Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterine fibroid.1,3

2.2. Epidemiologi
Kejadian mioma uteri sebesar 20-40 % pada wanita yang berusia lebih dari
35 tahun.Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada
wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun
dan wanita post menopause..2

2.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15.Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu : 2
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah
kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras,
kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang
menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen
dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

2.4. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami
mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian
menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t
(12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam
waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,
telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih
banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena
tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause

4
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia
dini.4

2.5. Klasifikasi mioma uteri


Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena.1
1. Lokasi
• Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa
gejala.

2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3
jenis, yaitu:3
• Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini
dapaat menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari
serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah
yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri
subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi
sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis
submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan
melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.
• Mioma Uteri Subserosa

5
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma
yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
• Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel
apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-
kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan
halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip
potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan
miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi
kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila
terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor
ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran,
meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel
otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan
ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian
besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian

6
darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi
postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi
maligna.

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri.3


2.6. Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : 5
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.

7
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.

2.7. Diagnosis.1
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang
tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.

8
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada
abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.

2.8. Diagnosis banding.2


1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan

2.9. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : 1,2,7
• Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil.
• Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian

9
besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu
kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
• Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini
tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti
daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri
pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai.
• Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : 1,2,8
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah

10
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.

2.10. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan bedah. Penanganan
mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara
cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
1

Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut : 2
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
- Bila anemiadapat dilakukan tindakan berupa transfusi
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan
cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau
pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari
telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis
dalam mengangkat uterus.6

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien
Nama : Ny. Yane (Bingati)
Umur : 51 tahun
Tanggal lahir : 09 July 1968
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Dayak / WNI
Alamat : Danau Rawah Kec. Mantangai, Kab. Kapuas.
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : IRT
Nama suami : Tn. Hayang
Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Dayak / WNI
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Tidak sekolah
Rekam Medik : 33-31-28
Tgl MRS : 21-11-2019

II. Anamnesis (22-11-2019)


Keluhan utama : perut membesar
Perjalanan penyakit :
• Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 21-11-2019 dengan keluhan perut
membesar sejak + 3 tahun yang lalu. Awalnya terasa benjolan kecil diperut
bagian kanan bawah sebesar telur ayam disertai nyeri yang bersifat hilang
timbul dan dirasakan nyeri seperti ditusuk tusuk. 1 tahun ini perut membesar
sangat cepat dan mengalami gangguan saat haid lebih lama dari biasanya
dan nyeri. Dalam sebulan haid sebanyak 1 kali. Setiap haid lamanya 7-9
hari. Setiap hari ganti pembalut 6-8 kali/hari. Darah haid berwarna merah

12
kadang kehitaman dengan volume yang cukup banyak. Riwayat keputihan
tidak ada
• Pasien juga mengeluh rasa penuh dan berat sejak + 1 tahun yang lalu dan
teraba benjolan makin besar pada perut bagian bawah. Gangguan BAK
berupa BAK sering, sedikit-sedikit, nyeri saat/ sebelum/ sesudah BAK tidak
ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB tidak ada.
• Sebelum MRS pasien pernah memeriksakan kesehatannya ke poli penyakit
dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada tanggal 18-11-2019
karena pasien mengatakan sakit perut dan kadang disertai mual-mual + 1
tahun, lalu disarankan oleh dokter spesialis penyakit dalam untuk periksa
USG Abdomen. Dari hasil pemeriksaan USG abdomen di dokter Sp.Rad (di
RSUD dr. Doris Sylvanus) tersebut didapatkan hasil tampak massa besar
memenuhi cavum pelvis dan abdomen bawah dengan ukuran tidak
terjangkau, massa tidak melekat dengan jaringan sekitar dan berbatas tegas.
diagnosis hasil USG abdomen adalah mioma uteri intra mural permagna.
• Kemudian pasien MRS melalui poli kandungan dan direncanakan untuk cek
laboratorium lengkap (hb, leukosit, trombosit, hematokrit.), cek GDS,
Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Albumin, HbsAg, cek Ca 125, cek rapid
anti HIV, serta rontgen thorax, EKG, persiapan rawat inap, persiapan
operasi elektif histerektomi diruangan.

Riwayat menstruasi sebelum terjadi gangguan haid :


- menarche : umur 15 tahun.
- siklus : teratur 30 hari sekali.
- banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)
- lamanya : 7 hari
- HPHT : -
Riwayat penggunaan KB (+), pasien pernah menggunakan pil KB selama 4 tahun
ini.
Riwayat pernikahan : istri ke II kalinya sedangkan suami ke I, pasien menikah
selama 20 tahun.

13
Jumlah anak hidup : 3
Riwayat abortus : pernah 1 kali
Riwayat anak meninggal : pernah 1 kali (bayi meninggal pada usia 1 hari, tetapi
pasien lupa tahun berapa).
Riwayat penyakit dahulu : pernah memiliki benjolan diperut bawah bagian kanan
+ 3 tahunan yang lalu, tetapi hanya diobati dengan meminum obat herbal seperti
akar-akaran atau kulit dari batang pohon yang direbus dan airnya diminum
(alloanamnesis dengan anak pasien). Riwayat menderita asma (+), Pasien tidak
pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular, mioma, dan tidak memiliki riwayat keturunan penyakit seperti yang
diderita pasien.
Riwayat penyakit yang pernah diderita : sakit biasa seperti demam, flu dan batuk.
Riwayat penyakit keganasan pada keluarga : anggota keluarga yang menderita
penyakit keganasan atau tumor disangkal.
Riwayat alergi : tidak ada.

III. Pemeriksaan fisik (25-11-2019)


Status present
Keadaan umum : Tampak tenang disertai rasa lemas.
Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,70 C
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 50 kg
IMT : 20,55 (normal)
Status general
Kepala : Normocephali, rambut hitam.
Mata : Anemis (+/+), ikterik (-/-)

14
Thorak : Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo suara dasar vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Abdomen : Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (+) di regio
Umbilical dan regio hipogastrik.
Ekstremitas : Edema -/-

Status ginekologi
Inspeksi abdomen : Perut tampak buncit, striae gravidarum (-), linea nigra (-),
luka bekas SC (-)
Palpasi abdomen : Tinggi fundus uteri 1 jari di atas simpisis pubis, teraba
massa yang membesar berukuran 20 x 20 cm (panjang x
lebar), konsistensi padat dan bersifat imobile. Nyeri
tekan (+).
Auskultasi abdomen : Bising usus (+) normal.

Genital
Inspekulo :-
VT :-

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (20-11-2019)
Pemeriksaaan Hasil Range
Hb 7,7 gr/dL 11.0-15.0
Ht 37 % 36.0-48.0
Eritrosit - 3.50-5.50
Trombosit 396.000/ uL 150.000-
400.000
Leukosit 5.930 ribu/uL 4.0-10.0
Clotting time (CT) 430 menit 4 – 10

15
Bleeding time 300 menit 1-3

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


GDS 103 mg/dl <200
Ureum 26 mg/dl 21 – 53
Kreatinin 0.97 mg/dl 0,17 – 1,5
SGOT 29 U/L < 31
SGPT 20 U/L <32

Dari hasil pemeriksaan USG abdomen (19/11/19) :


- hasil tampak massa besar memenuhi cavum pelvis dan abdomen bawah
dengan ukuran tidak terjangkau.
- Tidak tampak cairan pada cavum douglas.
- Massa tidak melekat dengan jaringan sekitar dan berbatas tegas.
Kesan : Mioma uteri intra mural permagna.

V. Diagnosis Kerja
Mioma uteri intra mural
Anemia

16
VI. Terapi
 Observasi keadaan umum dan vital sign.

 Pemeriksaan Laboratorium.

 Tranfusi PRC sampai Hb > 11 g/dl


 Inj. Asam mefenamat 3 x 1
 Persiapan untuk dilakukan histerektomi.

VII. Follow Up

Tgl S O A P
21/11/2019 Pusing, Ku / Kes : Sakit Sedang / - Mioma - Observasi keadaan
lemas. CM Uteri umum dan vital sign,
St. Generalis : Intra - observasi
 T : 130 / 80 mmHg mural. perdarahan,
 N : 70 x/mnt - Anemia - observasi anemia
 S : 36,8 - Tranfusi 1 kolf prc

 RR : 20 x/mnt
St. ginekologi :
 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 7,7 gr/dl

Tgl S O A P
22/11/2019 Pusing, Ku / Kes : Sakit Sedang / - Mioma - Observasi keadaan
lemas. CM Uteri umum dan vital sign,
St. Generalis : Intra - observasi
 T : 130 / 70 mmHg mural. perdarahan,
 N : 80 x/mnt - Anemia - observasi anemia
 S : 36,6 - post tranfusi 2 kolf

17
 RR : 20 x/mnt prc
St. ginekologi :
 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 8,8 gr/dl
Leukosit 7, 41
Eritrosit 4, 24
Trombosit 312. 000
Hct 29,3 %

Tgl S O A P
23/11 Pusing Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 ber- St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
kurang,  T : 130 / 70 mmHg Intra - observasi
lemas.  N : 80 x/mnt mural. perdarahan,
 S : 36,6 - Anemia - observasi anemia

 RR : 20 x/mnt - post tranfusi 3 kolf

St. ginekologi : prc

 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 10,5 gr/dl

Tgl S O A P
24/11 Pusing Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 ber- St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
kurang,  T : 140 / 70 mmHg Intra - observasi
masih  N : 80 x/mnt mural. perdarahan,
merasa  S : 36,5 - Anemia - observasi anemia
lemas.  RR : 20 x/mnt - post tranfusi 3 kolf

18
St. ginekologi : prc
 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 10,5 gr/dl
Eritrosit 4, 96
Leukosit 5,12
Trombosit 314.000
Ht 34,7 %

Tgl S O A P
25/11 Rasa Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 lemas St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
ber-  T : 130 / 80 mmHg Intra - observasi
kurang.  N : 86 x/mnt mural. perdarahan,
 S : 36,7 - Anemia - observasi anemia

 RR : 18 x/mnt - post tranfusi 3 kolf

St. ginekologi : prc

 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 10,5 gr/dl
Eritrosit 4, 96
Leukosit 5,12
Trombosit 314.000
Ht 34,7 %

Tgl S O A P
26/11 (-) Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
 T : 130 / 90 mmHg Intra - observasi

19
 N : 76 x/mnt mural. perdarahan,
 S : 36,6 - Anemia - observasi anemia
 RR : 18 x/mnt - post tranfusi 3 kolf
St. ginekologi : prc

 PPV (-) - pro op histerektomi

Laboratorium : - sedia darah 2 kolf

Hb 10,5 gr/dl prc

Eritrosit 4, 96
Leukosit 5,12
Trombosit 314.000
Ht 34,7 %

Tgl S O A P
27/11 (-) Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
 T : 120 / 80 mmHg Intra - observasi
 N : 80 x/mnt mural. perdarahan,
 S : 36,9 - Anemia - observasi anemia

 RR : 18 x/mnt - post tranfusi 4 kolf

St. ginekologi : prc

 PPV (-) - pro op histerektomi

Laboratorium : - sedia darah 2 kolf

Hb 11,4 gr/dl prc

Eritrosit 5, 26 - consul dokter Sp.An

Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %

20
Tgl S O A P
28/11 (-) Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Mioma - Observasi keadaan
/2019 St. Generalis : Uteri umum dan vital sign,
 T : 100 / 80 mmHg Intra - observasi
 N : 72 x/mnt mural. perdarahan,
 S : 36,4 - post tranfusi 4 kolf

 RR : 24 x/mnt prc

St. ginekologi :
 PPV (-)
Laboratorium :
Hb 11,4 gr/dl
Eritrosit 5, 26
Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %
Na 137
K 4,7
Ca 1,16

Tgl S O A P
29/11 (-) Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Post - Observasi keadaan
/2019 St. Generalis : Histerek- umum dan vital sign,
 T : 120 / 80 mmHg tomi - cek ulang darah
 N : 80 x/mnt Total lengkap
 S : 36,9 Salpingio post op laparatomi

 RR : 18 x/mnt Oovorek- explorasi hr ke- O

St. ginekologi : tomi jam 09:30-10:30 wib

 PPV (-) Bilateral - Cefotaxime 1gr

Laboratorium : HTSOB. (2 x 1) I.V

Hb 11,4 gr/dl Hari ke 0

21
Eritrosit 5, 33
Leukosit 10,98
Trombosit 204.000
Ht 36,9 %

Tgl S O A P
30/11 Nyeri Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Post - Observasi keadaan
/2019 luka post St. Generalis : Histerek- umum dan vital sign,
op (+)  T : 130 / 80 mmHg tomi - Cefotaxime 1gr
 N : 76 x/mnt Total (2 x 1) I.V
 S : 36,6 Salping - Ketorolac 30 mg

 RR : 18 x/mnt Oovorek (3 x 1) I.V

St. ginekologi : -tomi

 PPV (-) Bilateral

Laboratorium : HTSOB.

Hb 11,5 gr/dl Hari ke- 1

Eritrosit 5, 26
Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %

Tgl S O A P
01/12 Nyeri Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Post - Observasi keadaan
/2019 luka post St. Generalis : Histerek- umum dan vital sign,
op (+)  T : 130 / 70 mmHg tomi - Cefotaxime 1gr
 N : 80 x/mnt Total (2 x 1) I.V
 S : 36,8 Salping - Ketorolac 30 mg

 RR : 18 x/mnt Oovorek (3 x 1) I.V

St. ginekologi : -tomi - Belajar mobilisasi

22
 PPV (-) Bilateral coba miring kiri dan
Laboratorium : HTSOB. kanan serta belajar
Hb 11,5 gr/dl Hari ke- II duduk.
Eritrosit 5, 26 - Aff dc (+)
Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %

Tgl S O A P
02/12 Keluhan Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Post - Observasi keadaan
/2019 Nyeri St. Generalis : Histerek- umum dan vital sign,
luka post  T : 120 / 80 mmHg tomi - Cefotaxime 1gr
op ber-  N : 80 x/mnt Total (2 x 1) I.V
kurang  S : 36,9 Salping - Ketorolac 30 mg

 RR : 18 x/mnt Oovorek (3 x 1) I.V

St. ginekologi : -tomi - Belajar mobilisasi

 PPV (-) Bilateral coba duduk dan

Laboratorium : HTSOB. berjalan.

Hb 11,5 gr/dl Hari

Eritrosit 5, 26 ke- III

Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %

23
Tgl S O A P
03/12 (-) Ku / Kes : Sakit Sedang / CM - Post - Observasi keadaan
/2019 St. Generalis : Histerek- umum dan vital sign,
 T : 120 / 80 mmHg tomi - Ketorolac 30 mg
 N : 78 x/mnt Total (3 x 1) I.V
 S : 36,5 Salping

 RR : 18 x/mnt Oovorek

St. ginekologi : -tomi

 PPV (-) Bilateral

Laboratorium : HTSOB.

Hb 11,5 gr/dl Hari

Eritrosit 5, 26 ke- IV

Leukosit 8,96
Trombosit 265.000
Ht 36,7 %

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 51 tahun
dengan diagnosa mioma uteri intra mural permagna. Sampai saat ini belum
diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Pasien menarche pada usia 15 tahun dan menikah pada usia 25
tahun, lama pasien menikah 20tahun. Mioma mengandung reseptor
estrogendengan konsentrasi lebih tinggi dibandingmiometrium sekitarnya, namun
lebihrendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan
aktivitas mitotik mioma pada wanita muda, namunmekanisme dan faktor
pertumbuhan yangterlibat tidak diketahui pasti. Progesteron memungkinkan
pembesaran tumor dengancara down-regulation apoptosis tumor. Estrogen
berperan dalam pembesaran tumordengan meningkatkan produksi
matriksekstraseluler. Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche.3
Diagnosa mioma uteri ditegakan berdasarkan gejala yang timbul,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.(6)
Gejala-gejala pada pasien tersebut antara lain gangguan haid berupa menoragia
yaitu perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari
normal (lebih dari 8 hari) dan nyeri dirasakan pada saat haid. Sebab kelainan
ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan
permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang
terganggu.6 Gejala yang lain yaitu rasa penuh, nyeri dan berat pada perut
bagian bawah serta gangguan BAK berupa retensio urine. Gangguan ini
tergantung dari besar dan tempat mioma uteri sehingga menimbulkan gejala dan
tanda penekanan.6
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang
berarti hemodinamik pasien masih baik. Kemudian juga ditemukan fundus uteri

25
1 jari di atas simpisis pubis. Hal ini karena adanya massa mioma yang tumbuh
pada uterus. Pada palpasi abdomen teraba massa mioma berukuran 20 x 20
cm yang berkonsistensi padat dan bersifat imobile dan nyeri tekan (+).
Konsistensi dari mioma bervariasi dari keras seperti batu hingga lembek,
walaupun sebagian besar memiliki konsistensi kenyal seperti karet.8
Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran
tampak massa besar memenuhi cavum pelvis dan abdomen bawah dengan ukuran
tidak terjangkau.Tidak tampak cairan pada cavum douglas. Massa tidak melekat
dengan jaringan sekitar dan berbatas tegas. Kesan : Mioma uteri intra mural
permagna. Pemeriksaan dengan CT scan maupun USG juga dapat dilakukan,
namun lebih mahal dan menghabiskan waktu lebih lama tetapi tidak memberikan
informasi yang lebih daripada USG.(9)

26
BAB V
KESIMPULAN

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi


padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan.
Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien ini adalah mioma uteri melalui
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
Pada anamnesis yang menunjang diagnosis mioma uteri adalah didapatkan
keluhan perdarahan pervaginam. Kemudian dari pemeriksaan fisik ditemukan
ditemukan fundus uteri 1 jari di atas simpisis pubis, kemudian juga teraba massa
mioma berukuran 20 x 20 cm. Pencitraan dengan USG semakin memperkuat
diagnosis mioma uteri dimana terdapat gambaran tampak massa besar memenuhi
cavum pelvis dan abdomen bawah dengan ukuran tidak terjangkau. Massa tidak
melekat dengan jaringan sekitar dan berbatas tegas.
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan transfusi PRC 4 kolf untuk
menstabilkan Hb pasien pre-operasi lalu dilakukan konsul anastesi untuk
mengevaluasi keadaan pasien untuk dilakukan operasi. Dilakukan Histerektomi
Total Salpingo-Ooforektomi Bilateral (HTSOB), karena selain untuk
mengendalikan perdarahan, pasien juga sudah tidak tahan dengan nyeri.
Histerektomi total dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
servisis uteri dan temuan jumlah mioma uteri yang banyak dan ukuran uterus yang
sudah membesar sehingga dikhawatirkan menimbulkan penekanan pada organ
pelvis yang lain.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutoto J. S. M.. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta,
2008.
2. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Ilmu Kedokteran Nusantara
September 2008. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan
Jevuska O. Vol. 38 No. 3, 2008.
3. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M,
Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia :
Lippincott Williams and Willkins, 2011.
4. Suwiyoga K. et all.. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman Diagnosis-
Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS
Sanglah, Denpasar, 2013.
5. Manuaba IBG, Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan,
EGC, Jakarta, 2008
6. Thomas EJ. The etiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 2012.
7. Santon, R., Duenhoelter, J.H., Massa pelvis, Gynecology, EGC, Jakarta,
2013.
8. Stovall et all.,. Benign Diseases of the Uterus – Leiomyoma Uteri and the
Hysterectomy. Clinical Manual Gynecology, Second Edition, Mc. Graw-
Hill International, Singapore. 2012

28
LAMPIRAN

1. Foto USG tanggal 19-11-2019

2. Foto Mioma Uteri post-operasi tanggal 29-11-2019 (1)

29
3. Foto Mioma Uteri post-operasi tanggal 29-11-2019 (2)

30

Anda mungkin juga menyukai