Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK


“DIARE KRONIS DAN PERMASALAHANNYA”

Pembimbing:
dr. Fadjar Aribowo, Sp.A

OLEH:
Metha Pramesti 20190410126

Mfthakhul Jannah 20190410127

Milka Ivenna S 20190410128

Muhammad Helmi 20190410129

Muhammad Nur Huda 20190410130

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANGTUAH SURABAYA
RUMAH SAKIT RUMKITAL RSAL SURABAYA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Ilmu Kesehatan Anak

“DIARE KRONIS DAN PERMASALAHANNYA”

Oleh

Metha Pramesti 20190410126

Mfthakhul Jannah 20190410127

Milka Ivenna S 20190410128

Muhammad Helmi 20190410129

Muhammad Nur Huda 20190410130

Responsi “DIARE KRONIS DAN PERMASALAHANNYA”ini telah


diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSAL
Dr. Ramelan Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 3 Januari 2020

Mengesahkan,

Dokter Pembimbing
dr. Fadjar Aribowo, Sp.A

2
DAFTAR ISI
A. Definisi ……………………………………………………………………………4
B. Epidemiologi ……………………………………………………………………..4
C. Etiologi……………………………………………………………………………6
D. Faktor Risiko……………………………………………………………………..8
E. Klasifikasi ...……………………………………………………………………..16
F. Patofisiologi ……………………………………………………………………..17
G. Diagnosa Diare…………………………………………………………………..19
H. Karakteristik berdasarkan etiologi.......……………………………………….22
I.Diagnosa Banding...................................................................................................24
J. Komplikasi ..…………………………………………………………………….23
K. Tatalaksana...……………………………………………………………………27
L. Prognosis………………………………………………………………………...49

1
A. DEFINISI DIARE

Diare adalah buang air besar atau defekasi dengan tinja berbentuk cair atau
setengah padat/setengah cair dengan kandungan air lebih banyak dari 200 gram atau
200 ml/24 jam. Diare juga dapat didefinisikan dengan kriteria frekuensi yaitu buang
air besar encer lebih dari tiga kali per hari. Diare dapat disertai darah atau lendir
(Simadibrata, 2014).
Diare akut adalah diare yang berlangsung tidak lebih dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Dikatakan diare infektif
apabila penyebabnya adalah infeksi. Bila ditemukan penyebab anatomik,
bakteriologik, hormonal atau toksikologik, maka disebut diare organik
(Simadibrata, 2014).

Diare termasuk sebagai foodborn disease. Foodborne disease adalah


penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi makanan dan minuman yang
tercemar. Foodborne disease masih menjadi masalah kesehatan dunia, terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia
Menurut WHO, diare yang berlangsung >14 hari dibagi menjadi diare
kronik dan diare persisten. Disebut diare kronik bila diare berlangsung >14 hari
namun tidak disebabkan oleh infeksi; sedangkan diare persisten adalah bila diare
berlangsung >14hari dan disebabkan oleh infeksi. Dalam beberapa literatur juga
disebutkan istilah-istilah lain yang termasuk diare kronik antara lain protracted
diarrhea, diare intraktabel, prolonged diarrhea, dan chronic non spesific diarrhea.
Protracted diarrhea adalah diare yang berlangsung >14 hari dengan tinja cair dan
frekuensi ≥4 kali per hari. Diare intraktabel adalah diare yang timbul berulang kali
dalam waktu singkat misalnya 1-3bulan. Prolonged diarrhea adalah diare yang
berlangsung >7 hari. Chronic nonspesific diarrhea adalah diare yang berlangsung
>3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak disertai tanda-
tanda infeksi maupun malabsorpsi(Walker-Smith,2009).

2
B. EPIDEMIOLOGI

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi
di negara berkembang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak yaitu
42% dibandingkan pnemonia 24%, untuk golongan usia 1 – 4 tahun penyebab
kematian karena diare 25% dibandingkan pnemonia (IDAI,
2011).

Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB di Indonesia yang tersebar di 6 Propinsi,


salah satunya Sulawesi Selatan dengan period prevalence diare 10,1 % dan insiden
diare pada balita di indonesia berkisar 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden
diaretertinggi pada balita adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%),
Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Pada tahun 2014 terjadi 6 KLBDiare
yang tersebar di 5 propinsi ( Sumatera Utara, Sulawesi Selatan,Lampung, NTT dan
Jawa Timur), 6 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 2.549 orangdengan
kematian 29 orang (CFR 1,14%).(Suratjo,2015)

C. ETIOLOGI

Penyebab Diare

Secara klinis penyebab penyakit diare dikelompokkan menjadi 6 yaitu :

a. Infeksi, diare karena infeksi biasanya disebabkan karena bakteri, virus, parasite.
Menurut (World Gastroenterology Organization , 2012) agen penyebab dari diare
adalah :

1) Bakteri (Bacterial Agents)

3
Diarrheagenic Escherichia coli, Campylobacter jejuni, Vibrio Cholerae O1, V.
cholera O139, Shigella species, V. parahaemolyticus, Bacteroides fragilis, C. coli,
C. upsaliensis,Nontyphoidal Salmonellae, Clostridium difficile, Yersinia
enterocolitica, dan Y. pseudotuberculosis.

2) Virus (Viral Agents)

Rotavirus, Human caliciviruses (HuCVs), Adenovirus (serotype 40/41), Astrovirus,


dan Cytomegalovirus.

3) Parasit (Parasitic Agents)

Termasuk agent yang paling sedikit menyebabkan diare pada manusia. Agent
parasit yang menyebabkan diar Diantaranya yaitu

Protozoa (Cryptosporidium parvum, Giardia intestinalis, Microsporida, Entamoeba


hidtolytica, Isospor belli, Cyclospora cayetanensis, Dientamoeba fragilis,
Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Giardia intestinalis, Entamoeba
histolytica, dan Cyclospora cayetanensis dan Helminths (Strongyloides stercoralis,
Angiostrongylus costaricensis, Schistosoma mansoni, S.japonicum).

b. Malabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein

c. Alergi : makanan, susu sapi

d. Keracunan

e. Imunodefisiensi : AIDS

Faktor penyebab diare yang lain adalah dari makanan yang dimana makanan
terkontaminasi, tercemar, basi, beracun, dan kurang matang dalam memasak
(Widjaja 2002). Penyakit diare ditukarkan oleh kuman seperti bakteri dan virus
dipersenkan 75% (Widoyono, 2008). Sedangkan penularan melalui orofekal
mempunyai mekanisme sebagai berikut :

1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah (distribusi) atau
saat disimpan didalam rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat

4
penyimpanan tidak tertutup atau bagian yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.

2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus dan
bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja tersebut dihinggapi binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat
menularkan diare ke orang lain yang memakan makanan tersebut.

Enteropatogen penyebab diare di Surabaya tahun (1984-1993)

Diare kronik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun sering tidak
ditemukan penyebab spesifiknya. Diare kronik pada masa bayi dapat disebabkan
oleh sindrom malabsorpsi pasca gastroenteritis, intoleransi susu sapi/protein
kedelai, defisiensi disakaridase sekunder, atau fibrosis kistik. Pada masa kanak-
kanak, etiologi diare kronik antara lain diare kronik non spesifik, defisiensi
disakaridase sekunder, giardiasis, sindrom malabsorpsi gastroenteritis, penyakit
celiac (gluten-sensitive enteropathy), atau fibrosis kistik. Pada masa adolesen,
etiologi diare kronik antara lain irritable bowel syndrome, inflammatory bowel
disease, giardiasis, ataupun intoleransi laktosa (Bhutta, et all 2006).

5
Sindrom malabsorpsi pasca gastroenteritis adalah gangguan penyerapan
makanan akibat episode gastroenteritis yang panjang dan menurunnya asupan
energi. Inflammatory bowel disease seperti kolitis ulseratif, penyakit Chron, dan
colitis mikroskopik dapat menyebabkan perubahan integritas mukosa usus sehingga
terjadi penurunan absorpsi air dan elektrolit melalui saluran cerna. Diare pada
irritable bowel syndrome ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri abdomen,
passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam defeksi. Pada beberapa pasien
dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang berkurang dengan
diare,kemungkinan disebabkan kelainan motilitas intestinal. Diare terjadi akibat
pengaruh fekal atau obstruksi tumor dengan melimpahnya cairan kolon diantara
feses atau obstruksi(Thomas, 2008).

Diare kronik non spesifik merupakan penyebab paling sering pada anak yang
sedang tumbuh. Usia rata-rata penderita 6-20 bulan. Diare terjadi 3-6 kali per hari
(tidak pada saat tidur) berupa diare berlendir. Diare makin parah bila diet rendah
karbohidrat/lemak dan selama stres dan infeksi. Diare tersebut biasanya sembuh
sendiri pada saat anak mencapai usia 3,5 tahun (biasanya bersamaan dengan toilet
training). Tidak ada penyebab organic ditemukan. Kemungkinan penyebabnya
adalah kelainan absorpsi asam empedu di ileum terminal, absopsi karbohidrat
inkomplit, dan kelainan fungsi motorik. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga
atau penyakit usus fungsional. Pada pemeriksaan feses tidak ditemukan darah,
leukosit, lemak, parasit,dan bakteri patogen(Sudarmo, et al. 2004).

Penyakit celiac (gluten-sensitive enteropathy) adalah penyakit malabsorpsi


herediter yang disebabkan oleh ketidakmampuan mentoleransi gluten secara
permanen. Gliadin (suatu protein tertentu) menyebabkan atrofi berat mukosa usus
halus. Insidensi penyakit ini tinggi di negara Irlandia(Ghishan,2007).

D. FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko diare adalah faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya


diare. Faktor-faktor resiko diare antara lain :
1. Host

6
a. Umur

Sebagian besar diare terjadi pada anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2
tahun. Diare juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi
atau susu formula (Depkes RI, 1995).

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.4 Kejadian
diare biasanya tinggi pada kelompok umur muda dan tua (balita dan manula),
rendah pada kelompok umur remaja dan produktif (RISKESDAS, 2007).

b . Jenis kelamin

Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis
kelamin hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.

c. Status Imunisasi
Berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PLP tahun 2005 bahwa diare sering timbul
menyertai campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak harus segera
diberi imunisasi campak setelah berumur 9 bulan.

d. ASI eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi baru lahir sampai
bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan
diare 4 kali dari pada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol
saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih banyak
daripada dengan ASI penuh.
e. Status Gizi
Serangan diare lebih lama dan lebih sering terjadi pada anak dengan malnutrisi.
Semakin sering dan semakin berat diare yang diderita, maka semakin buruk
keadaan gizi anak. Diare dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi, seperti pada
kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan dan penyerapan makanan di
usus Dari 41 pasien diare kronik, 15 di antaranya merupakan pasien gizi buruk atau
berat badan per umur ≤70% berdasarkan CDC 2000. Faktor risiko lainnya penyebab
diare persisten berupa riwayat diare sebelumnya.

7
2. Agent
a. Diare karena virus
Diare karena virus disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus. Virus ini melekat
pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak sehingga
kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air maupun elektrolit meningkat.

b. Diare karena bakteri


Diare karena bakteri invasif memiliki tingkat kejadian yang cukup sering tetapi
akan berkurang dengan sendirinya dengan peningkatan sanitasi lingkungan di
masyarakat. Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu kedalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Mukosa usus yang
telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. Penyebab
pembentukan enterotoksin ialah bakteri E.coli, Shigella sp, Salmonella sp, dan
Campylobacter sp.

c. Diare karena parasit


Diare karena parasit disebabkan oleh protozoa seperti Entamoeba histolytica dan
Giardia lamblia. Diare karena infeksi parasit biasanya bercirikan mencret cairan
yang berkala dan bertahan lebih dari satu minggu.

3. Lingkungan

a. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah,
sarana pembuangan sampah. Status kesehatan suatu lingkungan yang buruk dapat
memungkinkan timbulnya diare.

b. Hubungan dengan tingkat pendidikan, Perubahan iklim, sosial, budaya dan pola
hidup. Pengetahuan pendidikan formal ibu merupakan parameter keadaan sosial
yang sangat menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari
penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, disesuaikan

8
dengan keadaan dan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994). Diare
kronik dan penurunan berat badan merupakan komplikasi umum yang terjadi pada
infeksi HIV. Terdapat dua penjelasan utama terhadap komplikasi HIV yaitu infeksi
oleh satu atau lebih mikroba patogen (opportunistic enteric infection ) dan
gangguan arsitektur saluran cerna sekunder karena infeksi HIV secara lokal (HIV
enteropathy)

c. Personal higiene

Personal higiene sendiri dapat diartikan sebagai cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam kehidupan sehari-
hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Jika seseorang
sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan.Kebiasaan penduduk yang
tidak mau mencuci tangan menggunakan sabun sebelum melakukan aktifitasnya,
serta perilaku lainnya yang tidak mencerminkan pola hidup sehat dapat
memungkinkan timbulnya diare.

d. Penyediaan air bersih


Penyediaan air bersih adalah upaya ketersediaan air bersih yang merupakan milik
sendiri dan memenuhi syarat kesehatan. Air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari – hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu,
air minum sendiri diartikan sebagai air yang kualitasnya memenuhi syarat – syarat
kesehatan dan dapat diminum. Air yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
dapat memungkinkan terjadinya diare.

Disimpulkan bahwa diare kronis terutama mengenai balita dengan tingkat


ekonomi keluarga dan pendidikan ibu yang rendah. Diare kronis biasanya sering
disertai demam, mual, muntah. Penyakit lain yang bersamaan dengan diare kronis
dapat berupa gizi buruk, alergi susu sapi, infeksi saluran kencing, dan infeksi HIV
yang harus kita curigai jika terdapat faktor risiko pada orang tua. Perlu penelitian
lebih lanjut terhadap faktor-faktor risiko lainnya yang berperan

9
E.Klasifikasi

Terdapat beberapa pembagian diare:

Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisiten. Diare akut
adalah buang air besar pada bayi atu anak-anak melebihi 3 kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan
darah yangberlangsung kurang dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering kali
dianggap suatu kondisi yang sama namun dengan waktu yang lebih lama yaitu diare
melebihi satu minggu, sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat
infeksi, diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan diare
berkelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronis biasanya
ditandai dengan penurunan berat badan dan sukar untuk naik kembali (Amabel,
2011)

1. Berdasarkan lamanya diare :


 Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari sama dengan 7
hari.
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak, gejalanya antara
lain: tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah dan kadang-
kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat
infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan.
 Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung antara 8-14 hari.
 Diare kronik, yaitu diare yang berlang sung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut. Diare kronis adalah keluarnya
tinja yang abnormal dan sering yang dapat berupa air (watery),
dalam jumlah besar (bulky) atau disentri, dapat bermula secara
perlahan (insidious) atau cepat (akut). Dalam hal akut sering
digunakan istilah diare persisten atau sindroma paskaenteritis. Erat
kaitannya dengan istilah diare kronik adalah diare intraktabel
(intractable diarrhea) yang merupakan episode diare yang kronik
atau persisten, tanpa penyebab yang dapat ditemukan, yang tidak

10
responsif terhadap pola pengobatan yang normal/konvensional dan
biasanya memerlukan nutrisi parenteral.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
 Diare sekresi (secretory diarrhea) yang terjadi karena isi usus
menarik air dari mukosa. Hal ini ditemukan malabsorbsi, dan
defisiensi lactase.
Diare osmotic (osmotic diarrhea), pada keadaan ini usus halus, dan
usus besar tidak menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air
dan elektrolit. Fungsi yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh
toksin bakteri, garam empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara
terjadinya, melalui rangsangan oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel
mukosa usus. Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar
oleh karena abnormalita cairan dan transport elektrolit yang tidak
selalu berhubungan dengan makanan yang dimakan. Diare ini
biasanya menetap dengan puasa. Pada keadaan ini tidak ada
malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat diukur dengan unsure
ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses.
 Motile diarrhea
Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan perubahan
motilitas intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable Bowel
Syndrome. Diare ini ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri
abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam defaksi.
Pada beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang
berkurang dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan
motilitas intestinal. Diare terjadi akibat pengaruh fekal atau
obstruksi tumor dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses
atau obstruksi. Penyakit Neurologi sering dihubungkan dengan
diare, disebabkan perubahan kontrol otonom dari fungsi defekasi.
Diare yang banyak dan inkontinen sering terjadi pada pasien
Diabetes tipe I yang dihibungkan dengan neuropati berat, nefropati
dan ertinopati. Faktor tambahan termasuk pertumbuhan sekunder
bakteri terhadap dismotilitas intestinal, insufisiensi eksokrin

11
pancreas, celiac sprue(jarang), traumatic neuriphaty, the shy Drager
Syndrome atau lesi pada cauda equina.
 Diare inflamasi (inflammatory diarrhea )
Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases
yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy
mukosa intestinal. Pada beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia,
hipoglobulinemia, protein losing enterophaty. Mekanisme inflamasi
ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi
intestinal. Pada pasien tanpa penyakitsistemik, adanya fases yang
berisi cairan atau darah tersamar kemungkinan suatu neoplasma
kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare kronik yang
berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s
Disease. Manisfestasi ekstraintestinal yang timbul arthritis, lesi pada
kulit,uveitis atau vaskulitis. Diare yang terjadi pada IBD
penyebabnya adalah kerusakan absorbsi permukaan epitel dan
pelepasan kedalam sirkulasi oleh sekretagogue seperti leukotriens,
prostaglandins, histamin dan sitoksin lain yang merangsang sekresi
intestinal atau system saraf enteric. Diare inflamasi dapat dilihat
pada pasien dengan enterokolitis radiasi kronik akibat iradasi
malignansi terhadap tractus urogenital wanita atau prostat pria.
Sekmen yang biasanya terlihat adalah ileum terminal, caecum dan
rektosigmoid. Kolonoskopi dapat melihat menyempitnya lumen,
ulcerasi, perubahan inflamasi difus dan karakteristik mukosa
telengiektasi yang dapat menyebabkan perdarahan berat. Diare juga
terjadi sebagai hasil malabsorbsi asam empedu yang disebabkan
oleh inflamasi ileal atau pertumbuhan bakteri dari striktur instestinal
atau stasis. Gastroentroenteritis Eosinophilic ditandai oleh infiltrasi
beberapa bagian traktus gastrointestinal oleh eosinophil. Gambaran
klinik berupa : diare, nyeri abdomen, neusea, muntah, penurunan
berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing
enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi
edema ferofer, asites dan anasaarka. Penyakit ini merupakan variasi
penyakit termasuk infeksi,IBD, kondisi yang berhubungan dengan

12
abstruksi limfatik dan akhir-akhir ini terkait dengan infeksi yang
disebabkan oleh HIV/AIDS.

F.Patofisiologi

Menurut mekanisme terjadinya, diare dikenal menjadi dua yaitu diare akibat
gangguan absorpsi atau diare osmotik dan diare akibat gangguan sekresi atau diare
sekretori. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di usus
besar lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Diare dapat terjadi akibat kelainan di
fungsi usus halus atau terjadi kerusakan dari mukosa saluran cerna. Hal tersebut
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi bertambah. Apabila fungsi usus
halus normal, diare juga dapat terjadi akibat absorpsi di usus besar menurun atau
sekresi di usus besar meningkat. Pada diare osmotik, pengeluaran tinja biasanya
meningkat dan bila penderita puasa, diare akan berhenti. Difare sekretori adalah
bentuk diare dalam jumlah besar yang disebabkan karena sekresi mukosa yang
berlebihan dari cairan dan elektrolit. Diare sekretori terjadi akibat peningkatan
sekresi pada sel kripte dengan hasil akhir berupa peningkatan sekresi cairan yang
melebihi kemampuan absorpsi maksimum dari usus besar dan berakibat adanya
diare. Pada diare sekretori biasanya pengeluaran tinja dalam jumlah besar dan bila
pasien puasa, diare akan tidak berhenti. Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih
patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:

 Diare sekretorik ( Disebabkan oleh toksin bakteri yang akan meningkatkan


aktivitas adenilat siklase yang kemudian akan meningkatkan cAMP
sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan K dan peningkatan sekresi Na, Cl,
dan H2O. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume yang banyak sekali sehingga bahaya terjadi electrolyte loss
besar , berisi air, dan osmolaritas normal. Contoh : disebabkan oleh Vibrio
Cholera , Salmonella sp.
 Diare osmotik ( Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum, dapat
juga terjadi akibat rusaknya vili usus oleh karena infeksi virus, pada vili
usus terdapat enzim laktase yang memecah laktosa. Pada rusaknya vili usus
enzim ini terganggu sehingga laktosa tidak dapat dipecah dan terfermentasi

13
oleh E. Coli yang merupakan flora normal terbanyak pada sistem
pencernaan manusia. Hasil fermentasi berupa CO2 (banyak kentut,
kembung), H2S (bau busuk), NH3 (pH asam). Yang khas pada diare ini
yaitu volume normal, osmolaritas tinggi, pantat merah karena pH yang
asam. Contoh : karena intoleransi laktosa, Rotavirus.
 Motile diarrhea ( Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan waktu transit
usus abnormal sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus
halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi,
hipertiroid , IBS. Penurunan motilitas juga menyebabkan pertumbuhan
bakteri sehingga menyebabkan diare.
 Diare inflamasi ( Proses inflamasi di usus halus dan kolon kehilangan sel
epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain
seperti diare osmotik dan diare sekretorik

14
G.PENDEKATAN DIAGNOSTIK

Pendekatan diagnostik Diare Kronik, anamnesa dan pemeriksaan


fisik yang teliti dapat mendasari katagori patofisiologi yang menuntun
diagnosa kerja.

Diare Kronik

Eksklusi :
1. Penyebab diare akut
2. Intoleran Laktosa
3. Riwayat operasi gaster atau reseksi ileum
4. Infeksi parasit 5. Medikasi
6. Penyakit Sistemik

Lekosit fekal dan darah tersamat Sigmoidoskopi fleksibel


dgn biopsy Upper GL series,barium enema

Abnormal Normal

Elektrolit feses osmolalitas, Berat


IBD Kanker
Feses/24jam,lemak Kuantitaif

Meningkatnya osmotic gap normal osmotic GAP

15
Lemak fekal me normal lemak fekal normal berat lemak fases

Berat fases

Sindrome Malabsorbsi Intoleran Laktosa

Gambar : Diagram Pendekatan Diagnostik Terhadap Diare Kronis

Pemeriksaan Diare

Anamnesis

Anamnesis pada pasien diare harus meliputi lama diare apakah lebih atau
kurang dari 14 hari, frekuensi diare, volume diare, apakah ada lendir ataupun darah,
apakah disertai demam, mual dan muntah, apakah ada keluarga yang sedang diare,
apakah sering diare, apakah ada alergi atau penyakit imun, volume BAK dan waktu
BAK terakhir, warna BAK ,apakah haus dan rewel, dan yang paling penting apakah
makan dan minumnya terganggu, yang harus diperhatikan dalam menilai pasien
dengan diare kronis:

1. Karakteristik onset diare: apakah gejala dimulai sejak lahir/congenital, tiba-


tiba atau perlahan
2. Pola diare : apakah terus-menerus atau intermiten?
3. Lamanya gejala diare
4. Faktor epidemiologi seperti perjalanan ke suatu daerah, pemaparan/ dengan
makanan atau air yang terkontaminasi.
5. Karakteristik feses: apakah cair, disertai darah atau berlemak.
6. Ada atau idaknya inkontinensia
7. Ada atau tidaknya nyeri perut. Nyeri perut khas untuk pasien-pasien
penyakit peradangan usus.
8. Apakah disertai dengan penurunan berat badan? Biasanya lebih sering
terjadi pada malabsorpsi, neoplasma atau iskemia.
9. Ada tidaknya faktor pemicu seperti diet dan stress.
10. Faktor-faktor yang meringankan seperti perubahan diit dan penggunaan
obat yang diresepkan atau yang dijual bebas.

16
11. Evaluasi sebelumnya harus dijelaskan seperti catatan objektif radiogram
dan sepismen biopsi.
12. Penyebab iatrogenik diare harus diteliti dengan mencari riwayat pengobatan
yang detail dan riwayat terapi radiasi atau pembedahan.
13. Perlu ditanyakan penggunaan obat-obat laksansia.
14. Anamnesis yang teliti dari semua sistem harus dilakukan untuk mencari
adanya penyakit sistemik seperti hipertiroid, diabetes mellitus, penyakit
kolagen vaskuler dan kondisi peradangan lain, sindroma tumor, AIDS, dan
masalah imun lainnya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,


frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah . Pernapasan yang cepat dan
dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau
tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis lekosit, serum


imunoglobulin untuk mengevaluasi adanya deisiensi imun, HIV testing,
LED (Laju Endap Darah), CRP, albumin, ureum darah, elektrolit, tes fungsi
hati, vitamin B12, vitamin A, D, dan E, folat, kalsium, feritin, waktu
protrombin (petanda untuk deisiensi vitamin K) untuk mengevaluasi
gangguan nutrisi akibat diare yang berkepanjangan.
Pemeriksaan tinja yaitu kultur feses untuk mencari patogen penyebab diare,
patogen yang sering ditemukan pada diare persisten adalah E. coli (EPEC),
Salmonella, enteroaggregative E. Coli (EAEC), Klebsiella, Aeromonas,

17
Amebiasis, Campylobacter, Shigella, Giardiasis dan Cryptosporidium
(antigen testing), Rotavirus (Elisa).

Dalam mengevaluasi pasien dengan diare kronis, riwayat penyakit


yang lengkap, pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan laboratoris
yang teliti dapat memberikan informasi yang diperlukan. ada beberapa
tingkatan pemeriksaan yang harus dilalui diantaranya:

Fase I Riwayat penyakit termasuk jumlah cairan yang diminum setiap harinya

Pemeriksaan fisik termasuk status nutrisional

Pemeriksaan feses (PH, reduksi, hapusan hitung sel darah putih, lemak, ova
dan parasit)

Kultur feses

Toxin Clostridium defficile

Pemeriksaan darah (Hitung jenis, KED, elektrolit, BUN, kreatinin)


Fase II Sweet chloride

Pengumpulan feses 72 jam untuk determinasi lemak

Elektrolit dan osmolalitas feses

Pemeriksaan phenophthalein, Mg sulfat , fosfat

Breath H2 tests
Fase III Pemeriksaan endoskopi

Biopsi usus kecil

Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dan dengan biopsi

Pemeriksaan dengan barium

18
Fase IV Pemeriksaan hormonal seperti vasoaktif polipeptida saluran cerna, gastrin,
sekretin, pemeriksaan 5-hydroxyindoleacetic

H.Karakteristik berdasarkan etiologi:


1. Diare akut
Virus, protozoa ; Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica; bakteri : yang
memproduksi enterotoksin (S aureus, C perfringens, E coli, V cholera, C
difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shingella,
Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, inflammatory Bowel Disease
(acute on chronic), colitis radiasi.
2. Diare kronik
Umumnya diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori
- Diare osmotic
- Diare sekretorik
- Diare karena gangguan motilitas
- Diare inflamatorik
- Malabsorbsi
- Infeksi kronik

I. Diagnosa Banding

19
J. Komplikasi

1. Dehidrasi

- Tipe dehidrasi (Yu, Lougee, & Murno, n.d.)

Dehidrasi biasanya diklasifikasikan menjadi 3 tipe berdasarkan jumlah


natrium di dalam darah : isotonis, hipotonis (hiponatremia), dan hipertonis
(hypernatremia). Secara klinis, 2 tipe pertama dapat digabungkan menjadi 1
kategori isohipotonis karena memiliki karakteristik fisiologis, gejala klinis, dan
terapi yang sama. Hilangnya cairan mengakibatkan menurunnya volume cairan
ekstrasel, hal ini yang berperan dalam menimbulkan gejala klinis dehidrasi.

- Derajat dehidrasi (Yu et al., n.d.)

Cara paling akurat untuk menentukan derajat dehidrasi yaitu dengan


menghitung prosentase turunnya berat badan. Tetapi karena perubahan berat badan
anak kecil kurang diamati, maka penentuan derajat dilakukan dengan melihat gejala
klinis.

20
Berdasarkan panduan IMCI, dehidrasi berat memiliki 4 tanda sebagai
berikut : lethargy, penurunan kesadaran, mata cowong, dan turgor kulit yang
memanjang, dan tidak dapat minum atau minum hanya sedikit. Seorang anak
dengan sedikitnya 2 gejala tersebut diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat. 4 tanda
yang mengindikasikan dehidrasi sedang yaitu anak gelisah, mata cowong, haus, dan
turgor kulit mulai memanjang. Setidaknya terdapat 2 gejala tersebut untuk
mengklasifikasikan seorang anak dengan dehidrasi sedang. Anak berusia 2 bulan
hingga 5 tahun yang tidak memiliki 2 gejala tersebut diklasifikasikan dehidrasi
ringan.

Walaupun penilaian akurat derajat dehidrasi tidak dapat dilakukan,


diagnose dehidrasi ringan (hilangnya cairan <5% dari berat badan) atau berat
(hilangnya cairan >10%) yang biasanya diikuti dengan adanya gangguan
hemodinamik dapat ditegakkan melalui gejala klinis yang signifikan pada setiap
derajat dehidrasi.

Harus diingat bahwa turgor kulit yang menurun dapat juga mengarah pada
diagnose yang salah, karena hal ini juga dapat muncul pada pasien malnutrisi tanpa
dehidrasi.

- Dehidrasi hipertonis (Yu et al., n.d.)

Dehidrasi hipertonis biasanya terjadi dengan gejala klinis spesifik yang


berhubungan dengan proses fisiologis yang mendasari. Faktor resiko yang terjadi
meliputi paparan panas matahari atau ruangan yang panas dengan memakai pakaian
yang tebal, menyebabkan berkeringat sehingga menyebabkan hilangnya sedikit
natrium; demam; atau pemberian cairan dengan kandungan garam yang berlebihan.
Gejala klinis yang muncul (mata cowong, penurunan turgor kulit, dan hipotensi)
kurang nyata daripada dehidrasi hipotonis atau isotonis dengan derajat keparahan
yang sama. Tendensi untuk mengarah ke syok jarang terjadi karena volume
intravascular secara relatif dilindungi oleh pergerakan air dari intrasel. Pasien
biasanya menjadi sangat rewel, bahkan dengan derajat dehidrasi yang sangat berat,
dan banyak minum. Kejang dan perdarah intrakranial dapat terjadi. Untuk terapi,
apabila ORT (oral rehydration therapy) gagal atau kontraindikasi, pemberian terapi
rehidrasi intravena harus dilakukan dalam waktu 36-48 jam. Sitausinya berbeda

21
apabila dehidrasi hipotonis, dimana koreksi IV dapat dicapai dalam beberapa bulan
menggunakan larutan polielektrolit.

Gejala Klinis Klasifikasi Terapi


gejala klinis : Dehidrasi Berat Lihat terapi plan C

 Letargi /  Apabila anak memiliki


penurunan penyakit lain segera
kesadaran bawa ke rumah sakit
 Mata cowong dengan ibu memberi
 Minum sedikit ORS selama
atau tidak bisa perjalanan ke RS. Beri
minum nasehat pada ibu untuk
 Turgor kulit : melanjutkan ASI
lambat apabila kondisi anak
memungkinkan
 Apabila terdapat kasus
kolera di lingkungan,
segera berikan
antibiotik

Apabila terdapat 2 gejala Dehidrasi sedang Lihat plan B


berikut :
 Apabila anak memilki
 Anak rewel penyakit lain segera
 Mata cowong bawa ke rumah sakit
 Haus dengan ibu memberi
 Turgor kulit : ORS selama
sedikit lambat perjalanan ke RS. Beri
nasehat pada ibu untuk
melanjutkan ASI
apabila kondisi anak
memungkinkan.

22
 Beritahu ibu gejala
mana yang harus
ditangani segera
secara medis
 Apabila diare masih
berlanjut: jadwalkan
ke dokter dalam 24-48
jam

Tidak ada gejala cukup Dehidrasi ringan  Beri makan dan air
yang menunjukkan yang cukup untuk
dehidrasi terapi diare di rumah,
 Beritahu ibu gejala
mana yang harus
ditangani segera
secara medis
 Apabila diare masih
berlanjut: jadwalkan
ke dokter dalam 5 hari

23
24
25
2.Syok hipovolemik

Pada diare akut dengan dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga
dapat terjadi dampak negatif pada bayi dan anak–anak antara lain syok hipovolemik.
Syok hipovolemik ditandai dengan adanya denyut jantung menjadi cepat, denyut

26
nadi cepat, tidak kuat angkat, tekanan darah menurun, pasien lemah, kesadaran
menurun, dan penurunan volume BAK.

3. Gangguan keseimbangan asam-basa

Pada saat diare, sejumlah besar bikarbonat yang hilang melalui tinja bisa
menyebabkan asidosis metabolik. Hal ini dapat terjadi dengan cepat pada keadaan
hipovolemi, ginjal gagal melakukan kompensai kehilangan basa akibat aliran darah
ke ginjal berkurang serta produksi asam laktat yang berlebihan ketika penderita
jatuh pada keadaan syok hipovolemik. Gambaran utama asidosis metabolic
meliputi kosentrasi bikarbonat serum berkurang (<10 mmol/l), PH arteri menurun
(<7,10), nafas cepat dan dalam (kussmaul), penurunan kesadaran.

4. Gangguan keseimbangan elektrolit


- Hipokalemia : dikatakan hipokalemia apabila kadar kalium < 3,5 mmol/L, dapat
menyebabkan kelemahan otot, ileus paralitik, gangguan irama jantung
- Hiperkalemia : dikatakan hiperkalemia apabila kadar kalium > 5 mmol/L.
Hiperkalemia pun dapat menyebabkan gangguan irama jantung
- Hiponatremia : dikatakan hiponatremia apabila kadar natrium < 130 mmol/L.
Hiponatremia dapat menyebabkan kejang
- Hipernatremia : dikatakan hipernatremua apabila kadar natrium > 155 mmol/L.
Hipernatremia dapat menyebabkan perdarahan otak.
5. Gagal ginjal akut
- Fungsi ginjal menurun karena terjadi hipoperfusi ginjal yang disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi atau aliran darah ke ginjal.
6. Kejang
- Pada anak diare dapat terjadi kejang yang disebabkan oleh karena demam yang
timbul akibat dehidrasi, dan hiponatremia.
7. Kematian

27
K. Manajemen

1. Terapi Rehidrasi Oral (ORT)

Pada status fisiologis normal, air diasorbsi secara osmotik di usus kecil
melalui tight junctions antara sel epitel karena adanya perbedaan gradient natrium
yang dipertahankan oleh 2 mekanisme absorpsi natrium di membran brush border
sel lumen; difusi pasif natrium/kalium dan kontransport aktiv natrium gabung
dengan monosakarida termasuk glukosa. Natrium intrasel secara aktif
ditransportasikan melalui enzim karier ATPase ke spasium interseluler, sehingga
terdapat perbedaan gradient osmosis antara interseluler dan spasium luminal,
mengakibatkan difusi air..

Pada diare, mekanisme absorpsi natrium dan klorida pasif terganggu, tetapi
absorbsi glukosa masih baik. Hal ini menyebabkan absorbsi air dan natrium cukup
untuk mengkompensasi hilangnya cairan. Gradien osmotic di spasium interseluler
mempertahankan absorbsi kalium dan bikarbonat. Pada keadaan ini, asidosis
metabolic biasanya berhubungan dengan dehidrasi dapat dikoreksi tanpa ada resiko
overkoreksi.

28
- Manfaat Terapi Rehidrasi Oral (Yu et al., n.d.)

Terapi rehidrasi oral memiliki banyak manfaat daripada rehidrasi parenteral.


Karena mekanismenya yang menggunakan mekanisme fisiologis dari absorbsi
intestinal memberi sedikit resiko komplikasi, seperti overload cairan atau
overkoreksi elektrolit dan gangguan asam basa berhubungan dengan dehidrasi.
Sehingga ORT dapat digunakan pada anak dengan dehidrasi tanpa melihat derajat
dehidrasinya. Selain itu, uji laboratorium biasanya tidak penting untuk evaluasi
pasien.

Hidrasi normal anak yang menerima ORT biasanya terpenuhi dalam 4-6
jam, sehingga anak dapat kembali menyusui dan menurunkan resiko malnutrisi
akibat diare.

Selain itu biaya untuk ORT lebih murah daripada menggunakan terapi IV.
Selain itu, kandungan utamanya (garam, air, dan gula) sering ditemukan
dilingkungan ketika senyawa rehidrasi oral (ORS) tidak tersedia. ORT sederhana
dan dapat diberikan oleh siapapun. Selain itu, terapi ini juga membutuhkan
kerjasama ibu, sehingga meningkatkan keterlibatan keluarga pada kesehatan anak.
Terakhir, komplikasi yang berhubungan dengan prosedur yang invasive, seperti
terapi IV, terutama infeksi dapat dicegah.

2.Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit /lihat PPM PDG:

- Natrium

o Hipernatremia /Na >150 mEq

 Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian cairan dekstrose 5%

½ salin.

 Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan

edema otak.

 Pekat → Natrium menahan cairan → Oedema otak

 Diencerkan dengan cairan maintenance rendah natrium

 Penurunan tidak boleh cepat → Herniasi

29
o Hiponatremi → <<135 mmol/L

 Etiologi

 Hiponatremia hipovolemia: penggunaan diuretik, deisiensi aldosteron,

disfungsitubular ginjal, muntah. Hiponatremia hipervolemia: gagal jantung

kongestif, sirosis, nefrosis.

 Hiponatremia euvolemia: SIADH, polidipsi psikogenik, hipotiroidisme,

pemberian cairan yang tidak sesuai.

 Gejala klinis

 Disorientasi, penurunan kesadaran, iritabel, kejang, letargi, mual, muntah,

kelumpuhan dan henti nafas.

 Pemeriksaan penunjang

 Elektrolit, glukosa, BUN/kreatinin, urinalisis.

 Tata laksana

 Hiponatremia hipovolemia: penambahan volume intravaskular dengan salin

normal (NaCl 0,9%).

 Hiponatremia hipervolemia: biasanya tidak berat dan membaik bila penyakit

utamanya

 diobati.

 Hiponatremia euvolemia: restriksi asupan free water, loop diuretic, dan

mengganti volume intravaskular dengan salin normal.

 Kejang atau koma: Salin hipertonik 3% dosis 1.5-2.5 mmol/kg.

 Peningkatan serum Na dibatasi 8-12 mmol/L dalam 24 jam pertama

 Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai apabila masih dijumpai

hiponatremia dilakukan koreksi.

30
 Koreksi NaCl

o Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum X 0,6 X berat badan diberikan dalam

24 jam

Kalium

o Hipokalemia → Kadar kalium <3,5 mEq/L

 Penyebab

 Pergeseran transseluler: alkalosis, hiperventilasi, insulin, ß-adrenergik

agonist

 Kehilangan lewat ginjal: diuresis, alkalosis metabolik, defek tubular ginjal,

ketoasidosis diabetik, obat-obatan (diuretik, aminoglikosida, amfoterisin B),

hipomagnesemia, muntah, hiperaldosteronisme, penyakit Cushing.

 Kehilangan dari luar ginjal: diare, keringat berlebihan, suction nasogastrik.

 Penurunan intake: malnutrisi, alkoholisme, anoreksia nervosa.

 Manifestasi klinis

 Aritmia, kelumpuhan otot, parestesia, ileus, kram perut, mual dan muntahKoreksi

dilakukan menurut kadar Kalium.

 Tatalaksana

 Koreksi penyebab, pemberian kalium, dan koreksi alkalosis.

 Bila kalium >3mEq/L dan/atau penderita asimtomatik, berikan kalium oral 2-4

mEq/kg/hari.

 Pada alkalosis metabolik: kalium diberikan enteral (oral atau lewat NGT) 2-4 mEq/ kg/hari.

 Bila kalium <3mEq/L dan asimtomatik, diberikan IV dosis rumatan tinggi.

 Bila mengancam jiwa dikoreksi dengan perhitungan deFisit menggunakan nilai pH.

31
 Bila terdapat asidemia, koreksi diberikan sebelum koreksi pH.Kadar 2,5-3,5 mEq berikan

KCL 75 mEq per oral per hari dibagi 3 dosis

 Kadar K <2,5 mEq/L berikan KCL melalui drip intravena dengan dosis:

o 3,5 - kadar K terukur x BB(kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam

pertama

o 3,5 - kadar K terukur x BB(kg) x 0,4 + 1/6 x mEq/kgBB dalam 24 jam

berikutnya.

o Hiperkalemia → Kadar Kalium > 5,5 mEq/L

o Etiologi

 Disfungsi ginjal, asidemia, hipoaldosteronisme, obat-obatan (diuretik, ACE

inhibitor, NSAID), lisis tumor, luka bakar, hemolisis, intake berlebih.

o Manifestasi klinis

 Aritmia, bradikardi, kelumpuhan otot, parestesia, dan releks hipoaktif.

o Pemeriksaan penunjang

 Kadar elektrolit, BUN/kreatinin, EKG (blok jantung, T tall, pemanjangan

interval PR, pelebaran QRS), analisis gas darah.

o Tata laksana

 Koreksi penyakit penyebab, menghentikan obat-obatan penyebab, membatasi

masukan kalium, dan koreksi asidemia.

 Bila kalium > 7 mEq/L atau terdapat gangguan EKG yang signiikan:

 Stabilisasi membran miokard

 Beri kalsium glukonat (10%) 50 mg/kg IV drip selama 10-15 menit, atau-

Beri kalsium klorida (10%) 10mg/kg IV 10-15 menit. Efek obat berakhir 30-

60 menit dan harus diikuti dengan pengobatan tambahan.

 Redistribusi kalium

32
 Beri natrium bikarbonat 1 mmol/kg IV, dan/atau

 Beri dekstrose 25% 2-3 ml/kg (0.5-1.0 g/kg) + 0.1 unit reguler insulin/kg IV

(selama 10-15 menit)

 Beri Beta 2-agonist secara inhalasi

 Membuang kalium

 Loop diuretic (furosemid)

 Natrium polystyrene sulfonate dalam 20% sorbitol

 Dialisis peritoneal dan/atau hemodialisis

 Bila Kalium < 7 mmol/L atau tidak terdapat gejala signiikan: bolus 20 ml/kg

NaCl 0,9%

Kalsium

o Hipokalsemi → Ca total < 2,12 mmol/L (< 8 mg/dl); Ionized Ca < 1,0

ml/L

o Etiologi

 Hipoparatiroid, sepsis, luka bakar, pankreatitis, rabdomiolisis,

malabsorpsi, penyakit hati, penyakit ginjal, transfusi massif,

hipomagnesemia.

o Manifestasi klinis

 Hipotensi, bradikardi, aritmia, gagal jantung, kelumpuhan, spasme

otot, laringospasme, hipereleksia, kejang, tetani, parestesia.

o Pemeriksaan penunjang

 Elektrolit, BUN/kreatinin, hormon parathyroid, EKG

(pemanjangan interval QT dan segmen ST)

33
o Tata laksana

 Hipokalsemia ringan/asimtomatik: dapat ditoleransi dengan baik,

pengobatan agresif menyebabkan cedera jaringan.

 Hipokalsemia berat/simtomatik:

 Kalsium glukonat (10%) 0.5-1.0 ml/kg IV perlahan dengan

kecepatan 0,5-1 ml/ Menit

 Kalsium klorida (10%) 0.1-0.2 ml/kg IV perlahan dengan

kecepatan 0,5-1 ml/menit

o Hiperkalsemia → Kadar kalsium > 2,75 mEq/L; ionized Ca >1,3 ml/L

o Etiologi

 Hiperparatiroid, keganasan, intake vitamin A atu D berlebih,

thirotoksikosis, penyakit granulomatous.

o Gejala klinis

 Hipertensi, iskhemia, aritmia, bradikardi, toksisitas digitalis,

kelumpuhan, kejang, gangguan kesadaran, muntah, anoreksia,

konstipasi, batu ginjal, gagal ginjal.

o Pemeriksaan penunjang

 Elektrolit, hormon parathyroid (bila ada kecurigaan), EKG

o Tata laksana

 Mengendalikan penyakit penyebab, rehidrasi, menurunkan kadar

Ca Infus normal saline untuk mengisi volume intravaskular (target

diuresis 2-3 ml/kgBB/jam)

 Furosemid (1-2 mg/kg setiap 6-12 jam)

 Penderita dengan gagal ginjal atau mengancam jiwa: dialisis.


34
L.Prognosis
Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya.Prognosis
adalah baik, pada penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan,tergantung pada
kemampuan untuk menghindari pemakaian obat-obat tersebut.Pada pasca bedah
prognosis tergantung pada sejauh mana akibat tindakan operasi pada penderita di
samping faktor penyakit dasarnya sendiri.

35
DAFTAR PUSTAKA

1) Simadibrata K, D. 2014. Diare Akut, in Setiati, S. et al. (eds) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing, pp. 1899–908.
2) World Health Organization. (2008) Climate Change And Health‟, (1), pp. 3–6.
3) Widoyono, (2008) Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasan. Jakarta: Erlanga
4) Sutarjo,Untung et al. 2015. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5) Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, et al.Guidelines for the investigation
of chronic diarrhoea. Gut 2003;52:1-15.
6) DuPont HL, Marshall GD. HIV-Associated diarrhea and wasting. Lancet
1995;346:352-7.
7) Walker-Smith J, Barnard , Bhutta Z et al. Chronic Diarrhea and Malabsorption:
Working Group Report of the First World Congress of Pediatric
Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2009; 33

8) Bhutta, Z. A. 2006. Persistent Diarrhea In Developing Countries Of Pediatrics


And Child Health. Pakistan. Ann Nestle. 2006: 64: 39-47. Accessible at
http/www. karger. comlane.
9) World Health Organization. Diarrhoel Disease; 2013.
10) Sudarmo SM, Pinoto S, Djupri LS, Ranuh RG. Sindroma Diare: Patofisiologi,
Diagnosis, Penatalaksanaan. Surabaya: Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo-Fakultas Kedokteran UNAIR; 2004
11) Juffrie Muhhamad, Arief Syamsul, Rosalina Ina, Oswari Hanifah, Mulyani Neni
Sri, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi UKK IDAI 2012
12) Ernawati Mita, Ilmu Kesehatan Anak, Unair publishing , 2012
13) Kearney David et al. Chronic Diarrhea. Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology, Prentice-Hall International,Inc,1996:14-17.

36
14) McQuaid Kenneth. Chronic Diarrhea. In Lawrence M (Eds). Current Medical
Diagnosis & Treatment 37th Ed. Prentice Hall International Inc, 1998 : 544
15) Ghishan FK. Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.
2004:1276-1281
16) American Gastroenterological Association. AGA Technical Review on the
Evaluation and Management of Chronic Diarrhea. Gastroenterology.
1999;116:1464-1486

37

Anda mungkin juga menyukai