Oleh:
Rahmi Fitri 1210312116
Silma Farraha 1210313004
Pembimbing :
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Etiologi Glaukoma Sekunder”. Salawat beriring salam penulis panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta, keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................1
1.3 Batasan Masalah.............................................................................................2
1.4 Metode............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi.....................................................................................3
2.2 Definisi Glaukoma..........................................................................................4
2.3 Epidemiologi...................................................................................................5
2.4 Faktor Risiko..................................................................................................5
2.5 Etiopatogenesis...............................................................................................6
2.6 Klasifikasi.......................................................................................................7
2.7 Patofisiologi Glaukoma Sekunder................................................................10
2.8 Glaukoma Sekunder......................................................................................11
2.8.1 Glaukoma Pigmentasi.............................................................................11
2.8.2 Glaukoma Eksfoliasi...............................................................................13
2.8.3 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa..........................................................13
2.8.4 Glaukoma Akibat Uveitis Anterior.........................................................15
2.8.5 Glaukoma Sekunder Akibat Trauma.......................................................19
2.8.6 Glaukoma Sekunder Akibat Operasi......................................................19
2.8.7 Glaukoma Neovaskular..........................................................................20
2.8.8 Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera........................20
2.8.9 Glaukoma Sekunder Akibat Penggunaan Steroid Jangka Panjang.........21
2. 9 Diagnosis......................................................................................................21
2.10 Penatalaksanaan..........................................................................................26
2.10 Komplikasi..................................................................................................29
2.11 Prognosis.....................................................................................................29
BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah makalah ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi
aqueous humor, definisi, epidemiologi, faktor resiko, etiopatogenesis, klasifikasi,
patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis glaukoma sekunder.
1.4 Metode
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase
akuous menuju Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat.
Aliran cairan aquos ke dalam kanalis Schelmm tergantung pada permukaan
saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferan dari
kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus).
2. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan
sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan
lewat sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan
intraokular dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun
lebih rendah dibanding tekanan darah.
Trabecular Outflow
Uveoscleral Outflow
4
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit yang ditandai dengan
neuropati optik berupa pencekungan dan kerusakan dari saraf dan jaringan optik
disk serta kelainan lapang pandang. Peninggian tekanan intaokular merupakan
faktor resiko yang utama pada glaucoma.7 Jika hanya terdapat tekanan bola mata
yang meninggi tanpa adanya kerusakan optic disk dan kelainan lapang pandang
disebut Okuler Hipertensi.
Di dalam bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor
akuos yang setiap saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir
disaluran keluar. Bila dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan
terjadi peningkatan tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan
terjadi kerusakan lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan
lamanya tekanan tersebut mengenai saraf mata. 6
2.3 Epidemiologi
5
g) Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.
2.5 Etiopatogenesis
6
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.
2.6 Klasifikasi
7
penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.
b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :
1) Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD)
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi
pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.
2) Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO
berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik
secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD
berupa pembentukan sinekia anterior perifer.
3) Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak
pernah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan
bertahap dari TIO.
2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital
lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom
eksfoliasi).
b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus
yang disertai prolaps iris)
8
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya
pembentukan bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post
operasi katarak).
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka
waktu yang lama.
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dengan rasa sakit.
9
Gambar 4. Klasifikasi glaukoma berdasarkan patofisologi spesifik
mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai
tekanan intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar
peningkatan intraokuler.1
10
Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik
optik.
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi
atropik, disertai pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga.6
bilik mata depan – terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan
belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini
paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang
memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.1
11
b) Nyeri.
c) Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil
berdilatasi.
d) Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi
orang-orang ini harus dianggap sebagai ”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari
mereka akan mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun
pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk sindrom dispersi
mampu mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas
muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk
12
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna
putih di permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati
ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan,
biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus,
dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma
sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat beda katarak lebih tinggi
Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu
fokolitik atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau
lain: 6
hambatan pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik
13
mata depan. Subluksasi ini juga dapat mendorong iris ke depan sehingga
badan siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan
Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
lensa dan makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma
Pengobatan
14
Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor
akuos) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan
diiris dan badan siliaris, maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah
sekunder.
Di sudut KOA, cairan melalui trabekulum masuk ke dalam kanal Schlemn
untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini
masih seimbang, maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20
mmHg. Jika banyak sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut KOA,
sekunder.10,11
Elemen-elemen radang mengandung fibrin, yang menempel pada pupil,
dapat juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada
lensa. Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat
pada lensa, disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari KOP, tidak dapat melalui
pupil untuk masuk ke KOA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut KOA
menyebabkan pupil bentuknya tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel
radang dan fibrin, yang kemudian mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah
oklusi pupil sehingga akan menghambat aliran humor akuos dan dapat
terjadi pada stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi
produk humor akuos, juga ikut keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat
15
tekanan intraokuler. Pada stadium lanjut adanya seklusio pupil, oklusi pupil,
iridokornealis sempit dan menimbulkan gangguan aliran keluar dari humor akuos
glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior itu sendiri dikelompokkan
tertutup.1,10,11
1)Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior
berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar.
inflamasi dan serat fibrin ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P)
dapat muncul dan sudut iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut
16
tertutup oleh sinekhia perifer. Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih
terjadi glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau
efek sekunder blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena
pada awalnya terjadi sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak
tertutup kronik.
dari 50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari
sinekhia perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada
dipupil (P). Anatomi dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas
pada pemeriksaan gonioskopi disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan
adanya iris bombe sehingga iris terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada
17
kamera okuli posterior sehingga menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut
sudah terbuka maka kita dapat mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis
jika kondisi sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan telah
ada jaringan fibrotik permanen pada trabekulum, pada keadaan ini glaukoma
sekunder yang terjadi dapat berlangsung permanen selamanya. Pada kasus yang
lain, setelah periode panjang pada uveitis yang tidak diterapi atau dikontrol, sudut
perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer, pada keadaan ini, tentu saja
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan intra
okular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas menyumbat
jalinan trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Efek lambat cedera
kontusio pada tekanan intra okular disebabkan oleh kerusakan langsung sudut.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior diikuti hilangnya
kamera anterior. Apabila kamera tidak segera dibentuk kembali setelah cedera,
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang
ireversibel.1
Terapi pertamanya adalah pemberian obat – obatan yang dapat
menurunkan tekanan intra okular. Namun, jika tekanannya tetap tinggi, dapat
dilakukan tindakan pembedahan. 1
18
hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan humor aqueous di dalam
dan di belakang korpus vitreum. 1
Terapinya terdiri dari sikloplegik, midriatik, penekanan humor aqueous,
dan obat hiperosmotik. Obat – obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan
korpus vitreum dan membiarkan lensa jatuh ke arah posterior. Mungkin juga
diperlukan sklerotomi posterior, viterektomi dan bahkan ekstraksi lensa.1
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang
menyebab kan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan
sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan
melalui tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara
spontan.1
19
Gambar 7. Glaukoma Akibat Neovaskular
2.9 DIAGNOSIS
2. 9. 1 Anamnesis12
20
Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.
a. Biomikroskopi
21
Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan
segmen anterior, baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang
mungkin menyebabkan glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan
terlebih dahulu, seperti posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.
c. Tonometri
Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini
memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun
tidak teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn
tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan
konjungtivitis dan infeksi kornea.
22
b. Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup
rapat.
c. Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di
bawah rima orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan
sklera terasa.
d. Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
1) TIO ( palpasi) : N ( Normal )
2) Bila tinggi : N +
3) Bila rendah : N –
2) Pengukuran dengan alat
Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke
bilik mata depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung,
melalui kornea dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak
langsung seperti tonometer Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi
Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held, tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.
d. Funduskopi
e. Perimetri
f. Genioskopi
23
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan,
tempat dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.
g. Tonografi
h. Tes Provokasi
2.10 Penatalaksanaan
24
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran aqueous humor (drainase) dengan efek
samping yang minimal. Penatalaksanaan glaukoma meliputi :
A. Medikamentosa
· Penghambat adrenergik
· Apraklonidin
25
· Obat Parasimpatomimetik
Obat ini meningkatkan aliran keluar akous humor dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontrakasi otot siliaris. Obat pilhan adalah pilokarpin,
larutan ,5 – 06 % yang diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4 % yang
diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0, 75 % - adalah obat klinergik alternatif.
Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang
bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium bromida, 0,125% dan
0,25%, dan ekotiopat iodida, 0,03-0,25%, yang umumnya dibatasi untuk pasien
afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. 1,6
· Epinefrin
B. Pembedahan
b. Trabekuloplasti laser
26
awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali
meningkat. Di Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan untuk melakukan
pembedahan drainase dini. 1
d. Tindakan Siklodestruktif
Glaukoma sekunder yang terjadi karena uveitis, maka obati dulu penyebab
awalnya disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan. Tindakan
27
pembedahan sebaiknya dihindari pada mata yang sedang mengalami peradangan.
Akan tetapi, jika tatalaksana bedah memang diperlukan, harus dilakukan
tatalaksana terhadap peradangan preoperatif terlebih dahulu.15
2.10 Komplikasi
Glaukoma sekunder yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan yang
ireversibel. Papil yang mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan
degenerasi dari saraf optik (atrofi) yang mungkin disebabkan beberapa faktor
seperti peninggian tekanan intraokular mengakibatkan gangguan perdarahan pada
papil sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf
ptik. Peningkatan tekanan intraokular juga menekan bagian tengah optik yang
mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih
kuat dari bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil ini.9
2.11 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani
dengan baik.6
BAB 3
KESIMPULAN
28
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang
menghambat aliran cairan mata.
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh sindrom pigmentasi dispersi,
eksfoliasi, kelainan lensa seperti dislokasi lensa, intumesensi lensa, terjadinya lisis
lensa, kelainan traktus uvealis, sindroma iridokornea, trauma, neovaskuler dan
penggunaan obat-obatan seperti steroid pada mata. Kelainan mata tersebut dapat
menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah dengan mengobati dulu
penyakit dasarnya, tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan. Tujuan utama
terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta
meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal
dapat menggunakan medikamentosa ataupun intervensi bedah. Semakin cepat
penyakit Glaukoma dideteksi dan diterapi maka prognosis penyakit ini akan jauh
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Salmon, JF. Glaukoma. Dalam: Riordan, P., Whitcher, J.P. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2010
2. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Pusat Data dan Informasi (Infodatin) Kementerian Kesehatan RI. 2014
3. Alastair K.O Denniston, Philip I Murray. Oxford Handbook Of
Ophtalmology. Third Edition. Oxford University Press. 2014
4. G. Lang. Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. New York.
2006
5. Gordon K, Alec Garner. Pathobiology Of Ocular Disease. Informa
Healthcare: USA. 2008
29
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.
7. American Academy of Ophtalmology. Glaucoma : Introduction to
Glaucoma & Medical Management of Glaucoma. Section 10. USA. 2014-
2015.
8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition.
USA. McGraw-Hill. 2003.
9. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all.
Rapid Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier.
Philadelphia. 2008.
10. Adam T Gerstenblith, Michele P.R. The Wills Eye Manual: Office and
Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. USA. 2012
11. International Glaucoma Association. Secondary Glaucomas. 2014.
12. Marias Marianas. Glaukoma dengan Ilustrasi Kasus. Padang. 1988.
13. Wang JC. Pigmentary Glaucoma. 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com diakses pada 20 Juli 2017
14. Khurana AK. Diseases Of The Conjunctiva. Dalam : Khurana AK (ed).
Comprehensive Ophtalmology 4th ed. New Delhi: New Age.
15. Herndon L. Uveitic Glaucoma. 2017. Available from:
http://emedicine.medscape.com diakses pada 20 Juli 2017.
16. Hemmati HD dan Robin AL. 2008. Update on Steroid-Induced Glaucoma.
Glaucoma Today. 2008, 6: 24-26.
30