Anda di halaman 1dari 33

MEET THE EXPERT

ETIOLOGI GLAUKOMA SEKUNDER

Oleh:
Rahmi Fitri 1210312116
Silma Farraha 1210313004

Pembimbing :
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil
Padang
2017
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Etiologi Glaukoma Sekunder”. Salawat beriring salam penulis panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta, keluarga, sahabat dan pengikutnya.

Penyusunan MTE ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti


kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.M.Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis ucapkan kepada
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M sebagai expert. Terima kasih kepada para residen atas
bimbingannya selama kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP dr. M. Djamil Padang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam
penulisan skripsi ini, untuk itu kritik dan saran membangun sangat diharapkan.
Penulis berharap semoga dapat memberikan sumbangan dan manfaat kepada
dunia pendidikan, masyarakat dan penulis lainnya.

Padang, Juli 2017

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................1
1.3 Batasan Masalah.............................................................................................2
1.4 Metode............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi.....................................................................................3
2.2 Definisi Glaukoma..........................................................................................4
2.3 Epidemiologi...................................................................................................5
2.4 Faktor Risiko..................................................................................................5
2.5 Etiopatogenesis...............................................................................................6
2.6 Klasifikasi.......................................................................................................7
2.7 Patofisiologi Glaukoma Sekunder................................................................10
2.8 Glaukoma Sekunder......................................................................................11
2.8.1 Glaukoma Pigmentasi.............................................................................11
2.8.2 Glaukoma Eksfoliasi...............................................................................13
2.8.3 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa..........................................................13
2.8.4 Glaukoma Akibat Uveitis Anterior.........................................................15
2.8.5 Glaukoma Sekunder Akibat Trauma.......................................................19
2.8.6 Glaukoma Sekunder Akibat Operasi......................................................19
2.8.7 Glaukoma Neovaskular..........................................................................20
2.8.8 Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera........................20
2.8.9 Glaukoma Sekunder Akibat Penggunaan Steroid Jangka Panjang.........21
2. 9 Diagnosis......................................................................................................21
2.10 Penatalaksanaan..........................................................................................26
2.10 Komplikasi..................................................................................................29
2.11 Prognosis.....................................................................................................29
BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma merupakan suatu neuropati diskus yang ditandai oleh tekanan
intra okular (IOP) yaitu diatas 21 mmHg, kerusakan nervus optikus, kehilangan
lapangan pandang progresif dan dapat menyebabkan kebutaan permanen.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma sebagai akibat dari penyakit mata lain.1
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia
setelah katarak. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada usia 55-
64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas
sebesar 8,4%. Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi
kebutaan di Indonesia tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5%
yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berbeda dengan
katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat
diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya
pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang
mengalami kebutaan akibat glaukoma.2
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut bilik
mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke
sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).1
Tekanan intraokular diturunkan dengan cara mengurangi produksi humor
aqueous atau dengan meningkatkan aliran keluarnya, menggunakan obat, laser
atau pembedahan. Pada glaukoma sekuder, harus selalu dipertimbangkan terapi
untuk mengatasi kelainan primernya. Pada semua pasien glukoma, perlu tidaknya
diberikan terapi dan efektifitas terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran
tekanan intraokular (tonometri), inspeksi diskus optikus dan pengukuran lapangan
pandang secara teratur. 1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk meningkatkan pemahaman terkait
galukoma sekunder.

1
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah makalah ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi
aqueous humor, definisi, epidemiologi, faktor resiko, etiopatogenesis, klasifikasi,
patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis glaukoma sekunder.
1.4 Metode
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Aqueous humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya sekitar 250 μL dan kecepatan pembentukannya , yang
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 μL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit
lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa
dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat dan laktat yang lebih tinggi, protein urea dan glukosa yang lebih
rendah. 3
Cairan aqueous diproduksi di badan siliar dan berjalan antara lensa
dan iris, dan melalui pupil. Cairan aquous membawa oksigen, glukosa dan
beberapa nutrisi penting lainnya. Cairan ini masuk di bilik anterior dan
mengalirkannya melalui sudut drainase (trabecullar meshwork). Jalinan/jala
trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus
oleh sel-sel trabekular yang membentuk saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schelmm.4

Gambar 1. Fisiologi Sirkulasi Aqueous Humor


Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu 5 :

3
1. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase
akuous menuju Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat.
Aliran cairan aquos ke dalam kanalis Schelmm tergantung pada permukaan
saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferan dari
kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus).
2. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan
sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan
lewat sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan
intraokular dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun
lebih rendah dibanding tekanan darah.

Trabecular Outflow

Uveoscleral Outflow

Gambar 2. Aliran Aqueos Humor


2.2 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel. Glaukoma
adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan
intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus
optikus.6

4
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit yang ditandai dengan
neuropati optik berupa pencekungan dan kerusakan dari saraf dan jaringan optik
disk serta kelainan lapang pandang. Peninggian tekanan intaokular merupakan
faktor resiko yang utama pada glaucoma.7 Jika hanya terdapat tekanan bola mata
yang meninggi tanpa adanya kerusakan optic disk dan kelainan lapang pandang
disebut Okuler Hipertensi.
Di dalam bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor
akuos yang setiap saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir
disaluran keluar. Bila dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan
terjadi peningkatan tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan
terjadi kerusakan lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan
lamanya tekanan tersebut mengenai saraf mata. 6

2.3 Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah


katarak.2 Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis
Afrika dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah
4:1. Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih
sering dijumpai glaukoma sudut tertutup.1

2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup),


miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma
dalam keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah
migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya
(darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi
primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.6
Hal yang memperberat resiko glaukoma 6:
a) Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
b) Makin tua makin berat, makin bertambah resiko
c) Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih
d) Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering
e) Kerja las, risiko 4 kali lebih sering
f) Miopia, risiko 2 kali lebih sering

5
g) Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.

2.5 Etiopatogenesis

Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena


trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah
(katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.
Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang
akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :
1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris
2. Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun kanal
Schlemm.
3. Peningkatan tekanan vena episklera.
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut
humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik
posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena
penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan
terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf mata. Perlu diketahui,
saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Di otak,
bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu
benda (vision). Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan
antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah
ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus
mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang
mata atau menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh
serabut saraf rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan menimbulkan
kebutaan total.Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh
lapang pandang sentral. Pada penderita glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan
serabut saraf mata sehingga menyebabkan blind spot.6

Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik 8:


1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian tekanan
intraokuler.

6
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.

Gambar 3. Kerusakan Saraf Optikus pada Glaukoma

2.6 Klasifikasi

Terdapat beberapa dasar yang dipergunakan dalam pembagian glaucoma.


Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dibagi
menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup. Berdasarkan
penyebab (perubahan-perubahan aliran aqueous humor, glaukoma dibagi menjadi
glaukoma primer, dimana penyebab glaukoma dianggap idiopatik dan glaukoma
sekunder yang disebabkan karena kelainan mata yang lain-lain atau sitematik.7

Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 1:


1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini
agak lambat yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih
dari 40 tahun. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah

7
penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.
b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :
1) Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD)
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi
pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.
2) Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO
berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik
secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD
berupa pembentukan sinekia anterior perifer.
3) Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak
pernah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan
bertahap dari TIO.
2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital
lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom
eksfoliasi).
b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus
yang disertai prolaps iris)

8
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya
pembentukan bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post
operasi katarak).
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka
waktu yang lama.
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dengan rasa sakit.

9
Gambar 4. Klasifikasi glaukoma berdasarkan patofisologi spesifik

2.7 Patofisiologi Glaukoma Sekunder

Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh

mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai

dengan bentuk kelainan klinis yang menjadi penyebabnya. Efek peningkatan

tekanan intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar

peningkatan intraokuler.1

10
Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik

diduga disebabkan oleh :

1. Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas

serabut saraf pada pupil saraf optik.

2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf

optik.

3. Ekskavasio papil saraf optik

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel

ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian

dalam retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi

atropik, disertai pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga.6

2.8 Glaukoma Sekunder

2.8.1 Glaukoma Pigmentasi

Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di

bilik mata depan – terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan

mengganggu aliran keluar aqueous, dan di permukaan kornea posterior

(Krukenberg’s spindle) – disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan

ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan zonula atau processus

ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan

belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini

paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang

memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.1

Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa: 9


a) Krukenberg’s spindle pada endotel kornea.

11
b) Nyeri.
c) Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil

berdilatasi.
d) Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi

orang-orang ini harus dianggap sebagai ”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari

mereka akan mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun

(glaukoma pigmentasi). Pernah dilaporkan beberapa pedigere glaukoma

pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk sindrom dispersi

pigmen dipetakan pada kromosom 7.1


Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan

mampu mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas

apakah keduanya memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan

dan perburukan glaukoma. (Karena pasien biasanya penderita miopia berusia

muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk

pilokaprin sekali sehari, lebih disukai pada malam hari).1


Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan

kecenderungannya mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular

secara bermakna – terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil – dan

glaukoma pigmentasi akan berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah

glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda; ini meningkatkan

kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase glaukoma disertai terapi

antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada keadaan ini,

tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase.1

2.8.2 Glaukoma Eksfoliasi

12
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna

putih di permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati

akibat terpajan radiasi inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus

ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan,

dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara

histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang

mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini

biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus,

dilaporkan sering terjadi pada bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup

kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif berkembangnya glaukoma adalah 5%

dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma

sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat beda katarak lebih tinggi

daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.10

2.8.3 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa

Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu

fokolitik atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau

ke belakang. Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa, antara

lain: 6

• Glaukoma pada subluksasi ke depan :

Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya

hambatan pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik

mata depansehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan

13
mata depan. Subluksasi ini juga dapat mendorong iris ke depan sehingga

menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan perlengketan di sudut

tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan glaucoma.

• Glaukoma pada subluksasi ke belakang :

Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada

badan siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan

siliar.Rangsangan ini menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang

dapat menimbulkan glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke depan :

Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini

menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke belakang :

Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini

menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein

lensa dan makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma

fakolitik. Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan

iridosiklitis, hai ini disebut glaukoma fakotoksik.

Pengobatan

• Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma

• Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer

• Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab

utamanya dan hal ini merupakan pengobatan yag paling berhasil

2.8.4 Glaukoma Akibat Uveitis Anterior

14
Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor

akuos) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan

diiris dan badan siliaris, maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah

melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma

sekunder.
Di sudut KOA, cairan melalui trabekulum masuk ke dalam kanal Schlemn

untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini

masih seimbang, maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20

mmHg. Jika banyak sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut KOA,

sehingga aliran cairan KOA keluar terhambat dan menimbulkan glaukoma

sekunder.10,11
Elemen-elemen radang mengandung fibrin, yang menempel pada pupil,

dapat juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada

lensa. Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat

pada lensa, disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari KOP, tidak dapat melalui

pupil untuk masuk ke KOA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut KOA

sempit dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lensa,

menyebabkan pupil bentuknya tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel

radang dan fibrin, yang kemudian mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah

oklusi pupil sehingga akan menghambat aliran humor akuos dan dapat

menyebabkan glaukoma sekunder.


Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder yang dapat

terjadi pada stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi

peradangan uvea anterior, timbul hiperemi yang menimbulkan bertambahnya

produk humor akuos, juga ikut keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat

gangguan permeabilitas dari pembuluh darah dan menyebabkan meningginya

15
tekanan intraokuler. Pada stadium lanjut adanya seklusio pupil, oklusi pupil,

sinekhia perifer dapat menimbulkan iris bombe yang menyebabkan sudut

iridokornealis sempit dan menimbulkan gangguan aliran keluar dari humor akuos

sehingga tekanan intraokuler meningkat yang pada akhirnya dapat menyebabkan

glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior itu sendiri dikelompokkan

menjadi glaukoma sekunder sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut

tertutup.1,10,11
1)Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

Gambar 5. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

Pada tahap awal glaukoma sekunder akibat uveitis anterior, banyak

berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar.

Hambatan aliran humor akuos berhubungan dengan menumpuknya sel-sel

inflamasi dan serat fibrin ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P)

dapat muncul dan sudut iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut

16
tertutup oleh sinekhia perifer. Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih

banyak dengan medikamentosa.


Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit ini, pada banyak kasus, dapat

terjadi glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau

efek sekunder blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena

pada awalnya terjadi sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak

terdeteksi yang menyebabkan sinekhia perifer dan menjadi glaukoma sudut

tertutup kronik.

2)Glukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior

Gambar 6. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior


Gambar menunjukkan keadaan sudut tertutup (A) dengan presentase lebih

dari 50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari

sinekhia perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada

dipupil (P). Anatomi dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas

pada pemeriksaan gonioskopi disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan

adanya iris bombe sehingga iris terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada

17
kamera okuli posterior sehingga menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut

sudah terbuka maka kita dapat mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis

sehingga dapat menurunkan tekanan intraokular, pengontrolan ini sulit dilakukan

jika kondisi sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan telah

ada jaringan fibrotik permanen pada trabekulum, pada keadaan ini glaukoma

sekunder yang terjadi dapat berlangsung permanen selamanya. Pada kasus yang

lain, setelah periode panjang pada uveitis yang tidak diterapi atau dikontrol, sudut

perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer, pada keadaan ini, tentu saja

glaukoma juga dapat berlangsung permanen pula.10,11

2.8.5 Glaukoma Sekunder Akibat Trauma

Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan intra
okular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas menyumbat
jalinan trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Efek lambat cedera
kontusio pada tekanan intra okular disebabkan oleh kerusakan langsung sudut.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior diikuti hilangnya
kamera anterior. Apabila kamera tidak segera dibentuk kembali setelah cedera,
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang
ireversibel.1
Terapi pertamanya adalah pemberian obat – obatan yang dapat
menurunkan tekanan intra okular. Namun, jika tekanannya tetap tinggi, dapat
dilakukan tindakan pembedahan. 1

2.8.6 Glaukoma sekunder akibat operasi

a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)

Tindakan bedah pada mata yang mengalami peningkatan tekanan intra


okular dan penutupan sudut dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris
(glaukoma maligna). Segera setelah pembedahan, tekanan intra okular meningkat

18
hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan humor aqueous di dalam
dan di belakang korpus vitreum. 1
Terapinya terdiri dari sikloplegik, midriatik, penekanan humor aqueous,
dan obat hiperosmotik. Obat – obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan
korpus vitreum dan membiarkan lensa jatuh ke arah posterior. Mungkin juga
diperlukan sklerotomi posterior, viterektomi dan bahkan ekstraksi lensa.1
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang
menyebab kan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan
sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan
melalui tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara
spontan.1

2.8.7 Glaukoma Neovaskular

Neovaskularisasi iris (rubeosis iris) dan sudut kamera anterior paling


sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina iskemik.
Glaukoma timbul mula – mula disebabkan oleh sumbatan sudut oleh membran
fibrovaskular tetapi kontraksi membran berikutnya menyebabkan penutupan
sudut.1
Terapi dengan miotik dan karbonik anhidrase inhibitor kurang member
respon, juga terapi pembedahan dengan operasi filtrasi kurang memuaskan,
walaupun pada beberapa penderita tertentu memberikan hasil yang lumayan.
Untuk mengurangi keluhan dapat diberikan kortikosteroid dan tetes mata atropin.

19
Gambar 7. Glaukoma Akibat Neovaskular

2.8.8 Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera

Peningkatan tekana vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma


pada sindrom Sturge–Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut,
dan fistula karotis–kavernosa yang dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut
akibat iskemia mata yang luas. Tindakan medis tidak dapat menurunkan tekanan
intra okular di bawah tingkat tekanan vena episklera yang meningkat secara
abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan faktor resiko penyulit yang
tinggi.1

2.8.9 Glaukoma Sekunder Akibat Penggunaan Steroid Jangka Panjang


Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis
glaucoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada
individu yang memiliki riwayat keluarga glaukoma. Selain itu, juga akan
memperparah peningkatan tekanan intra okular pada penderita glaukoma sudut
terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek – efek
tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak
disadari untuk jangka lama. Apabila terapi steroid mutlak diperlukan, terapi
glaukoma medis dapat mengontrol tekanan intra okular. Terapi steroid sistemik
jarang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien yang mendapat
terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi
secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.1

2.9 DIAGNOSIS

2. 9. 1 Anamnesis12

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya


berupa gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah. Kehilangan penglihatan
yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari penderita, samapai
kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang pada
beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah

20
Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.

Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering


disebabkan oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan
penglihatan yang lain adalah haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-
lingkaran pelangi disekitar bola lampu. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh
edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus lensa. Selain itu astenopia seperti
mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu membaca dekat dan kehilangan
penglihatan untuk beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan keadaan
glaukoma.

Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-


beda. Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata
dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang
terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual muntah.

Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma,


operasi-operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-
penyakit sistemik seperti kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM,
kelainan tekanan darah.

2.9.2 Pemeriksaan Fisik12

Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.


Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah
rima orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
Keadaan tekanan bola mata dapat dinilai.

2. 9.3 Pemeriksaan Penunjang12

a. Biomikroskopi

21
Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan
segmen anterior, baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang
mungkin menyebabkan glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan
terlebih dahulu, seperti posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.

Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi


siliar, pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik
presipitat, sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion
uvea, dan katarak glaucomatous.

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik


tidak disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan
sentral. Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh
adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang
pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah
ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini
umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah, bagian
temporal biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam
keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih
buruk lagi.

c. Tonometri

1) Pengukuran tanpa alat

Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini
memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun
tidak teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn
tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan
konjungtivitis dan infeksi kornea.

Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut:


a. Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.

22
b. Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup
rapat.
c. Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di
bawah rima orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan
sklera terasa.
d. Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
1) TIO ( palpasi) : N ( Normal )
2) Bila tinggi : N +
3) Bila rendah : N –
2) Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke
bilik mata depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung,
melalui kornea dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak
langsung seperti tonometer Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi
Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held, tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.

Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka


tonometer indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai.
Yang pertama oleh karena praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih
tepat dan tidak banyak dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.

d. Funduskopi

Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk:


i. Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.
ii. Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.
iii. Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri

Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan


terpenting pada glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan
adanya gangguan fungsional pada penderita. Khas pada glaukoma adalah
penyempitan lapang pandang.

f. Genioskopi

23
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan,
tempat dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.

g. Tonografi

Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan


intraokuler yang diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan
pencatatan TIO dengan tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu
tertentu digabung dengan tabel Fridenwald dapat memperkirakan daya
pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.

h. Tes Provokasi

Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.

1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka


a. Tes minum air:
i. Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian
tekanan intraokularnya diukur.
ii. Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10
menit.
iii. Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
iv. Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
b. Tes minum air diikuti tonografi.
2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup
a. Tes midriasis:
i. Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap
positif.
ii. Tonografi setelah midriasis.
b. Tes posisi Prone:
i. Penderita dalam posisi prone selama 30 – 40 menit.
ii. Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.

2.10 Penatalaksanaan

24
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran aqueous humor (drainase) dengan efek
samping yang minimal. Penatalaksanaan glaukoma meliputi :

A. Medikamentosa

a. Supresi pembentukan aqueous humor

· Penghambat adrenergik

Penghambat adrenergic β adalah obat yang sekarang paling luas digunakan


untuk terapi glaukcoma. Obat–obat ini dapat digunakan tersendiri atau
dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25 % dan 0,5 %, betaklosol 0,25
% dan 0,5 %, levobunolol 0,25 % dan 0,5 %, dan metipranolol 0,3 % merupakan
preparat-preparat yang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini
adalah penyakit obstruksi jalan nafas menahun, terutama asma dan defek hantaran
jantung.1,6

· Apraklonidin

Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan


pembentukan aqueous humor tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan
dipiverin memilii efek pada pembentukan aqueous humor.1

· Inhibitor karbonat anhidrase

Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat


alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaucoma kronik
apabila terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaucoma akut
dimana tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan pembentukan aqueous humor sebesar 40 – 60 %. Asetazolamid
dapat diberikan peroral dalam dosis 125 – 250 mg sampai tiga kali sehari atau
sebagai Diamok Sequel 500 mg sekali atau dua kali sehari atau dapat diberikan
secara intravena (500 mg).

b. Fasilitasi Aliran Keluar Aqueous humor

25
· Obat Parasimpatomimetik

Obat ini meningkatkan aliran keluar akous humor dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontrakasi otot siliaris. Obat pilhan adalah pilokarpin,
larutan ,5 – 06 % yang diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4 % yang
diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0, 75 % - adalah obat klinergik alternatif.
Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang
bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium bromida, 0,125% dan
0,25%, dan ekotiopat iodida, 0,03-0,25%, yang umumnya dibatasi untuk pasien
afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. 1,6

· Epinefrin

Epinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan


aliran keluar humor akueus dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
humor akueus. 6

B. Pembedahan

a. Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi


langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau
aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer.
Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit
sebelum terjadi serangan penutupan sudut.1

b. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa


kejalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar aqueous humor karena
efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta
terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular.
Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Pada

26
awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali
meningkat. Di Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan untuk melakukan
pembedahan drainase dini. 1

c. Bedah drainase glaukoma

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase


normal, sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari kamera anterior
ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau
insersi selang drainase. 1

d. Tindakan Siklodestruktif

Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk


mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah
untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi
frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium : YAG thermal
mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior limbus untuk
menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.1

Prinsip pengobatan pada glaukoma sekunder adalah mengobati penyakit


dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya tergantung pada tipe glaukoma
yang ditimbulkan.6

Pada glaukoma pigmentasi biasanya TIO berhasil diturunkan dengan


terapi medikamentosa. Pasien juga memberikan respon terapi yang baik melalui
tindakan laser trabekuloplasti, walaupun terkadang efeknya tidak bertahan
lama.7,13 Terapi glaukoma pseudoeksfoliasi sama dengan glaukoma sudut terbuka
primer. Namun, terapi medikamentosa biasanya kurang efektif. Terapi dengan
laser trabekuloplasti biasanya berhasil mengatasi glaukoma pseudoeksofoliasi.
Pada glaukoma sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama turunkan
dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi
katarak.14

Glaukoma sekunder yang terjadi karena uveitis, maka obati dulu penyebab
awalnya disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan. Tindakan

27
pembedahan sebaiknya dihindari pada mata yang sedang mengalami peradangan.
Akan tetapi, jika tatalaksana bedah memang diperlukan, harus dilakukan
tatalaksana terhadap peradangan preoperatif terlebih dahulu.15

Tatalaksana glaukoma sekunder yang terjadi karena penggunaan steroid


jangka panjang adalah hentikan dulu penggunaan steroidnya, kemudian dilakukan
penurunan tekanan intraokuler.16

2.10 Komplikasi
Glaukoma sekunder yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan yang
ireversibel. Papil yang mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan
degenerasi dari saraf optik (atrofi) yang mungkin disebabkan beberapa faktor
seperti peninggian tekanan intraokular mengakibatkan gangguan perdarahan pada
papil sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf
ptik. Peningkatan tekanan intraokular juga menekan bagian tengah optik yang
mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih
kuat dari bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil ini.9

2.11 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani
dengan baik.6

BAB 3
KESIMPULAN

28
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang
menghambat aliran cairan mata.
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh sindrom pigmentasi dispersi,
eksfoliasi, kelainan lensa seperti dislokasi lensa, intumesensi lensa, terjadinya lisis
lensa, kelainan traktus uvealis, sindroma iridokornea, trauma, neovaskuler dan
penggunaan obat-obatan seperti steroid pada mata. Kelainan mata tersebut dapat
menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah dengan mengobati dulu
penyakit dasarnya, tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan. Tujuan utama
terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta
meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal
dapat menggunakan medikamentosa ataupun intervensi bedah. Semakin cepat
penyakit Glaukoma dideteksi dan diterapi maka prognosis penyakit ini akan jauh
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon, JF. Glaukoma. Dalam: Riordan, P., Whitcher, J.P. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2010
2. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Pusat Data dan Informasi (Infodatin) Kementerian Kesehatan RI. 2014
3. Alastair K.O Denniston, Philip I Murray. Oxford Handbook Of
Ophtalmology. Third Edition. Oxford University Press. 2014
4. G. Lang. Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. New York.
2006
5. Gordon K, Alec Garner. Pathobiology Of Ocular Disease. Informa
Healthcare: USA. 2008

29
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.
7. American Academy of Ophtalmology. Glaucoma : Introduction to
Glaucoma & Medical Management of Glaucoma. Section 10. USA. 2014-
2015.
8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition.
USA. McGraw-Hill. 2003.
9. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all.
Rapid Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier.
Philadelphia. 2008.
10. Adam T Gerstenblith, Michele P.R. The Wills Eye Manual: Office and
Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. USA. 2012
11. International Glaucoma Association. Secondary Glaucomas. 2014.
12. Marias Marianas. Glaukoma dengan Ilustrasi Kasus. Padang. 1988.
13. Wang JC. Pigmentary Glaucoma. 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com diakses pada 20 Juli 2017
14. Khurana AK. Diseases Of The Conjunctiva. Dalam : Khurana AK (ed).
Comprehensive Ophtalmology 4th ed. New Delhi: New Age.
15. Herndon L. Uveitic Glaucoma. 2017. Available from:
http://emedicine.medscape.com diakses pada 20 Juli 2017.
16. Hemmati HD dan Robin AL. 2008. Update on Steroid-Induced Glaucoma.
Glaucoma Today. 2008, 6: 24-26.

30

Anda mungkin juga menyukai