Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manusia merupakan mahluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda – beda
dalam kehidupannya. Perilaku dan kepribadian didasarkan dari berbagai macam faktor penyebab, salah
satunya faktor lingkungan, yang berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya.
Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam beradaptasi menjaga
kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalu berespon bila tubuh terkena hal yang negatif
dengan berusaha menyeimbangkannya kembali sehingga bisa bertahan atas serangan negatif, misal
mata terkena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata.
Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal, seperti kita ketahui
bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai macam corak dan gaya, mulai dari logat
bahasa yang digunakan, cara berpakaian, tradisi perilaku, keyakinan dalam beragama, maupun respon
atas kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa nyeri akibat terjadi
perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan berbagai adaptasi, mulai dari suara
meraung-raung, ada juga cukup dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai perilaku dan
budaya tang ada di Indonesia sehinggadalam penanganan terhadap nyeri tang dirahakan,oles setiap
orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu
RSUD DR MOHAMMAD SALEH menyusun panduan dalam penanganan nyeri.

1.2 TUJUAN
Panduan Maanajemen nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam assesmen dan
manajemen nyeri di RSUD DR MOH SALEH, sehingga kualitas pelayanan kesehatan khusunya
penanganan nyeri di RSUD DR MOH SALEH semakin baik.

1.3 DEFINISI
a. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional dan merasakan seolah-olah terjadi
kerisakan jaringan.

b. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi kurang dari 12 minggu, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.

c. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lebih 12 minggu. Nyeri kronik yang
terus menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui
penyebabnya yang pasti.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan nyeri di RSUD DR M SALEH meliputi pelayanan bagi pasien pasien
yang dirawat di :

1. Unit rawat jalan


2. Unit rawat inap
3. Unit khusus
4. Instalasi rawat darurat
5. Instalasi Penunjang

2
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 SKRINING NYERI


a. Semua pasien yang datang ke rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan harus
dilakukan skrining nyeri dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyeri
b. Berdasarkan lingkup pelayanan yang diberikan, ada prosedur untuk identifikasi pasien yang
kesakitan. Pasien didorong untuk mengungkapkan ada tidaknya nyeri
c. Skrining dilakukan untuk mengetahui apakah pasien mengalami nyeri atau tidak melalui
hetero atau allo anamnesis
d. Apabila diidentifikasi ada rasa sakit pada skrining, pasien dirujuk atau rumah sakit
melakukan assesmen lebih mendalam oleh PPA (Profesional Pemberi Asuhan) yaitu Dokter,
Perawat, Farmasis, Nutrisionist, Rehab Medic, Radiografer, dan petugas laboratorium

3.2 ASESMEN NYERI


a. Anamnesis
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik, atau non traumatik
b) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman kesemutan, neiralgia.
c) Pola penjalaran / penyabaran nyeri
d) Durasi dan lokasi nyeri
e) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
f) Faktor yang memperhambat dan memperingan.
g) Kronisitas.
h) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi.
i) Gangguan/ kehilangan fungsi akibat nyeri.
j) Penggunaan alat bantu.
k) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity
of daily living)
l) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fractur
yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan
sindrom kauda ekuina.
2) Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
3) Riwayat psiko sosial
a) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika.
b) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi
nyeri.
d) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan
program penanganan / manejemen nyeri kedepannya. Pada pasien dengan masalah
psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi/psikofarmaka.
e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress bagi pasien /
keluarganya

4) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat,
membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan
nyeri punggung.

3
5) Obat – obatan dan alergi
a) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri
b) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek samping
c) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek
samping kognitif dan fisik
6) Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik
7) Asesmen sistem organ yang komprehensif
a) Evaluasi gejala kardiovaskuler psikiatri pulmoner, gastrointestinal, neurologi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal.
b) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan
sebagainya.

b. Asesmen nyeri
1. Asesmen nyeri menggunakan Numeric Rating Scale
a) Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.
b) Pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan
dengan angka antara 0 – 10.
1) 0 = tidak nyeri
2) 1 – 3 = nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan
baik)
3) 4 – 6 = nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri , atau mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik)
4) 7 – 9 = nyeri berat (secara obyektif pasien kadang tidak mengikuti perintah,
tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas,
distraksi)
5) 10 = nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendeskripsikan lokasi
nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul)

2. Assesmen nyeri menggunakan Wong Baker Faces Pain Scale


a) Digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak bias menggambarkan
intensitas nyerinya dengan menyebutkan angka.
b) Instrumen dengan menggunakan FacesRating Scale terdiri dari 6 gambar skala
wajahyang bertingkat dari wajah tersenyum sampai wajah yang berlinang air mata

a) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak 3 - 7 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyeri dengan menyebutkan angka
b) Instruksi : Pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan, tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
(1) Nilai 0 tidak merasa nyeri
(2) Nilai 2 sedikit rasa nyeri
(3) Nilai 4 nyeri ringan
(4) Nilai 6 nyeri sedang

4
(5) Nilai 8 nyeri berat
(6) Nilai 10 nyeri sangat berat
,
3. Assesmen nyeri Behavioral Pain Scale (BPS)
a) Indikasi: Digunakan pada pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang intensive/kamar
operasi/instalasi gawat darurat/rawat inap yang tidak dapat dinilai dengan NRS
maupun Wong Baker Face Pain Scale

Kategori Penilaian Skor


Ekspresi wajah Relaks/santai 1
Sedikit mengerut/mengerutkan dahi 2
Mengerut secara penuh hingga menutup 3
kelopak mata
Meringis 4
Pergerakan ekstremitas Tidak ada pergerakan 1
atas Sedikit ditekuk 2
Sepenuhnya ditekuk dengan fleksi jari- 3
jari
Retraksi permanen 4
Kompensasi terhadap Pergerakan yang dapat ditoleransi 1
ventilator (pasien Batuk dengan pergerakan 2
intubasi) Melawan ventilator 3
Tidak mampu mengontrol ventilator 4

Vokasional (pasien non Kurangnya vokalisasi 1


intubasi) Mendengus kecil, sering, dan tidak 2
memperpanjang
Mendengus sering dan memperpanjang 3
Berteriak atau keluhan lisan 4

5
Kriteria skor nyeri
3 : Tidak nyeri
4-6 : Nyeri ringan TOTAL SKOR
7-9 : Nyeri sedang
10-12 : Nyeri berat
4. Assesmen nyeri The Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
a. Indikasi : pada pasien bayi diruang rawat intensif, kamar operasi, ruang rawat
inap
b. Parameter yang dinilai pada skala ini adalah :
1) Ekspresi wajah
a) Wajah tenang ekspresi netral (nilai 0 )
b) Otot wajah tegang, alis mata berkerut ( nilai 1 )
2) Tangisan
a) Tenang, tidak menangis ( nilai 0 )
b) Mengerang, lemah, intermiten ( nilai 1 )
c) Menangis kuat terus menerus ( nilai 2 )
3) Pola nafas
a) Bernafas biasa ( nilai 0 )
b) Bernafas irregular, lebih cepat, menahan nafas, tersedak (nilai 1)
4) Ekstremitas atas
a) Tidak ada kekuatan otot, gerak lengan biasa ( nilai 0 )
b) Lengan kaku ( nilai 1 )
5) Ekstremitas bawah
a) Tidak ada kekakuan otot, gerak tungkai biasa ( nilai 0 )
b) Tungkai kaku ( nilai 1 )
6) Tingkat kesadaran
a) Tenang,tidur lelap, atau bangun (nilai 0 )
b) Sadar namun gelisah ( nilai 1 )
c. NIPS didapatkan dengan menjumlahkan keenam parameter diatas, interpetasi :
1) Skor 0 : Tidak nyeri
2) Skor 1- 2 : Nyeri ringan
3) Skor 3 – 4 : Nyeri sedang
4) Skor 5 – 7 : Nyeri berat

5. Assesmen nyeri FLACC ( Face Legs Activity Cry Consolidation)


a. Indikasi : Digunakan untuk usia 1- 3 tahun
b. Instruksi: Lakukan penilaian pada parameter FLACC
kemudian lakukan scoring
Kategori Parameter
0 1 2
Ekspresi Tidak ada ekspresi Sesekali meringis/ Sering sampai konstan
Wajah tertentu/senyum mengerutkan dahi, mengerutkan kening, ra
menarik diri, tidak hang terkatup, dagu
tertarik gemeteran
kaki Normal posisi atau Tidak nyaman, cemas, Menendang atau mena
santai gelisah, tegang rik kaki
Aktifitas Berbaring dg tenang, Menggeliat, menggesr, Melengkung, kaku atau
posisi normal maju mundur,tegang menyentak

6
bergerak dg mudah
Menangis Tidak ada teriakan ( Erangan atau Menangis terus, teriaka
terjaga atau tertidur) rengekan, merintih, n, atau isak tangis, kelu
keluhan sesekali han sering
Konsolabilitas/ Tenang, santai, Bisa disentuh sesekali Sulit untuk dihibur
Respon senang/puas memegang/ memeluk, / dibuat nyaman
diajak bicara,
dialihkan
Interprestasi Hasil:
0 : Tidak ada nyeri
1-3: Nyeri ringan
4-6: Nyeri sedang
7-10: Nyeri berat

c. Tindak lanjut assesmen nyeri


1. Jika hasil assesmen ditemukan nyeri dengan skala nyeri ringan (1-3), maka dilakukan
intervensi non farmakologi dan intervensi farmakologi bila diperlukan. Pengkajian
dilakukan 3 kali dalam 24 jam
2. Jika hasil assesmen ditemukan nyeri dengan skala nyeri sedang (4-6) maka dilakukan
intervensi non farmakologi dan farmakologi segera sesuai instruksi DPJP/Dokter
jaga. Pengkajian dilakukan setiap 3 jam.
3. Jika hasil assesmen ditemukan skala nyeri berat (7-10) maka dilakukan Manajemen
farmakologi oleh DPJP/Dokter jaga, observasi dilakukan setiap 1 jam. Bila
penanganan sampai 2 kali tidak ada penurunan skala nyeri menjadi skala nyeri
sedang/ ringan maka PPJA lapor ke DPJP dan koordinasi dengan penanggung jawab
nyeri ruangan. Selanjutnya penanggung jawab nyeri ruangan konsultasi dengan Ka.
Tim nyeri.
Bila nyeri berkurang ( Skala nyeri Sedang/ Ringan ) nyeri dikelola oleh DPJP dan
observasi sesuai skala nyeri.
4. Pasien impartu pengkajian dilakukan sesuai pengawasan HIS

3.3 MANEJEMEN NYERI


a) Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi kurang dari 12 minggu, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit
1) Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang
2) Tentukan mekanisme nyeri
a) Nyeri somatic :
a) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kimia
dari sel yang cedera dan memeditasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
b) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam,
menusuk atau seperti ditikam.
c) Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fracture, dislokasi
b) Nyeri Visceral :
a) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic sehingga jika terstimulasi
akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus tumpul,
seperti ditekan benda berat.
b) Penyebab : iskemi/ nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot polos,
distensi organ berongga/ lumen.
c) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat.

7
c) Nyeri neuropatic :
a) Berasal dari cedera jaringan saraf
b) Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, nyeri saat disentuh,
hiperalgesia
c) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal pada bagian cedera (sementara
pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
d) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple seleroris, hemiasis
discus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

b. Nyeri kronik : nyeri yang persisten / berlangsung > 3 bulan


1) Lakukan asesmen nyeri :
a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik ( karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri
sebelumnya )
b) Pemeriksaan penunjang : radiologi
c) Assesmen fungsional :
(1) Nilai aktifitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan disabilitas.
(2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana parawatan pasien.
(3) Nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.

2) Tentukan mekanisme nyeri


a) Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya
b) Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri
c) Terbagi menjadi 4 jenis :
(1) Nyeri neuropatik :
(a) Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi system somatosensorik
(b) Contoh : neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca herpetic
(c) Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri sesuai
dengan persyarafannya, kesemutan
(d) Fibromyalgia : gatal, kaku dan nyeri yang difus pada musculoskeletal, nyeri
berlangsung selama > 3 bulan
(2) Nyeri otot : tersering adalah nyeri miofasial
(a) Mengenai otot leher, bahu, lengan punggung bawah, panggul dan ekstremitas
bawah
(b) Nyeri dirasakan akibat disfungsi pasa 1/ lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak
(c) Biasanya muncul akibat aktifitas pekerjaan yang repetitive
(d) Tatalaksana : Mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan
manajemen factor yang memperberat ( postur, gerakan repetitive, factor
pekerjaan )
(3) Nyeri inflamasi ( dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif ) :
(a) Contoh : arthritis, infeksi, cedera jaringan ( luka ), nyeri pasca operasi
(b) Karakteristik : pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri, terdapat
riwayat cedera / luka
(c) Tatalaksana : manajemen proses inflamasi dengan antibiotic / antirematik,
OAINS, kortikosteroid
(4) Nyeri mekanis / kompresi
(a) Diperberat dengan aktifitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat
(b) Contoh : nyeri punggung dan leher ( berkaitan dengan strain/spain ligament /
otot ), degenerasi diskus, osteoporosis dengan ftaktur kompresi, fraktur.
(c) Merupakan nyeri nosiseptif
(d) Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

8
3.4 Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya
1) Non-farmakologi :
Digunakan untuk nyeri ringan – sedang. tehnik yang dianjurkan meliputi :
a) Perangsangan cutaneus
(1) Menggosok daerah nyeri / masase, back rub
(2) Kompres panas dan dingin
b) Bimbingan antisipasi
(1) Jelaskan prosedur yang mungkin menimbulkan nyeri
(2) Berikan informasi cara mengatasi nyeri yang mungkin muncul
c) Distraksi
(1) Berikan Aktivitas yang disukai klien untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri (
mendengarkan musik favorit, melihat atau menceritakan foto / gambar, bermain
game, nonton TV )
d) Relaksasi dengan tehnik imajinasi terbimbing
e) Mengurangi persepsi nyeri
(1) mengatur posisi berbaring senyaman mungkin
(2) longgarkan balutan yang terlalu menekan
(3) ganti balutan yang basah
6) Mengurangi stimulus suara / penglihatan dengan menempatkan pasien pada ruang
yang tenang, kurangi intensitas pencahayaan
7) Sentuhan yang terapeutik
8) Mengurangi isolasi sosial
(1) Rencanakan untuk sering kontak dengan tim kesehatan
(2) Membolehkan dikunjungi keluarga
(3) Bantu klien pada posisi yang nyaman pada saat ada pengunjung

2) Farmakologi : digunakan Step-Ladder WHO


a) OAINS efektif untuk nyeri ringan – sedang, opiod efektif untuk nyeri sedang – berat
b) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah ( langkah 1 dan 2 ) dengan
pemberian intermiten ( pro renata ) opioid yang disesuaikan dengan kabutuhan pasien.
c) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang – berat , dapat ditingkatkan
menjadi 3 ( ganti dengan opioid kuat dan analgesic dalam kurun waktu 24 jam setelah
langkah 1 ).
d) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standart yang sering digunakan adalah
morfin, kodein.
e) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolud OAINS, dapat diberikan opioid ringan.
f) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan dosis secara bertahap
(1) Intravena : antikonvulsan, ketamin, OAINS, opioid
(2) Oral : Antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytie
Kortikosteroid, anestesi local, OAINS, opioid, tramadol.
(3) Rectal (supositoria) : paracetamol, aspirin, opioid, fenotiazin
(4) Topical : lidocainpatch, EMLA
(5) Subkutan : opioid, anestesi local

3) Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi local di tempat nyeri.

4) Follow-up ( assesmen ulang )


a) Assesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.
b) Panduan umum :
1) Pemberian parenteral : 30 menit
2) Pemberian oral : 60 menit
3) Intervensi non-farmakologi : 30 – 60 menit
c) IGD dan poliklinik:
1)Pengkajian nyeri dilkukan 15-30 menit setelah pemberian obat

9
2)Bila hasil >7 anjurkan rawat inap
d) Rawat Inap:
1) Skala 1-3 pengkajian ulang 3x dalam 24 jam
2) Skala 4-6 pengkajian ulang setiap 3 jam
3)Skala 7-10 pengkajian ulang setiap 1 jam
4)Pasien impartu pengkajian dilakukan sesuai pengawasan HIS

5) Pencegahan
1) Edukasi pasien :
a) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya.
b) Diskusikan tujuan manajeman nyeri dan manfaatnya untuk pasien.
c) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyaan /
ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
d) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri ( termasuk
penjadwalan medikasi, pemilihan analgesic, dan jadwal control )
2) Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik.

6) Medikasi saat pasien pulang


1) Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktifitas seperti biasa /
normal.
2) Pemilihan medikasi analgetik bergantung pada kondisi pasien

10
3.5 ALUR MANAJEMEN NYERI

Pasien nyeri

Mengkaji nyeri

1. Usia < 1 tahun : NIPS ( Neonatal Infant Pain Scale )


2. Usia 1- 3 tahun : FLACC (Face,Legs, Activity, Cry,and Consolability)
3. Usia > 3 tahun : NRS (Numeric Rating Scale)
WBFPS ( Wong Baker Faces Pain Scales)
4. Bayi, anak, dewasa yang tidak dapat dinilai dengan WBFPS/NRS menggunakan : BPS ( Behavioral Pain Scale)

Pasien rawat inap biasa/semi intensif/intensif Pasien IGD/Poliklinik


Ditulis dipengkajian awal pasien rawat inap Ditulis dipengkajian awal pasien IGD/Poliklinik

Bila pasien tidak mengalami


nyeri namun setelah beberapa
Skala nyeri 1-3 Skala nyeri 4-6 Skala nyeri 7-10
hari kemudian baru ditemukan
Intervensinonfarmakologi Intervensi nonfarmakologi Bila pasien poli segera
nyeri, pengkajian nyeri
dan intervensi farmakologi dan farmakologi segera alihkan ke IGD dengan
dilakukan dengan
bila diperlukan sesuai instruksi dokter sepengetahuan dokter poli
menggunakan formulir
pengkajian awal nyeri.

IGD melakukan pengkajian ulang nyeri dan


(observasi) 15-30 menit setelah pemberian
obat, bila skala nyeri pasien masih >7, pasien
dianjurkan untuk rawat inap

Skala nyeri 1-3(Ringan) Skala nyeri 4-6(Sedang) Skala nyeri 7-10(Berat)


Intervensinon farmakologi dan intervensi Intervensi nonfarmakologi dan farmakologi Manajemen farmakokogi oleh DPJP/Dokter jaga,
farmakologi bila diperlukan. segera sesuai instruksi DPJP/Dokter jaga. observasi dilakukan setiap 1 jam(penanganan
Pengkajian dilakukan 3x dalam 24 jam Pengkajian dilakukan setiap 3 jam maksimal 2 kali)

Pada pasien inpartu, pengkajian nyeri dilakukan


sesuai pengawasan HIS

Berkurang Tidak
Dilakukan edukasi dan terapi non Berkurang
farmakologi
Observasi
sesuai dengan
skala nyeri PPJA lapor ke DPJP dan koordinasi dengan
Bila ditemukan Nyeri Pathologis lapor Penagnggung jawab Nyeri Ruangan
DPJP

Penanggung jawab nyeri ruangan


Konsultasi dengan Ka. Tim Nyeri

Skala Nyeri berkurang


(Skala Nyeri Sedang/Nyeri Ringan

Nb: Untuk Ruang ICU langsung koordinasi


Nyeri kembali dikelola oleh DPJP dan
dengan Dokter penanggung jawab Ruang ICU. Observasi sesuai skala Nyeri

11
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Lembar asesemen pasien nyeri:


a. Numeric rating scale ( NRS )
b. Wong baker pain scale (WBPS)
c. Face Legs Activity Consolidation (FLACC) Scale
d. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
e. Behavioral Pain Scale ( BPS )
2. SPO Manajemen nyeri:
a. SOP asesmen nyeri
b. Asesmen nyeri pada pasien tidak sadar
c. Edukasi manajemen nyeri
d. Manajemen nyeri
e. Asesmen nyeri pada pasien neonatur dan infant
f. Tata laksana nyeru akut
g. Tata laksana nyeri kronik
h. SPO nyeri pasca operasi
i. Prosedur pelaporan asesmen nyeri di ruangan
j. Asesmen nyeri pada pasien tersedasi di ruang ICU
3. SPO Manajemen nyeri dengan kondisi khusus:
a. SPO asesmen nyeri pasca operasi
b. SPO asesmen nyeri pada pasien tersedasi di ruang ICU
4. Dokumentasi asuhan nyeri di rekam medis pasien

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas kemudahan yang diberikan olehNya kami
dapat menyelesaikan panduan ini.

Panduan Manajemen Nyeri RSUD DR Mohammad Saleh Kota Probolinggo adalah suatu acuan
dalam asesmen dan manajemen nyeri pasien pasien di RSUD DR Mohammad Saleh Kota
Probolinggo. Panduan dalam penanganan nyeri yang terdiri dari pengertian, serta asuhan dan terapi
yang harus diberikan.

Semoga panduan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik baiknya oleh seluruh unit terkait di
RSUD DR Mohammad Saleh Kota Probolinggo.

Tim Penyusun

13

Anda mungkin juga menyukai