PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seksio sesarea merupakan persalinan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
ketentuan rahim dalam keadaan utuh dan berat janin minimal 500 gram
(Jitowiyono, 2010). Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia
mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebesar 42,22%, pada tahun
2016 sebesar 45,19% dan pada tahun 2017 sebesar 47,13% . Angka
kejadian seksio sesarea juga mengalami peningkatan di Jawa Tengah dari
tahun 2016 sebesar 46,17% menjadi 53,2% pada tahun 2017 (Riskesdas,
2018).
Salah satu permasalahan pada ibu post seksio sesarea selain
hambatan mobilisasi dan nyeri yaitu masalah pengeluaran ASI. ASI
merupakan makanan yang paling sempurna dan terbaik bagi bayi karena
mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal (Desmawati, 2013).
Berdasarkan data dari RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang
pada tahun 2019 terdapat jumlah kasus persalinan dengan seksio sesarea
mencapai 50%. Pada bulan September 2019 terdapat 62 persalinan dengan
seksio sesarea dan sekitar 20% diantaranya mengalami masalah
pengeluaran ASI.
Hal ini dapat disebabkan beberapa hal misalnya, kondisi post seksio
sesarea membuat ibu merasa nyeri sehingga menjadi sulit untuk menyusui
bayinya, dan keterlambatan untuk melakukan inisiasi menyusui dini dapat
menurunkan sekresi prolaktin. Waktu 24 jam setelah ibu melahirkan
adalah saat yang sangat penting untuk inisiasi pemberian ASI dan akan
menentukan keberhasilan menyusui selanjutnya. Jika ibu tidak mulai
memberikan ASI lebih dari dua hari setelah post partum, respon
pengeluaran prolaktin akan sangat menurun. Situasi ini terjadi pada
persalinan dengan tindakan seksio sesarea (Dwi Retno & Linda Dewanti,
2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuanita & Dwi
Wulaningsih (2017) terdapat perbedaan pengeluaran ASI antara ibu yang
melakukan proses persalinan secara spontan dengan ibu yang melakukan
persalinan SC. Pengeluaran ASI pada ibu dengan proses persalinan
spontan akan lebih lancar dibanding dengan ibu yang melakukan
persalinan SC. Selain itu pengeluaran ASI juga lebih cepat pada ibu post
partum spontan dibandingkan ibu post partum SC. Hal ini disebabkan
karena nyeri luka operasi yang mengganggu pengeluaran oksitosin dalam
merangsang reflek aliran ASI dan efek anastesi (Desmawati, 2010).
Jika ibu tidak segera menyusui bayinya akan sangat berpengaruh
terhadap pengeluaran ASI. Kegagalan isapan bayi dapat menimbulkan
reflek dari pengeluaran oksitosin dan prolaktin menurun sehingga
mengalami masalah pengeluaran ASI. Akibat gagalnya siklus sentral yaitu
isapan bayi, maka seluruh komponen siklus ASI akan mengalami
penurunan (Yuanita & Dwi Wulaningsih, 2017). Survei Demografi
Kesehatan Indonesia 2017 hanya 10% bayi yang memperoleh ASI pada hari
pertama (WHO, 2017).
Mengingat semakin banyaknya ibu melahirkan dengan seksio
sesarea, pentingnya pemberian ASI kepada bayi, serta pentingnya peran
petugas kesehatan dalam mendukung pemberian ASI terutama pada hari-
hari pertama melahirkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai ″Asuhan Keperawatan dengan Ketidakefektifan Pemberian ASI
Pada Ibu Post Partum Seksio Sesarea Primimara Di RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Kota Semarang″.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena-fenomena dan fakta-fakta di atas penulis
merumuskan bagaimana asuhan keperawatan dengan ketidakefektifan
pemberian ASI pada ibu post partum seksio sesarea primipara di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis