Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN K3

RSIA ADINA WONOSOBO


MANAJEMEN FASILITAS KESELAMATAN
( MFK )
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga
kerja, pimpinan,pasien,pengunjung dan mitra kerja yan lain. Dalm
hubungannya antara pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang
harus dilakukan, salah satunya adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam menjalankan tugasnnya.
Sedangkankewajiban tenaga kerja di antaranya adalah menjalankan dan
mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja hars memakai alat
pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat pelindung diri.
Sementara itu pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri
sehingga pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja untuk
itu maka perlu dibentuk panitia Pembina Keselamatan dan Kerja (P2K3) di RSIA
Adina Wonosobo.
Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan
dukungan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
melibatkan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya
komitmen antara pimpinan, pegawai, dana dan pengelolaan yang baik disertai
pelaksanaan yang berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat
melaksanakan kegiatan K3 sesuai harapan.
Buku Pedoman Pelayanan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3) RSIA Adina Wonosobo Wonosobo ini diharapkan dapat menjadi
acuan yang memberikan kemudahan bagi pimpinan dan pegawai dalam
melaksanakan berbagai program dan ketentuan K3 yang ditetapkan.
Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya
kecelakaan maupun penyakit akibat kerja baik bagi, pekerja, pasien, dan
masyarakat / pengunjung yang berada di RSIA Adina Wonosobo Wonosobo.
Sehingga pada akhirnya, diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan
masyarakat / pengunjung akan merasa aman dan nyaman berada di RSIA
Adina Wonosobo Wonosobo.

B. Tujuan Pedoman
1. Melindungi setiap orang yang berada ditempat kerja agar selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
2. Melindungi bahan dan alat – alat agar dapat digunakan secara aman dan
efisien.
3. Terbentuknya panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan kerja di rumah
sakit melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, dan penyakit
akibat kerja
5. Mengamankan mesin , instalasi, pesawat, alat dan bahan berbahaya
6. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan tercipta penyesuaian
antara oekerjaan dengan manusia atau dengan pekerjaan.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan K3 meliputi aspek – aspek fisik, sarana dan
prasarana, serta SDM yang memadai yaitu :
1. Adanya tenaga terlatih dalam bidang Penanggulangan Kebakaran dan
Evakuasi bencana di RSIA Adina Wonosobo Wonosobo sudah ada
pengorganisasian dalam bidang Penanggulangan Kebakaran dan Evakuasi
bencana dan dalam pelaksanaannya mengacu pada Disaster Plan. Area
beresiko di Rumah sakit.
2. Untuk area beresiko dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Resiko jika terjadi kegagalan utilitas ( Listrik dan air tidak operasional)
yaitu :
1. Laboratorium
2. Radiologi

3. Farmasi
4. Resti
5. Instalasi Bedah Sentral
6. TPS LB3
7. Loundry
8. Genset
9. Logistik
10.Gizi
Laboratorium, radiologi, IBS, IPI dan Farmasi wajib ada UPS untuk
mengantisipasi jika terjadi listrik PLN mati dan genset mengalami
masalah sehingga tidak ada pasokan listrik diarea RS. Untuk itu air jika
ada masalah akan mendapat pasokan dari PDAM kota Wonosobo.
b. Resiko jika terjadi kebakaran yaitu :
1) Instalasi Gizi
2) IPSRS
3) Penyimpanan O2
4) Genset
5) Loundry
6) Farmasi
7) Laboratorium
8) IBS
9) Radiologi
Guna mencegah terjadinya kebakaran maka langkah pertama adalah
perlu dilakukan assesmen kemungkinan kebakaran, pemasangan Sign
K3 dan monitiring serta evaluasi di daerah – daerah yang rawan untuk
terjadi kebakaran.
3. Adanya denah dan tanda-tanda K3 di lingkungan Rumah Sakit.
Untuk keluar bila terjadi bencana diperlukan rambu-rambu / tanda-tanda
khusus sehingga memudahkan untuk evakuasi, antara lain :
a. Rambu-rambu petunjuk arah jalan keluar, alat pemadam api, tempat-
tempat berbahaya, dan tanda-tanda larangan.
b. Denah, marka, tempat alat pemadam api.
c. Ram, lorong-lorong, pintu darurat yang cukup lebar untuk brankart.
d. Lampu darurat yang menyala otomatis.
e. Ruangan darurat untuk lebih dari 60 orang minimal 2 pintu keluar.
f. Pintu-pintu dapat dibuka dari luar.
4. Adanya bidang yang menangani penanggulangan kebakaran
Dalam struktur organisasi / kepanitiaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) di Rumah sakit sudah dibentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan kerja (P2K3) yang dibagi menjadi 4 bidang dan 2 satgas, salh
satunya yaitu satgas penanggulangan Kebakaran dan Bencana yang khusus
menangani / mennagulangi kebakaran dan bencana yang mungkin terjadi di
Rumah sakit.
5. Tersedia APAR
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang ada di
lingkungan Rumah sakit maka disediakan Alat Pemadam Api ringan (APAR)
diseluruh lingkungan Rumah Sakit yang penenmpatannya sesuai dengan
Premenaker No.04/Men/1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan
pemeliharaan APAR yang dalam penerapannya dikondisikan sesuai dengan
keadaan bangunan RSIA Adina Wonosobo Wonosobo. Sedangkan Hydrant
digunakan apabila APAR tidak memadai untuk mengatasi kebakaran.
Deteksi kebakaran diadakan agar sedini mungkin bahaya kebakaran dapat
diketahui dan dilakukan penanggulangannya. Alarm kebakaran sebagai
tanda untuk menunjukan bahwa disuatu tempat tertentu terjadi kebakaran,
memudahkan lokasi yang terjadi kebakaran dapat segera diketahui sehingga
memudahkan tindakan penanggulangannya.

6. Tersedianya alat keamanan pasien


Tingkat ketergantungan dari setiap rumah sakit berbeda – beda, dari tingkat
ketergantungan sebagian kepada perawat sampai tingkat ketergantungan
yang total, misalnya pasien yang tidak sadar.
Dalam penyembuhan penyakit memerlukan tahapan – tahapan dari
duduk , berdiri, sampai dengan jalan yang semuanya itu dibutuhkan
lingkungan dan peralatan yang mendukung keamanan pasien, didalam
ruangan diperlukan adanya.
a. Adanya pegangan sepanjang tangga
b. Toilet dilengkapi exhouse
c. Pintu dapat dibuka dari luar
d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya denga jarak teralis lebih
kecil daripada kepada anak
e. Sumber listrik dilengkapi dengan penutup dan pengaman
f. Tersedia oksigen yang cukup pada tempat yang penting
g. Ada alat penghisap dalam keadaan darurat
h. Adanya listrik pengganti bagi ruangan dan alat medis vital
7. Adanya pemeriksaan kesehatan bagi semua calon pegawai
Rumah sakit merupakan tempat dimana kemungkinan sesuatu penyakit
dapat ditularkan baik dari petugas kepada pasien atau sebaliknya. Dengan
demikian perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi para calon pegawai
agar tenaga yang diterima dalam kondisi kesehatan yang setinggi –
tingginya, tidak terinfeksi penyakit dan cocok untuk pekerjaan yang akan
menjadi tanggung jawabnya. Pemeriksaan calon pegawai meliputi :
a. Pemeriksaaan fisik diagnostic dipoliklinik oleh dokter poliklinik.
b. Pemeriksaan penunjang meliputi
a) Radilologi : foto thorax
b) Laboratorium : darah lengkap, urin lengkap
8. Adanya pemeriksaan khusus bagi pegawai yang bekerja pada tempat yang
beresiko tinggi. Pemeriksaan khusus dimaksudkan untuk menilai adannya
pengaruh – pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan-golongan tenaga kerja tertentu. Dilakukan 1 kali dalam setahun.
Pemeriksaan kesehatan khusus ini dilakukan terhadap :
a. Petugas yang bekerja di keperawatan (IPI, PETUGAS RUANG ISOLASI
dilakukan pemeriksaan rutin yang meliputi HBSAg, Anti HBSAb, Foto
dada)
b. Petugas yang bekerja di Radiologi.
c. Petugas yang bekerja pada bagian Laboratorium (dilakukan pemeriksaan
rutin yang meliputi HBSAg, Anti HBSAb).
d. Petugas pengelola makanan (dilakukan pemeriksaan meliputi swab
dubur, foto dada).
9. Dilaksanakannya pencegahan, pemantauan, dan penatalaksanaan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Rumah sakit sebagai tempat orang memulihkan kesehatannya dari sakit,
tetapi juga sebagai tempat orang bekerja dan beraktivitas. Bagi orang yang
bekerja, tentu ada tempat-tempat dengan resiko tinggi yaitu terjadinya
kontaminasi atau tertular penyakit serta kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja. Upaya meningkatkan kesadaran pegawai untuk mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja dan atau kecelakaan kerja dilakukan
dengan cara mengefektifkan pemakaian alat pelindung diri bagi pekerja,
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan penggunaan alat sesuai
dengan manual yang telah ditetapkan.
Efektivitas pelaksanaan tugas pekerjaan tersebut dapat terjadi, apabila
P2K3 selaku penanggungjawab terselenggaranya kesehatan kerja di rumah
sakit, secara berkesinambungan memantau pelaksanaan kerja yang sehat
sebagaimana telah ditetapkan dalam ketentuan.

Penatalaksanaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dilakukan


dengan pencatatan yang telah dilakukan oleh P2K3, dalam form yang telah
disediakan. Hasil pencatatan dalam pelaksanaan pekerjaan menjadi bahan
evaluasi, agar kejadian yang serupa tidak terjadi lagi dalam proses
pekerjaan selanjutnya.
10.Adanya ketentuan tentang pengadaan, penyimpanan, dan pengelolaan jasa
dan bahan berbahaya.
Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung. Mengingat resiko
yang ditimbulkan akibat bahan berbahaya tersebut, maka ketentuan di
dalm hal pengadaan dan penyimpanan bahan berbahaya mengacu kepada
Permenkes 472/MENKES/PER/V/1996 tentang Pengadaan Bahan
Berbahaya bagi Kesehatan.
11.Adanya Pemantauan Kesehatan Lingkungan
Pemantauan kesehatan lingkungan kerja dilakukan terhadap faktor-faktor :
fisik, kimiawi, biologis, dan ergonomis, yang mempengaruhi kesehatan kerja.
Hal tersebut perlu dilakukan karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi
kesehatan kerja para pegawai dalam bentuk kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Pemantauan lingkungan kerja meliputi :
a. Faktor Fisik : Kebisingan, paencahayaan, listrik, panas getaran, suhu,
kelembaban, dan radiasi.
b. Faktor Kimiawi : gas anesthetic, cairan anestetic, fromaldehid, mercury,
debu.
c. Faktor Biologi : pemantauan rutin kadar HbSAg, pemeriksaan angka
kuman di ruangan khusus (IBS, KST, Ruang bayi & IPI), pemeriksaan
makanan dan pemeriksaan IPAL.
d. Faktor Ergonomis : perencanaan tangga, cara mengangkat beban,
memindahkan pasien, memberi makan pasien, pekerjaan yang dilakukan
dengan duduk.
12.Pengelolaan Sanitasi Rumah Sakit.
a. Penyehatan Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
1) Pemeliharaan ruang dan bangunan :
a) Kegiatan pembersihan ruand dilakukan pada pagi hari, siang, dan
sore hari.
b) Cara membersihkan ruangan yang menebarkan debu harus
dihindari, masing-masing ruang dilengkapi dengan perlengkapan
kebersihan sendiri-sendiri.
c) Petugas kebersihan dalam menjalankan tugasnya harus
menggunakan APD yang telah disediakan.
2) Pencahayaan
a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak
menimbulkan silau dan intensitasnya disesuaikan dengan
peruntukannya.
b) Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk
menjamin keamanan.
3) Penghawaan
a) Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem
silang (cross ventilation) dan dijaga kebersihannya agar udara
tidak terhalang.
b) Untuk mengurangi kadar udara dalam ruangan (indoor), 1 kali
dalam 1 bulan supaya didesinfeksi dengan menggunakan aerosol
atau disarung dengan electron presipitator/ menggunakan
penyinaran ultra violet.
c) Untuk pemantauan kualitas udara ruang minimal 2 kali setahun.

4) Kebisingan
Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga
kamar dan ruangan memerlukan suasana terang terhindar dari
kebisingan
5) Lalu lintas antar ruangan
a) Pembagian ruangan dan lululintas antar ruangan harus didesain
sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan,
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan
serta menghindari resiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
b) Penggunaan tangga dan lift harus dilengkapi dengan sarana
pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk
penggunaan yang mudah dipahami oleh pengguna, atau untuk lift
dengan 4 (empat) lantai harus dilengkapi dengan ARD (Automatic
Reserve Devided, yaitu alat yang bisa mencari lantai terdekat bila
listrik mati).
c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangakau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan
dilengkapi dengan tangga darurat.
d) Fasilitas Pemadam Kebakaran.
b. Persyaratan Higience dan Sanitasi Makanan dan Minuman
1) Bahan makanan atau minuman jadi yang berasal dari instalasi gizi
harus diperiksa secara fisik dan secara periodik minimal 1 tahun
sekali diambil sampelnya untuk konfirmasai laboratorium.
2) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terpelihara dan dalam
kondisi bersih, terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya,
serangga dan hewan lainnya.
3) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran (dengan
menggunakan kereta dorong khusus).
4) Tempat pengolahan makanan bersih dan bebas debu.
5) Asap dikeluarkan melalui cerobong asap yang dilengkapi dengan
sungkup asap.
6) Penjamah makanan harus sehat dan dilakukan pemeriksaan secara
berkala.
7) Penjamah makanan harus menggunakan perlengkapan pelindung
pengolahan makanan (celemek/apron, penutup rambut dan mulut).
8) Selama melakukan pengolahan makanan harus dilakukan :
terlindung kontak langsung dengan tubuh (menggunakan sarung
tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan sejenisnya).
c. Penyehatan Air termasuk Kualitasnya
1) Kualitas air minum harus sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI no: 492/MENKES/PER/IV/2010; tentang syarat-syarat
kualitas air minum
2) Jumlah kebutuhan air bersih harus mencukupi yaitu 500 l/tt/hari.
3) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan setiap bulan sekali (untuk
pemeriksaan mikrobiologis) dan 3 bulan sekali untuk (pemeriksaan
kimiawi).
4) Pengambilan sampel air bersih untuk pemeriksaan mikrobiologi
diutamakan pada kran instalasi gizi, kamar bedah, kamar bersalin,
kamar bayi, tempat penampungan (reservoir), ruang makan, secara
acak pada kran-kran distribusi, pada sumber air dan titik-titik yang
rawan menimbulkan pencemaran.
d. Penanganan Limbah
1) Tempat sampah harus terbuat dari bahab yang kuat, cukup tinggi,
tahan karat, kedap air, mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya dan tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa
mengotori permukaan tangan.

2) Sampah yang dihasilkan rumah sakit dapat dibedakan menjadi 2,


yaitu :
a) Sampah infektius (warna kantong plastik kuning)
b) Sampah umum (warna kantong plastik hitam)
3) Sampah yang dihasilkan diangkat setiap hari.
4) Harus tersedia incinerator untuk melakukan pembakaran/
pemusnahan sampah medis rumah sakit.
5) Untuk limbah cair, limbah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan
pelayanan rumah sakit harus dialirkan dalam kondisi tertutup, kedap
air, dan dapat mengalir dengan lancar.
6) Limbah diolah dalam IPAL
7) Kualitas effluent air limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus
memenuhi standard baku mutu lingkungan yang berlaku.
e. Pengelolaan Tempat pencucian Linen
1) Di ruang linen harus disediakan ruang yang terpisah sesuai dengan
kegunaannya:
a) R. Linen kotor
b) R. Linen bersih
c) R. Untuk perlengkapan kebersihan
d) R. Perlengkapan cuci
e) Ruang kereta linen
f) Kamar mandi/WC tersendiri untuk petugas pencucian umum
g) Ruang peniris/pengering untuk alat-alat dan linen
2) Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan linen kotor
sampai linen bersih terhindar dari kontaminasi silang.
3) Harus disediakan tempat cuci petugas, untuk mencegah terjadinya
kontaminasi linen bersih
4) Bak air yang ada harus selalu dibersihkan untuk mencegah
perindukan minimal seminggu sekali
5) Pengendalian binatang penggangu, serangga dan tikus
a) Kontruksi rumah sakit dibuat sedemikian rupa untuk
menghindari terjadinya perkembangbiakan serangga, tikus dan
binatang penggangu lainya, antara lain setiap lubang pada
bangunan harus dipasang alat penghalang agar binatang/
serangga / tikus tidak masuk kedalam ruangan
b) Setiap saranan penampungan air harus bersih / dikuras
sekurang – kurangnya seminggu sekali untuk mencegah
berkembangiakan nyamuk (aedes aegepty)
c) Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu lainya
dengan mengunakan pestisida harus dilakukan dengan hati-hati
d) Cara lain adalah dengan memasang perangkap

f. Dekontaminasi Melalui Sterilisasi dan Desinfeksi

Semua peralatan kedokteran / keperawatan dibedakan menurut kriteria Spaulding

1) Peralatan kretikal : steril


2) Peralatan semi kretikal : minimal desinfeksi tingkat tinggi
3) Peralatan non kretikal : desinfeksi

g. Perlindungan Radiasi

1) Tindakan pencegahan radiasi harus mencakup upaya pemindahan dan


pengamanan bahan yang memancarkan radiasi, mengamankan pekerja yang
bekerja dengan radiasi. Pengawasan kontaminasi udara :
a) Kontaminasi udara di tempat kerja harus diupayakan seminimal mungkin.
b) Perlengkapan proteksi radiasi khusus harus dalam keadaan baik, diperiksa
dan diuji secara berkala.

c) Harus selalu diusahakan agar memenuhi ketentuan keselamatan kerja


terhadap perlengkapan radiasi.
d) Harus dilakukan pemantauan perorangan (minimal 1 bulan sekali) untuk
melihat tingkat paparan radiasi dan selanjutnya membatasi jumlah paparan
dan diusahakan dibawah NAB.
e) Pada saat pemasangan pesawat radiasi, ukuran, bentuk, dan intensitas
radiasi dapat diketahui. Karena itu dapat ditentukan daerah yang
menerima/yang bebas radiasi.
f) Pelayanan pemantauan menjadi tanggungjawab dan wewenang BATAN.
g) Perlengkapan dan peralatan untuk pengamanan bahan yang memancarkan
radiasi adalah sebagai berikut;
(1) Monitor perorangan
(2) Survey meter
(3) Alat untuk mengangkat dan mengangkut
(4) Pakaian kerja
(5) Dekontaminasi kit
(6) Alat pemeriksaan tanda-tanda radiasi
2) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan
a) Pegawai
b) Pasien
c) Pengunjung
d) Masyarakat sekitar

13. Adanya Pengelolaan, pemeliharaan, dan sertifikasi sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan.

a. Pemeliharaan dan pengelolaan peralatan rumah sakit dilakukan oleh Bagian


Instalasi Pemeliharaan Sarana yang meliputi :
1) Kalibrasi alat
2) Program dan prosedur pemeliharaan
3) Manual penggunaan alat
4) Prosedur pemeliharaan APD
b. Sarana dan Prasarana Non Medis
1) Program pemeliharaan
2) Manual penggunaan alat
3) Prosedur pemeliharaan APD
c. Sertifikasi dan Prasarana
1) Fisik dan Bangunan IMB dan HO
2) Perijinan dan Sertifikasi Rekomendasi dinas Kebakaran, ijin pemakaian diesel,
ijin instalasi petir, ijin operasional rumah sakit, ijin instalasi listrik, ijin
Penggunaan Radiasi.

14. Pengelolaan limbah padat dan cair

a. Tersedia tempat sampah minimal 1 (satu) buah disetiap kamar atau radius 10
meter dan radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka.

b. Sampah rumah sakit dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

1) Sampah umum ; yaitu untuk mengelola sampah umum perlu disediakan tempat
pembuangan akhir, selanjutnya sampah yang sudah terkumpul tersebut
diangkut/ dibuang oleh petugas DPU ke Pembuangan Sampah Akhir.

2) Sampah Medis

Sampah medis yang dihasilkan di rumah sakit, harus dimusnahkan dengan cara
dihancurkan/dibakar di incinerator, sehingga dihasilkan debu yang tidak lagi
berbahaya/infektius, tetapi perlu pengelolaan lebih lanjut yaitu dengan
mengumpulkan sampah/debu ke dalam tempat khusus sehingga mudah dalam
pembuangan.

3) Semua limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan di RS, disalurkan
ke IPAL dengan cara mengalirkan air limbah melalui saluran tertutup. Air
limbah yang telah diproses dalam IPAL dibuang ke lingkungan/badan air. Air
limbah yang dibuang ke badan air harus memenuhi standard baku mutu
lingkungan .

15. Pengelolaan Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan RSM bersumber dari :

a. Hasil kegiatan instalasi gizi


b. Gas anestesi di kamar bedah

D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Undang-Undang
No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen
K3.
5. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
6. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Ling kungan Kerja Perkantoran dan Industri
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan lingkungan
Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007
tentang Pe – doman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 ten- Tang standar kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit

BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Dalam melaksanakan kegiatan K3 di RSIA Adina Wonosobo dilaksanakan
secara terintergrasi oleh P2K3
Distribusi tenaga kualifikasi dijabarkan dalam tabel berikut
Tabel pola ketenagaan P2K3 RSUD Krt Setjoegoro

NAMA JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI JUMLAH


KEBUTUHAN

Ketua P2K3 Pelatihan K3 1


umum/RS

Sekertaris Pelatihan K3 umum 1


Pelatihan K3 lanjutan

Bidang 1 Pelatihan K3 umum 2


Pelatihan K3 lanjutan

Bidang 2 Pelatihan K3 umum 2


Pelatihan K3 lanjutan

Bidang 3 Pelatihan K3 umum 1


Pelatihan K3 lanjutan

Bidang 4 Pelatihan K3 umum 1


Pelatihan K3 lanjutan

Komandan satgas Pelatihan K3 umum 1


evakuasi Pelatihan K3 lanjutan

Komandan satgas Pelatihan K3 umum 1


kebakaran Pelatihan K3 lanjutan

B. Distribusi Ketenagaan
Ketua P2K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan
sekertris P2K3 dan dibanerkait jobdestu oleh tim. Kegatan surveilers, audit,
pelaporan KAK dan PAK dilakukan ole atau dipah HRD melalui koordinasi
ngdengan ketua P2K3. Untuk pengumpulan data HRD juga mengumpulkan
idari masing-masing bidang dan komandan satgas wajib membuat program
lkerja dan SPO terkait jobdesknya masing-masing. Dalam pelaksanaannya
dibantu oleh Ketua dan Wakil P2K3
C. Pengaturan Jaga
Tim p2k3 terdiri dari ketua 1 orang, sekertaris 1 orang, bidang 1 dua
orang,bidang 2 dua orang,bidang 3 dua orang,bidang 4 dua orang, untuk
jadwal P2K3 sesuai dengan jadwal jaga/jam kerja masing-masing personil atau
dipangil sewaktu-sewaktu bila ada maslah tentang K3.

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Terlampir
B. Standar Fasilitas
Saranan yang diperlukan adalah :
1. Ruang Sekertariat
2. Komputer dengan printer
3. Internet
4. Line telepon dengan nomor khusus(keadaan darurat)
5. Telpon untuk intern dan ektern
6. Rak alat
7. Rak buku
8. APAR dan aksesorisnya(fire hose,nozzle,safety shoes,helmet,dll)
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Beberapa elemen sistem manajemen K3 yang digunakan RSIA Adina Wonosobo


Wonosobo adalah sebagai berikut :

A. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan


Semua orang yang bekerja dilokasi kami mempunyai hak untuk medapatkan
lingkungan / kondisi kerja yang aman dan sehat dan mempunyai kewajiban
untuk memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan berperilaku yang
bertanggungjawab. Kami melihat K3 sebagai nilai bisnis utama yang
diintegrasikan pada seluruh kinerja bisnis. Setiap cidera atau kasus sakit
akibat hubungan kerja, dapat dihindari dengan sistem kerja,peralatan,training
dan supervisi yang tepat. Manajemen K3 kontruksi komisioning dan
perencanaan secara keseluruhan dari organisasi dan pemeliharaan. Semua
kegiatan operasional kami harus secara kontinyu meningkatkan kinerja K3.

B. Peran dan Tanggung Jawab utama


Setiap manager disemua jenjang menjamin kesehatan dan keselamatan untuk
orang-orang yang ada ditempat kerja dibawah tanggung jawabnya. Manager
harus menerapkan kebijakan dan pasien dalam area kontrol dan pengaruhnya.
Chief Executive officer(CEO) memikul tanggung jawab ini pada level group, ia
mendukung dengan tingkat kepedulian yang tinggi untuk menjamin bahwa
dalam tiap divisi dan unit bisnis manajemen memiliki otoritas keahlian dan
sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

C. Proses dan Alat Utama pada tingkat peusahaan


Divisi memiliki suatu sistem Manajemen K3 untuk memastikan adanya
peningkatan kinerja secara berkesinambungan. Hal ini didasarkan pada
kebijakan K3 yang merefleksikan kebijakan perusahaan dalm hal prinsip-
prinsipnnya,kerangka kerja,tanggung jawab,koordinasi dan pengawasan,
kewajiban ini mencakup Unit baru yang bergabung dengan perusahaan.
Sumber daya tertentu seperti manusia, keuangan di dedikasikan dan di
identifikasikan guna mencapai target.

D. Analisa Resiko
Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di
identifikasikan secara baik, terkontrol dalam organisasi,dll. Pegawai, kontraktor
dan konsumen berhak dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang
ada dan langkah – langkah yang diambil untuk mengeliminasi atau
meminimalkannya. Suatu sistem monitoring dan kesiagaan/ alert dipastikan
tersedia, yang akan memastikan adanya kontrol pada resiko tingkat
manajemen sesuai tingkat keseriusannya.

E. Audit dan Inspeksi Keselamatan


Audit dan inspeksi direncankan dan dilakukan secara reguler. Audit dan
inspeksi dilaporkan dan digunakan untuk tindakan korektif dan preventif, yang
dikelola dengan cara yang sama seperti yang dilakukan saat analisa suatu
cidera. Inspeksi dan audit ini dilakukan oleh Manajemen tingkat lini yang
dilatih untuk tujuan tersebut mencakup juga tingkat Managemen Atas. Personil
dilibatkan sebanyak mungkin dalam audit dan inspeksi ini. Sebagai tambahan
audit internal ini, diperlukan adanya audit silang antara lokasi kerja yang
berbeda yng menggunakan apa yang disebut teknik “fresh view”
F. Analisa dan Pencatatan Kecelakaan Kerja
Cidera kejadian hampir celaka/near miss atau ganguan fungsi apapun
merupakan subjek dari suatu penyelidikan yang mendalam dan metodis, yang
dilakukan oleh Manager (disektor yang menjadi tanggung jawabnnya). Dengan
bantuan dari staff/ unit keselamatan dan personil yang terluka atau terlibat.
Laporan harus dibuat dan memuat detail apa yang terjadi dan tindakan yang
diambil (atau yang dilakukan dan skala waktunya) untuk mencegah terulang
kembali. Usaha investigasi harus proposional pada resiko potensial. Pelaporan
dan komunikasi mengenai cidera harus sesuai dengan arahan Group dan
Divisi. Komite Manajemen K3 wajib secara regular memeriksa relevansi
tindakan yang diambil dan menjamin bahwa tindakan tersebut dilakukan.

G. Pencegahan dan Kontrol resiko Peralatan Menetap dan Bergerak


Instalasi baru didesain dan dibangun dengan mempertimbangkan keamanan
operasi dan keamanan personil perawatan. Instalasi dan peralatan yang
bergerak harus dipelihara secara efektif,diuji dan dilakukan inspeksi.
Merupakan subjek untuk dikontrol secara rutin.

H. Alat Pelindung Diri (APD)


APD guna keperluan kerja harus di identifikasi, kondisi dimana APD harus
dikenakan harus ditentukan dan direncanakan secara sesuai dan dirancang
meliputi training dan pengawasan untuk menjamin APD dikenakan.

I. Instruksi, peraturan dan prosedur


Intruksi peraturan dan prosedur dibuat sehingga pekerjaan dapat dilakukan
secara aman, tanpa resiko pada kesehatan, dan sesuai dengan penilaian resiko
akan bersifat :
1. Tertulis
2. Selalu disesuaikan/diperbaharui
3. Sesuai dengan peraturan hukum/regulasi
4. Realistik
5. Diketahui dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat
6. Ditindak lanjuti dan dihargai

J. Program Tanggap Darurat


Semua lokasi kerja harus memiliki rencana tanggap darurat yang berhubungan
dengan sifat operasi mereka dan resiko yang telah dinilai. Rencana ini
diperbaharui jika diperlukan dikomunikasikan dan dipraktekan secara rutin.
Latihan wajib dilakukan dan dilatih secara rutin mencakup skenario yang
direncanakan atas resiko yang berpotensi tinggi.

K. Pelatihan dan komunikasi pelatihan


Rencana program yang sesuai harus dibuat untuk menjamin semua personil
memiliki kompentensi dalam bidang K3, ini mencakup tersedianya pelatihan
dan perlunya pengalaman yang sesuai.
Pelatihan Keselamatan meliputi :
1. Pelatihan perilaku selamat dan mengapa K3 merupakan hal yang penting
2. Pelatihan Manajemen K3
3. Pelatihan penilaian resiko
4. Pelatihan mengenai prosedur dan metode
5. Pelatihan pengunaan peralatan kerja
6. Pelatihan guna mendapatkan otoritas dan lisensi
ini menyakut semua personil seperti :
1. Pegawai baru dan pegawai tidak tetap
2. Staff yang telah ada (penempatan kembali,promosi, tranfer, mutasi)
3. Manajemen (audit,investigasi,tindakan pencegahan,rapat untuk
memfasilitasi,dll) kontraktor sesuai keperluan

Semua pelatihan keselamatan terdata, khususnya pada file pribadi secara rutin
harus dikaji ulang.
Pelatihan Komunikasi meliputi :
Komunkasi merupakan suatu faktor penting dari program keselamatan harus
mencakup informasi mengenai program keselamatan khusus setiap lokasi,
umpan balik dalam hal kinerja dan tindakan yang diambil,mempelajari hal
penting guna mencegah kecelakaan. Hal ini akan mendukung arus informasi
yang bebas(dari atas kebawah dan sebaliknya.

BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama
untuk rumah sakit dan keselamtan pasien juga merupakan prioritas utama karena
terkait tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan
terkait dengan mutu dan citra rumah sakit , disamping itu keselamtan pasien juga
dpat mengurangi KTD di rumah sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien
yaitu :
1. Tepat identifikasi Pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Keselamatan pasien di K3 meliputi pemeliharaan tempat tidur pasien dan
pengadaan bel disemua toilet. Berikut ini adalah standar keselamatan pasien
berdasarkan K3 di RSIA Adina Wonosobo.

NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR

2. Pemeliharaan tempat tidur 100% (214) Pemeliharaan bed


pasien tempat tidur
pasien/jumlah
tt tidur x 25

3. Pengadaan bel ditoilet 100% Pemasangan bel Belum


pasien terpasang

4. Pemasangan CCTV 100 % Di 10 titik Belum


terpasang

5. Penggantian papan code 100 % Di area lantai terpasang


red gedung barat
dan gedung
timur

6. Pemasangan karpet
pengaman

BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisir


kerugian yang timbul akibat PAK dan KAK. Perlindungan tenaga kerja serta
pemenuhan peraturan perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Perekonomian
global telah menstadarkan ISO baik seri 9000 maupun seri 14.000, kriteria yang
ditetapkan antara lain kualitas produk atau jasa / pelayanan yang tinggi, keamanan
pada tenaga kerja dan konsumen atau pasien serta ramah lingkungan. Fungsi
manajemen yang dikemukakan ahli mengacu kepada tigas fungsi pokok manajemen
yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan atau pengendalian.
Fungsi manajemen lainya disesuaikan denga falsafah RS yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan manajemen Hiperkes dan K3 RS merupakan bagian integral dari
perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh yang dilandasi oleh
komitmen tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.

NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR


1. Kepatuhan pemakaian 90% Pemakaian APD Kegiatan yang
APD sesuai standar diaudit

2. Tersedia APAR 100%(9 APAR) Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan
APAR di RS APAR di RS

3. Tersedia Alarm kebakaran 100% (0 alarm) Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan
alarm di RS alarm di RS

4. Tersedia alat Komunikasi 100% Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan alat
alat komunikasi komunikasi di
di RS RS

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu dalam bidang P2K3 meliputi standar pelayanan yang


ditentukan kementrian kesehatan dan indikator kinerja yang telah dibuat
Berikut ini adalah standar pengendalian mutu P2K3

INDIKATOR P2K3

NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR

1. Kepatuhan pemakaian 90% Pemakaian APD Kegiatan yang


APD sesuai standar diaudit

2. Pemeliharaan tempat tidur 100% (214) Pemeliharaan bed


pasien tempat tidur
pasien/jumlah
tt tidur x 100

3. Pengadaan bel ditoilet 100% Pemasangan bel Bel yang


pasien terpasang

4. Tersedia APAR 100%(9 APAR) Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan
APAR di RS APAR di RS

5. Tersedia Alarm kebakaran 100% (0 alarm) Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan
alarm di RS alarm di RS

6. Tersedia alat Komunikasi 100% Jumlah Standar


ketersediaan penyediaan alat
alat komunikasi komunikasi di
di RS RS

Standar Pelayanan Minimal P2K3

NO INDIKATOR STANDAR

1 Adanya anggota tim P2K3 yang terlatih 90%

2. Ketersediaan APD di setiap instalasi / departemen >60%

3. Rencana program P2K3 Ada

4. Pelaksanaan program P2K3 sesuai rencana 100%

5. Pengunaan APD saat melaksanakan tugas 100%

BAB IX
PENUTUP

Tujuan manajemen fasilitas keselamatan dan K3RS adalah melindungi petugas


RS dari resiko PAK/KAK serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, baik
dimata konsumen maupun pemerintah. Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat
tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan pihak direksi. Oleh karena itu, pihak
direksi harus paham tentang kegiatan, permasalahan dan terlibat langsung dalam
kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3 di rumah sakit ditujukan pada 3 hal utama yaitu
SDM, lingkungan kerja dan pengorganisasian K3 dengan mengalakkan kinerja
P2K3( Panitia Pembina atau Komite K3) di RS.

Anda mungkin juga menyukai