Anda di halaman 1dari 22

Diagnosa dan Tatalaksana pada Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan

Keluhan Susah Makan


Jean V C Tahapary
102014244
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : jeanvionatahapary@gmail.com

Pendahuluan
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien
merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara berkembang, yang
merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita.1
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi yang dihadapi oleh dunia dan
kebanyakan masalah malnutrisi berasal dari negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia.
Bersumber pada data WHO tahun 1999 menyatakan terdapat kematian 10,5 juta anak usia
kurang dari 5 tahun dan 99% diantaranya tinggal di negara berkembang. Penyebab kematiannya
antara lain 54% adalah karena malnutrisi, disusul dengan kondisi perinatal yang kurang baik,
pneumonia, diare, DI dan lainnya.2
Gizi merupakan salah satu factor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk
bukan hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan
produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan
keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul akibat gizi buruk antara lain tingginya angka
kelahiran bayi dengan berat badan lahi rendah (BBLR) yang disebabkan jika ibu hamil menderita
KEP akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental, dan kecerdasan anak, juga meningkatkan
risiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi.1
Salah satu tanda gizi buruk pada balita adalah berat badan balita dibawah garis merah
dalam kartu menuju sehat (KMS) balita. Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah
yang cukup serius, apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir pada kematian.
Hal ini telah membukakan mata kita bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan
mempunyai masalah yang sangat besar.1
Anamnesis
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis terdiri
dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.3
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul


 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir)
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

bila didapatkan hal tersebut diatas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan atau syok,
serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan
Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani:
 Diet (pola makan)atau kebiasaan makan sebelum sakit
 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan pasien campak atau tuberculosis paru
 Pernah sakit dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Berat badan lahir
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Riwayat imunisasi
 Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain.
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi
Pada inspeksi secara umum dapat dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuhnya,
apakah baik, kurus, atau gemuk. Juga dinilai apakah ada kelainan yang menyebabkan
proporsi tubuh berubah, seperti hidrosefalus, edema-anasarka, atau akondroplasia.
Tulang-belulang yang menonjol, kulit keriput, abdomen yang membuncit atau justru
cekung (skafoid) serta otot yang hipotrofik merupakan sebagian tanda malnutrisi.4
2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara ‘cubit tebal’ dapat diperiksa tebal jaringan lemak
subkutan dan keadaan otot terutama di ekstremitas apakah eutrofi, atrofi, hipotrofi, atau
hipertrofi. Selain itu perlu dicari tanda defisiensi nutrien lain, misalnya tanda defisiensi
vitamin A (xerosis konjungtiva bercak bitot), atau tanda anemia defisiensi besi (pucat
tanpa hepatosplenomegali), dan seterusnya. Sebaliknya pada keadaan gizi lebih atau
obesitas tampak wajah membulat, dagu bersusun, payudara besar, perut buncit, dan
jaringan lemak tebal.4
3. Data Antropometrik
a) Berat Badan (BB)
Berat badan bayi ditimbang dengan timbangan bayi, sedangkan pada anak
dengan timbangan berdiri. Sebelum menimbang,periksa lebih dahulu apakah alat
sudah dalam keadaan seimbang (jarum menunjuk angka 0). Bayi ditimbang dalam
posisi berbaring telentang atau duduk tanpa baju, sedang anak ditimbang dalam
posisi berdiri tanpa sepatu dengan pakaian minimal.
Sampai umur 1 tahun bayi ditimbang tiap bulan, kemudian tiap 3 bulan
sampai umur 3 tahun dan dilanjutkan dengan 2 kali setahun sampai umur 5 tahun.
Di atas umur 5 tahun, penimbangan dilakukan setiap tahun, kecuali bila diduga
terdapat kelainan atau penyimpangan berat badan. Dalam keadaan normal, berat
badan bayi umur 4 bulan sudah mencapai 2x berat badan lahir, dan pada umur 1
tahun sudah 3x berat badan lahir.4
Interprestasi :
 BB/U dipetakkan pada kurve berat badan
- BB < sentil ke-10 : disebut deficit
- BB > sentil ke-90 : disebut kelebihan
 BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase
- >120% : disebut gizi lebih
- 80-120% : disebut gizi baik
- 60-80% : tanpa edema : gizi kurang, dengan edema : gizi
buruk (kwashiorkor)
- <60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus), dengan
edema (marasmus-kwasiorkor)

Perubahan berat badan (kurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian


karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan berat badan
dihitung sebagai berikut : (BB saat ini / BB semula) x 100%

- 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%)


- 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25%)
- <75% : kehilangan BB berat (>25%)

b) Tinggi Badan (TB)


Pada anak, tinggi badan diukur dalam posisi berdiri tanpa sepatu, dan
telapak kaki dirapatkan dengan punggung bersandar pada dinding. Pada umur 1
tahun panjang bayi mencapai 1,5 kali panjang waktu lahir dan pada umur 4 tahun
2 x panjang waktu lahir.4
Interpretasi :
 TB/U pada kurva :
- < sentil 5 : defisit berat
- sentil 5-10 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah
perwakan pendek akibat defisiensi nutrisi
kronik
atau konstitusional
 TB/U dibandingkan standar baku (%)
- 90-110% : baik/normal
- 70-89% : tinggi kurang
- <70% : tinggi sangat kurang

c) Rasio Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Ratio BB/TB bila dikombinasi dengan berat badan menurut umur dan tinggi
badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status
nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara
wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak
perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi
badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena
adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak
diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.
BB/TB dinyatakan dalam persentase dari BB standar yang sesuai dengan TB
terukur individu tersebut. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut :4
 Penilaian status gizi berdasarkan presentase TB/BB
- >120% : obesitas
- 110-120% : overweight
- 90-110% : normal
- 70-90% : gizi kurang
- <70% : gizi bik
 Nilai BB/TB di sekitar sentil ke-50 menunjukan kesesuaian atau
normal. makin jauh deviasi, akan makin besar pula kelebihan atau
kekurangan gizi pada individu tersebut.

d) Lingkar Lengan Atas (LILA)


Pada anak umur 1-5 tahun, LILA saja sudah dapat menunjukan status gizi.
Interpretasi :
 <12,5 cm : gizi buruk (merah)
 12,5-13,5 cm : gizi kurang (kuning)
 >13,5 cm : gizi baik (hijau)
e) Tebal Lipatan Kulit (TLK; skinfold thickness)
Hampir 50% lemak tubuh berada di jaringan subkutis hingga dengan
mengukur lapisan lemak dengan pemeriksaan TLK dapat diperkirakan jumlah
lemak total dalam tubuh. Hasilnya dibandingkan dengan standar dan dapat
menunjukan status gizi dan komposisi tubuh, serta cadangan energi. Bila
dikaitkan dengan indeks BB/TB ia dapat menentukan malnutrisi kronik. LILA
yang dikaitkan dengan nilai (TLK)-triseps, dapat dipakai menghitung massa otot.4

f) Lingkar Kepala, Lingkar Dada dan Lingkar Perut


Lingkaran kepala dipengaruhi oleh status gizi pada anak sampai usia 36
bulan pengukuran rutin dilakukan untuk menjaring kemungkinan adanya
penyebab lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otak; pengukuran berkala
lebih memberi makna daripada pengukuran sewaktu.
 Lingkaran kepala < sentil ke-5 atau < -2SB menunjukan adanya
mikrosefali, dan kemungkinan malnutrisi kronik pada masa
intrauterine atau masa bayi / anak dini.
 Lingkaran kepala > sentil ke-95 atau > +2SB menunjukan adanya
makrosefali.

Lingkaran dada diperiksa pada bayi baru lahir serta setiap kunjungan sampai
usia 2 tahun. Pada bayi baru lahir lingkaran dada 2 cm lebih kecil dari lingkaran
kepala, kemudian berangsur sama atau sedikit lebih besar dari lingkaran kepala
setelah usai 2 tahun. Lingkaran dada diukur dengan pita pengukur , melingkari
tubuh setinggi puting susu. Lingkaran perut diukur bila terdapat asites untuk
menilai progresivitasnya. Lingkaran perut diukur pada posisi pasien duduk atau
berdiri, kecuali pasien sakit berat atau bayi. Pengukuran dilakukan pada lingkar
perut terbesar, pada umumnya melalui umbilikus.4
Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, untuk diagnosis dan perawatan marasmus, tidak diperlukan evaluasi lebih
lanjut selain evaluasi klinis. Sebagian besar hasil laboratorium berada dalam kisaran referensi
meskipun ada perubahan signifikan dalam komposisi tubuh dan fisiologi. Selain itu, di daerah-
daerah di mana gizi buruk sering terjadi, struktur kesehatan tidak dilengkapi dengan baik, dan
evaluasi laboratorium tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat diandalkan.5

Jika tersedia, beberapa hasil laboratorium dapat bermanfaat untuk memantau pengobatan
atau untuk mendiagnosis komplikasi spesifik.

Tes laboratorium yang diadaptasi dari WHO meliputi:

 Glukosa darah: Hipoglikemia hadir jika kadarnya lebih rendah dari 3 mmol / L.
 Pemeriksaan apus darah dengan mikroskop atau tes deteksi langsung: Kehadiran
parasit menunjukkan infeksi. Tes langsung cocok tetapi mahal.
 Hemoglobin: Level yang lebih rendah dari 40 g / L mengindikasikan anemia berat.
 Pemeriksaan dan kultur urin, Multistix: Lebih dari 10 leukosit per medan daya
tinggi merupakan indikasi infeksi. Nitrit dan leukosit juga diuji pada Multistix.
 Pemeriksaan feses dengan mikroskop: Parasit dan darah merupakan indikasi
disentri.
 Albumin: Meskipun tidak berguna untuk diagnosis, ini adalah panduan untuk
prognosis; jika albumin lebih rendah dari 35 g / L, sintesis protein secara besar-
besaran terganggu.
 Tes HIV: Tes HIV tidak boleh dilakukan secara rutin; jika selesai, harus disertai
dengan konseling orang tua anak dan hasilnya harus dirahasiakan.
 Elektrolit: Mengukur elektrolit jarang membantu dan dapat menyebabkan terapi
yang tidak tepat. Hiponatremia adalah temuan yang signifikan.5

Diagnosis Banding

1) Marasmus Kwashiorkor
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala
klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.7
Gejala Klinis
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, disamping
menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal memperlihatkan gejala-gejala
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula7

2) Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori yang tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum berkembang.6
Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi mengisap;
dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesuadah
menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan
pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang
secara tetap bergizi baik.6

Gejala Klinis

Bukti klinis awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letarfi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus maju mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina,
kehilangan jaringan muskuler, bertambah kerentangan terhadap infeksi, dan udem.

Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan
tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat; sering ada infiltrasi lemak.
Udem biasa terjadi awal; penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang ada
dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai.6
Sering ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi
tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada
daerah ini sesudah desquamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis
dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan coret-coret merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia).
Anyaman rambut menjadi kasar pada penyakit kronik.6

Diagnosis Kerja
Marasmus

Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup, informasi teknik pemberian makanan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Sinonim
marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi
protein dan kalori.6

Etiologi

Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang
tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-
anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguang berat
setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6

Epidemiologi

Hampir 30% manusia saat ini mengalami satu atau lebih dari berbagai bentuk kekurangan gizi.
Hampir 50 juta anak di bawah 5 tahun menderita malnutrisi energi-protein, dan setengah dari
anak yang meninggal di bawah 5 tahun kekurangan gizi (lihat gambar di bawah). Sekitar 80%
dari anak-anak yang kekurangan gizi ini tinggal di Asia, 15% di Afrika, dan 5% di Amerika
Latin.5

Manifestasi Klinis

Pada mulanya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi,
muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut
dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat dengan mudah
dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.6

Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung
menurun. Mula-mula bayi mungkin cerewet (rewel), tetapi kemudian menjadi lesu, dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe
kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus, dan sedikit.6

Patofisiologi

Marasmus disebabkan oleh penurunan asupan energi, peningkatan kehilangan kalori yang
dicerna (misalnya emesis, diare, luka bakar), peningkatan pengeluaran energi, atau kombinasi
faktor-faktor ini, seperti diamati pada penyakit akut atau kronis. Anak-anak beradaptasi dengan
kekurangan energi dengan penurunan aktivitas fisik, kelesuan, penurunan metabolisme energi
basal, perlambatan pertumbuhan, dan, akhirnya, penurunan berat badan.5

Tatalaksana
Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
 Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:8
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan
1:1 (RLG 5%) 3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB
bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

 Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana
II, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3) 2 jam pertama
a. berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :
5ml/kgBB setiap pemberian
b. catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

 Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana III,
dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2) 2 Jam pertama
a. berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis
5ml/kgBB setiap pemberian
b. catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

 Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3) 2 jam pertama
a. berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai
dengan berat badan (NGT)
b. catat nadi, frekuensi nafas

 Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:8
1) Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2) Catat nadi, frekuensi nafas
Terapi Lanjutan pada Marasmus
Prinsip dasar pengobatan gizi buruk (10 langkah utama)9
1. Langkah ke-1: pengobatan/pencegahan hipoglikemia
 Tanda-tanda hipoglikemik:
1) Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah yang
sangat rendah.
2) Anak gizi buruk, dianggap hipoglikemia bila kadar glukosa darah < 3
mmol/liter atau<54 mg/dl.
3) Tanda lain hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan
kesadaran.
 Cara menangani hipoglikemi:
1) Sadar (tidak letargis)
- Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10%*
secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50ml
2) Tidak sadar (letargis)
- Berikan larutan Glukosa 10% secara intravena(iv) (bolus)
sebanyak 5 ml/kgBB
- Selanjutnya berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir
10% secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml.
 Renjatan(syok)
1) Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan Dextrose/Glukosa
10% dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%) sebanyak 15ml/kgBB selama 1
jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB
2) Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus)
sebanyak 5ml/kgBB
*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml
 Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
1) Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
2) Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar gula
darah dan tangani sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).
 Pencegahan:
1) Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap
2-3 jam siang malam.

2. Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia


 Tanda-tanda Hipotermia
1) Hipetermia biasanya terjadi bersama-sama dengan kejadian hipoglikemia.
2) Hipoglikemia daan hipotermia pada anak gizi buruk biasanya merupakan
tanda dari adanya infeksi sistemik yang serius.
3) Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu
memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
4) Setiap anak gizi buruk harus dipertahankan suhu tubuhnya dengan
menutup tubuhnya dengan penutup yang memadai.
5) Tindakan menghangatkan tubuh, adalah usaha untuk menghemat
penggunaan cadangan energi pada anak tersebut.
 Cara menangani hipotermia
1) Bila suhu <360C harus dilakukan tindakan menghangati untuk
mengembalikan kembali suhu tubuh anak.
2) Pemanasan suhu tubuh anak yang hipotermia adalah dengan cara
“kanguru”, yaitu dengan mengadakan kontak langsung kulit ibu dan kulit
anak untuk memindahkan panas tubuh ibu kepada tubuh anak dan anak
digendong serta diselimuti seluruh tubuhnya.
3) Pemanasan tubuh anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan lampu.
Lampu harus diletakkan 50cm dari tubuh anak.
4) Suhu tubuh harus dimonitor setiap 30 menit untuk memastikan bahwa
suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi akibat pemanasan.
5) Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 370C.
 Pemantauan:
1) Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi
36,50C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.
Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,50C.
2) Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari.
3) Periksa kadar gula darah bila ditemukan hiponatremi.
 Pencegahan
1) Tutuplah tubuh anak termasuk kepalanya
2) Hindari adanya hembusan angin dalam ruang perawatan
3) Petahankan suhu ruangan sekitar 25-300C.
4) Jangan membiarkan anak tanpa baju terlalu lama pada saat tindakan
pemeriksaan dan penimbangan.
5) Usahakan tangan dari pemberi perawatan pada saat menangani anak gizi
buruk dalam keadaan hangat.
6) Segeralah ganti baju atau peralatan tidur yang basah oleh karena air
kencing atau keringat atau sebab-sebab yang lain.
7) Bila anak baru saja dibersihkan tubuhnya dengan air, segera keringkan
dengan sebaik-baiknya. 8. Jangan menghangati anak dengan air panas
dalam botol, hal ini untuk menghindari ibu anak/pengasuh lupa
membungkus botol dengan kain akan menyebabkan kulit anak terbakar.

3. Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi


 Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk.Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak
dengan gizi buruk hanya dengan menggunakan gejala klinis saja.Anak gizi buruk
dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.
 Tatalaksana
1) Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
2) Beri 5ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.
3) Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml.kgBB/jam berselang-seling
dengan F75 dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10 jam. Jumlah
yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang
keluar, dan apakah anak muntah.
4) Selanjutnya berikan secara teratur setiap 2 jam.
5) Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia<1th: 50-
100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 thL 100-200ml setiap buang air
besar.

4. Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit


 Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah.
 Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan
obati edema dengan pemberian diuretikum)
 Berikan :
1) Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
2) Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
3) Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
4) Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

5. Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi


 Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.
 Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
1) Antibiotik spektrum luas
2) Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah
diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah
keadaan gizi anak menjadi baik.
 Pilihan antibiotik spektrum luas:
1) Bila tanpa komplikasi:
- Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari
(2,5 ml bila berat badan < 4 Kg) Atau Bila anak sakit berat (apatis,
letargi) atau
2) Bila dengan komplikasi (hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran
nafas atau saluran kencing), beri :
- Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan
dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari.
Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam
secara oral.
3) Dan
- Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
- Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
- Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik
spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan
darah untuk malaria positif.
- Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan
anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya
organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan
dengan benar.

6. Langkah Ke-6: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien


 Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah
minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan
infeksinya.
 Berikan setiap hari:
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak
sudah mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada
tanda/gejala defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi.

7. Langkah Ke-7: Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi


 Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ≥ 50
g/minggu.
 Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2
minggu setelah dirawat.
 Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan
intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan:
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9
gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali
(=200 ml/kgBB/hari).
 Pemantauan pada masa transisi:
- Frekwensi nafas dan Frekuensi nadi : Bila terjadi peningkatan detak nafas
>5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam
berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas.
 Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
 Pemantauan setelah periode transisi, Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan
pertambahan berat badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu
- Bila kenaikan BB:
- kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah
asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
- Baik (≥ 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan

8. Langkah Ke-8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


 Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
 Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal.
 Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah:
- Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-
osmolar.
- Berikan secara oral/nasogastrik
- Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
- Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
- Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema) Bila
masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
- Formula khusus seperti F-75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip
tersebut di atas.Berikan formula dengan cangkir/gelas.Bila anak terlalu
lemah, berikan dengan sendok / pipet.
- Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja
(1 hari untuk setiap tahap).Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80
Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik.Jangan
beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
 Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian)
 Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.

9. Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional


 Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
- Kasih saying
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

10. Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah


 Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,
dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi
harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.
 Peragakan kepada orangtua :
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- terapi bermain terstruktur.
 Sarankan membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
- bulan I : 1x/minggu
- bulan II : 1x/2 minggu
- bulan III : 1x/bulan
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.9

Komplikasi
Kematian anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan marasmus tinggi, terutama selama
beberapa hari pertama rehabilitasi. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi (yaitu diare dan
dehidrasi, pneumonia, sepsis gram negatif, malaria, infeksi saluran kemih) atau penyebab lain
(mis., Gagal jantung yang berhubungan dengan anemia, kelebihan larutan rehidrasi, atau
kelebihan protein pada hari-hari pertama pengobatan, hipotermia; hipoglikemia; hipokalemia;
hipofosfatemia). Angka kematian dapat bervariasi dari kurang dari 5% hingga lebih dari 50%
anak-anak, tergantung pada kualitas perawatan.5

Prognosis
Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain
seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari.

Pada anak yang Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat.
mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan
yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada
usia yang lebih dewasa.

Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan
malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan
keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna
dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama.

Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi
badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.10

Kesimpulan
Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius.Gizi buruk dapat
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.Masalah gizi buruk dapat ditangani dengan
pemberian gizi yang seimbang secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pada tahap
tersebut.formula yang dipilih dapat disesuaikan dengan tahap dan tujuan dari pemberian
tambahan nutrisi.
Marasmus adalah penyakit kekurang energi dan protein, yang sering di alami oleh anak
usia 0-2 tahun. Marasmus disebabkan oleh multifaktorial antara lain asupan makanan yang
kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diet pada marasmus diberikan energi tinggi dan
protein tinggi.

Daftar Pustaka
1. Muller, Michael Krawinkel. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ.
AUG. 2, 2005.h.173
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.2007.h.229-232.
3. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Management of the
Child with Serious Infection or Severe Malnutrition : Guidelines for Care at the First-
Refferal Level in Developing Countries.United States of America : World Health
Organization. 2000.h.80-91.
4. Matondang. S. C, Wahidiyat. I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi ke-2.
CV Sagung Seto. Jakarta, 2009.h.25-34
5. Medscape. Marasmus. Diunduh pada tanggal 27 november 2019 dari :
https://emedicine.medscape.com/article/984496-overview
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol.1. Edisi 15. EGC.
Jakarta.1996.h.212
7. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2005.h.95-137
8. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Pedoman Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen
Kesehatan dan WHO. 2009. Hal 193-221
9. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 27 november 2019 dari:
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml
10. M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC2004

Anda mungkin juga menyukai