Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit virus Ebola adalah demam berdarah viral berat yang sering kali fatal
dengan angka kematian mencapai 90%. Penyakit ini menyerang manusia dan hewan
golong anprimata (monyet, gorilla dan simpanse).1
Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976 dalam wabah simultan, satu di
mana sekarang Nzara, Sudan Selatan, dan yang lainnya di Yambuku, Republik
Demokratik Kongo. Nama Ebola sendiri diambil dari nama sebuah Sungai Ebola, yang
mengalir berdekatan dengan Desa Yambuku. Dalam sejarahnya tahun 2014 wabah
Ebola yang ada di Guinea, Liberia dan Sierra Leone adalah terpanjang, terbesar,
mematikan, dan yang paling kompleks dan menantang. Hal ini belum pernah terjadi
sebelumnya dalam hal durasi, ukuran infeksi dan kematian, dan penyebaran geografis.
Data World Health Organization (WHO) hingga 11 Agustus 2014 menunjukkan telah
terdapat 1.848 kasus dengan 1.013 kematian (Case Fatality Rate: 54%) karena
terjangkit virus Ebola. Sedangkan menurut lembaga nirlaba Medecins Sans Frontieres
(MFS) Ebola telah menewaskan lebih dari 1.200 jiwa. Berdasarkan info grafis yang di
buat WHO terdapat sebaran kasus pada 4 negara di Afrika Barat yaitu Guinea terjadi
519 kasus dimana 380 diantaranya meninggal dunia (CFR=73%), Liberia terjadi 786
kasus dimana 413 diantaranya meninggal dunia (CFR=52%), Sierra Leone terjadi 810
kasus dimana 348 diantaranya meninggal dunia (CFR= 43%), dan Nigeria terjadi 12
kasus dimana 4 diantaranya meninggal dunia (CFR = 33%).
Sedangkan berdasarkan jumlah yang dilansir petugas WHO sampai tanggal 8
Oktober 2014, korban jiwa yang ditimbulkan Ebola sebanyak 4.033 dari 8.399 kasus
yang tercatat (CFR = 48%).4 Jumlah korban Ebola terbanyak masih terjadi pada negara
Guinea, Liberia, dan Sierra Leone.
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada laporan kasus positif EVD. Pada tahun
2014, 2 orang tenaga kerja Indonesia asal Kediri, JawaTimur, dilaporkan diduga

1
terjangkit EVD setelah pulang dari Liberia, dan setelah dilakukan pemeriksaan medis
menunjukkan keduanya tidak tertular virus Ebola.3
Adanya kejadian Penyakit Virus Ebola yang masih menjadi wabah dibeberapa
tempat membuat penulis tertarik untuk membuat laporan mengenai update Ebola.
Wabah Penyakit Virus Ebola yang terbaru terjadi di Provinsi Kivu Utara dan Ituri, sejak
awal wabah hingga 19 Maret 2019, teradapat 980 kasus EVD (915 kasus konfirmasi
dan 65 kasus probable) telah dilaporkan, dimana57% (554) adalah perempuan dan 30%
(293) adalah anak-anak berusia kurang dari 18 tahun. Secara kumulatif, kasus telah
dilaporkan dari 130 dari 339 daerah kesehatan di 21 zona kesehatan Kivu Utara dan
provinsi Ituri.2

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui update terbaru terhadap PenyakitVirus Ebola.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dan etiologi PenyakitVirus Ebola
b. Untuk mengetahui gejala klinis Penyakit Virus Ebola
c. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan terhadap Penyakit
Virus Ebola

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Penulis
Sebagai penambahan wawasan mengenai penyakit virus Ebola dan
penularannya.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Sebagai penambahan wawasan dan dapat melakukan pencegahan untuk
penyakit virus Ebola.
1.3.3 Bagi Kantor Kesehatan dan Pelabuhan

2
Untuk menambah pengetahuan sehingga dapat melakukan deteksi dini dan
penanggulangan terhadap penyakit virus Ebola.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ebola termasuk dalam famili Filoviridae merupakan penyakit zoonosis yang
menyebabkan perdarahan menyeluruh disertai demam yang sebelumnya dikenal
dengan demam berdarah Ebola. Penyakit ini memiliki tingkat kematian yang tinggi
1
berkisar antara 50-90% pada manusia dan primata.

2.2 Etiologi
Virus Ebola (EBOV) yang termasuk dalam anggota keluarga Filoviridae orde
Mononegavirales. Virus ini merupakan kelompok virus RNA beruntai negatif dan tidak
bersegmen. Virion EBOV berbentuk pleomorphic, tampak dalam bentuk filamen
panjang yang dapat berbentuk U, berbentuk 6 atau konfigurasi melingkar. Virus Ebola
mempunyai diameter 80 nm dan panjang hingga 14.000 nm, dengan panjang rata-rata
virion sekitar 1.200 nm untuk EBOV. Genom EBOV terdiri dari molekul linier RNA
beruntai tunggal dengan orientasi negatif yang mengkode tujuh protein struktural yaitu
nukleoprotein (NP), virion struktural protein (VP) VP35, VP40, glikoprotein (GP),
VP30, VP24 dan RNA-dependent RNA polimerase (L).

2.3 Epidemiologi
Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976 di Sudan dan Republik Demokratik
Kongo, di Republik Demokratik Kongo di sebuah desa yang terletak di dekat Sungai
Ebola, yang menjadi nama penyakit tersebut. Pertama kali wabah Ebola pada manusia
tercatat di Yambuku, Zaire tahun 1976, Nazara, Sudan pada tahun 1976, yang
kemudian menyebar dari orang ke orang. Pada peristiwa ini tidak ditemukan adanya
infeksi virus Ebola pada hewan liar di sekitar wabah. Distribusi geografis famili
Filoviridae diperkirakan berada di wilayah tropis Afrika. Virus Ebola cenderung

4
2,3
berada di daerah hutan hujan yang lembab di Afrika Tengah dan Barat.
Spesies virus Ebola Afrika umumnya lebih patogen dari REBOV. Hal ini terlihat
dari tanda-tanda klinis yang dihasilkan oleh strain Afrika tampak lebih berat, seperti
perdarahan yang lebih banyak yang menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan infeksi REBOV. Secara alamiah infeksi famili Filoviridae
menyebabkan demam disertai perdarahan menyeluruh pada primata. Simpanse dan
gorila liar yang terinfeksi virus Ebola sering ditemukan tewas sedangkan pada hewan
liar, gejala klinis meliputi muntah, diare, rambut rontok dan kurus, serta pendarahan
dari lubang hidung. Selama wabah REBOV tahun 1989 di Virginia, anoreksia adalah
tanda awal penyakit pada monyet cynomolgus. Beberapa monyet yang terinfeksi,
tampak pembengkakan kelopak mata atau peningkatan lakrimasi, demam, perdarahan
1,2
subkutan, epistaksis dan atau diare berdarah, rinore, batuk dan pembengkakan limpa.
Hasil serologis terhadap infeksi ZEBOV dengan uji ELISA menunjukkan bahwa
antibodi spesifik virus Ebola telah terdeteksi 7% (16/217) dari tiga spesies kelelawar
buah yaitu Hypsignathus monstrosus, Epomops franqueti dan Myonycteris torquata.
Pada manusia, infeksi virus Ebola mempunyai masa inkubasi 2-21 hari.
Menunjukkan onset penyakit secara mendadak yang ditandai dengan demam,
menggigil, lemas, lesu, pegal-pegal, anoreksia/ tidak nafsu makan, mual, muntah, perut
nyeri dan diare. Apabila gejala klinis berlanjut, tampak gangguan pernafasan seperti
nyeri dada, sesak napas dan batuk, dilanjutkan dengan konjungtivitis, hipotensi bila
berdiri agak lama, edema dan berakhir dengan kelainan neurologis seperti sakit kepala,
kebingungan, kejang dan koma yang dapat disertai dengan gangguan metabolik yang
parah dan penggumpalan pembuluh darah yang tidak diketahui penyebabnya
(koagulopati) dan berakhir dengan kematian yang biasanya terjadi pada minggu
1,2,3,5
kedua.
Distribusi geografis ZEBOV, SEBOV, Ivory coast ebolavirus, Bundibugyo
ebolavirus, ditemukan di beberapa negara Afrika Selatan dan Gurun Sahara dan
umumnya bersifat endemis. Pola wabah menunjukkan bahwa setiap famili Filoviridae

5
mungkin memiliki rentang geografis yang berbeda. Sebagai contoh, virus Ebola Pantai
Gading telah dilaporkan hanya terjadi di Afrika Barat, sementara SEBOV cenderung
terjadi di Afrika Timur (Sudan dan Uganda) dan ZEBOV ditemukan di Afrika wilayah
Barat-Tengah (Gabon, Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo atau dulunya
4,5
Zaire) dan Bundibugyo ebolavirus dilaporkan mewabah di Uganda.

2.4 Klasifikasi
Virus Ebola saat ini terdiri dari lima spesies yaitu, Zaire ebolavirus (ZEBOV),
Sudan ebolavirus (SEBOV), Tai Forest ebolavirus, Reston ebolavirus (REBOV) dan
yang terakhir diidentifikasi sebagai Bundibugyo ebolavirus. Masing-masing spesies
EBOV tidak hanya menunjukkan perbedaan molekuler yang signifikan, tetapi juga
bervariasi dalam hal virulensi dan patogenisitasnya. Spesies yang paling patogen pada
manusia adalah ZEBOV dengan angka kematian sekitar 80%, diikuti oleh SEBOV
dengan tingkat kematian kasus sekitar 50% dan Bundibugyo ebolavirus dengan tingkat
kematian sekitar 30%. Sampai saat ini, terdapat dua kasus yang dilaporkan pada
manusia tapi tidak fatal yaitu yang disebabkan oleh Tai Forest ebolavirus dan beberapa
1,2
kasus manusia tanpa menunjukkan gejala klinis pada infeksi REBOV.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa subtipe Filovirus memiliki
patogenisitas yang berbeda, sehingga menyebabkan rata-rata kematian yang berbeda
dan tingkat keparahan penyakit serta pola efek hemoragi yang bervariasi. Dari
perbedaan genetik diantara subtipe, patogenesitas dari strain Sudan dan strain Reston
relatif lebih rendah dibandingkan dengan strain Zaire. Hal ini diduga karena mutasi
pada protein virus. Setiap mutasi virus, khususnya di GP, NP, VP40 atau VP24, dapat
dihasilkan klinis yang berbeda selama mutasi alami dari infeksi EBOV pada manusia
dan mutasi dalam setiap protein ini dapat dipengaruh pada virulensi.1
Diantara sel target yang mendukung replikasi virus adalah monosit, makrofag,
sel dendritik (DC), hepatosit, sel korteks adrenal, fibroblas dan sel endotel. Peristiwa
awal selama infeksi cenderung terpusat disekitar sel-sel mononuklear dalam sistem

6
fagosit, termasuk monosit, makrofag dan DC. Sel-sel ini tidak hanya mengatur respon
imun bawaan dan adaptif, tetapi juga sebagai target awal infeksi virus.1

2.5 Masa Inkubasi


Masa inkubasi bervariasi tergantung pada spesies virus Ebola yang menginfeksi
dan konsentrasi virus itu sendiri. Kera cynomolgus yang diinokulasi dengan ZEBOV
melalui oral atau konjungtiva akan menghasilkan gejala klinis dalam waktu 3 – 4 hari.
Masa inkubasi infeksi ZEBOV pada kera rhesus dan monyet vervet berlangsung antara
tiga sampai 16 hari, sedangkan pada kelinci percobaan, masa inkubasi terjadi antara 4-
2,3,4
10 hari. Pada manusia, infeksi virus Ebola mempunyai masa inkubasi 2-21 hari.

2.6 Patogenesis
Infeksi Ebola terjadi melalui mukosa, luka, kulit atau tusukan jarum yang telah
terkontaminasi. Sebagian besar penularan ke manusia diakibatkan oleh kontak dengan
hewan atau manusia dan bangkai hewan yang terinfeksi. Virus Ebola adalah salah satu
virus yang paling virulen pada manusia dan dapat membunuh hingga 70-80% dari
pasien dalam waktu 5-7 hari. Wabah Ebola di Afrika, menunjukkan bahwa penularan
dari orang ke orang dapat terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi
seperti keringat, feses, muntahan, air mata, air susu ibu (ASI), air mani, urin dan darah,
1,2,5
khususnya pada tahap akhir infeksi ketika jumlah virus mencapai puncak.
Dalam darah, biasanya virus menghilang setelah melewati masa akut, namun
pada beberapa bentuk cairan tubuh, virus Ebola masih dapat diekskresikan. Penularan
secara seksual sangat mungkin terjadi karena virus dapat diisolasi dari cairan vagina
atau air mani penderita yang telah dinyatakan sembuh. Proses kesembuhan merupakan
proses yang lama karena virus dapat diisolasi dari pasien sekitar 82 hari setelah
timbulnya penyakit. Penularan melalui jarum suntik telah dilaporkan saat wabah Ebola
yang terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan, karena buruknya teknik keperawatan
dan penggunaan kembali jarum atau alat medis lainnya yang tidak didesinfeksi .

7
Upacara pemakaman di mana orang yang berkabung melakukan kontak langsung jasad
orang yang meninggal karena terinfeksi virus Ebola juga dapat berperan dalam
1,2,5
penularan Ebola.
Infeksi famili Filoviridae dapat menyebabkan terganggunya sistem kekebalan
tubuh bawaan, terutama terhadap respon interferon dan hal ini dihubungkan dengan
protein virion (VP) 35 dan 24. Secara keseluruhan, infeksi EBOV mempengaruhi
respon imun bawaan tapi dengan hasil yang berbedabeda. Secara khusus, kehadiran IL-
1β dan peningkatan IL-6 selama gejala awal fase penyakit diduga sebagai
pertanda/marker untuk menunjukkan bahwa pasien bertahan hidup, sedangkan
pelepasan IL-10 dan tingginya level neopterin dan IL-1 reseptor antagonis (IL- 1RA)
selama tahap awal penyakit lebih menunjukkan hasil yang fatal. Gangguan dari barier
jaringan darah yang utamanya dikendalikan oleh sel endotel, merupakan faktor penting
dalam patogenesis. Endotelium tampaknya akan terpengaruh langsung oleh aktivasi
virus dan sistem fagositik, serta secara tidak langsung oleh respon inflamasi melalui
mediator yang berasal dari sel target utama atau produk ekspresi virus, yang berakibat
pada meningkatnya permeabilitas sel endotel. Akibatnya keseimbangan cairan antara
jaringan intravaskular dan ekstravaskular terjadi. Data klinis dan laboratorium juga
menunjukkan gangguan dalam hemostasis selama infeksi. Meskipun trombositopenia
diamati pada infeksi berat pada primata, studi tentang peran penyebaran koagulasi
intravascular/disseminated intravascular coagulation (DIC), koagulopati, serta
platelet dan disfungsi endotel masih belum lengkap. Kondisi DIC dapat diamati secara
teratur pada primata dan tampaknya dipicu oleh kerusakan sel endotel yang luas serta
10
pelepasan faktor jaringan atau zat tromboplastiknya.

2.7 Gejala Klinis


Pada manusia, infeksi virus Ebola mempunyai masa inkubasi 2-21 hari.
Menunjukkan onset penyakit secara mendadak yang ditandai dengan demam,
menggigil, lemas, lesu, pegal-pegal, anoreksia/ tidak nafsu makan, mual, muntah, perut

8
nyeri dan diare. Apabila gejala klinis berlanjut, tampak gangguan pernafasan seperti
nyeri dada, sesak napas dan batuk, dilanjutkan dengan konjungtivitis, hipotensi bila
berdiri agak lama, edema dan berakhir dengan kelainan neurologis seperti sakit kepala,
kebingungan, kejang dan koma yang dapat disertai dengan gangguan metabolik yang
parah dan penggumpalan pembuluh darah yang tidak diketahui penyebabnya
(koagulopati) dan berakhir dengan kematian yang biasanya terjadi pada minggu
1,2,3,5
kedua.
Infeksi ZEBOV dapat mengakibatkan mortalitas mendekati 90%, sedangkan
kasus fatal akibat spesies virus Ebola lainnya tampak jauh lebih rendah. Kasus
kematian akibat infeksi SEBOV berkisar antara 53-66%, sedangkan prevalensi infeksi
Bundibugyo ebolavirus diperkirakan mendekati 40% berdasarkan temuan
9
epidemiologi dari 2.007 kasus pada wabah di Uganda.

2.8 Diagnosis
Diagnosis Ebola dan infeksi dari famili Filoviridae dilakukan dengan melihat
gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi isolasi virus pada penderita
Ebola. Pada pemeriksaan elektron mikroskopis, diketahui bahwa virion EBOV
berbentuk pleomorphic, tampak dalam bentuk filamen panjang yang dapat berbentuk
U, berbentuk 6 atau konfigurasi melingkar. Virus Ebola mempunyai diameter 80 nm
dan panjang hingga 14.000 nm, dengan panjang rata-rata virion sekitar 1.200 nm untuk
EBOV. Genom EBOV terdiri dari molekul linier RNA beruntai tunggal dengan
orientasi negatif yang mengkode tujuh protein struktural yaitu nukleoprotein (NP),
virion struktural protein (VP) VP35, VP40, glikoprotein (GP), VP30, VP24 dan RNA-
dependent RNA polimerase (L). Pada infeksi Ebola, protein virus memainkan peran
kunci dalam interaksi virus dengan inangnya. Pada manusia, protein NP dan VP40
memperoleh respon Imunoglobulin G (IgG) yang kuat. Protein GP EBOV diperkirakan
berfungsi untuk menginduksi gangguan terhadap sel endotel dan sitotoksisitas dalam
pembuluh darah dan sebagai perantara masuknya virus ke dalam sel inang. 1

9
Pemeriksaan serologic meliputi uji IgM-ELISA menggunakan antigen virus. Uji
serologi yang paling banyak digunakan adalah ELISA menggunakan glikoprotein (GP)
yang spesifik terhadap grup Ebola, sehingga hasil dari ELISA menunjukkan antibodi
terhadap kelompok spesies Ebola. Antibodi virus Ebola pada manusia masih dapat
bertahan hingga sepuluh tahun. Akhir-akhir ini, panel antibodi monoklonal yang
spesifik terhadap NP (RNPs) ZEBOV, REBOV dan SEBOV telah dikembangkan.
Temuan ini memungkinkan, untuk mengidentifikasi secara serologis spesies isolat
EBOV. Lebih lanjut, menggunakan imunoblot untuk mengkonfirmasi antibodi
terhadap spesies Ebola, sedangkan untuk deteksi antigen, dapat digunakan uji RT-PCR
dan qRT-PCR, yang dilanjutkan dengan sekuensing. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan limfopeni, trombositopenia dan peningkatan kadar transaminase (AST
1,11
lebih banyak daripada ALT), kadang diikuti hiperamilasemia.
Ketika infeksi Ebola atau famili Filoviridae terjadi dan menjadi fatal, pasien
biasanya meninggal sebelum terbentuk respon antibodi. Fakta ini menunjukkan bahwa
uji serologis hanya dapat digunakan terhadap pasien yang masih dapat bertahan hidup
dimana titer antibodinya dapat terdeteksi. Pada tahap awal infeksi, titer virus Ebola
akan meningkat bahkan dapat mencapai puncak dalam darah dan jaringan pasien,
sehingga deteksi antigen virus sangat tepat digunakan untuk diagnosis Ebola. Antigen-
capture ELISA telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen virus Ebola, terutama
saat terjadi wabah, dan metoda ini telah dibuktikan sangat efektif sebagai perangkat
1
diagnosis Ebola.

2.9 Diagnosis Banding


Gejala yang timbul pada penyakit Ebola dapat menyerupai seperti demam
dengue, influenza, malaria,dan demam tifoid. Penyakit Ebola dapat dibedakan dengan
penyakit lainnya dengan ditemukan adanya riwayat perjalanan ke daerah endemi
penyakit Ebola dan memiliki riwayat kontak dengan manusia, hewan (kelelelawar

10
buah) dan mayat yang terinfeksi virus Ebola.2,4

2.10 Pengobatan
Penatalaksanaan non-farmakologi dari pasien yang positif terinfeksi virus Ebola
harus diisolasi agar penyebaran penyakit dapat dikendalikan. Diagnosis yang tidak
akurat, seperti pasien yang menunjukkan hasil positif palsu, tidak harus diisolasi,
karena sebenarnya hanya menempatkan individu yang tidak beresiko terinfeksi dalam
ruang isolasi sehingga dikhawatirkan akan meresahkan lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya, pasien yang negatif palsu, cenderung memiliki potensi untuk menularkan
ke masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, diagnosis infeksi dari famili Filoviridae
sebaiknya dilakukan dengan mempergunakan beberapa metode diagnostik, sehingga
resiko kesalahan diagnosis dapat diminimalkan.
Farmakologi untuk penyakit Ebola yang telah dikembangkan ada beberapa jenis
obat anti virus untuk mengobati Ebola yaitu, Favipiravir atau Avigan adalah obat anti
virus yang masih dalam penelitian untuk melawan RNA virus seperti virus influenza,
virus west nile, virus yellow fever, virus penyakit mulut dan kaki. Mekanisme kerjanya
berhubungan dengan penghambatan selektif virus RNA yang tergantung RNA
polymerase. Penelitian lain menjelaskan bahwa favipirapir menginduksi
terjadinyakematian mutasi RNA. Bricindofovir adalah obat anti virus yang masih
dalam penelitian untuk pengobatan cytomegalovirus, adenovirus, smallpox dan ebola
virus. Zmapp adalah obat yang masih dalam penelitan yang mengandung antibody
monoclonal untuk virus Ebola. Cara kerjanya seperti immunoglobulin intravena hal ini
menyediakan kekebalan pasif pada infeksi virus secara langsung dan bekerja seperti
12,13
gembok dan kunci. TKM Ebola adalah obat anti virus yang masih dalam penelitian
untuk virus Ebola. TKM Ebola adalah kombinasi dari RNA kecil yang mengganggu
16,13
tiga dari tujuh protein virus Ebola.

2.11 Pencegahan dan vaksinasi

11
2.11.1 Desinfeksi
Virus Ebola dan famili Filoviridae dapat diinaktifkan dengan cara fisika seperti
dengan pemanasan menggunakan autoklaf dan secara kimiawi dengan menggunakan
desinfektan.. Virus ini juga dapat diinaktivasi oleh sinar ultraviolet, radiasi gamma,
0,3% betapropiolactone selama 30 menit pada 37oC (98,6oF), atau pemanasan sampai
1,2,14
60oC (140oF) selama 1 jam.

2.11.2 Pencegahan Untuk Pelancong


Untuk mencegah penyakit ini, adalah penting bagi para pelancong untuk mematuhi hal-
hal berikut:
 Menghindari perjalanan yang tidak perlu ke kawasan yang terjangkit
 Mematuhi kesehatan pribadi dan lingkungan yang baik; selalu ingat untuk
menggunakan sabun cair atau pembersih tangan berbahan dasar alkohol untuk
membersihkan tangan sebelum menyentuh mata, hidung dan mulut.
 Menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit demam atau orang sakit
dan menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk benda
yang mungkin bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh orang yang terjangkit.
 Menghindari kontak dengan binatang (kelelawar buah).
 Memasak makanan hingga benar-benar matang sebelum dikonsumsi

 Setelah kembali dari kawasan terjangkit, memperhatikan dengan cermat kondisi


kesehatan selama 21 hari. Jika mempunyai gejala EVD segera ke unit pelayanan
kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit).5

2.11.3 Vaksinasi
Pengembangan vaksin Ebola berbasis rekayasa genetik perlu dikembangkan
untuk pencegahan infeksi pada manusia. Melalui rekayasa genetik efek samping pasca

12
vaksinasi dapat diminimalkan. Telah dikembangkan vaksin berbasis rekayasa genetika
dengan menggunakan CadVax-Panfilo yaitu mengekspresikan antigen GP dari lima
spesies kelompok virus Ebola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin platform
CadVax ini berhasil melindungi primata ketika ditantang dengan kelima spesies virus
Filo seperti ZEBOV, SEBOV, MARV, Musoke dan MATV Ci67.5,6
Vaksin Ebola rVSVDGZEBOV-GP diberikan pada deltoid kanan, vaksin ini
hanya berlaku untuk virus Ebola ZEBOV.6

2.12 Prognosa
Penyakit ebola berpeluang mematikan dengan angka kematian tinggi, dimana
nilai CFR berkisar antara 50-90% yang menyebabkan renjatan syok sampai kematian.4

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Distribusi Ebola

13
Gambar 3.1 Distribusi Penyakit Virus Ebola (Ebola Virus Disease/EVD) berupa kasus
konfirmasi di zona kesehatan, Provinsi Kivu Utara dan Ituri, Republik Demokratik
Kongo, dari tanggal 25 Februari 2019 hingga 17 Maret 2019.

Dari gambar peta diatas, Provinsi Kivu memiliki zona kesehatan yang dengan
kasus EVD yang dikonfirmasi paling banyak dibandingkan provinsi Ituri. Pada
Provinsi Kivu Utara, didaerah Katwa terdapat satu zona kesehatan dengan 8-19 kasus
yang dikonfirmasi, dua zona kesehatan dengan 4-7 kasus yang dikonfirmasi, dan
sembilan zona kesehatan dengan 1-3 kasus yang dikonfirmasi. Pada daerah Butembo
terdapat 6 zona kesehatan dengan 1-3 kasus yang dikonfirmasi dan 1 kasus dengan 4-
7 kasus yang dikonfirmasi.

Tabel 3.1 Kasus konfirmasi dan kasus probable EVD di zona kesehatan, Provinsi Kivu
Utara dan Ituri, Republik Demokratik Kongo, data dari 27 Februari 2019 hingga 19
Maret 2019

14
Katwa, Butembo, Masereka dan Mandima bertanggungjawab untuk lebih dari
80% dari semua kasus dalam 21 hari terakhir. Sebanyak 97 kasus yang dikonfirmasi
dilaporkan selama 21 hari terakhir dari 38 zona kesehatan dari total 130 zona kesehatan
yang terkena saat ini (Tabel 3.1, Gambar 3.1). Minggu ini, EVD dikonfirmasi pada
bayi yang meninggal di Zona Kesehatan Bunia, tapi yang orang tuanya berada dalam
kesehatan yang baik. Ini adalah kasus pertama dikonfirmasi dari zona kesehatan ini;
kasus sebelumnya diidentifikasi dari daerah tetangga Zona Kesehatan Rwampara pada
awal Februari. Sementara penyelidikan sedang berlangsung untuk menentukan sumber
infeksi, tim di tempat telah cepat melaksanakan kegiatan respon termasuk pelacakan
kontak, vaksinasi dan pengawasan tinggi. Mengingat penyebaran geografis epidemi
dan mobilitas yang tinggi di wilayah ini, risiko Ebola menyebar ke daerah-daerah tidak
terpengaruh atau sedang diperkenalkan kembali ke wilayah yang sebelumnya
mengalami tetap tinggi.

15
Gambar 3.2 Kasus Penyakit Virus Ebola (kasus konfirmasi dan kasus probable) di
setiap minggu onset penyakit, data dari tanggal 30 April 2018 hingga 18 Maret 2019

EVD di Provinsi Kivu Utara dan Ituri baru-baru ini menunjukkan peningkatan
jumlah kasus yang dilaporkan dalam seminggu, setelah berminggu-minggu mengalami
penurunan secara keseluruhan (Gambar 3.2). Kenaikan ini tidak terduga dan, sebagian,
mungkin akibat dari tantangan keamanan yang meningkat, termasuk baru-baru ini
terjadi serangan langsung pada pusat pengobatan, dan ketidakpercayaan masyarakat,
yang mana menyebabkan terlambatnya respon di daerah yang terkena selama beberapa
hari.
Pada per 26 November 2018 ada total 240 kasus EVD termasuk 374 kasus
konfirmasi dan 47 kasus probable. Dari 421 kasus terdapat 241 meninggal termasuk
diantaranya 194 kasus konfirmasi (CFR 52%). Faktor resiko potensial EVD pada
tingkat nasional dan regional termasuk : hubungan transportasi daerah yang terkena,
seluruh Negara, negera tetangga, perpindahan populasi internal, situasi keamanan yang
buruk dan perpindahan pengungsi Kongo ke Negara tetangga. Sebagai tambahan
situasi keamanan di Kivu Utara dan Ituri terus berlanjut menghalangi pelakasanaan
dalam penanggulangan penyakit.
International Health Regulation (IHR) Emergency Committee (EC) menangapi
bahwa EVD bukan merupakan Public Health Emergency of international concern.
Walaupun begitu, EC menekankan kebutuhan akan aktivitas tanggap dan penguatan
kewaspadaan terhadap EVD. Tim tanggap beroperasi sepenuhnya di semua daerah

16
yang terkena wabah. Ada perbaikan yang menggembirakan di penerimaan masyarakat
dari respon, meskipun sedang berlangsung tantangan ketidakamanan yang disebabkan
oleh kelompok-kelompok bersenjata. Lebih dari 90% orang yang memenuhi syarat
untuk vaksinasi telah diterima untuk melakukannya, dan lebih dari 90% dari individu-
individu yang telah berpartisipasi dalam kunjungan tindak lanjut. Sampai saat ini,
89.855 orang telah divaksinasi. Tim vaksinasi terus menindaklanjuti cincin di mana
beberapa keluarga belum menerima intervensi.
Laboratorium lapangan telah mempertahankan tingkat pengujian yang sama
seperti minggu sebelumnya. Rata-rata, 1.300 sampel diuji mingguan dan lebih dari
23.000 sampel telah diuji sampai saat ini dengan perputaran waktu kurang dari 48 jam.
ETCS dan Pusat Transit terus beroperasi, dan Pusat Transit Katwa sedang ditingkatkan
oleh ALIMA untuk meningkatkan kapasitas untuk menanggapi wabah di daerah itu.
Sampai saat ini, 335 pasien telah menerima salah satu dari empat terapi investigasi di
bawah protokol MEURI, dan 80 pasien di bawah protokol RCT.
Dalam Zona Kesehatan Butembo, Katwa, dan Vuhovi, tim tanggap terus
melibatkan masyarakat melalui berbagai platform dialog masyarakat. Lima platform
dialog masyarakat telah diselenggarakan di tiga bidang kesehatan di Katwa, satu area
kesehatan di Butembo dan satu bidang kesehatan di Vuhovi. Inisiatif ini
memungkinkan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dan memimpin dalam
keputusan mengenai intervensi respon Ebola dalam lokalitas mereka. Di daerah yang
terkena dampak EVD yang lain, kegiatan yang sedang berlangsung termasuk koleksi
sistematis umpan balik masyarakat dan menanggapi kekhawatiran masyarakat melalui
penyesuaian kegiatan konsultasi dengan pimpinan masyarakat dan tokoh yang
berpangaruh. kegiatan penjangkauan masyarakat dilakukan dalam pengaturan berbasis
agama, tempat pasar, dan sekolah dengan kolaborasi pemimpin berbasis agama dan
kelompok masyarakat sipil (termasuk perempuan dan pemuda). Kelompok masyarakat
sipil dan relawan kesehatan masyarakat juga membantu dalam kegiatan penjangkauan
masyarakat pintu ke pintu secara teratur.

17
3.2 Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan
Melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, telah
membuat Surat Edaran Nomor: IR.01.04/II.1/2109/2014 tentang Kewaspadaan
Terhadap Penyakit Virus Ebola, yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia.
1. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen PP-PL Nomor: IR.01.04/II.1/2109/2014 tentang
Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Ebola, membuat surat edaran
Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Ebola di Lingkungan pelabuhan dan
bandara yang ditujukan kepada lintas sektor terkait dan petugas KKP.
2. Memberikan informasi kepada Stakeholder dan secara luas kepada masyarakat.
3. Meningkatkan kewaspadaan dengan meningkatkan jumlah personil yang bertugas,
khususnya di terminal internasional.
4. Meningkatkan koordinasi teknis dengan lintas sektor terkait, khususnya pihak
airlines dan groundhandling serta imigrasi dalam rangka pengawasan kedatangan
penumpang yang khususnya dari negara terjangkit
5. Menyiapkan APD bagi suspect dan petugas kesehatan yang menangani
6. Menyiapkan sarana rujukan untuk suspect
7. Menyiapkan sistem evakuasi yang baik.

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
1. Ebola terakhir muncul pada 18 maret 2019 sebanyak 97 kasus di Provinsi Kivu
Utara dan Ituri.
2. Ebola termasuk dalam famili Filoviridae merupakan penyakit zoonosis yang
disebabkan virus RNA beruntai negatif dan tidak bersegmen.

18
3. Pada manusia, infeksi virus Ebola mempunyai masa inkubasi 2-21 hari.
Menunjukkan onset penyakit secara mendadak yang ditandai dengan demam,
menggigil, lemas, lesu, pegal-pegal, anoreksia/ tidak nafsu makan, mual,
muntah, perut nyeri dan diare.
4. Tatalaksana kasus dengan non-farmakologi (diisolasj) dan farmakologi yang
dikembangkan ada beberapa jenis obat anti virus dan sampai saat ini
pencegahan menggunakan vaksinasi r-VSV ZEBOV masih dalam proses
percobaan.

4.2 Saran
4.2.1 Untuk Kantor Kesehatan Pelabuhan
1. Agar KKP melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar pelabuhan dan
bandar udara untuk menjaga lingkungan di sekitar pelabuhan dan bandar
udara agar tetap bersih.
2. Agar KKP menguatkan surveilens penyakit menular dan deteksi dini penyakit
yang disebabkan oleh penyakit ebola yang berasal dari negara terjangkit.

4.2.2 Untuk Lintas Sektor


1. Bagi dinas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan upaya promotif dan
preventif terhadap penyakit virus ebola, serta dapat menjadi perhatian bagi
pihak-pihak yang terkait dalam bidang kesehatan seperti WHO salah satunya
untuk turut membantu negara-negara itu dalam memastikan mereka memiliki
alat, pengetahuan dan keterampilan guna menjaga negaranya dari ebola
maupun terhadap ancaman penyakit lainnya di masa yang akan datang.
2. Bagi dinas pariwisata diharapkan dapat bekerjasama untuk meningkatkan
upaya promotif dan preventif terhadap penyakit virus Ebola.

4.2.3 Untuk Pelaku Perjalanan Internasional

19
Melakukan konsultasi kesehatan kepada pihak terkait sebelum melakukan
perjalanan internasional/negara terjangkit.

4.2.4 Untuk Masyarakat Umum


Melakukan pola hidup bersih dan sehat dan segera berobat ke puskesmas,
Rumah Sakit atau pelayanan kesehatan terdekat dokter jika mengalami keluhan
kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dharmayanti NLPI, Sendow I : Ebola : Penyakit Eksotik Zoonosis yang perlu


diwaspadai ,Dalam Wartazoa vol 25 no 1, 2015 p 29-38
2. European Centre for Disease Prevention and Control. Outbreak of Ebola virus
disease in West Africa. 8 April 2014. Stockholm: ECDC; 2014.
3. Rencana Kontijensi Dan Respon Pandemi—Tim Manajemen Operasi Satuan Tugas
Pandemi PBB Di Indonesia-Penyakit Virus Ebola,edisi 1,11 Agustus 2014. available

20
at http://www.who.int/csr/disease/ebola/faqebola/en/
or http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs103/en/
4. Public Health Agency of Canada. Ebola virus. Pathogen Safety Data Sheet -
Infectious substances . Public Health Agency of Canada.; 2010 . Available from:
http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/ebola-eng.php
5. Ebola Virus Disease. Last updated 8 November 2015. available at
http://www.cdc.gov/vhf/ebola/index.html.
6. Kandun Nyoman I, Chin James, Penyakit Virus Ebola dan Marburg :Dalam Manual
Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17, 2000,p 181-183
7. WHO. 2014. Ebola virus disease. World Health Organization. Available from:
www.who.int
8. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Penyakit Virus Ebola, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan, 2015.
9.Public Health Agency of Canada. Ebola virus. Pathogen Safety Data Sheet -
Infectious substances . Public Health Agency of Canada.; 2010 . Available from:
http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/ebola-eng.php..
10. Advisory Committee on Dangerous Pathogens. Management of Hazard Group 4
viral haemorrhagic fevers and similar human infectious diseases of high consequence
Department of Health; 2012. Available from:
http://www.hpa.org.uk/webc/HPAwebFile/HPAweb_C/1194947382005.
11. Ciglenecki iza, M.D , Gignoux etienne, M.P.H. Azman S Azman, Ph.D.,et al, :
Effect of Artesunate-Amodiaquine on Mortality Related to Ebola Virus Disease,
NEJM, January 7,2016,p 23-32
12. Uyeki M Timothy MD,MPH,MPP, MehtaK Aneesh MD, et al : Clinical
management of Ebola Virus Diseases in the United States and Europe, NEJM, February
18,2016, p636-646.
13. WHO. 2019. Ebola Virus Disease-Democratic Republic of the Congo. Available
from http://www.who.int/csr/don/21-march-2019-ebola-drc/en/ diakses 3 April 2019

21
14. WHO. 2018. Ebola Virus Disease-Democratic Republic of the Congo. Available :
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/276198/SITREP_EVD_DRC_20181
128-eng.pdf diakses 11 april 2018

22

Anda mungkin juga menyukai