Anda di halaman 1dari 42

BAB II

ISI

2.1 Penyakit Jantung Kongenital

2.1.1 Pendahuluan

Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah kelainan pada
struktur jantung yang dialami sejak lahir. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan pada
aliran darah dari dan ke jantung, baik yang tergolong ringan ataupun kompleks, sehingga
berpotensi membahayakan nyawa. Penderita penyakit jantung bawaan disarankan untuk
memantau kondisi jantungnya seumur hidup, walaupun sudah pernah diobati saat masih
kecil. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi jika terdapat gejala atau tanda-tanda yang
membahayakan sejak dini. Penyakit jantung bawaan terjadi karena adanya gangguan pada
proses pembentukan dan perkembangan jantung saat janin berada di dalam kandungan.

2.1.2 Pemeriksaan Genetik


a. Genomic studies
Faktor transkripsi T-box, NK, dan GATA telah dikaitkan dengan berbagai
sindrom dan kelainan jantung bawaan. Penelitian terbaru juga menyoroti
PTPN11 dan NOTCH1 pada sindrom Noonam dalam genetika penyakit
jantung bawaan. Interaksi genetik ini selanjutnya akan memberikan peran
utama dalam pemahaman yang lebih baik tentang jalur transkripsi atau
pensinyalan dari penyakit genetik ini.

Perbaikan cacat genetik atau terapi gen dapat memberikan pengobatan yang
diperlukan untuk penyakit jantung bawaan pada anak-anak, remaja, dan orang
dewasa. Langkah pertama untuk studi genetik adalah mengekstraksi DNA dari
sampel darah dengan metode presipitasi garam untuk mempelajari urutan
DNA dalam sampel darah normal versus berpenyakit, dan mengamati cacat
gen dalam sekuens nukleotida untai DNA. Studi gen sebelumnya melaporkan
adanya cacat gen pada kromosom 1 untuk penyakit jantung bawaan.

b. Analisis Kromosom
Sebelum adanya teknik sitogenetik yang lebih baik seperti FISH, digunakan
analisis kromosom standar untuk memeriksa perubahan abnormal pada
kromosom. Kariotipe metaphase (450-550 bands) merupakan diagnostik untuk
banyak penyakit kromosomal. Namun kariotipe prometafase (550-850 bands)
lebih baik dalam mendefinisikan kelainan struktural kromosom seperti
duplikasi, translokasi antar kromosom, dan penghapusan interstitial atau
terminal. Kromosom dapat dianalisis dari sejumlah sumber, termasuk limfosit
darah perifer, fibroblas kulit, cairan ketuban, dan sumsum tulang  darah
perifer (tepi) paling sering digunakan.

c. FISH Technology

FISH merupakan teknik sitogenik yang digunakan untuk mendiagnosis


mikrodelesi, tiny duplication, dan/atau subtle translocation. Teknik ini
menggunakan fluorescent probes yang hanya akan mengikat sekuens asam
nukleat dengan derajat sequence complementary yang tinggi. Teknik ini
dikembangkan untuk mendeteksi dan melokalisasi keberadaan sekuens DNA
spesifik pada kromosom. Fluorescence microscopy digunakan untuk mencari
tahu di mana tempat/posisi pengikatan fluorescent probe pada kromosom.

d. Gene Discovery
Strategi awal gene discovery adalah mengisolasi protein yang diminati,
melakukan sequencing, dan kemudian mengkloning gen yang menghasilkan
protein tersebut. Pendekatan ini bekerja dengan baik pada abnormalitas yang
fungsi protein targetnya jelas. Namun saat ini penemuan gen penyakit dapat
dilakukan dengan positional cloning, atau dapat juga disebut sebagai reverse
genetics. Peneliti mempelajari keluarga pada individu yang mengalami
abnormalitas untuk mengidentifikasi posisi dari gen penyakit terkait pada
kromosom. Gen penyakit tersebut kemudian diidentifikasi dengan
memanfaatkan teknik kloning.

e. DNA Mutation Analysis


Metode sitogenetik yang dijelaskan sebelumnya dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan besar dalam jumlah atau struktur kromosom.
Namun, pada gangguan tertentu, perubahan terjadi pada tingkat gen tunggal
dan harus dideteksi dengan teknik alternatif.

Analisis mutasi gen dapat mengidentifikasi perubahan dalam urutan


pengkodean (coding sequence) gen, termasuk small deletion,
insersi/penyisipan, atau penggantian nukleotida yang mengubah asam amino
dan pada akhirnya mengubah struktur protein. Sebagian besar metode
menggunakan tes berbasis polymerase chain reaction (PCR).

2.1.3 Tes dan Diagnosis Penyakit Jantung Kongenital


Tes dan diagnosis penyakit jantung bawaan pada anak-anak atau orang dewasa
dapat dilakukan dengan mengambil tekanan darah dan elektrokardiogram (EKG) atau
sinar-X pasien dengan gangguan jantung.

Ketika darah tidak mengalir secara normal melalui pembuluh darah, maka akan
terdengar bunyi murmur yaitu suara tiupan atau desingan yang muncul ketika aliran darah
bergerak melalui jantung atau pembuluh darah. Biasanya bunyi ini menandakan adanya
ketidaknormalan jantung ataupun kemungkinan adanya turbulensi.

Sebelum menjalankan pemeriksaan, dokter akan terlebih dahulu bertanya tentang


riwayat penyakit pasien dan keluarganya. Kemudian, dokter akan memeriksa detak jantung
dan tekanan darah pasien. Sampel darah juga dapat diambil untuk mengukur kadar
kolesterol dan protein C-reaktif.
Untuk memperkuat diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan.
Metode pemeriksaan tergantung pada dugaan dokter mengenai jenis penyakit jantung yang
dialami pasien. Sejumlah metode pemeriksaan tersebut meliputi:

1. Ekokardiogram Janin
Merupakan pemeriksaan yang spesifik dilakukan pada janin yang masih ada
di dalam kandungan. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan kepada Ibu hamil
yang memiliki riwayat penyakit jantung atau berpotensi tinggi menurunkan
kelainan jantung kepada janinnya.
Tes ini bertujuan untuk mendeteksi cacat jantung sebelum kelahiran
sehingga memudahkan rencana perawatan yang lebih baik bagi janin. Tes ini
dapat dilakukan ketika kehamilan telah memasuki usia 17-18 minggu.
Ada dua cara untuk melakukan ekokardiogram janin yaitu,
o USG Perut
Ini adalah bentuk ultrasound yang paling umum untuk
mengevaluasi jantung bayi. Ada gel yang dioleskan ke perut ibu,
pemeriksaan ultrasound dengan lembut diletakkan di perut ibu dan gambar
diambil. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak membahayakan bayi. Tes
memakan waktu rata-rata 45-120 menit tergantung pada kompleksitas hati
bayi.
o USG endovaginal
Pemeriksaan ultrasound ini biasanya digunakan pada awal
kehamilan. Transduser ultrasound kecil dimasukkan ke dalam vagina dan
terletak di bagian belakang vagina.
Gambar Pemeriksaan Kardiogram Janin

2. Ekokardiogram
Ekokardiografi (USG jantung) adalah sebuah metode pemeriksaan dengan
menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambar
struktur organ jantung. Ekokardiografi biasanya dibantu oleh teknologi Doppler di
mana teknologi ini dapat membantu mengukur kecepatan dan arah aliran darah.

Ekokardiografi digunakan untuk memeriksa adanya kelainan pada struktur


jantung, pembuluh darah, aliran darah, serta kemampuan otot jantung dalam
memompa darah. Metode pencitraan ini sering digunakan untuk mendeteksi potensi
penyakit jantung sehingga dapat diputuskan pengobatan yang tepat, dan juga
digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

Berikut ini adalah beberapa jenis ekokardiografi yang umumnya


disarankan:

 Transthoracic echocardiogram (TTE). Tidak berbeda dengan USG pada


umumnya, TTE menggunakan sensor elektroda alat probe yang ditempelkan
dan digerakkan di atas dada pasien, dengan hasil yang langsung terlihat pada
monitor. Tes ini kerap menjadi pilihan untuk memeriksa struktur dan fungsi
jantung, juga untuk mendeteksi jika terdapat penyakit atau kelainan jantung.
 Transesophageal echocardiogram (TEE). Tes ini menggunakan alat
endoskopi yang dimasukkan melalui mulut menuju kerongkongan (esofagus)
untuk menangkap gambar struktur jantung secara rinci, tanpa terhalang gambar
dada dan paru-paru. TEE umumnya disarankan ketika gelombang TTE tidak
dapat menangkap gambar secara jelas, khususnya ketika pasien akan menjalani
operasi jantung.
 Stress echocardiogram yang dilakukan untuk memeriksa kekuatan fungsi
jantung dan aliran darah saat beraktivitas atau ketika jantung distimulasi. Selain
dilakukan stimulasi, pasien dapat disuntik zat pewarna (kontras) untuk melihat
gambaran jantung lebih jelas.
 Dropler echocardiogram pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur aliran
darah berdasarkan kecepatan dan arah darah mengalir saat melewati katup,
pembuluh darah, dan bilik jantung.

3. Elektrokardiogram
Pemeriksaan Elektrokardiogram adalah pemeriksaan jantung untuk
mendeteksi kelainan dengan mengukur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh
jantung, sebagaimana jantung berkontraksi.

Pemeriksaan Jantung EKG dapat membantu mendiagnosis berbagai kondisi


penyakit jantung seperti aritmia jantung, pembesaran jantung, peradangan
jantung (perikarditis atau miokarditis) dan penyakit jantung koroner. Aktivitas
listrik atrium digambarkan oleh gelombang P dan aktivitas listrik ventrikel
digambarkan oleh gelombang QRS dan T.
Gambar Gelombang EKG normal

Gelombang pada EKG terdiri dari :

 Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan


merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri. Kelainan pada
atrium akan menyebabkan kelainan pada gelombang ini.
 Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS. Menggambarkan
aktivitas listrik dari atrium ke ventrikel. Gangguan konduksi dari atrium
ke ventrikel akan menyebabkan perubahan pada segmen PR.
 Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks QRS ialah suatu
kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel
kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari
gelombang Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama,
gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang pertama, dan
gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah
gelombang R.
 Gelombang ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
 Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi
ventrikel kanan dan kiri.

Gambar Contoh Hasil Elektrokardiogram

4. X-Ray
Rontgen pada dada penting dilakukan untuk melihat apakah jantung
membesar, atau apakah paru-paru memiliki darah tambahan atau cairan lain di
dalamnya yang dapat menyebabkan gagal jantung. Kelemahan pemeriksaan ini
yaitu tidak dapat dilakukan oleh wanita hamil.
Jantung terlihat normal dalam ukuran dan bentuk, serta jaringan jantung
terlihat normal. Pembuluh darah dari dan yang mengarah ke jantung juga
normal baik dalam ukuran, bentuk, dan tampilan.
Pemeriksaan X-ray ini menjadi salah satu pemeriksaan yang penting
dilakukan untuk memonitor apakah terjadi pembesaran pada jantung atau tidak.
Jika terjadi pembesaran pada jantung (kardiomegali) maka cenderung erat
kaitannya dengan terjadinya iskemia.

Gambar Hasil Pemeriksaan X-Ray

5. Pulse Oximetry
Tes ini bertujuan untuk mengukur berapa banyak oksigen dalam darah.
Sebuah sensor ditempatkan di ujung jari untuk mencatat jumlah oksigen dalam
darah. Oksigen rendah dalam darah menunjukkan bahwa seseorang memiliki
masalah jantung.
Pulse oximeter umumnya dipasang pada pasien :
a. Gagal jantung
b. PPOK
c. Selama atau setelah operasi
d. Untuk melihat efektivitas obat-obatan terutama untuk paru-
paru
e. Melihat efektivitas ventilator
Gambar Macam-macam Alat Pulse Oximeter

6. Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung adalah prosedur medis yang bertujuan untuk
mendeteksi kondisi jantung, serta mengatasi berbagai penyakit jantung dengan
menggunakan kateter, yaitu sebuah alat menyerupai selang tipis berukuran
panjang yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah, kemudian diarahkan
menuju jantung.

Melalui kateterisasi jantung yang dibantu dengan foto Rontgen dan zat
pewarna (kontras), dapat diamati pembuluh darah jantung (koroner), sehingga
dapat diketahui bila terdapat sumbatan atau plak di dalam pembuluh darah koroner.
Tindakan ini dinamakan angiografi koroner, yaitu salah satu jenis tindakan
kateterisasi jantung yang paling sering dilakukan. Selain foto Rontgen, kateterisasi
jantung juga dapat dikombinasikan dengan USG.

Selain angiografi koroner, prosedur kateterisasi jantung dapat dilakukan


untuk mengambil sampel jaringan otot jantung atau untuk melakukan bedah kecil.
Kateterisasi jantung dilakukan oleh dokter jantung.

Manfaat kateterisasi jantung antara lain:

 Mengevaluasi alran darah dan oksigen di berbagai bagian


jantung
 Menilai kekuatan otot jantung memompa darah ke seluruh
tubuh.
 Melihat seberapa baik kinerja katup jantung.
 Mengobati penyakit jantung koroner dan serangan jantung.
 Merencanakan pengobatan yang tepat.
 Mengambil sampel otot jantung untuk mengetahui apakah ada
kemungkinan terkena infeksi jantung atau tumor.
 Memeriksa penyakit jantung bawaan pada anak-anak.

Prosedur kateterisasi jantung meliputi :

1) Proses kateterisasi dimulai dengan membuat sebuah lubang


kecil di pembuluh darah, yang disusul oleh pemasangan tabung
pada lubang tersebut, untuk menjaga mulut lubang tetap terbuka.

2) Kemudian, dokter akan memasukkan kawat penuntun dari


lubang pembuluh darah hingga ruang jantung.

3) Setelah itu, kateter dimasukkan mengikuti kawat penuntun dari


pembuluh darah sampai ke jantung. Kawat penuntun akan
ditarik dan dikeluarkan kembali, sementara kateter tetap di
dalam.

4) Lalu, dokter akan memasukkan zat pewarna kontras ke dalam


kateter.
5) Monitor akan merekam kondisi jantung yang terlihat dari
perjalanan zat pewarna kontras di pembuluh darah.

6) Hasil rekaman ini akan muncul di layar monitor ruang operasi


sehingga memudahkan dokter untuk melihat keadaan jantung.

7) Akhirnya, dokter bisa mulai melakukan tes, pengobatan, atau


segala tindakan medis yang diperlukan sesuai dengan kondisi
pasien.

Gambar Proses Kateterisasi Jantung

2.2 Heart Faliure

HF adalah sindrom klinis yang dihasilkan dari gangguan jantung terkait struktural
atau fungsional yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan
darah. Ketika sisi kiri dari jantung tidak mampu untuk memompa → akan terjadi
akumulasi cairan di paru-paru → edema paru-paru dan mengurangi output darah ke
sirkulasi sistemik. Ginjal merespons dengan menahan cairan berlebih, membuat HF makin
memburuk. Ketika sisi kanan dari jantung tidak mampu untuk memompa → cairan
akan terakumulasi di sirkulasi sistemik dan umumnya akan terjadi edema.
Gambar 1.Sirkulasi Darah

Gejala gagal jantung dapat terjadi dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan atau
dikurangi (gagal jantung sistolik atau diastolik) . Pertimbangan penting dlm
mengkategorikan HF adalah apakah fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dipertahankan atau
dikurangi (<50%).

 Penurunan LVEF pada gagal jantung sistolik merupakan prediktor kuat


mortalitas.

 Sebanyak 40-50% pasien dgn gagal jantung mengalami gagal jantung diastolik
dengan fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan

Sistem klasifikasi New York Heart Association mencanangakan metode paling sederhana
& paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat keparahan gejala (Tabel)

Kelas Dekrispsi

I Tidak ada batasan dalam aktivitas fisik

Tidak ada gejala HF


II Batasan ringan dalam aktivitas fisik

Gejala HF dengan aktivitas yang signifikan,

Nyaman ketika istirahat atau aktivitas ringan

III Batasan ditandai dengan aktivitas fisik

Gejala HF dengan aktivitas ringan, hanya nyaman ketika


istirahat

IV Tidak nyaman ketika melakukan segala aktivitas

Gejala HF terjadi pada saat istirahat

Penyebab dari gagal jantung sangat beragam, akan tetapi secara garis besar terbagi menjadi
penyebab umum dan penyebab yang jarang. Penyebab tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah
:

Gambar 2.Penyebab HF, Kelebihan Volume dan Dekompensasi HF(King, Kingery & Casey,
2012)
2.2.1 Evaluasi dan Diagnosis Gagal Jantung

Secara klinikal, rekomendasi / evaluasi awal pada pasien dengan dugaan gagal jantung
harus mencakup : (1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik, (2) Penilaian Laboratorium,(3) Radiografi
Dada, (4) Elektrokardiografi. Jika dibutuhkan, Ekokardiografi dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.

Prediktor yang baik untuk menentukan diagnosis HF yaitu

(1) A displaced cardiac apex (DCA) → Denyut apeks adalah impuls jantung yang teraba,
jauh dari sternum dan terjauh di dinding dada, biasanya disebabkan oleh LV dan
terletak dekat garis midclavicular (MCL) di ruang intercostal kelima.

Gambar 3.Denyut apeks di ruang intercotal kelima

(2) A third heart sound (S3/Bunyi jantung ketiga) → getaran singkat berfrekuensi rendah
yang terjadi pada diastole awal pada akhir periode pengisian diastolik cepat pada
ventrikel kanan atau kiri.
Gambar 4.Fonokardiogram empat saluran diambil pada kecepatan kertas
100mm/detik. Sebuah ventricular gallop (VG) /S3 (Bunyi jantung ketiga) yang
menonjol direkam 0,16 detik setelah bunyi jantung kedua. Perhatikan bahwa
rekaman ini paling baik direkam pada saluran frekuensi rendah.

(3)Radiografi dada untuk menemukan kongesti vena paru atau edema interstitial.

Meskipun bunyi jantung ketiga dan displayed cardiac apex jarang ditemukan, keduanya
merupakan prediktor kuat terhadap disfungsi ventrikel kiri dan efektif dalam menegakkan
diagnosis gagal jantung sistolik. Gagal Jantung Sistolik dapat secara efektif disingkirkan
ketika B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-B-type peptide level berada dalam
rentang normal, dan/atau ketika kriteria Framingham tidak terpenuhi (perlu diingat bahwa Sistolik
terkait dengan kemampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan-jaringan (kontraksi
jantung), oleh karena itu, jika BNP normalnya, menandakan tidak ada kerusakan pada jantung,
sehingga jantung ventrikel kiri jantung tetap dapat memompa darah bersih (kaya O2)
meninggalkan jantung dengan kerja normal).
Gambar 5.Algoritma evaluasi dan diagnosis HF(King, Kingery & Casey, 2012)

Pada algoritma menjelaskan beberapa hal, yaitu : (1) Ketika pasien dengan adanya
“Gejala Gagal Jantung”, evaluasi awal (initial evaluation) dilakukan untuk mengindentifikasi
penyebab alternatif atau reversibel dari HF dan mengkonfirmasi HF, (2) Jika kriteria Framingham
tidak dipenuhi atau jika kadar BNP normal, gagal jantung sistolik secara efektif dapat disingkirkan,
(3)Ekokardiografi harus dilakukan untuk menilai LVEF (left ventricular ejection fraction) ketika
diduga HF atau jika gagal jantung diastolik masih dipertimbangkan ketika gagal jantung sistolik
disingkirkan, (4) Pilihan pengobatan dipandu oleh hasil akhir diagnosis dan ekokardiografi,
dengan pertimbangan untuk mengevaluasi CAD.

A. Evaluasi Awal (Initial Evaluation)

1. Riwayat/ Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Gambar 6. Riwayat dan Pemeriksaan Fisik pada pasien terduga mengalami Gagal Jantung dan
Kemungkinan penyebab lainnya (King, Kingery & Casey, 2012)

Evaluasi awal ini merupakan tahap awal dalam melakukan tindakan pemeriksaan
lebih lanjut, dapat dilihat berbagai gejala seperti edema, intoleransi dalam beraktivitas,
ortopnea, dll. Pemeriksaan dapat dilakukan juga dengan melihat keadaan fisiknya, terkait
dengan bagian abdomen,ekstremitas (kaki dan tangan), jantung, paru-paru, leher, dan kulit
.
2. Tes Laboratorium dan tes kadar BNP
Gambar 7.Tes Laboratorium (King, Kingery & Casey, 2012)

Dapat dilihat di gambar atas, bahwa evaluasi awal dalam tes laboratorium untuk
menegakkan diagnosis dan mencari penyebabnya sangat bervariasi, contohnya
ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan hipertensi yang menjadi salah satu
penyebab gagal jantung. Evaluasi untuk penyakit jantung iskemik diperlukan pada pasien
dengan gagal jantung, terutama jika terdapat angina, mengingat bahwa CAD adalah
penyebab paling umum dari gagal jantung.
BNP dikeluarkan oleh atrium dan ventrikel Sebagai respons terhadap peregangan
atau peningkatan ketegangan dinding. Kadar BNP adalah prediktor kuat mortalitas pada
2-3 bulan dan kejadian kardiovaskular pada gagal jantung akut (khususnya ketika kadar
BNP > 200 pg per mL (200 ng per L) atau kadar N-terminal pro-BNP > 5,180 pg per
mL (5.180 ng per L). Tingkat cutoff rata” untuk gagal jantung (batas aman terhindar
dari gagala jantung) adalah BNP 95 pg/ml atau N-terminal pro-BNP 642 pg/ml. Perlu
diperhatikan bahwa kadar BNP meningkat seiring bertambahnya usia, lebih tinggi pada
wanita dan kulit hitam, dan dapat meningkat pada pasien dengan gagal ginjal.
3. Radiografi Dada
Radiografi Dada dapat mengindentifikasi paru-paru penyebab dispnea (mis :
pneumonia, pneumotoraks, massa). Radiografi dada (pada pasien dengan dispnea) dapat
untuk menentukan kongesti vena paru dan edema interstitial sehingga membuat diagnosis
gagal jantung lebih mungkin . Selain itu, dapat juga mengetahui ada atau tidaknya efusi
pleura atau kardiomegali, tetapi ini hanya memiliki pengaruh sedikit dalam meningkatkan
/ mengurangi kemungkinan gagal jantung.

Gambar 8.Keadaan pembuluh darah ketika nomal, hiperemia dan kongesti

Gambar 9.Chest Radiography (CT scan/ Rontgen Dada/ Chest X-Ray)


4. Elektrokardigorafi
Elektrokardiografi (EKG) untuk mengidentifikasi penyebab lain pada pasien
dengan dugaan gagal jantung. EKG dapat mengindentifikasi perubahan seperti blok
cabang berkas kiri, hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard akut atau sebelumnya, atau
fibrilasi atrium dan jika perlu penyelidikan lebih lanjut dengan ekokardiografi, pengujian
stres, atau konsultasi kardiologi.

Gambar 10.Bentuk EKG pada Blok cabang berkas kiri

B. Kriteria Framingham

Kriteria Major Kriteria Minor


Acute pulmonary edema Ankle edema
Cardiomegaly Dyspnea on exertion (sensasi sulit atau
tidak nyaman saat bernafas)
Hepatojugular reflex (distensi vena jugularis yang Hepatomegaly
diinduksi dengan memberikan tekanan manual
pada hati; tubuh pasien harus diposisikan pada 45)
Neck vein distension Noctural Cough (batuk di malam hari)
Paroxymal noctural dyspnea (sesak nafas parah Pleural effusion (kondisi ketika
dan batuk yang umumnya terjadi di malam hari) or kelebihan cairan di sekitar paru-paru)
orthopea (sensasi sesak nafas pada posisi telentang,
lega dengan duduk atau berdiri)
Rales (suara berderak abnormal ketika paru-paru Tachycardia (<120 beats/minute)
diperiksa menggunakan stetoskop)
Third heart sound gallop (bunyi jantung ketiga)
Heart Failure di diagnosis ketika :
2 kriteria major atau 1 kriteria major + 2 kriteria minor

Gambar 11.Pemeriksaan Hepatugular reflex dan neck vein dixtension

C. Evaluasi Lanjut (Setelah evaluasi awal)

1. Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung diastolik jika
tekanan atrium kiri meningkat, gangguan relaksasi ventrikel kiri, dan penurunan
kepatuhan.
Gambar 12.Echocardiogram

2. Angiografi Koroner (menggunakan X-ray untuk melihat pembuluh darah jantung)


Dilakukan ketika jika ada angina atau nyeri dada hadir bersamaan dengan gagal
jantung. Angiografi koroner telah terbukti meningkatkan gejala dan kelangsungan hidup
pada pasien dengan angina dan mengurangi fraksi ejeksi. Angiografi penting untuk
mengevaluasi CAD karena merupakan penyebab gagal jantung dan fraksi ejeksi yang
rendah pada sekitar 2/3 pasien.

Gambar 13.Angiography equipment

2.3 Acute Coronary Syndrome


Acure Coronary Syndrome (ACS) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kontinum peristiwa berikut: angina, cedera jaringan reversibel, unstable
angina, infark miokard (MI), dan nekrosis jaringan yang ekstensif. Gejala ACS termasuk
nyeri dada, nyeri (nyeri yang dimaksud yaitu di lengan, rahang, leher, punggung, atau perut),
mual, muntah, dyspnea, dan diaphoresis. Penyebab utama dari ACS adalah aterosklerosis,
yaitu penebalan dan pengerasan dinding arteri yang disebabkan oleh penumpukan plak
kolesterol-lipid-kalsium pada lapisan arteri.
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan hasil dari penyempitan arteri dan kecenderungan untuk
gangguan plak dan pembentukan trombus. Penyempitan arteri akhirnya mengarah pada
pasokan darah ke jantung berkurang, disebut sebagai iskemia. Faktor-faktor predisposisi
individu terhadap aterosklerosis yaitu: usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dislipidemia,
merokok, hipertensi, gaya hidup, dan diabetes mellitus.
Aterosklerosis merupakan proses kronik yang melibatkan kerusakan endothelial dan
pembentukan plak atau lesi oklusi pembuluh darah. Pada tahap awal ateroskeloris, aliran
darah coroner berkurang secara bertahap, biasanya tidak ada gejala dan bukti laboratorium
terhadap kerusakan jantung. Ketika diameter arteri koroner berkurang menjadi kurang dari 10
– 20% dari ukuran normal, nyeri dada (angina pektroris) sering terjadi ketika permintaan
oksigen meningkat, khususnya ketika sedang berolahraga (exertional angina). Penurunan
aliran darah yang lebih cepat dapat teradi ketika plak menstimulasi pembentukan thrombus
dalan arteri koroner yang mengarah pada acute coronary syndrome (ACS). Ketika thrombus
menghambat aliran darah secara menyeluruh, otot jantung akan mengalami kerusakan yang
ireversibel akibat iskemia, yang disebut juga sindrom infark miokard (MI). Ketika
penghambatan belum secara menyeluruh, kerusakan otot yang ireversibel dapat dicegah,
namun pasien akan mengalami angina parah, saat istirahat, dan sindrom ini disebut dengan
angina tidak stabil (UA) (Bishop et al., 2010).
Spektrum luas penyakit jantung menyebabkan gangguan aliran darah koroner yang disebut
sebagai coronary heart disease (CHD). MI dikategorikan berdasarkan kaitannya terhadap
perubahan karakteristik pada elektrokardiogram (EKG). MI yang parah melibatkan kerusakan
transmural pada miokardium, biasanya menyebabkan peningkatan segmen-ST yang cepat dan
selanjutnya gelombang-Q. Kategori ini disebut juga sebagai ST-elevation MI (STEMI)
(Bishop et al., 2010).
MI tanpa perubahan gelombang-Q atau peningkatan segmen-ST disebut NSTEMI dan
biasanya tingkat kerusakan ototnya lebih rendah mungkin hanya pada bagian sub-
endokardium. Kejadian ACS membawa risiko serius terhadap kemungkinan aritmia yang
mematikan. Kerusakan jumlah otot jantung yang lebih besar dapat membawa risiko tambahan
terhadap kemampuan jantung untuk memompa darah, yang mengarahkan pada sindrom klinis
yang disebut gagal jantung (heart failure/ HF) (Bishop et al., 2010).

Gambar 14: Acute Coronary Syndrome (Aterosklerosis, Angina, STEMI, NSTEMI)

Otot jantung relatif sangat resisten terhadap iskemia, dibandingkan dengan sel lain seperti
neuron dan sel epitel tubular ginjal, yang dengan durasi singkat iskemia dapat menyebabkan
kematian sel. Semakin lama durasi iskemia, persentase kerusakan sel semakin tinggi sehingga
dapat menyebabkan kerusakan sel, iskemia selam 3 jam meningkatkan risiko kematian sel
sebesar 80%, dan 6 jam iskemia menyebabkan 100% risiko kematian sel. Dengan demikian,
diagnosis awal iskemia persisten dan intervensi untuk memperbaiki aliran darah diperlukan
untuk meminimalkan kematian sel. Pemulihan aliran darah biasanya dilakukan dengan
manipulasi plak (biasanya dengan inflating balon) via pemasukan kateter ke dalam pembuluh
vena perifer dan mengalir ke dalam sirkulasi koroner (PCI/ percutaneous coronary
intervention). Mesh tube atau stent dapat dimasukkan pada waktu yang sama untuk menjaga
arteri koroner. Ketika aliran darah terhambat pada beberapa situs, mungkin dibutuhkan
cangkok coronary artery bypasss (Bishop et al., 2010).
Algoritma Diagnosis ACS
Tes utama untuk mendiagnosis ACS adalah elektrokardiografi (EKG) dan kemudian
pengukuran marker biokimia jantung. Pengambilan keputusan awal, yang idealnya harus
dilakukan dalam waktu 10 menit dari kedatangan pasien di UGD, didasarkan pada riwayat,
pemeriksaan fisik, dan EKG. EKG dapat menegakkan diagnosis STEMI, di mana titik pasien
adalah membutuhkan intervensi segera untuk memulihkan aliran darah coroner (McPherson
& Pincus, 2017).
Pemeriksaan darah di laboratorium dilakukan untuk memeriksa marker biokimia terhadap
kerusakan jantung. Marker biokimia memainkan peran sekunder dalam pengelolaan awal
pasien yang diduga ACS. Hasil marker biokimia tidak diperlukan sebelum intervensi EKG,
dan bahkan cenderung negatif pada saat awal ini. Jika EKG awal adalah negatif untuk STEMI,
penanda biokimia berasumsi semakin penting. Pilihan marker dan titik waktu untuk pengujian
bervariasi, tetapi umumnya Troponin adalah penanda yang disukai (McPherson & Pincus,
2017).

Gambar 15: Algoritma diagnosis ACS (McPherson & Pincus, 2017)

Pemeriksaan Biomarker Jantung


Biomarker adalah molekul biologis yang ditemukan dalam darah dan digunakan sebagai
penanda fisiologis atau proses patologis yang terjadi di dalam tubuh (Gilardi, 2014). Marker
jantung adalah protein yang dilepaskan ke dalam sirkulasi dari otot jantung yang rusak
(Bishop et al., 2010).
1. Protein Jantung
a) Troponin
Troponin adalah kompleks protein intracytoplasmic dibentuk oleh tiga subunit (C, I,
dan T) pengendalian bersama-sama kalsium-dimediasi interaksi antara aktin dan myosin,
mengakibatkan kontraksi dan relaksasi otot lurik. Troponin C mengikat ion kalsium untuk
menghasilkan perubahan konformasi dalam troponin I, troponin T mengikat untuk
tropomiosin, dan troponin I mengikat aktin untuk mengikat kompleks troponin-
tropomyosin. Troponin subunit T dan I hanya ada dalam otot jantung, yang
memungkinkan biomarker ini menjadi sangat spesifik untuk kerusakan miokard. Troponin
hampir tidak ada dalam serum normal, Troponin tidak meningkat sampai beberapa jam
setelah timbulnya nekrosis miosit, spesimen diperoleh pada saat presentasi cenderung
negatif, sehingga perlu tes ulang di lain waktu. Setelah kematian sel miokard, tingkat
troponin jantung tetap terdeteksi selama berhari-hari (4-7 hari untuk subunit I dan lebih
dari 10-14 hari untuk subunit T). Namun, deteksi troponin dalam darah bisa tertunda pada
cedera miokard, mengingat bahwa nekrosis selular biasanya membutuhkan 2-4 jam
setelah terjadinya iskemik sehingga direkomendasikan pengukuran berseri yang diambil
pada 6 jam setelah onset gejala (Bishop et al., 2010; Gilardi, 2014).
Nilai normal: 0 and 0.4 ng/mL.
b) Mioglobulin
Mioglobulin adalah protein yang mengikat besi-oksigen dan pigmen pembawa
oksigen utama dalam semua jaringan otot. Mioglobulin dilepaskan dari jaringan otot yang
rusak, di mana hadir dalam konsentrasi yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai penanda
sensitif untuk cedera otot. Mioglobulin masih digunakan dalam praktek klinis karena
kenaikan dan normalisasi yang cepat dan berguna pada pasien dengan nyeri dada yang
muncul lebih awal. Peran mioglobulin adalah untuk transportasi oksigen dengan afinitas
tinggi dalam sel-sel otot dengan menggunakan ikatan antara oksigen dan gugus “heme”
yang memberikan otot karakteristik warna merah. Mioglobulin adalah protein lebih kecil
dari creatine kinase (CK) MB dan troponin jantung dilepaskan 1-2 jam setelah timbulnya
gejala ACS, dengan kadar kembali normal dalam waktu 24 jam (Gilardi, 2014).
Nilai normal: 0 – 85 ng/mL
c) Brain Natriuretic Peptide (BNP)
Peptida natriuretik adalah hormon vasoaktif disekresikan oleh hati dalam respon
terhadap peregangan miosit. Setelah sintesis di hati, prekursor pro-brain Natriuretic
Peptide (BNP), dipecah untuk membentuk hormon BNP aktif secara fisiologis dan
inaktivasi fragmen amino-terminal yaitu NT-proBNP. NTproBNP memiliki waktu-paruh
yang lebih lama, BNP dan NTproBNP dapat menumpuk pada pasien dengan insufisiensi
ginjal karena ekskresi ginjal berkurang. BNP menentukan vasodilatasi, natriuresis, dan
penghambatan sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan dilepaskan ke serum selama
disfungsi ventrikel dan iskemia. Tingkat BNP mencapai puncak antara 14 dan 40 jam
setelah kejadian iskemik. Beberapa pasien memiliki pelepasan bifasik dengan puncak
sekunder pada 5 hari (Gilardi, 2014).
Pola ini mencerminkan perkembangan disfungsi sistolik ventrikel kiri, yang secara
prognostik tidak menguntungkan dibandingkan dengan respons monofasik. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa BNP dan NTproBNP memberikan indeks prognostik
pada pasien dengan ACS. Namun, bukan marker diagnostik yang berguna karena levelnya
juga meningkat pada penyakit lain, seperti gagal jantung dan emboli paru (Gilardi, 2014).
Nilai normal: < 100 pg/ml
d) Copeptin
Copeptin dikenal juga sebagai CT-proAVP, yaitu bagian C-terminal dari prekusor
arginin- vasopressin (AVP atau hormon anti-diuretik). Tidak seperti AVP, yang tidak
stabil dengan waktu paruh yang sangat singkat (hanya 5-15 menit), copeptin dapat dengan
mudah diukur dalam serum. Copeptin telah terbukti dapat meningkatkan akurasi dari NT-
proBNP dan troponin jantung pada 1 jam pertama di UGD. Copeptin adalah glikopeptida
yang sangat stabil yang dilepaskan bersama-sama dengan AVP selama prekursor umum
(bernama pre-pro-vasopressin) oleh kelenjar hipofisis posterior. Copeptin yang terbukti
lebih tinggi pada pasien dengan MI, dan sebagai akibat dari pelepasan awal ke dalam
darah, copeptin menunjukkan sensitivitas tinggi dari myoglobin (Gilardi, 2014).
Nilai normal: 1.70 – 11.25 pmol/L
e) Cystatin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang bertindak sebagai inhibitor
endogen cathepsins, yang protease sistein. Cystatin C dihasilkan pada tingkat yang
konstan oleh semua sel yang bernukleus dan bebas difiltrasi oleh glomerulus tanpa sekresi
atau reabsorbsi aktif oleh tubulus ke aliran darah. Tingkat cystatin C dalam plasma
berkaitan erat dengan laju filtrasi glomerulus, yang mencerminkan fungsi ginjal. Cystatin
C telah terbukti menjadi prediktor independen dari mortalitas, tapi tidak semua dan marker
fungsi ginjal yang lebih baik dibandingkan kreatinin serum, sebagian besar karena tidak
tergantung pada komposisi tubuh, usia, jenis kelamin, diet, dan aktivitas fisiologis
(Gilardi, 2014).
Nilai normal: 0.6 – 1.3 mg/dL
f) Iskemia-Modified Albumin (IsMA)
Albumin adalah protein plasma yang diproduksi oleh hepatosit, dan protein penting
yang mengatur tekanan darah onkotik dan dalam transportasi beberapa molekul dan ion.
Selama iskemia miokard akut, situs N-terminal dari serum albumin diubah oleh radikal
bebas sehingga mengurangi kapasitas pengikatan yang menjadi dasar dari uji ikatan
albumin-kobalt untuk penentuan laboratorium Iskemia-modified albumin (IsMA)
(Gilardi, 2014).
Namun, albumin juga dapat dimodifikasi oleh hipoksia dan asidosis, yang semuanya
dapat terjadi dari stres oksidatif jaringan ditemukan pada banyak kondisi lain. Tingkat
IsMA jauh lebih tinggi pada pasien dengan iskemia akut daripada mereka yang tidak,
sehingga adalah titik awal untuk penilaian IsMA dapat menyingkirkan pasien ACS. Kadar
IsMA tinggi pada hari pertama dari ACS menunjukkan korelasi yang tinggi, tapi
sensitivitas dan spesifisitas tidak cukup untuk bersaing dengan marker lainnya. Namun,
IsMA dikombinasikan dengan marker yang lain yang lebih spesifik, seperti troponin
jantung T, bisa menjadi alat prognostik penting dalam praktek klinis (Gilardi, 2014).
Nilai normal: 80 u/mL.
g) Pregnancy-Associated Plasma Protein-A (PAPP-A)
Pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-A) adalah metalloproteinase yang
mengikat zink. Awalnya diidentifikasi pada wanita hamil, di antaranya diproduksi di
plasenta, namun PAPP-A juga diproduksi oleh jenis sel non-plasenta seperti sel-sel
endotel vaskular dan fibroblast. PAPP-A diekspresikan dari plak yang pecah. Enzim
PAPP-A memotong enzim insulin-like growth factor binding protein-4 dari insulin- like
growth factor binding protein -1, protein regulator dalam proliferasi sel dan metabolisme,
dan berperan dalam perubahan struktural berkorelasi dengan remodeling jantung setelah
MI (Gilardi, 2014).
Nilai normal: ≥ 0.5 MOM.
2. Enzim
a) CK – MB Isoenzim
CK (Creatine Kinase) juga disebut fosfokinase yaitu enzim yang ada dalam banyak
jaringan dan terutama diwakili dalam sel otot. Fungsi CK adalah enzim yang
mengkatalisis konversi creatine menjadi fosfokreatin, mengkonsumsi ATP dan
melepaskan energi untuk kontraksi otot. CK sebagian besar ditemukan di sel otot namun
ditemukan juga di otak dan jaringan lain. CK terdiri dari dua subunit: CK-B (otak) dan M
(otot), menghasilkan tiga isoenzim CK1 (BB), CK2 (MB), dan CK3 (MM). Pola
pelepasan CK-MB 2 – 4 jam setelah cedera jantung. Pada jantung yang normal, rata-rata
15 – 20% CK merupakan CK-MB. (Gilardi, 2014; McPherson & Pincus, 2017).
Nilai normal: 0 - 4.9 ng/mL
b) Lactate Dehydrogenase (LDH)
Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim yang berperan dalam jalur glikolisis
dan ditemukan dihampir seluruh sel dalam tubuh. LDH adalah enzim yang mengkatalisis
interkonversi asam laktat dan piruvat. LDH adalah enzim hidrogen transfer yang
menggunakan koenzim NAD+. LDH merupakan tetramer dari dua subunit aktif, yaitu H
(jantung) dan M (otot), dengan berat molekul 134 kDa. Kombinasi dari dua subunit
tersebut memprouksi lima isoenzim yaitu LDH1 (HHHH), LDH2 (HHHMM), LDH3
(HHMM), LDH4 (HMMM), dan LDH5 (MMMM). LDH1 relatif lebih melimpah pada
otot jantung, sedangkan LDH5 lebih melimpah di otot rangka. Pasien dengan MI,
memiliki pola karakteristik ‘flipped’ LDH, dimana pada keadaan normal LDH2 lebih
tinggi dibandingakan LDH1. Pada MI, tingkat LDH mulai meningkat dalam waktu 12
sampai 24 jam, mencapai tingkat puncak dalam waktu 48 sampai 72 jam, dan dapat tetap
meningkat selama 10 hari (Bishop et al., 2010; McPherson & Pincus, 2017).
Nilai normal: 100 – 200 U/L.
c) Transaminase
Enzim transaminase yang dikenal sebagai glutamate-oksaloasetat transaminase
(alanin transaminase / AST) dan glutamate-piruvat transaminase (alanin transaminase /
ALT). Pengukuran cepat aktivitas enzim dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri
berdasarkan absorbansi dari NADH. Konsentrasi transaminase dalam serum meningkat
tajam setelah kejadian MI. Hal ini dikarenakan, kematian sel menyebabkan pelepasan
protein seluler ke dalam sirkulasi. Transaminase bukan merupakan marker jantung yang
spesifik karena jumlahnya melimpah di hati, otot rangka, dan jaringan lain (McPherson &
Pincus, 2017).
Nilai normal:
- ALT = 6 – 37 U/L (370C)
- AST = 5 – 30 U/L (370C)
- Pada kerusakan jantung atau otot biasanya nilai AST > ALT (3-5x lipat), sedangkan
pada penyakit hati kadar ALT > AST jadi rasio AST/ALT = < 1.
d) Cathepsin
Cathepsins adalah keluarga dari protease banyak diekspresikan dalam sel manusia,
terutama dalam lisosom sel dalam sistem reticulohistiocytic dan terlibat dalam proses
inflamasi serta berkorelasi dengan aterosklerosis. Pada pasien dengan MI akut
menunjukkan peningkatan yang signifikan dari cathepsin B dan K dalam sirkulasi darah
pasien. Namun, berdasarkan penelitian terbaru, cathepsins tampaknya lebih membantu
dalam praktek klinis untuk evaluasi dari remodeling jantung setelah MI daripada diagnosis
dini ACS di departemen darurat (Gilardi, 2014).
3. Marker Inflamasi
Penyakit arteri koroner adalah proses inflamasi, banyak penanda inflamasi telah diusulkan
sebagai penanda ACS. Marker inflamasi tidak spesifik untuk ACS, dan penyakit kronis
berdampingan bisa memodifikasi tingkat basal tubuh, sehingga spesifitasnya sangat rendah.
Oleh karena karakteristik ini, semua marker inflamasi tidak terlalu berguna untuk diagnosis
MI. Di sisi lain, karena sensitifitasnya marker tersebut telah diusulkan sebagai prognostik dan
marker perkembangan-monitoring (Gilardi, 2014).
a) C-Reaktif Protein (CRP)
CRP merupakan marker inflamasi non-spesifik yang dilepaskan oleh hati sebagai
respon terhadap cedera fase akut. CRP dapat diukur dengan pemeriksaan pada kondisi
yang dapat diterima hingga atau dibawah 0,3 mg/L. CRP bermanfaat dalam prognostic
ACS dan dapat membedakan kasus angina tidak stabil dan nekrosis (MI akut) (Gilardi,
2014).
Nilai normal: < 0.3 mg/L
b) Myeloperoxidase (MPO)
MPO adalah haemoprotein dan enzim lisosomal yang dilepaskan dari granul
neutrofilik dan monosit. MPO dilepaskan ke cairan ekstraseluler dan sirkulasi selama
kondisi inflamasi. MPO bertanggung jawab atas disintegrasi cap fibrosa yang menjadi
penanda ketidakstabilan plak dan inflamasi. Peningkatan MPO telah dikaitkan dengan
remodeling vetrikel setelah MI dan perkembangan menjadi gagal jantung. Namun
peningkatan MPO cenderung tidak spesifik untuk penyakit jantung karena aktivasi
neutrofil dan makrofag dapat terjad pada penyakit lain seperti infeksi atau inflamasi
(Nagesh & Roy, 2010).
Nilai Normal: 0 – 539 pmol/L.
4. Kolesterol
Dislipidemia, khususnya peningkatan trigliserida dan kolesterol LDL dan penurunan
kolesterol HDL, telah terbukti memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan
aterosklerosis. Menurunkan tingkat kolesterol serum LDL telah terbukti mengurangi
timbulnya penyakit arteri koroner dan perkembangan aterosklerosis. Kadar LDL-kolesterol
yang tinggi merupakan salah satu faktor utama pembentuk plak aterosklerosis.
Pembentukan plak yang obstruktif mungkin diawali dengan lesi yang tidak obstruktif yang
disebut juga fatty steaks. Lesi kemungkinan dipicu oleh pengambilan partikel LDL (low-
density lipoprotein) yang teroksidasi oleh makrofag, yang kemudian menyerang endothelium
koroner. Sel dan mediator inflamasi berperan dalam perkembangan lesi, yang akhirnya
menjadi struktur yang mengandung inti lipid (terutama ester kolesterol) dikelilingi oleh
banyak makrofag dan sel-sel inflamasi lainnya, dan ditutup dengan cap endotelialisasi
jaringan ikat. Lesi lanjut juga mengandung pembuluh darah baru dan deposit kalsium. Plak di
arteri koroner sebelumnya dianggap sebagai hambatan pasif dan ireversibel secara fisiologis
terhadap aliran darah. Keseimbangan mediator inflamasi, gaya geser, dan faktor-faktor lain
dapat menyebabkan cap fibrosa plak menguat atau melemah (Bishop et al., 2010).
Erosi pada cap fibrosa dapat mengekspos bahan trombogenik, yang mengarah ke
pengendapan trombosit dan akhirnya pembesaran lesi. Pecahnya plak yang sebenarnya,
menyebabkan trombosis dengan oklusi yang cukup untuk menyebabkan ACS. Keparahan dari
penyakit aterosklerosis koroner, secara tradisional dievalusi dengan angiografi yang
menggunakan radiopaque pewarna (dye) untuk menggambarkan aliran darah melalui arteri
koroner. Selain invasive, tes ini juga memiliki kekurangan yaitu hanya dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pembatasan aliran darah koroner, tidak dapat menggambarkan lesi plak dan
juga tidak dapat mengindikasikan apakan gejala yang dialami pasien diakibatkan oleh lesi
tersebut. Electron beam computed tomography dapat menggambarkan akumulasi kalsium
pada lesi aterosklerosis secara non-invasif (Bishop et al., 2010).
Nilai normal:
- Low-density lipoproteins (LDL) (≤ 130 mg/dL)
- High-density lipoproteins (HDL) (≥ 40 mg/dL)
- Kolesterol Total (150 – 199 mg/dL)

Rasio Ideal Baik Tinggi


Rasio LDL/HDL < 2.0 < 5.0 > 5.0
≤ 2.0 ≥ 6.0
Rasio Trigliserida/HDL
(dalam mmol/L) (dalam mmol/L)

Rasio Total kolesterol/HDL < 3.5 < 5.0 > 5.0

2.4 Aritmia
Istilah aritmia mengacu pada perubahan dari mekanisme penjalaran impuls listrik
jantung yang menyebabkan gangguan irama denyut jantung. 2 bentuk mendasar dari
aritmia adalah :
 Takikardi , jika denyut jantung >100x/menit

 Bradikardi, jika denyut jantung <60x/menit

Beberapa aritmia berlangsung secara singkat sehingga denyut jantung keseluruhan


tidak terlalu terpengaruhi. Namun jika aritmia berlangsung cukup lama dapat
mengakibatkan denyut jantung menjadi terlalu lambat ataupun terlalu cepat sehingga
8
kemampuan jantung untuk memompa darah menjadi kurang efektif. Takikardi
mengurangi curah jantung dengan memperpendek waktu pengisian ventrikel dan volume
sekuncup, sedangkan bradikardi mengurangi curah jantung dengan mengurangi frekuensi
ejeksi ventrikel.

Aritmia dapat terjadi apabila :


1. Pacemaker (nodus SA) menghasilkan irama yang abnormal

2. Adanya gangguan pada jalur konduksi normal


Bagian jantung selain nodus SA mengambil alih sebagai pacemaker
Berdasarkan mekanismenya, aritmia dibagi menjadi takiaritmia dan
bradiaritmia, sedangkan berdasarkan letaknya aritmia dibagi menjadi
supraventrikular aritmia dan ventrikular aritmia
a. Supraventrikular Takikardi (SVT)

Supraventrikular takikardi adalah seluruh bentuk takikardi yang muncul dari


berkas HIS maupun di atas bifurkasi berkas HIS Pada umumnya gejala yang timbul
berupa palpitasi, kepala terasa ringan, pusing, kehilangan kesadaran, nyeri dada,
dan nafas pendek. Gejala-gejala tersebut muncul secara tiba-tiba (sudden onset) dan
berhenti secara tiba-tiba (abrupt onset).
b. Ventrikel Takikardi
Ventrikel takikardi adalah ventrikel ekstrasistol yang timbul ≥ 4x berturut-
turut. Merupakan salah satu aritmia lethal (berbahaya) karena mudah berkembang
menjadi ventrikel fibrilasi dan dapat menyebabkan henti jantung (cardiac
arrest).Ventrikel takikardi disebabkan oleh keadaan yang mengganggu sistem konduksi
jantung, seperti kekurangan pasokan O2 akibat gangguan pada pembuluh darah koroner,
kardiomiopati,sarcoidosis, gagal jantung, dan keracunan digitalis.Diagnosis ditegakkan
jika ditemukan denyut jantung 150-210x/menit dan ditemukan gejala berupa sakit
kepala, kepala terasa ringan, kehilangan kesadaran, dan henti jantung yang muncul
secara tiba-tiba dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Pemeriksaan EKG menunjukkan
adanya kompleks QRS lebar yang timbul berturut-turut dan terus menerus dengan
kecepatan >150x/menit.

c. Ventrikel Fibrilasi

Ventrikel fibrilasi merupakan jenis aritmia yang paling


berbahaya .Jantung tidak lagi berdenyut melainkan hanya bergetar sehingga jantung
tidak dapat memompa darah dengan efektif. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya henti
jantung (cardiac arrest) . Gejala yang timbul berupa tanggapan pasien berkurang, pasien
sudah tidak bernafas atau hanya gasping, henti jantung yang muncul secara tiba-tiba
(Sudden Cardiac Arrest).
d. Ventrikel Ekstrasistol

Ventrikel Ekstrasistol adalah gangguan irama berupa timbulnya denyut jantung


prematur yang berasal dari 1 atau lebih fokus di ventrikel. Merupakan kelainan irama
jantung yang paling sering ditemukan. Ventrikel ekstrasistol dapat disebabkan oleh
iskemia miokard, infark miokard akut, gagal jantung, sindrom QT memanjang, prolaps
katup mitral, cerebrovascular accident, keracunan digitalis, hipokalemia, miokarditis,
kardiomiopati. Namun dapat juga timbul pada jantung yang normal. Gambaran EKG
menunjukkan komples QRS lebar dan bizzare serta tidak didahului dengan gelombang
P

e. Bradikardi
Bradikardi adalah gangguan irama jantung di mana jantung berdenyut lebih
lambat dari normal, yaitu 60x/menit. Bradikardi disebabkan karena adanya gangguan
pada nodus SA, gangguan sistem konduksi jantung, gangguan metabolik
(hipotiroidisme), dan kerusakan pada jantung akibat serangan jantung atau penyakit
jantung. Gejala yang timbul bervariasi, dari asimtomatik hingga muncul gejala
sinkop/hampir sinkop, dispneu, nyeri dada, lemah, dan pusing.
2.4.1 Diagnosis Aritmia
A. Pemeriksaan Umum
B. Pemeriksaan Biomarker

2.5 Heart Hipertensi


2.6 Penyakit Infeksi Jantung

Jantung sebagai salah satu organ penting pada tubuh manusia juga dapat
mengalami infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur. Terdapat berbagai jenis infeksi jantung
seperti penyakit reumatik jantung, infeksi endokarditis, dan perikarditis.
Tabel. Agen penyebab infeksi jantung
Penyakit reumatik jantung Infeksi endokarditis Perikarditis
β-hemolitik streptococci Tococcus viridans Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus faecalis Chlamydia trachomatis
Staphylococcus aureus Mycobacterium tuberculosis
Histoplasma species Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus epidermidis Staphylococcus aureus
Candida species Enterobacteriaceae
Brucella species Coxsackievirus A and B
Coxiella burnetii Echovirus
Aspergillus species Adenovirus Influenza
Coccidioides immitis
Aspergillus species
Candida species
Cryptococcus neoformans
Histoplasma capsulatum
Trypanosoma cruzi
1. Penyakit Reumatik Jantung
Penyakit reumatik jantung merupakan respon autoimun yang disebabkan oleh
demam reumatik. Hal ini biasa disebabkan oleh infeksi bakteri terutama bakteri β-hemolitik
streptococci. Kondisi penyakit ini berbahaya dan dapat menyebabkan komplikasi seperti
pancarditis (inflamasi pada jantung) termasuk insufisiensi katup, gagal jantung,
perikarditis, dan kematian.
Diagnosis penyakit reumatik jantung biasa menggunakan metode john yaitu
berdasarkan kriteria major dan minor, serta bukti pendukung. Sebagai syarat diperlukan 2
kriteria major atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor, serta diperlukan bukti infeksi
streptococcal untuk mendiagnosis sebagai penyakit reumatik jantung.
Diagnosis penyakit jantung reumatik dapat menggunakan beberapa metode yaitu:
a) Pemeriksaan fisik, C-reaktif protein (CRP), peningkatan leukosit, peningkatan
sedimentasi eritrosit, perpanjangan interval P-R pada EKG
b) Kultur darah positif β-hemolitik streptococci, peningkatan anti streptolisin O atau
antibodi streptococcal lainnya, antigen streptococci
c) Echokardiografi untuk melihat daerah inflamasi yang terinfeksi serta melihat anatomi
jantung
d) Myocardial biopsy digunakan untuk mengambil sampel spesifik pada jaringan jantung
yang kemudian dapat dikultur untuk identifikasi lebih lanjut
e) Radionuclide imaging untuk melihat anatomi jantung

2. Infeksi Endokarditis
Infeksi endokarditis menandakan infeksi pada permukaan
endokardial jantung. Infeksi ini dapat disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme seperti bakteri Streptococci dan staphylococciare
serta jamur. Mikroorganisme tersebut menempel pada dinding
endokardial dan membentuk koloni. Infeksi endokardial dapat
bersifat akut dan sub akut. Pada kondisis akut waktu onsetnya
pendek, mengalami demam tinggi, menggigil, dan kelelahan.
Sementara pada sub akut gejala tidak terlalu tampak jelas seperti demam rendah, pegal, anoreksia,
dan splenomegali.

Bagan alur diagnosis infeksi endokarditis


Diagnosis infeksi endokarditis dapat menggunakan transthoracic echocardiogram (TTE)
dan transesophageal echocardiogram (TEE). Kedua metode ini menggunakan gelombang untuk
membuat gambaran kondisi jantung. TTE dapat dilakukan langsung pada permukaan dada,
sementara TEE dilakukan dengan memasukkan cateter kedalam esofagus yang akan dapat
mendeteksi kondisi jantung. Selain itu ada metode lain yang dapat dilakukan seperti kultur darah,
biospi jantung, pemerikasaan sel imun, dan pemeriksaan CRP.

3. Infeksi Perikarditis
Infeksi perikarditis merupakan kondisi inflamasi
perikardium yaitu membran yang menyelimuti jantung. Infeksi ini
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, autoimun, dan
sebagainya. Gejalanya ditandai dengan peningkatan cairan antara
pada lapisan perikardium yang normalnya 20 mL. Kondisis cairan
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penyebab.
Kondisis cairan yang eksudat purulent menandakan infeksi bakteri
yang dapat uji lebih lanjut dengan kultur. Kondisis cairan yang
jernih menandakan adanya infeksi virus. Sementara cairan eksudat yang mengandung
serofibrinous menandakan kerusakan serius terkait penyakit jantung reumatik.
Diagnosis pada tahap awal dilakukan dengan melihat kondisi anatomi jantung
menggunakan echocardiography. Setelah terlihat anatomi dengan kondisi jantung yang tidak
normal (pembesaran membran pericardium) maka dapat di curigai pasien mengalami perikarditis.
Kemudian untuk mengetahui agen penyebab dan pengobatan yang sesuai dapat dilakukan
pengambilan sampel dari carian perikardial menggunakan jarum suntik oleh ahli medis. Cairan
kemudian dianalisis untuk melihat penyebab.

Kesimpulan
Terdapat berbagai penyakit yang terkait dengan jantung seperti Penyakit jantung kongnital,
Gagal jantung, Sindrom koroner akut, Penyakit jantung hipertensif, Aritmia jantung, dan Infeksi
jantung. Penyakit jantung yang paling sering adalah sindrom koroner akut yang penyebab
utamanya adalah aterosklerosis. Sehingga hal yang sering diperhatikan dalam penyakit jantung
adalah pemeriksaan kolesterol seperti HDL dan LDL.
Diagnosis penyakit jantung ada berbagai metode yang dapat dibedakan menjadi
pemeriksaan fisik atau anatomi, pemeriksaan listrik jantung, dan pemeriksaan kimia yang
berhubngan dengan marker. Pemilihan metode pemeriksaan yang digunakan disesuaikan dengan
kemungkinan penyakit dan dilihat dari gejala penyakit. Hal ini karena tidak semua pemeriksaan
diperlukan.
Pemeriksaan genetik terdiri dari fluorescence in situ hybridization (FISH), analisis
kromosom, gene discovery, dan DNA mutation analysis. Pemeriksaan marker terdiri dari
Troponin, CK – MB, Mioglobin, Brain Natriuretic Peptide & NT-pro-BNP, Cathepsins, Copeptin,
Cystatin C, Iskemia-Modified Albumin, Pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-A),
Marker inflamasi: C-Reaktif Protein (CRP) & Myeloperoxidase (MPO). Pemeriksaan
menggunakan alat seperti tensimeter (tekanan sistolik dan diastolik jantung), Ekokardiogram
Janin, Ekokardiogram, Ekektrokardiogram, X-Ray, Pulse Oximetry, Kateterisasi Jantung,
Radiografi dada, Anginografi koroner. Serta pemeriksaan kultur khusus untuk diduga infeksi
jantung.

Anda mungkin juga menyukai