Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

A. DIFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan
oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2001: 571).
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, maupun jamur (Medicastore).
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan
kematian. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru
meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli
dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bisa meninggal.

B. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.


Pneumokokus tipe 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka
kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan
oleh pneumokokus dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
bayi.

1
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936
pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika.
Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa
tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza
kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial
ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia
ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat
pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai
penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit penyakit lain
seperti campak, malaria, serta AIDS.

C. ETIOLOGI
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat
menimbulkan pneumonia dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada
faktor- faktor prsesipitasi, namun pneumonia juga sebagai komplikasi dari
penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di
bawah ini :
a. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus
pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia),
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif yang
menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia,
streptococcus aureus dan streptococcus pyogeni
b. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus merupakan penyebab utama pneumonia

2
virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung. Jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus
Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
d. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi
seperti pada penderita AIDS.
e. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya
tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi
protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang
tidak sempurna.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat
Pnemonia
1. Umur dibawah 2 bulan
2. Tingkat sosio ekonomi rendah
3. Gizi kurang
4. Berat badan lahir rendah
5. Tingkat pendidikan rendah
6. Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
7. Kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
9. Menderita penyakit kronis

3
D. PATOFISILOGI
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal
sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan
beberapa mekanisme:
a. filtrasi partikel dari hidung.
b. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
c. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
d. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
e. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
f. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
g. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu


mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius
terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen
mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke
alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai
bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi
terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran
darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena
penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013) Secara
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

4
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisasisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.

5
d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.

6
PHATWAY

7
E. KLASIFIKASI
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik
sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa
penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia loburalis.
c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan
berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma),
bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi
yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan
jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan
pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua
kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau
berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam
ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya
bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi
atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma,
terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih
menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat

8
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik
umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih
besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering,
keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif,
kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen
atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus,
dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda
dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual
menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya
tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik,
tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise,
pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering
diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke
abdomen, menggigil, meningismus.

Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia


melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan:

a. Usia 2 bulan – 5 tahun


1. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas
yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian
bawah.
2. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat
yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50
x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau
lebih.
3. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek
biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan
dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

9
b. Usia 0 – 2 bulan
1. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit
atau lebih.
2. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada
bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.

F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain:
a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.
Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu
mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin
malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif
dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak
biasa
b. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit
yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya
berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
c. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan.
Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut.
d. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels dan stridor
e. Nafas cuping hidung
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa
dibedakan dari nyeri apendiksitis.
g. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada
anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak
untuk minum dan makan per oral.

10
G. FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA ANAK
Faktor risiko pneumonia yang menyertai pada anak antara lain:
a. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko
pneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri
yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat
menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga
dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon
imun dan reflek batuk.
b. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup
sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar
terkena pneumonia. ASI merupakan makanan paling penting
bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin
untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit
infeksi terutama pneumonia.
c. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh
pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas
nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan
epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan
tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi
mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.
d. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya
imunisasi campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak
menurunkan kasusu pneumonia, karena sebagian besar
penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan pneumonia.
Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus
pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan
komplikasi pneumonia.
e. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang
akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena
penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini
disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian

11
infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru,
keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak
f. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang
penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga
anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia.
g. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang
padat meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan
penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak
memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran
pernafasan.
h. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat
penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap
kejadian pneumonia anak.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis dengan predominan polimorfonuklear.
Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif
lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus
meningkat dan dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan
bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura,
aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura atau aspirasi paru

12
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap
kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis,
ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda
untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya
bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak
konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan
paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris).
Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang
ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik
menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate
interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang
terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak
khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa
bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai
keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan
hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai
kedua paru.

I. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan
komplikasi. Komplikasi dari pneumonia / bronchopneumonia
adalah :

13
a. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga
menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan
hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
b. Efusi pleura
c. Abses otak
d. Endokarditis
e. Osteomielitis
f. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
g. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
h. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
i. Infeksi sitemik.
j. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
k. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

J. PENATALAKSANAAN
penatalaksanaan pada pasien pneuomonia meliputi
1. penatalaksanaan medis
Menurut riyadi 2009, pengobatan diberikan berdasarkan
etiologi dan uji pesistensi, akan tetapi. Karena hal itu perlu
watu, dan pasien perlu therapy secepatnya maka biasanya
diberikan :
a. Penesilin 50.000u/kg BB/hari ditambah dengan kloeamfenikol
50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang mempunyai
spectrum luas seprti ampisilin pengobatan ini diteruskan sampai
bebas demam 4-5 hari, pemberian obat kombinikasi bertujuan

14
untuk menghilangkan penyebaba infeksi yang kemungkinan
lenih dari satu jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotic
b. Koreksi gangguan asam bas dengan pemberian oksigampuran
glukosa dan cairan intervena, biasanya diperlukan campuran
glokosa 5% dan Nacl 0.9% dalam perbanding 3:1 di tambah
larutan KCl 10mEq/500ml/botol inpus
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolic
akibat kurang makan dan hipoksia maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas dalam darah arteri
d. Pemberian makan enternal terhadap melalui selang NGT pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak napasnya
e. Jika sekresi lender berkebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilir seperti pemberian terapi nebulizer dengan fixoid
dengan ventolin selain bertujuan mempermudah pengeluaran
dahak duga dapat meningkatkan lumber bronkrus
2. penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasaan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dyspnea dan sianosis
karena adanya radang paru dan banyaknya lender dalam
brongkus atau paru. Agar klien dapat bernapas lancer, lender
tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2
perlu dibantu dengan memberikan O221/menit secara rumat.
Pada anak yang agak besar dapat dilakukan ;
1) Berikan sikap berbaring setengah duduk
2) Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang,
kaos yang sempit
3) Ajarkan bila batuk lendirnya dikeluarkan dan katakana kalau
lender tersebut tidak dikeluarkan sesak napasnya tidak segera
hilang

15
4) Beritahu kepada anaknya agar tidak selalu berbaring kea rah
dada yang sakit. Boleh duduk/miring kebagian yang lain

Pada bayi dapat di lakukan

1) Baringkan dengan letak kapala ekstensi dengan memberikan


ganjal dibawah bahunya
2) Bukalah pakaian yang ketat padanya seprti gurita
3) Isaplah lender dan verikan O2 21/menit pengisapan lender
harus sering yaitu pada saat terlihat lender dibagian dakam
mulut. Pada waktu akan diberikan minum, mengubah sikap
baring/tindakan lain
4) Perhatiakn sengan cermat pemberian infus, perhatiakm
apakah infus lancer
b. Kebutuhan istirahat
Klien pneumonia adalah klien yang payah. Suhu tubuhnya tinggi
sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat semua
kebutuhan klien harus didorong di tempat tidur. Usahakan
pemberian obat secara tepat usahakan keadaan tenang nyaman
agar pasien dapat istirahat sebik-baiknya
c. Kebutuhan nurtrisi dan cairan
Pada pasien pneumonia hapiar selalu mengalami masukan
makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa
hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan
dehidrasi untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori
dipasang infus dengan cairan glokosa 5% dan NACL 0,9%
dalam perbnadingan 3:1 ditambah KCL 10 mEq/500ml/botol
infus.
Pada bayi yang masih minum ASI bila tidak terlalu sesak ia
boleh menetek selain memperoleh infus. Beritahu ibunya agar
pada waktu bayi menetek putting susunyaa harus sering-sering
dikeluarkan untuk memberi kesempatan bayi pernapas.

16
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Data dasar pengkajian pasien
2. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
3. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
4. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
7. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi premikus: taksil dan vocal
bertahap meningkat dengan konsolidasi Bunyi nafas menurun Warna:
pucat/sianosis bibir dan kuku

17
8. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, ditandai dengan dipsnea dan adanya secret.
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah ditandai dengan sianosis.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.
4. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
5. Gangguan pola napas b.d peradangan ditandai dengan dispnea.

L. KEUTUHAN DASAR MANUSIA PADA PASIEN DENGAN


PNEUMNIA
Dampak biio, psiko, sosial dan spiritual klien yang menderita
pnemonia akan mempengaruhi respon psiklogis yang bervariasi tergantung
kping yang dimiliki leh klien. Umumnya klien meras san dengan
pengobatan yang lama serta rasa cemas terhadap penyakitnya hal ini dapat
mengakiatkan klien dapat puutus asa dan tidak semangat. Kelemahan tuuh
daam melakukan aktivitas dan penampilan keadaan tubuhnya pada klien
dengan pneumonia akan mengakibatkan klien untuk menarik diri dan
mengurung untuk melakukan interaksi sosial. Dampak pada keluarga klien
dengan pneumonia adaah ertambahnya beban dan tgas keuarga untuk

18
merawat serta kecemasan keuarga kecemasan bila tertular penyakitnya.
Sedangkan dampak pada masyarakat biasanya cenderung untuk menauhi
orang dengan penyakit pneumonia karena takut akan tertular penyakit
tersebut.

19
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

Kasus 2

- Anak L berusia 13 tahun dibawa orangtuanya ke poliklinik dengan


keluhan batuk, nafas ngos-ngosan, pucat dan suara nggrok-nggrok,
panas 3 hari, muntah. Hasil pemeriksaan : kesadaran menurun, Kuit
teraba hangat, terdengar suara stridor, cuping hidung, RR = 50x/menit,
N:110x/menit, T : 38,30C. Orangtua nampak cemas dengan kondisi
anaknya
A. DATA FOKUS
DS
- Orangtua pasien mengatakan anaknya batuk
- Orangtua pasien mengatakan anaknya nafas ngos-ngosan
- Orangtua pasien mengatakan anaknya panas 3 hari
- Orangtua pasien mengatakan anaknya Muntah

DO

- Pasien tampak batuk


- pasien tampak pucat
- terdengar suara nggrok-nggrok
- Kesadaran menurun
- Terdengar suara stridor
- Nafas cuping hidung
- Kulit teraba hangat
- RR : 50x/menit
- T : 38,30C
- N:110x/menit
- Orang tua nampak cemas dengan kondisi anaknya

20
B. ANALISA DATA
N DATA MASALAH ETIOLO
o GI
1 DS Ketidakefek Hipervent
- Orangtua tifan pola ilasi
pasien nafas
mengatakan
anaknya nafas
ngos-ngosan

- Orangtua
pasien
mengatakan
anaknya batuk

DO
- RR :
50x/menit
- Nafas cuping
hidung
-
2 DS Hipertermi Penyakit
- Orangtua
pasien
mengatakan
anaknya
panas 3 hari
DO
- T : 38,30C
- RR:50x/menit

21
- N:110x/menit
- Kuit teraba
hangat

3 DS Kekurangan kehilanga
- Orangtua volume n cairan
pasien cairan aktif
mengatakan
anaknya
Muntah

DO
- T : 38,30C
- Kuit teraba
hangat
- pasien tampak
pucat

C. DIAGNOSA PRIORITAS
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Hiperventilasi
2. Hipertermi b.d hiperventilasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

D. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektif Respiratory - buka jalan nafas
an pola nafas status : - posisikan pasien

22
b.d Ventilaion untuk
Hiperventilasi Respiratry memaksimalkan
status : Airway ventilasi
patency - identifikasi pasien
Vital Sign perlunya
- Mendemen pemasangan alat
demonstrasi jalan nafas buatan
kan batuk - lakukan ffisiterapi
efektif dan dada
suara nafas - auskutasi suara
yang bersih. nafas catat adanya
- Menunjuka suara tambahan
n aan nafas - pertahankan alan
yang paten nafas yang paten
- Tanda- - pertahankan posisi
tanda vita pasien
dalam - monitor TD, Nadi,
rentang suhu, dan RR
normal - Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Mnitor suara Paru
- Mnitor poa
pernafasan abnormal
- Mnitor shu, warna
dan kelembapan
kulit

2. Hipertermi b.d Thermoreguati - Mnitor suhu


Penyakit on sesering mungkin
- Suhu tubuh - Mnitor

23
dalam warna dan
rentang suhu kulit
normal - Mnitor
- Nadi dan nadi dan
RR dalam RR
rentang - Mnitor
normal penurunan
- Tidak ada tingkat
perubahan kesadaran
warna kuit - Berikan
dan tidak anti piretik
ada pusing - Lakukan
tapid ater
sponge
- Kabrasi
pemerian
cairan
intravena
- Mnitr
tana-tanda
hipertermi
dan
hiptermi
- Tingkatka
n intake
cairan dan
nutrisi
- Mnitr
suara paru
- Mnitr poa

24
pernafasan
abnormal
-
3. Kekurangan Fluid balance - Timbang
volume cairan Hydratin popok
b.d kehilangan Nutritional - Pertahnka
cairan aktif status : food n catatan
and fluid intake dan
Intake output
Kriteria Hasil : yang
- Mempertah akurat
ankan urine - Mnitor
output sattus
sesuai hidrasi
dengan - Mnitor
usia, BB, dital sign
BJ urine - Monitor
normal, HT masukan
normal makanan/c
- Tekanan airan dan
darah, nadi hiting
suhu tuuh intake
dalam kalori
rentang - Monitor
normal status
- Tidak ada nutrisi
tanda-tanda - Pemberian
dehidrasi cairan IV
- Elastisitas
turgor kulit

25
baik,
membran
muksa
lembab

26
DAFTAR PUSTAKA

Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.


Jakarta : Penerbit IDAI

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.


http://emedicine.medscape.com/article/ 967822-overview. (29
September 2014 pukul 15.50 WIB)

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The
Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age: Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin
Infect Dis 53 (7): 617-630

Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ikatan Dokter

Nurarif A.H, Kusuma Hadi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperaatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC.Jgjakarta:
Medicatin Publicing

27

Anda mungkin juga menyukai