
kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi
kandung kemih yang berkaitan.
Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 60-70
tahun mengalami gejala-gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebayak 90%
mengalami gejala-gejala BPH. Angka kejadian di Indonesia, bervariasi 24-30% dari
kasus urologi yang dirawat dari beberapa rumah sakit. Tahun 1994-1997, jumlah
penderita BPH di RS Cipto Mangunkusumo sebanyak 462. Hasan Sadikin Bandung
tahun 1976-1985 sebanyak 1.185 kasus, 1993-2002 sebanyak 1.038 kasus. Di RS Dr.
soetomo Surabaya terdapat 1.948 kasus BPH pada periode tahun 1993- 2 2002 dari RS
Sumber Waras sebanyak 602 kasus pada tahun 1993-2002. (Rahardjo, 2013).
Menurut pengamatan penelitian selama praktek Di RSUD Pandan Arang
Boyolali pada tanggal 15 April 2015, hasil rekam medis pada tahun 2014 terdapat 195
pasien PBH, pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai Maret terdapat 39 pasien BPH
dan 32 diantaranya dilakukan operasi open prostatektomi.
Salah satu tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah open
prostatectomy/ prostatektomi terbuka yang merupakan mekanisme pengakatan kelenjar
melalui insisi abdomen. Open prostaectomy dibagi menjadi tiga yaitu prostatektomi
suprapubik, prostatektomi perineal dan prostatektomi retropubik. Open prostatektomy
dianjurkan untuk prostat dengan ukuran (>100 gram). Pasien yang telah dilakukan
tindakan pembedahan bukan berarti tidak timbul masalah, Penyulit yang dapat terjadi
setelah tindakan prostatektomi terbuka adalah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak, retensi urine, inkontinensia urine, impotensi dan terjadi infeksi
(Purnomo, 2011).

B. Tujuan
a. Tujuan umum:
Setelah membaca dan memperlajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti tentang prostatectomy suprabublik.
b. Tujuan khusus:
1. Untuk memahami konsep dasar Benigna Prostat Hiperplasia dan Prostatektomi
Suprapublik.
2. Untuk memahami asuhan keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia dan
Protatektomi Suprapublik

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia)


1. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra, menyebabkan gejala urinaria (Fransisca, 2009)
Benigna Prostate Hyperplasia atau BPH adalah pembesaran progresif dari kelenajar
prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau semua komponen
prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif Muttaqin &
Kumalasari, 2011).
Benigna Prostate Hyperplasia adalah pembesaran kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan uretra pars prostatika buntu dan menyebabkan terhambatnya aliran
urin keluar dari buli-buli (Basuki B. Purnomo, 2008).
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone androgen. Faktor lain
yang erat dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan
penyebab, antara lain :
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor andogen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormone estrogen – testosterone
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan
penurunan testosterone yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma – epitel


Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth faktor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang mengikat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
e. Teori sel stem
Sel stem yang mengikat mengakibatkan proliferasi sel transit (Padila, 2015).

3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh benigne prostat hyperplasia disebut sebagai
syndrome prostatisme. Syndrome prostatisme dibagi menjadi dua yaitu:
a. Gejala obstruktif yaitu :
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
gunamengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebaabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan
tekaanan inntra vesika sampai berakhirnya miksi
3) Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
4) Pancaran lemah ; kelemahan kekuatan dan caliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b. Gejala iritasi yaitu :
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing (Padila, 2015)

4. Pathway
5. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain:
a. Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symtoms) antara lain: Hesitansi, Pancaran urin lemah, intermittensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa setelah disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif
dapat berupa urgensi freuensi serta dysuria
b. Pemeriksaan fisik
1) Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok – septik
2) Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra
simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dank lien akan terasa sangat miksi. Perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urin.
3) Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striker
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
4) Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididymitis
5) Rectal touch/ pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, Yaitu:
a) Deraajat I = beratnya 20 gram
b) Derajat II = beratnya antara 20-40 gram
c) Derajat III = beratnya 40 gram

c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien
2) Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
3) PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
d. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat dieriksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
1) Flow rate maksimal > 15ml /dtk = non obstruktif.
2) Flow rate maksimal 10-15 ml /dtk = border line
3) Flow rate maksimal < 10 ml/ dtk = obstruktif
4) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
5) BOF (Buik Overzich): Untuk melihat adanya batu dan metastase pada
tulang.
6) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume
dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrectal, transurethral, dan supra
pubik.
7) IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal
dan adanya hidronefrosis.
8) Pemeriksaan Penendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-buli. (Padila, 2015)

6. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH menurut Nursalam (2009) adalah :
a. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat
tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:phitoterapi
(misalnya:hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.

7. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin >100 ml
c. Klien dengan penyulit
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil
e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif.
B. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, dan Terapi
Ultrasonik).
Pembedahan dapat dilakukan dengan:
Prostatektomi Suprapublik
1. Pengertian
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi
dibuat pada garis tengah bawah abdomen sampai kandung kemih dan mengarah
ke prostat.
Keuntungannya: secara teknis sederhana memberikan area eksplorasi yang
lebih luas, memungkinkan pengobatan lesi kandung kemih. Sedangkan
kerugiannya: membutuhkan pembedahan melalui kandung kemih, urine dapat
bocor di sekitar tuba suprapubis dan pemulihan mungkin lama.
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari
Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan
retropubik infravesika, Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau
transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang
masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efisien sebagai
terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan
suprapubik transvesikal atau retropubik infravesikal.

2. Ruang lingkup
Semua penderita laki-laki berusia > 50 tahun yang datang dengan keluhan
kencing kurang lancar (sindroma protatism) yang terdiri dari:
1) Gejala obstruktif (penyumbatan)
Hesitansi (sulit untuk memulai berkemih), pancaran urin melemah atau
mengecil.
2) Gejala iritasi
Urgensi (sulit menahan miksi (proses pengeluaran urine)), frekuensi (miksi
lebih sering dari biasanya), disuria (nyeri saat BAK) sampai terjadinya
retensi urin.

3. Indikasi operasi
1) Penderita BPH dengan retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
2) Penderita BPH dengan retensi urin kronis artinya dalam buli-buli (kandung
kemih) selalu lebih dari 300 ml.
3) Penderita BPH dengan residual urin lebih dari 100 ml
4) Penderita BPH dengan penyulit: batu buli-buli, hidronephrosis (kelebihan
cairan di ginjal karena menumpuknya urin), gangguan fungsi hati karena
obstruksi
5) Penderita BPH yang tidak berhasil dengan terapi medikamentosa.

4. Kontra indikasi operasi


1) Penyakit jantung berat/ gagal jantung berat
2) Gangguan fungsi pembekuan darah

Khusus :

1) Prostat yang kecil


2) Sudah dilakukan prostatektomi
3) Pernah operasi di daerah protat sebelumnya yang berhubungan dengan
kelenjar prostat
4) Beberapa tipe kanker prostat.

5. Diagnose banding
1) Striktur uretra (kondisi penyempitan uretra yang menghambat aliran urin).
2) Batu uretra post

6. Pemeriksaaan Penunjang
1) Protate specific antigen (PSA), foto polos abdomen, pyelografi intravena
(pada kasus BPH tanpa retensi urin)
2) USG bila terjadi gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 4).
3) Uroflowmetri bila penderita masih bisa kencing atau untuk evaluasi pasca
terapi
4) TRUS (Transrekal USG).

7. Tehnik Operasi
1) Dengan pembiusan umum
2) Posisi pasien terlentang dengan meja sedikit fleksi
3) Pasang kateter urin, isi buli-buli dengan air steril 300 cc, lepaskan kateter.
4) Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptic.
5) Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
6) Insisi kulit di garis tengah infra umbilikal di perdalam sampai membuka
fasia rektus (linea alba)
7) Lemak perivesika disisihkan ke proksimal, identifikasi kandung kemih,
pasang retractor.
8) Buat jahitan hemostatis dengan chromic catgut di proksimal dan distal
tempat yang akan diinsisi pada buli. Insisi buli diantara kedua jahitan,
perlebar dengan klem. Identifikasi leher buli, trigonum dan muara ereter.
9) Insisi mukosa yang mengelilingi penonjolan adenoma dengan kauter,
pisahkan mukosa dengan adenoma menggunakan gunting bengkok.
10) Enukleasi adenoma prostat di antara kapsul dan adenoma dengan jari.
Potong sisa mukosa dengan gunting. Bekas enukleasi di tekan dengan kasa
selama ± 5 menit untuk menghentikan pendarahan, jahit dasar prostat pada
jam 5 dan 7 untuk hemostasis.
11) Pasang kateter lubang tiga no. 24 F sampai kebuli-buli (balon jangan diisi
dulu).
12) Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0 secara
jelujur, tunika serosa dengan Dexson 3-0.
13) Tes evaluasi kebocoran buli-buli dengan memasukkan PZ 250cc melalui
kateter, bila tidak ada kebocoran isi balon kateter balon dengan air 40 cc dan
ditraksi kemudian dipasang spoel dengan PZ.
14) Pasang redon drain peri vesikal
15) Tutup lapangan operasi lapis demi lapis.

8. Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah
1) Pendarahan
2) Sistitis (peradangan kandung kemih)
3) Epidimo-orkitis (peradangan atau inflamasi akut pada testis)
4) Inkontinensia urin (kehilangan control kandung kemih)
5) Kontraktur leher buli (kelainan pada leher kandung kemih)
6) Disfungsi ereksi
7) Ejakulasi retrograde

9. Perawatan pasca bedah


1) Kateter ditraksi selama 24 jam, dan dilepas 5-7 hari
2) Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturu-turut produksi < 20 cc/24
jam.
3) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.

10. Follow-up
Pada bulan pertama control 2 minggu sekali untuk evakuasi keluhan dan
pancaran kencingnya, selanjutnya setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan setiap
tahun. Apabila terdapat gangguan pancaran segera periksa uroflowmetri. Setiap
control dilakukan pemeriksaan lab oratorium (darah lengkap, urin faal ginjal,
urin kultur dan tes kepekaan).

11. Pathway Prostatektomy


BAB III

KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil. Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit buang
air kecil (BAK). Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus
disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti
kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering berkali - kali ke kamar mandi
pada malam hari saat tidur malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes
dan merasa kurang puas. BAK tidak keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri
pinggang tidak ada, buang air besar biasa. Pasien sudah 4 kali ke mantra terdekat untuk
dipasang kateter. Kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
tidak bisa BAK. Pasien lalu berobat ke RS Muhammadiyah Metro dan dirujuk ke
RSUD Jendral Ahmad Yani dengan diagnosis retensi urine et causa BPH. Pada 05
Januari 2018 pasien datang ke poli bedah RSUD Jendral Ahmad Yani dalam keadaan
terpasang kateter. Kemudian pasien dirawat inap pada 08 Januari 2018. Saat itu pun
pada pasien terpasang kateter, air kencing dapat keluar, darah tidak ada. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, nadi 99x/menit , laju
pernapasan 20x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, dan suhu 36,7oC. Pada status
generalis dalam batas normal. Pada tanggal 08 Januari 2018, pada pasien terpasang
kateter urine ukuran 16F sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Di dalam urine
bag, terdapat 300 cc urine berwarna kuning jernih dan tidak terlihat adanya darah. Dari
rectal toucher didapatkan tonus sphincter ani kuat, mukosa rektum licin, tidak ada
massa, ampulla recti intak, serta prostat teraba membesar, batas atas teraba, konsistensi
kenyal permukaan licin, nodul tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada, tidak ada darah dan
feses pada handscoen. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL.
Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya symple cyst ren dextra, vesicolithiasis,
pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan protusi ke VU. Dalam
kasus ini pasien didiagnosis Benign Prostatic Hyperplasia dengan retensio urine dan
vesicolithiasis. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah terapi operatif dengan
open prostatektomi suprapubik dan ekstraksi batu buli. Prognosis pasien ini adalah quo
ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, quo ad sanationam
dubia ad bonam.

B. Pengkajian

DATA DEMOGRAFI
1. Identitas diri klien
Nama : Tn. A
Usia : 61 Tahun
Jenis kelamin : Laki Laki
Alamat : -
Status Pernikahan : Menikah
Agama / Keyakinan : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa Medik : Benign Prostatic Hiperplasia
Tanggal masuk RS : 05 Januari 2018
Tanggal Pengkajian : 08 Januari 2018

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Usia : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
A. Riwayat Penyakit
I. Keluhan utama saat masuk RS :
dengan keluhan tidak bisa buang air kecil.

1. Riwayat penyakit sekarang:


Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit buang
air kecil (BAK). Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus
disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang
terhenti kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering berkali - kali ke
kamar mandi pada malam hari saat tidur malam karena ingin BAK namun saat
BAK hanya menetes dan merasa kurang puas. Pasien sudah 4 kali ke mantra
terdekat untuk dipasang kateter. Kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, pasien mengeluh tidak bisa BAK. Pasien lalu berobat ke RS
Muhammadiyah Metro dan dirujuk ke RSUD Jendral Ahmad Yani dengan
diagnosis retensi urine et causa BPH. Pada 05 Januari 2018 pasien datang ke poli
bedah RSUD Jendral Ahmad Yani dalam keadaan terpasang kateter. Kemudian
pasien dirawat inap pada 08 Januari 2018. Saat itu pun pada pasien terpasang
kateter, air kencing dapat keluar, darah tidak ada.

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak Ada

3. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah di
lakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai diambil kasus kelolaan .
Masalah atau Dx medis pada saat MRS :
Benign Prostatic Hiperplasia

Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD :


-Pemeriksaan Fisik

Catatan Penanganan Kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
Pasien masuk bangsal sudah terpasang kateter urin ukuran 16 F. didalam urine bag
terdapat 300 cc Urin tidak ada darah.
B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
(Bandingkan kondisi saat klien di rumah/sebelum masuk RS dan saat klien dirawat di RS).
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan

2. Pola nutrisi / metabolik


Program diit RS :
Intake makanan :

Intake cairan

3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar

b. Buang air kecil


4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum .
Mandi .
Toileting .
Berpakaian .
Mobilitas di tempat tidur .
Berpindah .
Ambulasi/ROM .
Ket: 0: mandiri
1: alat Bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan alat
4: tergantung total

Oksigenasi
Tidak terpasang

5. Pola tidur dan istirahat


(lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur) :
6. Pola perceptual
- Penglihatan :

- Pendengaran :

- Pengecap :

- Sensasi :

7. Pola persepsi diri


(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
8. Pola seksualitas dan reproduksi
(fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)

9. Pola peran-hubungan
(komunikasi, hubungan dengan keluarga dan petugas kesehatan, kemampuan keuangan)

10. Pola managemen koping-stress


(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini, penanganan klien terhadap
perubahan, dll)
11. Sistem nilai dan keyakinan
(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)

C. Pemeriksaan Fisik
(Cephalocaudal)
Keluhan yang dirasakan saat ini
Tidak bisa kecing, Status Generalis dalam batas normal

TD: 140/90 mmHg P: 20x/menit N: 99x/menit S: 36,7 C


BB/TB: 58 kg ; 160 cm

IMT: 22,6
Kepala:
Rambut bersih, bertuban, tidak ada lesi, tidak ada edema

Thorak/ Paru
I : Bentuk dada simetris, irama napas teratur, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
retraksi otot dada saat bernapas.

P : tidak ada nyeri tekan pada dada.

P : saat di perkusi suara paru sonor.

A : Irama napas teratur, pada saat auskultasi bunyi nafas Vesikuler.

Thorak / Jantung
I : dada simetris, tidak ada peningkatan JVP

P : Nadi teraba kuat dan teratur

P : Perkusi jantung pekak

A : bunyi auskultasi normal S1 S2

Abdomen
I : Bentuk abdomen datar, terdapat luka operasi yang ditutup opsite yang masih baru
didaerah abdomen sebelah kanan bawah, balutan tampak kotor, luka tampak bersih, area
luka sekitar bersih, panjang ± 8cm, kulit sawo matang.

A : Bising usus 8x/menit

P : Perut tidak kembung

P : Tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen
kanan bawah (daerah luka operasi).

Perkemihan
I : tidak ada kemerahan dan tanda infeksi pada area genetalia

A:-

P : Dari rectal toucher didapatkan tonus sphincter ani kuat, mukosa rektum licin,
tidak ada massa, ampulla recti intak, serta prostat teraba membesar, batas atas
teraba, konsistensi kenyal permukaan licin, nodul tidak ada, dan nyeri tekan tidak
ada, tidak ada darah dan feses pada handscoen.
P:-
Inguinal

tidak ada pembesaran kelenjar

Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan)

5 5

5 5

D. PENANGANAN KASUS
(Dimulai saat mengambil kasus sebagai kasus kelolaan, sampai akhir praktik)
Tidak ada
E. TES DIAGNOSTIK
-Pemeriksaan USG Abdomen
Hasil/Kesan
Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya symple cyst ren dextra,
vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan protusi
ke VU.
-pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL.

Pemeriksaan penunjang
Pre Operasi
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengeluhkan nyeri 1. Pasien tampak mengernyikan dahi saat
P = pembengkakan kelenjar protat nyeri muncul
Q = seperti dicengkram 2. Dari hasil radiologi tampak Cytitis
R = diperut bagian bawah tengah (pembesaran kandung kemih dan tampak
S = skala 4 pembesaran kelenjar prostat)
T = hilang timbul saat BAK 3. Dari hasil USG tampak ada pembesaran
1. Pasien mengatakan urin yang keluar kelenjar prostat volume 37^3
hanya sedikit 4. Pasien tampak gelisah dan khawatir
2. Pasien mengatakan jika BAB harus 5. Pasien tampak cemas
mengejan 6. TD 140/90 mmHg
3. Saat BAK aliran urin hanya menetes
4. Warna urin keruh, sedikit kemerahan
5. Klien mengatakan setelah berkemih
merasa tidak tuntas dan anyang-anyangen
6. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
karena merasa cemas
7. Tidur malam kurang lebih 7 jam

Intra Operasi
Data Subjektif Data Objektif
- 1. Tidak terpasang pengamanan tempat tidur di
meja operasi
2. Pasien dibius dengan anastesi spinal
3. Suhu ruangan operasi 19, Suhu tubuh 36,2
4. Pasien menjalani pembedahan prostatektomi
suprapublik
5. Pasien dalam keadaan tidak sadar karena
pengaruh anastesi

Post Operasi
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas 1. Klien tampak menyeringai menahan sakit
area operasi karena bekas operasi
P = post operasi prostatektomi 2. Pasien terpasang infus RL 20 tpm di tangan
Q = seperti disayat-sayat kanan
R = pada aera operasi perut bagian bawah 3. Terdapat luka insisi bedah
tengah 4. Pasien terpasang triway kateter
S=5 5. Angka leukosit 12.000/Ul
T = terus menerus
Diagnose Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic
3. Ansietas b.d ancaman situasi terkini
In Operesi
1. Risiko jatuh b.d hambatan mobilitas
2. Risiko hipotermi b.d suhu lingkungan yang rendah
3. Risiko perdarahan b.d program pembedahan (prosedur pembedahan)
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik prosedur pembedahan
2. Risiko infeksi b.d prosedur infansif

Anda mungkin juga menyukai