Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva yang menutupi belakang

kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, iritasi. Penyakit ini bervariasi mulai

dari hiperemi ringan dengan mata dengan banyak sekret.1 Konjungtivitis gonore

(konjungtivitis GO) adalah salah satu jenis konjungtivits bakterialis yang

tergolong dalah konjungtivitis hiperakut. Penyakit ini disebabkan oleh kuman

Neisseria gonorrhoeae.2

Konjungtivitis GO dapat terjadi pada semua usia, bahkan pada bayi baru

lahir (konjungtivits neonatorum GO). Kejadian konjungtivitis GO mengalami

peningkatan di beberapa negara. Di Timur Irlandia, kejadian konjungtivits GO

meningkat 6,9 per 100.000 penduduk menjadi 49,2 per 100.000 penduduk dari

tahun 2003 ke tahun 2012. Peningkatan ini juga terjadi di Inggris sebesar 66%

dari tahun 2010 sampai 2012.3

Penularan kuman GO yang menyebabkan terjadinya konjungtivits dengan

adalah secara genital-mata dan genital-tangan-mata. Konjungtivitis GO pada

neonatus, terjadi ketika proses kelahiran pervaginam pada ibu yang menderita

infeksi GO. Keadaan ini karena kontak bayi dengan jalan lahir ibu (vulvovagina)

yang sudah terdapat kuman GO.4 Gejala klinis konjungtivits neonatarum dapat di

terlihat setelah usia 3-5 hari, berupa sekret yang purulen dan masif.1 Terapi yang

diberikan pada penderita konjungtivits GO adalah antibiotika topikal dan sistemik.

1
Antibiotik yang menjadi pilihan adalah penislin, seftriakson dan sefalosporin

generasi ketiga.1

Konjungtivitis neonatorum GO dapat sembuh dengan baik jika

ditatalaksana dengan tepat dan secepatnya. Konjungtivitis gonokokus yang tidak

diobati dapat menimbulkan perforasi kornea dan endoftalmitis. Penyembuhan

konjungtivitis GO dengan komplikasi akan lebih sulit lagi.5 Oleh karena itu

penting bagi dokter layanan primer untuk mendiagnosis dan memberikan

tatalaksana dengan tepat kepada penderita konjungtivitis GO agar tidak

menimbulkan komplikasi-komplikasi lanjut.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini akan membahas tentang definisi, anatomi palpebra,

epidemiologi, etiologi dan patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang,

tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari konjungtivits GO.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami

definisi, anatomi, epidemiologi, etiologi dan patogenesis, gejala klinis,

pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari konjungtivits

GO.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang

merujuk ke beberapa literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi

dan pengetahuan tentang konjungtivitis GO.

2
BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva yang menutupi belakang

kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, iritasi. Penyakit ini bervariasi mulai

dari hiperemi ringan dengan mata berair dengan sekret.1 Konjungtivitis gonore

adalah salah satu jenis konjungtivits bakterialis yang tergolong dalah

konjungtivitis hiperakut. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria

gonorrhoeae yang ditandai dengan sekret purulen.1,5

2.2 Anatomi

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjugtiva palpebralis) dan

permukaan anterior mata (konjugtiva bulbaris). Bermacam-macam obat mata

dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin

yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama

kornea.5 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

1. Konjungtiva palpebra

Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.

Terdiri dari 3 bagian :

- Marginal : membentang dari batas kelopak mata sampai kira-kira 2 mm di

belakang sulcus subtarsalis

3
- Tarsal : tipis, transparan, dengan bayak vaskularisasi dan melekat erat ke

tarsal plate

- Orbital : terletak antara tarsal dan fornix5

2. Konjungtiva bulbar

Tipis, transparan dan mudah digerakkan. Dipisahkan dari sclera anterior oleh

jaringan episklera dan kapsul tenon. Konjungtiva bulbar di sekitar kornea

disebut dengan konjungtiva limbus (tempat kapsul Tenon dan konjugtiva

menyatu sejauh 3 mm), dan di limbus, epitel konjungtiva bersambung dengan

kornea.5

3. Konjungtiva fornix

Merupakan lanjutan melingkar cul-de-sac yang diputus dibagian medial oleh

caruncle dan plica semilunaris. Konjugntiva fornix bersambung dengan

konjungtiva bulbar melalui konjungtiva palpebra.5

Gambar 1. Anatomi mata

4
Gambar 2. Konjungtiva

Konjuntiva terdiri dari 6 lapisan yang menyusun dan memberikan bentuk

pada konjungtiva, diantaranya :

a. Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel

silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat

limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi

kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.

b. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang

mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan

untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel

epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat

linbus dapat mengandung pigmen.

c. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan

satu lapisan fibrosa (profundus).

5
d. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan

adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal

ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler

bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

e. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang

konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

f. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan

fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar

kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah.

Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.5

2.3 Epidemiologi

Konjungtivitis gonore jarang terjadi pada orang dewasa, relatif lebih sering

terjadi pada neonatus dan anak-anak. Kejadian konjungtivitis GO meningkat tujuh

kali lipat dari 6,9 per 100 000 pada tahun 2003 menjadi 49,2 per 100 000 pada

tahun 2012 di Timur Irlandia. Peningkatan serupa juga terjadi terjadi di Inggris,

terjadi peningkatan sebesar 66 persen dari tahun 2010 sampai 2012. Penelitian

yang dilakukan di Irlandia, menyebutkan bahwa kejadian konjungtivitis gonore

lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 1,8 :

1.3

6
2.4 Etiologi dan Patogenesis

Neisseria gonorrhoeae (GO) atau Gonokokus adalah bakteri kokus gram

Negatif yang berbentuk seperti ginjal dan selalu berpasangan (diplokoskus).

Bakteri gonokokus bersifat aerob dan memiliki pili yang berguna sebagai alat

untukmenempel pada epitel dan mukosa, serta alat untuk menghambat proses

fagositosis. Kuman Gonokokus adalah kuman yang sangat patogen, virulensi

tinggi dan bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat

berat. memiliki daya tahan yang rendah terhadap rangsangan fisik dan kimiawi,

seperti cahaya matahari, pengeringan, pemanasan, suhu rendah dan perubahan pH,

serta antiseptik (seperti AgNO3 1/4000).4

Proses perpindahan kuman GO yang menyebabkan terjadinya

konjungtivits dengan adalah secara genital-mata dan genital-tangan-mata.

Konjungtivitis GO pada neonatus, terjadi ketika proses kelahiran pervaginam pada

ibu yang menderita infeksi GO. Keadaan ini karena kontak bayi dengan jalan lahir

ibu (vulvovagina) yang sudah terdapat kuman GO. Kejadian ini meningkat pada

kelahiran prematur dan ketuban pecah dini.1

Infeksi primer GO pada umumnya dimulai oleh penempelan kuman pada

epitel silindris atau mukosa uretra maupun konjungtiva. Kuman akan menempel

dengan pili pada permukaan epitel atau mukosa. Kuman akan merusak sel epitel

atau mukosa, sehingga terbentuk celah yang akan memudahkan dan mempercepat

masuknya kuman. Kuman akan menebus ruang antar sel dan mencapai jaringan

ikat di bawah epitel. Pada tahap ini akan terjadi reaksi inflamasi berupa infiltrasi

leukosit polimorfonuklear (PMN), diikuti dengan terbentuknya eksudat.4

7
2.5 Gejala Klinis

Konjungtivitis GO muncul dengan keluhan yang berat dan progresif. Pada

bayi neonatus, gejala klinis muncul setelah 3-5 hari setelah kelahiran.1 Gejala

klinis yang dapat ditemukan diantaranya :

1. Sekret purulen

2. Eksudat yang masif

3. Edem palpebra

4. Konjungtiva hiperemis dan chemosis

5. Konjungtiva kaku dan sulit di buka1

Gambar 3. Udem Palpebra dengan Krusta

8
Gambar 4. Ulkus Kornea dengan Perforasi Kornea

2.6 Pemeriksaan Penujang

Pemeriksaan penunjan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan langsung

pada sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman

penyebab dan uji sensitivitas untuk pengobatan. Pada pemeriksaan sekret dengan

pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva, yang

diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1%

selama 1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di

bawah mikroskop.4 Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokokus gram Negatif yang

intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang

menandakan bahwa proses sudah berjalan kronik. Bila pada anak didapatkan

gonokok (kuman diplokokus gram Negatif), maka kedua orang tua harus

diperiksa. Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera

diobati.1 Cara pemeriksaan :4

9
 Siapkan preparat dari sekret atau kerokan konjungtiva diatas kaca objek.

Setelah itu difiksasi di atas api bunsen sebanyak 3 kali. Lalu didinginkan

 Tetesi preparat tersebut dengan zat warna Karbol Gentian Violet. Diamkan

selama 30 detik - 1 menit. Bilas dengan air mengalir.

 Tambahkan Lugol selama 30 detik - 1 menit. Kemudian cuci dengan air

 Bilas preparat dengan alkohol 96% selama 2 detik hingga zat warna larut

kemudian bilas dengan akuades.

 Tetesi preparat dengan karbol fuhsin/safranin. Diamkan selama 30 detik.

Bilas dengan akuades.

 Keringkan preparat dan diatasnya diberi satu tetes minyak imersi. Amati di

bawah mikroskop.

 Hasil : Bakteri gram positif berwarna ungu, gram negatif berwarna merah

10
Gambar 5. Diplokokus Gram Negatif Intraseluler

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah uji kultur.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada lempeng agar Thayer-Martin (TM) atau

New York City Medium (NYCM) yang telah diinokulasi. Lempeng diinkubasi

pada suhu 37o C pada udara lembab yang diperkaya dengan karbon dioksida,

dengan kadar 5% didalam stoples lilin atau inkubator CO2. Lempeng agar

diobservasi tiap hari selama 2 hari. Koloni kuman terlihat setelah 24-48 jam

inokulasi. Morfologi kultur kuman dari GO sama dengan meningokokus, untuk

membedakannya dilakukan tes maltose, dimana kuman GO memberikan test

maltose (-), sedangkan kuman meningokokus akan menghasilkan test maltose (+).

Selanjutnya terhadap koloni dilakukan tes oksidase dan penanaman preparat gula.

Koloni Neisseria gonorrhoeae menunjukkan hasil tes oksidase dan glukosa

positif, sedangkan maltosa dan sakarosa negatif.4

11
2.7 Tatalaksana

Terapi konjungtivitis GO menggunakan antibiotik sistemik dan antibiotik

tetes mata topikal sebagai terapi adjuvan. Rejimen pengobatan konjungtivitis GO

saat ini mencerminkan peningkatan prevalensi N gonorrhoeae tahan penisilin

(PRNG) di Amerika Serikat. Namun, seftriakson dan sefalosporin generasi ketiga

sangat efektif melawan PRNG. Pasien dengan konjungtivitis GO tanpa ulserasi

kornea dapat diobati rawat jalan dengan injeksi seftriakson intramuskular (IM)

dosis 1 g. Sedangkan pasien dengan ulserasi kornea harus dirawat di rumah sakit

dan diobati dengan antibiotik intravena (IV) seftriakson dosis 1 g setiap 12 jam

selama 3 hari berturut-turut.4

Pasien dengan alergi penisilin dapat diberikan spektinomisin

intramuskular dosis 2 g atau fluoroquinolon oral seperti siprofloksasin 500 mg

atau toloksasin 400 mg secara oral dua kali sehari selama 5 hari. Salep

erythromycin, salep bacitracin, salep gentamisin, dan larutan ciprofloxacin juga

direkomendasikan untuk terapi topikal. Pengobatan kasus termasuk irigasi

kantung konjungtiva menggunakan garam normal setiap 30-60 menit. Irigasi

berfungsi untuk menghilangkan sel-sel inflamasi, protease, dan puing-puing yang

mungkin beracun pada permukaan okular dan berkontribusi terhadap kerusakan

kornea.4

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi ialah tukak kornea marginal terutama

bagian atas, yang dimulai dengan infiltrat, kemudian menjadi ulkus. Keadaan ini

bisa terjadi pada stadium 1 dan 2, dimana terdapat blefarospasme dengan

12
pembentukan sekret yang banyak, sehingga sekret menumpuk dibawah

konjungtiva palpebra superior, ditambah lagi bakteri gonokok mempunyai enzim

proteolitik yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat

menimbulkan keratitis tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Komplikasi lebih

lanjut dapat terjadi perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endoftalmitis dan

panoftalmitis sehingga terjadi kebutaan total.1,5

2.9 Prognosis

Konjungtivitis bakteri hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi

dapat berlangsung selama 10-14 hari. Namun, jika diobati secara tepat dapat

berlangsung hingga 1-3 hari. Konjungtivitis gonokokus yang tidak diobati dapat

menimbulkan perforasi kornea dan endoftalmitis. Konjungtiva merupakan

gerbang masuk bakteri ke dalam darah dan meningen. Hasil akhir dapat terjadi

septikemia dan meningitis.5

13
BAB 3
Penutup

Konjungtivitis GO adalah infeksi konjungtiva yang disebabkan oleh

bakteri Neisseria gonorrhoeae. Infeksi ini tergolong ke dalam klasifikasi

konjungtivitis hiperakut bakterialis. Konjungtivitis GO banyak terjadi pada anak-

anak, terutama neonatus dan jarang terjadi pada dewasa. Kejadian konjungtivitis

GO meningkat dari tahun ke tahun dan relatif lebih banyak terjadi pada laki-laki.

Konjungtivitis neonatorum GO dapat muncul setelah usia 3-5 hari. Gejala yang

sering muncul adalah adanya sekret yang purulen dan eksudat yang masif, edem

palpebra, konjungtiva hiperemis, kemosis dan konjungtiva kaku serta sulit di

buka.

Diagnosis konjingtivitis GO ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penungjang yang dapat dilakukan

adalah pewarnaan gram dan kultur. Pewarnaan Gram akan didapatkan diplokokus

gram Negatif intra maupun ekstraseluler. Pemeriksaan kultur dilakukan untuk

membedakan infeksi disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria

meningitidis.

Penderita konjungtivitis GO memiliki prognosis yang baik, jika diberikan

tatalaksana dengan cepat dan tepat. Komplikasi yang dapat terjadi pada

konjungtivitis GO diantaranya keratitis, ulkus kornea, endoftalmitis hingga

kebutaan permanen. Obat yang diberikan pada penderita adalah antibiotik

penisilin atau seftriakson dan golongan sefalosporin generasi ketiga.

14
Daftar Pustaka

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section


8. San Fransisco: Eye MD Association, 2014-2015.
2. American Optometric Association. Optometric Clinical Practice Guideline
Care of the Patient with Conjunctivitis. USA : American Optometric
Association, 2002.
3. L McAnena , SJ Knowles , A Curry, L Cassidy. Prevalence of Gonococcal

Conjunctivitis in Adults and Neonate. 875–880

4. Josodiwondo S. Kokus Gram Negatif dalam Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. Tanggerang: Binapura Aksara.

5. Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T,

Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. 14th ed. Alih Bahasa: Pendit BU. Jakarta:

Widya Medika, 2000.

15

Anda mungkin juga menyukai