Anda di halaman 1dari 7

3.

Tipe diabetes melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus yang dianjurkan oleh PERKENI adalah:

Diabetes mellitus tipe 1 (insulin dependent)

Diabetes Melitus tipe 1 atau disebut juga dengan insulin dependent (tergantung

insulin) adalah mereka yang menggunakan insulin oleh karena tubuh tidak dapat

menghasilkan insulin. Pada Diabetes Melitus tipe 1, badan kurang atau tidak

menghasilkan insulin, terjadi karena masalah genetik, virus atau penyakit auto imun.

Injeksi insulin diperlukan setiap hari untuk pasien Diabetes Melitus tipe 1. Diabetes

melitus tipe 1 disebabkan oleh faktor genetika (keturunan), faktor imunologik dan

faktor lingkungan.

` Diabetes Melitus tipe 2 (Insulin requirement)

Diabetes Melitus tipe 2 atau disebut juga dengan insulin requirement

(membutuhkan insulin) adalah mereka yang membutuhkan insulin sementara atau

seterusnya. Pankreas tidak menghasilkan cukup insulin agar kadar gula darah normal,

oleh karena badan tidak dapat respon terhadap insulin. Penyebabnya tidak hanya satu

yaitu akibat resistensi insulin banyaknya jumlah insulin yang tidak berfungsi. Bisa juga

karena kekurangan insulin atau karena gangguan sekresi atau produksi insulin. Diabetes

Melitus tipe 2 menjadi semakin umum oleh karena faktor risikonya yaitu obesitas dan

kekurangan olahraga. Faktor yang memengaruhi timbulnya Diabetes Melitus yaitu usia

lebih dari 65 tahun, obesitas, riwayat keluarga.

MRDM (malnutrition related Diabetes Melitus) adalah Diabetes yang berkaitan

dengan kekurangan gizi (WHO, 1985).


Diabetes Melitus gestasional, merupakan Diabetes Melitus yang ada hubungannya

dengan kehamilan (WHO, 1985).

Diabetes Melitus lain-lain dikarenakan penyakit hormonal, obat (WHO, 1985).

4. Faktor terjadinya diabetes melitus tipe 2

Menurut para ahli, Diabetes Melitus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Faktor tersebut diantaranya :

a. Jenis kelamin

Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2,

prevalensi kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-

laki. Wanita lebih berisiko mengidap Diabetes karena secara fisik wanita memiliki

peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan

(premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh

menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko

menderita Diabetes Melitus tipe 2 (Irawan, 2010).

b. Usia

Penelitian antara umur dengan kejadian Diabetes Melitus menunjukan adanya

hubungan yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang

kurang berisiko menderita Diabetes Melitus Tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72

persen lebih rendah dibanding kelompok umur ≥45 tahun. Penelitian Iswanto (2004)

juga menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian

Diabetes Melitus. Selain itu, studi yang dilakukan Sunjaya (2009) juga menemukan

bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita Diabetes Melitus adalah
kelompok umur 45-52 (47,5%). Peningkatan risiko Diabetes seiring dengan umur,

khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai

terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan

berkurangnya kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009).

Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas

mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan

kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Diabetes Melitus

Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki banyak

pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan

memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Irawan, 2010). Pendidikan sebagian

besar responden adalah tamat SD. Dalam analisis, variabel pendidikan dibuat menjadi

dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Pendidikan rendah yaitu bila responden

berpendidikan antara tidak pernah sekolah sampai tamat SMP. Sementara itu,

pendidikan tinggi yaitu bila responden berpendidikan antara tamat SMA sampai dengan

tamat perguruan tinggi.

d. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian Diabetes Melitus. Pekerjaan

seseorang memengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Dari analisis univariat, sebagian

besar responden adalah kelompok tidak bekerja.

e. Riwayat kesehatan

Responden yang memiliki keluarga dengan Diabetes Melitus harus waspada. Risiko

menderita Diabetes Melitus bila salah satu orang tuanya menderita Diabbetes Melitus

adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki Diabetes Melitus maka risiko untuk

menderita Diabetes Melitus adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk

mendapatkan Diabetes Melitus dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan

Diabetes Melitus. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih

besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita Diabetes Melitus maka risiko untuk

menderita Diabetes Melitus adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara

kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi masyarakat yang memiliki keluarga yang

menderita Diabetes Melitus, harus segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko

menderita Diabetes Melitus besar.

f. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada

saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat

sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga,

zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh

sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi

energi maka akan timbul Diabetes Melitus (Kemenkes, 2010).

1) Terpapar asap rokok


Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok.

Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap rokok

dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang

kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa (Latu, 1983). Hasil analisis

univariat menunjukan distribusi responden berdasarkan terpapar asap rokok dan

tidak terpapar asap rokok hampir merata. Responden yang terpapar asap rokok

merupakan perokok aktif dan pasif. Dari responden yang terpapar asap rokok,

sebagaian besar adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan menghisap

racun sama seperti perokok aktif. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa

perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2

dibanding dengan yang tidak terpajan (Irawan, 2010). Berdasarkan analisis

hubungan antara terpapar asap rokok dengan kejadian DM Tipe 2, didapatkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara terpapar asap rokok dengan

kejadian DM Tipe 2.

2) Indeks masa tubuh

Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variabel lainnya mempunyai

hubungan yang signifikan dengan Diabetes Melitus. Hasil perhitungan OR

menunjukan seseorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita Diabetes.

Kelompok dengan risiko Diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds

7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Penelitian

menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas

mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena Diabetes Melitus dibandingkan

dengan individu yang tidak mengalami obesitas.


Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap Diabetes Melitus ini disebabkan oleh

kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak

yang merupakan faktor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan

meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan

FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan

menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose (Lemos,

2011).

3) Tekanan darah

Ada hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan Diabetes Melitus. Hasil

penelitian menunjukan bahwa orang yang terkena hipertensi berisiko lebih besar

untuk menderita Diabetes, dengan odds 6,85 kali lebih besar dibanding orang yang

tidak hipertensi. Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu

yang mengalami hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami

Diabetes dibanding individu yang tidak hipertensi. Beberapa literatur mengaitkan

hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes

melitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan

diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses

pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Zieve, 2012).

4) Stress

Pada variabel stress, hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengalami stres dengan jumlah 79,2% dan 46,2% responden yang tidak

mengalami stres. Untuk mengelola stres sebaiknya mulai melakukan metode dalam

mengurangi stres. Metode yang baik adalah dengan mengelola stres yang datang.
Manajemen stres ini sebaiknya dilakukan secara terus-menerus, tidak hanya ketika

tertekan (Mitra, 2008). Orang yang mengalami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk

menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stres

(Andi, 2007).

Adanya peningkatan risiko Diabetes pada kondisi stres disebabkan oleh produksi

hormone kortisol secara berlebihan saat seseorang mengalami stres. Produksi

kortisol yang berlebih ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah

merosot, yang kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu

makan berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi biologis Shawn Talbott menjelaskan

bahwa pada umumnya orang yang mengalami stres panjang juga akan mempunyai

kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan salah satu faktor risiko

Diabetes Melitus (Siagian, 2012).

5) Kolestrol

Kadar kolestrol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar kolestrol

tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisity.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas yang akhirnya

mengakibatkan DM Tipe 2 (Kemenkes, 2010). Orang dengan kolestrol tinggi

memiliki risiko 13,45 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan yang kadar

kolestrolnya normal (Andi, 2007). Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini

bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di

Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto adalah variabel umur, riwayat DM dan

Indeks Massa Tubuh.

Anda mungkin juga menyukai