Pendahuluan
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien
merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara berkembang, yang
merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita.1
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi yang dihadapi oleh dunia dan
kebanyakan masalah malnutrisi berasal dari negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia.
Bersumber pada data WHO tahun 1999 menyatakan terdapat kematian 10,5 juta anak usia
kurang dari 5 tahun dan 99% diantaranya tinggal di negara berkembang. Penyebab kematiannya
antara lain 54% adalah karena malnutrisi, disusul dengan kondisi perinatal yang kurang baik,
pneumonia, diare, DI dan lainnya.2
Gizi merupakan salah satu factor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk
bukan hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan
produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan
keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul akibat gizi buruk antara lain tingginya angka
kelahiran bayi dengan berat badan lahi rendah (BBLR) yang disebabkan jika ibu hamil menderita
KEP akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental, dan kecerdasan anak, juga meningkatkan
risiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi.1
Salah satu tanda gizi buruk pada balita adalah berat badan balita dibawah garis merah
dalam kartu menuju sehat (KMS) balita. Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah
yang cukup serius, apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir pada kematian.
Hal ini telah membukakan mata kita bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan
mempunyai masalah yang sangat besar.1
Anamnesis
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis terdiri
dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.3
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
bila didapatkan hal tersebut diatas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan atau syok,
serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan
Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani:
Diet (pola makan)atau kebiasaan makan sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan pasien campak atau tuberculosis paru
Pernah sakit dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
Berat badan lahir
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
Riwayat imunisasi
Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain.
Apakah ditimbang setiap bulan
Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pada inspeksi secara umum dapat dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuhnya,
apakah baik, kurus, atau gemuk. Juga dinilai apakah ada kelainan yang menyebabkan
proporsi tubuh berubah, seperti hidrosefalus, edema-anasarka, atau akondroplasia.
Tulang-belulang yang menonjol, kulit keriput, abdomen yang membuncit atau justru
cekung (skafoid) serta otot yang hipotrofik merupakan sebagian tanda malnutrisi.4
2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara ‘cubit tebal’ dapat diperiksa tebal jaringan lemak
subkutan dan keadaan otot terutama di ekstremitas apakah eutrofi, atrofi, hipotrofi, atau
hipertrofi. Selain itu perlu dicari tanda defisiensi nutrien lain, misalnya tanda defisiensi
vitamin A (xerosis konjungtiva bercak bitot), atau tanda anemia defisiensi besi (pucat
tanpa hepatosplenomegali), dan seterusnya. Sebaliknya pada keadaan gizi lebih atau
obesitas tampak wajah membulat, dagu bersusun, payudara besar, perut buncit, dan
jaringan lemak tebal.4
3. Data Antropometrik
a) Berat Badan (BB)
Berat badan bayi ditimbang dengan timbangan bayi, sedangkan pada anak
dengan timbangan berdiri. Sebelum menimbang,periksa lebih dahulu apakah alat
sudah dalam keadaan seimbang (jarum menunjuk angka 0). Bayi ditimbang dalam
posisi berbaring telentang atau duduk tanpa baju, sedang anak ditimbang dalam
posisi berdiri tanpa sepatu dengan pakaian minimal.
Sampai umur 1 tahun bayi ditimbang tiap bulan, kemudian tiap 3 bulan
sampai umur 3 tahun dan dilanjutkan dengan 2 kali setahun sampai umur 5 tahun.
Di atas umur 5 tahun, penimbangan dilakukan setiap tahun, kecuali bila diduga
terdapat kelainan atau penyimpangan berat badan. Dalam keadaan normal, berat
badan bayi umur 4 bulan sudah mencapai 2x berat badan lahir, dan pada umur 1
tahun sudah 3x berat badan lahir.4
Interprestasi :
BB/U dipetakkan pada kurve berat badan
- BB < sentil ke-10 : disebut deficit
- BB > sentil ke-90 : disebut kelebihan
BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase
- >120% : disebut gizi lebih
- 80-120% : disebut gizi baik
- 60-80% : tanpa edema : gizi kurang, dengan edema : gizi
buruk (kwashiorkor)
- <60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus), dengan
edema (marasmus-kwasiorkor)
Lingkaran dada diperiksa pada bayi baru lahir serta setiap kunjungan sampai
usia 2 tahun. Pada bayi baru lahir lingkaran dada 2 cm lebih kecil dari lingkaran
kepala, kemudian berangsur sama atau sedikit lebih besar dari lingkaran kepala
setelah usai 2 tahun. Lingkaran dada diukur dengan pita pengukur , melingkari
tubuh setinggi puting susu. Lingkaran perut diukur bila terdapat asites untuk
menilai progresivitasnya. Lingkaran perut diukur pada posisi pasien duduk atau
berdiri, kecuali pasien sakit berat atau bayi. Pengukuran dilakukan pada lingkar
perut terbesar, pada umumnya melalui umbilikus.4
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, untuk diagnosis dan perawatan marasmus, tidak diperlukan evaluasi lebih
lanjut selain evaluasi klinis. Sebagian besar hasil laboratorium berada dalam kisaran referensi
meskipun ada perubahan signifikan dalam komposisi tubuh dan fisiologi. Selain itu, di daerah-
daerah di mana gizi buruk sering terjadi, struktur kesehatan tidak dilengkapi dengan baik, dan
evaluasi laboratorium tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat diandalkan.5
Jika tersedia, beberapa hasil laboratorium dapat bermanfaat untuk memantau pengobatan
atau untuk mendiagnosis komplikasi spesifik.
Glukosa darah: Hipoglikemia hadir jika kadarnya lebih rendah dari 3 mmol / L.
Pemeriksaan apus darah dengan mikroskop atau tes deteksi langsung: Kehadiran
parasit menunjukkan infeksi. Tes langsung cocok tetapi mahal.
Hemoglobin: Level yang lebih rendah dari 40 g / L mengindikasikan anemia berat.
Pemeriksaan dan kultur urin, Multistix: Lebih dari 10 leukosit per medan daya
tinggi merupakan indikasi infeksi. Nitrit dan leukosit juga diuji pada Multistix.
Pemeriksaan feses dengan mikroskop: Parasit dan darah merupakan indikasi
disentri.
Albumin: Meskipun tidak berguna untuk diagnosis, ini adalah panduan untuk
prognosis; jika albumin lebih rendah dari 35 g / L, sintesis protein secara besar-
besaran terganggu.
Tes HIV: Tes HIV tidak boleh dilakukan secara rutin; jika selesai, harus disertai
dengan konseling orang tua anak dan hasilnya harus dirahasiakan.
Elektrolit: Mengukur elektrolit jarang membantu dan dapat menyebabkan terapi
yang tidak tepat. Hiponatremia adalah temuan yang signifikan.5
Diagnosis Banding
1) Marasmus Kwashiorkor
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala
klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.7
Gejala Klinis
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, disamping
menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal memperlihatkan gejala-gejala
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula7
2) Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori yang tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum berkembang.6
Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi mengisap;
dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesuadah
menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan
pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang
secara tetap bergizi baik.6
Gejala Klinis
Bukti klinis awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letarfi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus maju mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina,
kehilangan jaringan muskuler, bertambah kerentangan terhadap infeksi, dan udem.
Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan
tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat; sering ada infiltrasi lemak.
Udem biasa terjadi awal; penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang ada
dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai.6
Sering ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi
tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada
daerah ini sesudah desquamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis
dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan coret-coret merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia).
Anyaman rambut menjadi kasar pada penyakit kronik.6
Diagnosis Kerja
Marasmus
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup, informasi teknik pemberian makanan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Sinonim
marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi
protein dan kalori.6
Etiologi
Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang
tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-
anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguang berat
setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6
Epidemiologi
Hampir 30% manusia saat ini mengalami satu atau lebih dari berbagai bentuk kekurangan gizi.
Hampir 50 juta anak di bawah 5 tahun menderita malnutrisi energi-protein, dan setengah dari
anak yang meninggal di bawah 5 tahun kekurangan gizi (lihat gambar di bawah). Sekitar 80%
dari anak-anak yang kekurangan gizi ini tinggal di Asia, 15% di Afrika, dan 5% di Amerika
Latin.5
Manifestasi Klinis
Pada mulanya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi,
muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut
dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat dengan mudah
dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.6
Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung
menurun. Mula-mula bayi mungkin cerewet (rewel), tetapi kemudian menjadi lesu, dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe
kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus, dan sedikit.6
Patofisiologi
Marasmus disebabkan oleh penurunan asupan energi, peningkatan kehilangan kalori yang
dicerna (misalnya emesis, diare, luka bakar), peningkatan pengeluaran energi, atau kombinasi
faktor-faktor ini, seperti diamati pada penyakit akut atau kronis. Anak-anak beradaptasi dengan
kekurangan energi dengan penurunan aktivitas fisik, kelesuan, penurunan metabolisme energi
basal, perlambatan pertumbuhan, dan, akhirnya, penurunan berat badan.5
Tatalaksana
Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:8
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan
1:1 (RLG 5%) 3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB
bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana
II, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3) 2 jam pertama
a. berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :
5ml/kgBB setiap pemberian
b. catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana III,
dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2) 2 Jam pertama
a. berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis
5ml/kgBB setiap pemberian
b. catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3) 2 jam pertama
a. berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai
dengan berat badan (NGT)
b. catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2) Catat nadi, frekuensi nafas
Terapi Lanjutan pada Marasmus
Prinsip dasar pengobatan gizi buruk (10 langkah utama)9
1. Langkah ke-1: pengobatan/pencegahan hipoglikemia
Tanda-tanda hipoglikemik:
1) Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah yang
sangat rendah.
2) Anak gizi buruk, dianggap hipoglikemia bila kadar glukosa darah < 3
mmol/liter atau<54 mg/dl.
3) Tanda lain hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan
kesadaran.
Cara menangani hipoglikemi:
1) Sadar (tidak letargis)
- Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10%*
secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50ml
2) Tidak sadar (letargis)
- Berikan larutan Glukosa 10% secara intravena(iv) (bolus)
sebanyak 5 ml/kgBB
- Selanjutnya berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir
10% secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml.
Renjatan(syok)
1) Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan Dextrose/Glukosa
10% dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%) sebanyak 15ml/kgBB selama 1
jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB
2) Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus)
sebanyak 5ml/kgBB
*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
1) Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
2) Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar gula
darah dan tangani sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).
Pencegahan:
1) Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap
2-3 jam siang malam.
Komplikasi
Kematian anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan marasmus tinggi, terutama selama
beberapa hari pertama rehabilitasi. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi (yaitu diare dan
dehidrasi, pneumonia, sepsis gram negatif, malaria, infeksi saluran kemih) atau penyebab lain
(mis., Gagal jantung yang berhubungan dengan anemia, kelebihan larutan rehidrasi, atau
kelebihan protein pada hari-hari pertama pengobatan, hipotermia; hipoglikemia; hipokalemia;
hipofosfatemia). Angka kematian dapat bervariasi dari kurang dari 5% hingga lebih dari 50%
anak-anak, tergantung pada kualitas perawatan.5
Prognosis
Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain
seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari.
Pada anak yang Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat.
mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan
yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada
usia yang lebih dewasa.
Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan
malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan
keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna
dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama.
Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi
badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.10
Kesimpulan
Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius.Gizi buruk dapat
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.Masalah gizi buruk dapat ditangani dengan
pemberian gizi yang seimbang secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pada tahap
tersebut.formula yang dipilih dapat disesuaikan dengan tahap dan tujuan dari pemberian
tambahan nutrisi.
Marasmus adalah penyakit kekurang energi dan protein, yang sering di alami oleh anak
usia 0-2 tahun. Marasmus disebabkan oleh multifaktorial antara lain asupan makanan yang
kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diet pada marasmus diberikan energi tinggi dan
protein tinggi.
Daftar Pustaka
1. Muller, Michael Krawinkel. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ.
AUG. 2, 2005.h.173
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.2007.h.229-232.
3. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Management of the
Child with Serious Infection or Severe Malnutrition : Guidelines for Care at the First-
Refferal Level in Developing Countries.United States of America : World Health
Organization. 2000.h.80-91.
4. Matondang. S. C, Wahidiyat. I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi ke-2.
CV Sagung Seto. Jakarta, 2009.h.25-34
5. Medscape. Marasmus. Diunduh pada tanggal 27 november 2019 dari :
https://emedicine.medscape.com/article/984496-overview
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol.1. Edisi 15. EGC.
Jakarta.1996.h.212
7. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2005.h.95-137
8. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Pedoman Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen
Kesehatan dan WHO. 2009. Hal 193-221
9. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 27 november 2019 dari:
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml
10. M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC2004