Anda di halaman 1dari 10

REFERAT DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DIAPER RASH

Oleh:
Imam Fadhlullah Pratama
H1A015032

Pembimbing:
dr.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI MATARAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada
waktunya.

Referat yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana Diaper Rash ” ini


disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Provinsi NTB.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan kepada penulis.

1. dr. I Wayan Hendrawan, M. Biomed, Sp.KK, selaku Ketua SMF Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP NTB
2. dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku Koordinator Pendidikan
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
3. dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku supervisor
4. dr. I.G.A.A. Ratna Medikawati, M.Biomed, Sp.KK selaku supervisor
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.

Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan


pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam
menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Desember 2019

Penulis

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diaper rash atau diaper dermatitis (dermatitis popok) adalah penyakit


contact eczema yang paling umum terjadi pada anak usia dini. Penyebab
utama adalah reaksi iritasi terhadap urin dan feses, akibat kondisi oklusif pada
popok, yang menyebabkan hiperhidrasi stratum korneum. Dermatitis popok
sering terjadi terutama dari usia 9 hingga 12 bulan, dan kejadian yang paling
umum pada dermatitis popok adalah dermatitis kontak iritan. Dermatitis
popok mencapai 25% dari total kunjungan kasus dermatologi ke penyedia
layanan kesehatan selama tahun pertama kehidupan.

Istilah dermatitis popok merujuk pada peradangan di daerah dibawah


popok dan tidak boleh secara otomatis disamakan dengan reaksi terhadap
popok (satu diagnosis). Membuat diagnosis yang benar membutuhkan
pemeriksaan kulit yang menyeluruh dan lengkap serta riwayat medis tentang
pasien dan keluarga pasien.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui bagaimana cara


mendiagnosis dan penanganan dermatitis popok.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis popok secara luas mengacu pada gangguan kulit yang


terjadi di area popok. Erupsi kulit yang dipicu akibat pemakaian popok, ruam
yang muncul sbelumnya ada dan diperburuk oleh pemakaian popok, feses
atau urin yang terjadi di area popok, dan erupsi kulit primer yang memiliki
kecenderungan untuk berkembang di area popok dan area intertriginosa atau
tempat-tempat di dalam tubuh di mana kulit saling bersentuhan atau
bergesekan dengan popok.

2.2 Epidemiologi

Dermatitis popok sering terjadi terutama dari usia 9 hingga 12 bulan,


dan kejadian yang paling umum pada dermatitis popok adalah dermatitis
kontak iritan. Tercatat sekitar 1 juta kunjungan rawat jalan anak setiap tahun
ke pusat kesehatan.

2.3 Faktor Risiko

Analisis univariat menunjukkan bahwa dermatitis popok secara


bermakna dikaitkan dengan lima faktor risiko berikut: 1) adanya penyakit
alergi yang mendasari, 2) popok yang tidak diganti saat malam (< tiga kali),
3) riwayat episode dermatitis popok sebelumnya, 4) penggunaan popok
berjenis kain, dan 5) penggunaan bedak bayi pada area popok ketika
dermatitis popok muncul.

2.4 Etiologi & Patofisiologi

Penyebab utama dari dermatitis popok adalah hidrasi yang berlebihan


pada kulit terutama pada stratum korneum. kulit yang lembab atau basah
sangat berhubungan dengan tingkat keparahan dermatitis popok. Maserasi
yang terjadi pada stratum korneum menyebabkan kulit lebih rentan
mengalami gesekan dengan bahan popok, sehingga dapat terjadi kerusakan
pada stratum korneum dan juga dapat mengganggu fungsi barier epidermis.

4
Lebih lanjut, enzim urease pada tinja dapat mengkatalisasi pemecahan urea
menjadi ammonia, sehingga terjadi peningkatan pH pada permukaan kulit
kulit. Peningkatan pH ini mempengaruhi aktivitas beberapa enzim., yang
pada akhirnya berujung pada iritasi kulit. Aktivitas enzim feses menyebabkan
peningkatan permeabilitas garam empedu dan aktivitas faktor iritan lainnya.
Lebih lanjut, garam empedu semakin meningkatkan aktivitas enzim feses.
Mikroorganisme yang berada di feses, dapat memembus dan merusak stratum
korneum sehingga dapat memperparah dermatitis akibat infeksi sekunder.
Mikroorganisme yang biasanya menyebabkan infeksi sekunder adalah
Candida albicans atau Staphylococcus aureus. Dermatitis popok dapat
menyebabkan stress emosional pada anak.

2.5 Gambaran Klinis

Dermatitis popok dapat menyebabkan stress emosional pada anak.


Orang tua pasien mengeluhkan bahwa anaknya sering menangis dan gelisah.
Stress emosional yang dialami oleh pasien dapat terlihat dari ekspresi raut
wajah. Gejala lain seperti nafsu makan dan tidur terganggu. lokasi yang
terkena seperti pada bagian bokong, perianal, genital, paha bagian dalam,
pinggang. Pada tahap awal, dermatitis popok memberi gambaran lesi eritem
yang ringan pada daerah yang terkena dengan gambaran skuama yang
minimal. Gambaran lesi dapat berubah menjadi berat, berupa lesi eritem yang
sedang disertai munculnya papul di daerah yang terkena popok. Kasus yang
lebih berat menunjukan gambaran lesi berupa papul, pustule, serta erosi pada
permukaan kulit dengan luka terbuka.

5
2.6 Diagnosis & Diagnosis Banding

2.6.1 Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan adalah erupsi kulit yang paling umum terjadi
di area popok yang disebabkan oleh kulit yang terkena gesekan popok yang
basah dan kotor atau bagian lain dari kulit. Proses ini dapat menyebabkan
peradangan (eritem) yang jelas, dapat muncul lesi yang bersisik di area paha
anterior, skrotum, vulva, daerah suprapubik, atau bokong. Penyebab utama
dari dermatitis kontak iritan adalah feses atau kotoran bayi, selain itu
ditambah dengan faktor yang dapat memperberat seperti faktor iritan kimia,
peningkatan pH, kulit yang berkeringat, dan adanya kelianan kulit bawaan.
Penggunaan antibiotik oral, adanya penyakit gastroenteritis akibat virus, dan
kondisi lain yang terkait dengan peningkatan volume dan pH feses (misalnya,
ada kelainan seperti fibrosis kistik dan gangguan lain yang terkait dengan
malabsorpsi atau kekurangan gizi serta penyakit hepatitis) dapat memicu
dermatitis iritan yang lebih parah.

2.6.2 Dermatitis Kontak Alergi

Meskipun jauh lebih jarang terjadi daripada dermatitis kontak iritan,


reaksi alergi dari wewangian, pengawet, dan pengemulsi dapat terjadi
sesekali, yang dikenal sebagai dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
alergi biasanya terjadi ketika ada paparan baru dari suatu bahan atau produk.
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi di daerah manapun, di luar daerah yang
terkena popok. Pada awalnya, akan terjadi fase sensitisasi selama satu sampai
tiga minggu, setelah itu dermatitis kontak alergi akan berkembang. Lesi
dermatitis kontak alergi dapat bertahan hingga dua sampai empat minggu
setelah terpapar produk allergen.

2.6.3 Dermatitis Seboroik

Dermatitis seborheik adalah penyakit kulit inflamasi yang bersifat


jinak yang biasanya terjadi selama periode neonatal, sekitar minggu ketiga
kehidupan. Lesi dapat muncul di wajah dan kulit kepala, serta di area popok
dan lipatan kulit lainnya. Dermatitis seboroik pada dewasa dikaitkan dengan
jamur jenis Malassezia, namun pada bayi atau neonatal, etiology penyakit ini

6
masih belum dimengerti. Kasus yang lebih parah, dapat muncul lesi pada
ekstremitas atas dan bawah. Morfologi lesi yang khas dapat berupa salmon–
colored plaques dengan yellowscales, bias terjadi pruritus ringan atau tidak
ada sama sekali

2.6.4 Dermatitis Atopik.

Dermatitis atopik (atopic eczema). Dapat terjadi di area popok karena


hidrasi yang tinggi akibat penggunaan popok. Perlu juga diperhatikan tempat
predileksi munculnya lesi pada dermatitis atopik, stigmata atopi dan
eksoriasi, serta riwayat atopi pada keluarga

2.6.5 Psoriasis

Area popok adalah tempat predileksi khas psoriasis pada bayi, yang
dapat dipicu oleh bakteri group-A beta hemolytic streptococcus (Faringitis)
atau oleh infeksi dermatitis streptokokus perianal. Gambaran lesi pada psorias
bayi menunjukkan plak berbatas tegas pada daerah lipatan. Untuk
mendiagnosis psoriasis dengan benar, perlu mencari lesi psoriasis di tempat
predileksi lain, termasuk kulit kepala, umbilikus, kanalis auditori eksternal,
daerah periaurikular, dan lipatan perianal.

2.6.6 Skabies

Skabies adalah infeksi yang sangat umum didiagnosis di seluruh dunia


dan di setiap kelompok umur, termasuk pada saat bayi. Area popok adalah
salah satu tempat predileksi scabies, tidak hanya pada saat fase aktif skabies,
juga setelah terapi selesai (Postscabies Granulomas). Pada tahap awal
scabies, identifikasi lesi dapat membantu diagnosis seperti keterlibatan area
wajah dan kepala, lesi yang polimorfik (vesikel, papula, pustula, dan skuama)
lesi lain juga ditemukan di palmo plantar. Lesi kronik dan pruritus
berhubungan dengan respons imun seluler terhadap tungau Sarcoptes scabiei,
telur, dan fesesnya, yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
mikroskopis dan dermoskopik.

7
2.6.7 Infeksi Jamur (Candida)

Diagnosis infeksi Candida dapat terjadi dalam perjalanan penyakit


diaper dermatitis. Plak eritematosa yang bersisik serta adanya lesi berupa
papul bersatelit dan pustule. Biasanya anak-anak diobati dengan antibiotic
sistemik. Pemeriksaan KOH dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dermatitis popok infeksi candida.

2.6.8 Streptokokus Perianal dan Stapilokokus Dermatitis

Dermatitis streptokokus perianal berhubungan dengan infeksi


streptococcus pyogenes. Sumber infeksi sering berasal dari penyakit tonsilitis
yang dialami oleh pasien atau anggota keluarga lainnya. Gambaran klinis
berupa lesi eritema di daerah perianal disertai dengan rasa gatal dan terbakar,
rasa gatal dan terbakar diperparah setelah buang air besar. Dermatitis
stafilokokus perianal secara klinis mirip dengan dermatitis streptokokus
perianal dan keduanya harus diobati dengan antibiotik sistemik, meskipun
beberapa penulis merekomendasikan pengobatan topikal.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Fölster-Holst, R. (2018). Differential diagnoses of diaper dermatitis.


Pediatric Dermatology, 35, s10–s18.
https://doi.org/10.1111/pde.13484

2. Cohen, B. (2017). Differential Diagnosis of Diaper Dermatitis. Clinical


Pediatrics, 56(5_suppl), 16S-22S.
https://doi.org/10.1177/0009922817706982

3. Stamatas, G. N., & Tierney, N. K. (2014). Diaper dermatitis: Etiology,


manifestations, prevention, and management. Pediatric Dermatology,
31(1), 1–7. https://doi.org/10.1111/pde.12245

4. Sukhneewat, C., Chaiyarit, J., & Techasatian, L. (2019). Diaper


dermatitis: A survey of risk factors in Thai children aged under 24
months. BMC Dermatology, 19(1), 4–9. https://doi.org/10.1186/s12895-
019-0089-1

5. Goldsmith LA, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, Klaus W.
2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th Ed.USA :
McGrawhill companies.

10

Anda mungkin juga menyukai