A TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol),
berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat
berlangsung secara akut, kronik, atau berulang (klinik pediatric, 2009).
Urtikaria merupakan suatu reaksi pada kulit yang timbul mendadak (akut) karena
pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah dan
kebocoran dari pembuluh darah. Secara imunologik, dari data yang ada sejak
tahun 1987, urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit
yang paling sering dikemukakan oleh penderita, keadaan ini juga didukung oleh
penelitian ahli yang lain (Hodijah, 2009).
Secara umum, Urtikaria adalah suatu reaksi alergi pada kulit akibat pengeluaran
histamin ditandai dengan kemunculan mendadak lesi yang menonjol yang
edematous, berwarna merah muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi,
keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman yang setempat.
Istilah lain yang digunakan untuk urtikaria yaitu : Hives, nettle rash, biduran,
kaligata, gelagata.
2. Etiologi
Faktor pencetus terjadinya urtikaria, antara lain: makanan tertentu, obat-obatan, bahan
hirupan (inhalan), infeksi, gigitan serangga, faktor fisik, faktor cuaca (terutama dingin tapi
bisa juga panas berkeringat), faktor genetik, bahan-bahan kontak (misalnya: arloji, ikat
pinggang, karet sandal, karet celana dalam, dan lain-lain) dan faktor psikis.
Jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi misalnya : telur, ikan, kerang, coklat,
jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dan lain-lain. Zat
pewarna, penyedap rasa atau bahan pengawet juga dapat menimbulkan urtikaria.
Jenis obat-obatan yang dapat ,menimbulkan alergi biasanya penisilin, aspirin,
bronide, serum, vaksin, dan opium.
Bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk kembang, jamur,
debu dari burung, debu rumah, dan ketombe binatang.
Faktor lingkungan yang terpapar dengan debu rumah, jamur, serbuk sari bunga,
pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas sinar matahari, tekanan atau air juga
dapat menimbulkan urtikaria.
Pada urtikaria yang berulang, faktor emosional perlu diperhatikan. Stress emosional
dapat secara langsung dan tidak langsung menyebabkan seseorang meningkat
kemungkinan terjadi urtikaria.
Penyakit sistemik. Beberapa penyakit dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria.
Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma,
hipertiroid, Lupus Eritematosus Sistemik, dll.
Gigitan serangga. Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Nyamuk,
lebah dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria bentuk papul di sekitar tempat
gigitan, biasanya sembuh sendiri.
3. Patofisiologi
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga
terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin,
kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel
mast dan atau basofil.Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik, misalnya
kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. Baik faktor imunologik,
maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan
mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono
phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin,
dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui, langsung dapat
mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin,
trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa
keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada
pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor
imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut dari pada yang kronik dimana biasanya
Ig. E terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila
ada antigen yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi sel, sehingga
mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis),
misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan aktivasi, komplemen
secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks
imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga
terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter (Irga, 2009).
4. Gejala Klinis
Gejala atau tanda-tanda urtikaria mudah dikenali, yakni bentol atau bercak
meninggi pada kulit, tampak eritema (kemerahan) dan edema (bengkak) setempat
berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Urtikaria biasa
terjadi dalam berkelompok. Satu urtika sendiri dapat bertahan dari empat sampai
36 jam. Bila satu urtika menghilang, urtika lain dapat muncul kembali. Keluhan
utama biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Penampakan urtikaria beragam, mulai yang ringan berupa bentol merah dan gatal
hingga yang agak heboh yakni bengkak pada kelopak mata (bisa satu mata atau
keduanya), bibir membengkak , daun telinga menebal dan adakalanya disertai
perut mulas serta rasa demam. Gejala mungkin tidak terjadi setiap saat. Untuk
beberapa orang, kondisi tertentu seperti panas, dingin atau stress akan
menyebabkan perburukan gejala.
5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E,
eosinofil dan komplemen.
Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold
hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta
tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan,
dermatofit dan kandida.
Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat
membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di
papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak.
Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut
terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Irga, 2009).
6. Penatalaksanaan Medis
Secara umum penatalaksanaan dari urtikaria itu sendiri meliputi :
Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko
Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.
Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan, diharapkan dapat memperbaiki
kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik.
Pengobatan lokal
Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid Aveeno oatmeal
yang bisa mengurangi gatal.
Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu dengan atau
tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.
Pengobatan sistemik
Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.
Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1 dan H2.
Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.
Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.
Korticosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis urtikaria.
Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.
Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan angioderma.
Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi Helicobacter pylory
dengan urtikaria kronis.
(Irga, 2009).
B TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan diagnostik untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah
Heart Rate
Respiratory rate
Suhu
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Bentuk wajah
Grimace/tanda kesakitan, tanda ketegangan, dan atau kelelahan
Bentuk hidung, sekret, elastisitas septum
Kaji adanya pernafasan cuping hidung
Kaji adanya cyanosis
Adanya ptosis
Konjungtiva
Sklera normal/ikhterus
d. Pemeriksaan Thorax dan Abdomen
Inspeksi
Perhatikan manifestasi distres pernafasan seperti: sinkronisasi gerakan dinding dada-
abdomen, dypsnea, orthopnea, PND, Cheyne Stokes, tanda-tanda retraksi otot
intercostae & suprasternal.
Palpasi
Menilai getaran suara pada dinding dada (tactile fermitus), denyut apex (normal: ICS
V MCL sinistra, lebar denyutan 1 cm), getaran/thrill (menunjukkan bising jantung),
dan denyut arteri.
Perkusi
Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru
Auskultasi
Perhatikan suara nafas dan suara nafas tambahan (ronchi, rales, wheezing, pleural
friction rub), bunyi jantung, bising jantung atau murmur.
e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Meliputi bentuk, ketegangan dinding perut, gerakan dinding perut, pelebaran vena
abdominal, denyutan di dinding perut.
Auskultasi
Menilai peristaltik usus dan bising sistolik
Palpasi
Meliputi ada tidaknya hepatomegali, splenomegali, asites.
Perkusi
Shifting dullness menunjukkan adanya accites
Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi ditandai dengan penilaian
melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal, perilaku melindungi atau
proteksi, perilaku distraksi (merintih, menangis, gelisah) wajah tampak menahan
nyeri.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status alergenik ditandai dengan
bentol kemerahan pada kulit dan rasa gatal, terbaka, tertusuk pada daerah
kemerahan.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas ditandai dengan klien
mengeluh sering terbangun saat tidur karena gatal pada daerah kemerahan dan
klien tampak pucat.
Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
sekunder akibat urtikaria ditandai dengan kulit tampak kemerahan, mata dan bibir
bengkak, telinga menebal.
3. Perencanaan
Kolaborasi
Kolaborasi
- Berikan obat anti alergi dan
- Mencegah alergi untuk
penanganan alergi.
bertambah parah.
3. Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam
- - Kaji waktu tidur klien tiap hari. - Untuk memberikan informasi
pruritas ditandai dengan diharapkan klien tidak mengalami tentang kondisi umum klien.
klien mengeluh sering gangguan pola tidur dengan - Untuk meningkatkan relaksasi
- Berikkan posisi yang nyaman
terbangun saat tidur kriteria hasil : dan membantu memfokuskan
dengan meninggikan
karena gatal pada daerah perhatian.
Klien tidak mengeluh kepaladitempat tidur.
kemerahan dan klien - Untuk menghindari alergen
sering terbangun saat tidur - Ajari klien menghindari atau
tampak pucat. akan menurunkan respon
karena gatal. menurunkan paparan terhadap
alergi
Klien tidak pucat alergen yang telah diketahui.
4. Implementasi
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat untuk membantu klien dari status masalah
kesehatan yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan.
5. Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi ditandai Klien mengungkapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil:
dengan penilaian melaporkan nyeri secara verbal atau
Klien mengatakan nyeri (gatal) berkurang pada kulit yang
non verbal, perilaku melindungi atau proteksi,
bengkak dan kemerahan.
perilaku distraksi (merintih, menangis, gelisah) wajah
Klien tidak meringis, merintih dan menangis.
tampak menahan nyeri
Klien tampak kembali tenang
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status Integritas kulit kembali normal kriteria hasil :
alergenik ditandai denganbentol kemerahan pada kuit Tidak ada bentol kemerahan pada kulit.
dan rasa gatal, terbaka, tertusuk pada Klien tidak merasa gatal, panas, dan tertusuk pada daerah
daerahkemerahan kemerahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas Gangguan pola tidur klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
ditandai dengan klien mengeluh sering terbangun saat Klien tidak mengeluh sering terbangun saat tidur karena
tidur karena gatal pada daerah gatal.
Klien tidak pucat
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya Klien tidak mengalami gejala-gejala infeksi dengan kriteria hasil:
organisme sekunder
Klien tidak mengalami infeksi.
Tanda-tanda infeksi tidak ada, WBC (4,00-11,00 k/ul)
Klien tidak demam.(suhu klien 36-370C)
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan klien tidak mengalami gangguan citra tubuh dengan kriteria
perubahan dalam penampilan sekunder akibat hasil :
urtikaria ditandai dengan kulit tampak kemerahan,
Klien menyatakan penerimaan terhadap diri.
mata dan bibir bengkak, telinga menebal.