Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diare merupakan salah satu penyakit infeksi pada balita (Sanusingawi,


2011) . Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita
yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus
penyebab diare. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan,
bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan
tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan
berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara
satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan
(Soegijanto, 2002). Diare umumnya disebabkan oleh beberapa kuman usus,
yaitu rotavirus, escherichia coli, shigella dan salmonella. Penyakit diare
masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia terutama pada anak-anak.
Kurang lebih 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan.Penyebab utama kematian pada diare adalah karena
dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit (Sodikin, 2011) Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare seperti:
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan, menggunakan botol susu yang kurang bersih, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, air minum tercemar dengan bakteri tinja,
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum menjamah makanan (Nursalam, 2001).
UNICEF (badan perserikatan bangsa-bangsa untuk urusan anak)
memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia
karena diare. Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di
Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare (DepKes RI.,
2008)Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23
bulan (10,4%), laki-laki (7,0%), tinggal di daerah perkotaan (6,7%), dan
kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,8%) (Santoso, Budi,
2013).Insiden diare di Indonesia adalah 7,0 % (kisaran Provinsi 3,4%-
14,7%). Secara nasional angka kematian pada KLB diare pada tahun 2014
sebesar 1,14%. Target yang diharapkan <1%, dengan demikian CFR KLB diare di
indonesia tidak mencapai program (Kemenkes RI, 2015). Penyakit diare masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di
Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun
2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun
2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi
KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100
orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) Salah
satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat
dan tepat. Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan
apakah responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu
bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah dalam
satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali sehari dengan
kotoran lembek/cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah minum
oralit atau cairan gula garam. Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% -
18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta
(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD,
Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua) (buletin diare)
Penyakit saluran pencernaan seperti Diare masih cukup tinggi ditemukan
di Provinsi Bali. Pada tahun 2015 diperkirakan jumlah target penemuan kasus
diare sekitar 88,870 orang meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 87.845
orang, hal ini dikarenakan perumusan target penemuan kasus berdasarkan jumlah
penduduk {10% X (jumlah penduduk/1000)X Angka Kesakitan (214)}.
Sementara kasus Diare PROFIL KESEHATAN DINAS KESEHATAN
PROVINSI BALI 38 yang tertangani sebanyak 79.254 kasus (89,2%) meningkat
dari tahun 2014 sebesar 79,5%, dan angka kesakitan diare 214 per 1000 penduduk
(dinas kesehatan prov bali, 2017)
Angka kesakitan karena Diare di Kabupaten Karangasem tahun 2016
sebesar 270 per 1.000 penduduk mengalami peningkatan dari tahun 2015 yang
mencapai 214 per 1.000 penduduk. Target penemuan kasus diare adalah 11.091
kasus, sedangkan kasus yang ditangani sebanyak 7.164 atau sebesar 64,6%. 0 20
40 60 80 100 120 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Kasus Baru 110 74 86 97 92
72 Persentase Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem Profil Kesehatan
Kabupaten Karangasem Tahun 2016 20 Penemuan Diare pada balita pada tahun
2016 sebanyak 1.794 orang atau sebanyak 51,75% dari target penemuan kasus
diare balita (3.463 orang). Penemuan ini menurun dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu sebanyak 2.160 orang (51,80%). Angka kesakitan diare balita
tahun 2016 adalah 843 per 1000 balita. Tahun 2016 tidak ada kematian oleh
karena diare (CFR=0%) hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kasus baik
di puskesmas maupun di Rumah Sakit sudah sangat baik.(Dinkes, 2017) Dari
hasil survey di puskesmas selat angaka kejadian diare pada tahun 2017 dari usia 0
sd 14 tahun sebanyak 134 orang dan meningkat pada tahun 2018 289 0rang .
Sebagian besar gejala diare dapat diatasi dengan menjaga kebersihan dan
mengolah makanan yang sehat dan bersih, tetapi sebagian ibu yang
mempunyai balita dengan diare mengalami kesulitan atau tidak dapat
mengatasi dan memanajemen untuk penanganan diare karena kurangnya
pengetahuan ibu mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan diare.
Namun, jika dalam tatalaksana perawatan dan penanganan diare yang tidak tepat
maka akan berdampak pada munculnya komplikasi serius yaitu asidosis
metabolik dan gangguan elektrolit yang dapat mengakibatkan perdarahan di
dalam otak, kesadaran menurun dan balita dan bila balita tidak segera ditolong
maka akan berakibat fatal pada balita yaitu kematian (Erich,2007). Komplikasi
yang dapat terjadi jika pasien dehidrasi karena diare adalah renjatan
hipovolemik, hipokalemia, hipotoni otot, kelemahan, bradikardia, dan
perubahan pada pemeriksaan EKG, hipoglikemia, kejang, malnutrisi energi
protein (Dewi, 2010). Penyakit diare dapt menyebabkan kematian jika
dehidrasi tidak diatasi dengan tepat. Dehidrasi dapat terjadi pada pasien diare
karena usus bekerja tidak optimal sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang
terlarut didalamnya keluar bersama feses sampai akhirnya tubuh kekurangan
cairan atau dehidrasi (Lolopayung, Mardayani, 2014). Kehilangan cairan tubuh
biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit. Dehidrasi dapat
dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya. Kadar natrium
serum merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal,
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang
hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan
hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi,
penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien Pada tahap
awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL 20 mL/kgBB
sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L)
harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defi
sit natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut)
x volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah
memberikan dextrose5% dalam NaCl 0,9% sebagai cairan pengganti. Kadar
natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan disesuaikan untuk
mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam). Koreksi kondisi
hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah mielinolisis pontin
(kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara parsial
menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L) direkomendasikan untuk
menghindari risiko ini.(eri leksana, 2015). Peningkatan kejadian diare yang terjadi
di Kabupaten Karangasem tahun 2016 sebesar 270 mengalami peningkatan dari
tahun 2015 yang mencapai 214 begitu juga di Puskesmas Selat dari tahun 2017
sebanyak 134 orang dan meningkat pada tahun 2018 289 0rang dengan tanda
gejala dehidrasi sehingga perlunya peningkatan kesiapan keluarga dalam
pemberian cairan.
Berdasarkan peran perawat yanng ada, hal yang penting dilakukan adalah
mengetahui faktor resiko dalam keajadian diare pada anak, diharapkan dapat
mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan cairan pada anak sehingga
kematian pada anak karena diare dapat di cegah. Berdsarkan latar belakang di atas
penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan judul “ Gambaran
Asuhan Keperawatan Pada Anak Diare Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan
Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD Kesehatan Puskesmas Selat”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “ Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Diare
Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di
UPTD Kesehatan Puskesmas Selat ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai
berikut:
1. Tujuan Umum
Menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada Anak Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD
Kesehatan Puskesmas Selat.
2. Tujuan Khusus
a. Gambaran pengkajian pada klien Diare Dengan Masalah Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD Kesehatan
Puskesmas Selat
b. Gambaran pengkajian keperawatan pada klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD
Kesehatan Puskesmas Selat.
c. Gambaran diagnosa keperawatan pada klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD
Kesehatan Puskesmas Selat
d. Gambaran intervensi keperawatan pada klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD
Kesehatan Puskesmas Selat
e. Gambaran implementasi atau tindakan keperawatan pada klien Diare
Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan
Cairan di UPTD Kesehatan Puskesmas Selat
f. Gambaran hasil evaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien Diare Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan Peningkatan
Keseimbangan Cairan di UPTD Kesehatan Puskesmas Selat

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti mengenai
asuhan keperawatan pada klien Diare Dengan Masalah Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD Kesehatan
Puskesmas Selat.
b. Bagi klien dan keluarga
Sebagai pedoman klien dan keluarga untuk mendukung anggota keluarga
yang menderita klien Diare Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan
Peningkatan Keseimbangan Cairan di UPTD Kesehatan Puskesmas Selat.
c. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau
pertimbangan bagi petugas kesehatan di UPTD Kesehatan Puskesmas
Selat untuk meningkatkan kualiats kesehatan untuk masyarakat dengan
melakukan penyuluhan lebih lanjut klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan.
2. Manfaat teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
b. Dapat dijadikan data bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan sehingga peneliti selanjutnya menjadi lebih sempurn
Dep Kes RI. (2008). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kesehatan.

Dewi, V. N. L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. jakarta: salemba medika.

dinas kesehatan prov bali. (2017). profil kesehatan provinsi bali.

Dinkes. (2017). profil kesehatan kabupaten karangasem.

eri leksana. (2015). strategi terapi cairan pada dehidrasi. CDK-224, 42 no 1.

Kemenkes RI. (2015). Situasi diare di Indonesia. Jurnal Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Lolopayung, Mardayani, A. M. (2014). Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink dan Probiotik


pada Penanganan Pasien Diare Anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun
2013. Inggrid Faustine. 2014 Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(1): .

Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodelogi Riset Keperawatan. jakarta: CV. Agung
Sentosa.

Santoso, Budi, dkk. (2013). Kementrian Kesehatan RI, Pokok-pokok Hasil Riskesdas
Provinsi Jawa Tengah 2013.

Sanusingawi. (2011). Gambaran Kejadian Diare Balita.

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak; Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. jakarta: salemba medika.

Soegijanto, S. (2002). lmu Penyakit anak. jakarta: salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai