Laporan Pendahuluan Diare Pada Anak
Laporan Pendahuluan Diare Pada Anak
Laporan Pendahuluan Diare Pada Anak
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah
lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah
apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap
anak yang mengalami diare. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi
masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah
tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan,
2008). Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta
pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata
mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan
kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare
merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Untuk skala
nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, penderita
diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare
adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan
jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di
Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development
Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian
dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
1
2
pada anak serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
lebih baik, khususnya pada pasien dengan Diare.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka
Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Diare
2.1.1 Definisi
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Berikut ini adalah beberapa pengertian diare menurut para ahli, yaitu suatu
keadaan dimana :
a) Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal,
ditandai seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk
(Susan, 2005).
b) Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau
lendir dalam tinja (Suharyono, 2004).
c) Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang
dikeluarkan (Pitono, 2006).
d) Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2010).
e) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan
diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar (Dewi, 2010).
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
yang dapat disertai lendir atau darah dengan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali
sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari dua minggu dan diare kronik
berlangsung lebih dari dua minggu.
5
6
2.1.2 Etiologi
Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,
yaitu :
a) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak
sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal
sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif
dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan
dan elektrolit akan meningkat.
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
2) Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
poliomyelitis), Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.
4) Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans).
5) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
b) Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
1) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.
7
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c) Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan
dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan seperti makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
d) Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas.
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Suriadi (2010), akibat terjadinya diare baik akut maupun kronis
adalah :
a) Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan.
b) Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transfort aktif akibat rangsangan
toksin terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme
yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area
permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi
cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada
sindrom malabsorbsi. Serta meningkatnya motilitas intestinal dapat
mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.
8
2.1.4 Pathway
Gambar 1
Pathway diare (NANDA, 2013)
9
1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a) Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare
akut dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada
anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L,
formula lengkap sering disebut : oralit.
b) Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai engan
kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantugn tersedianya cairan stempat.
Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / rignan
dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
BB-nya.
a) Belum ada dehidrasi Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap
defekasi.
b) Dehidrasi ringan 1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya :
125 ml / kg BB / hari
c) Dehidrasi sedang : 1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
d) Dehidrasi berat : Tergantung pada umur dan BB pasien.
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang
dari 7 kg jenis makanan :
11
a) Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
b) Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu
dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang /
tidak sejuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui
tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
a) Obat anti sekresi
a. Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
b. Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
b) Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak
beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
c) Antibiotik
a. Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas
bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
b. Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis,
bronkitis / bronkopneumonia.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai
berikut:
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
1) Dewasa 60%
2) Anak-anak 60 – 77%
3) Infant 77%
4) Embrio 97%
5) Manula 40 – 50 %
Pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah
mengalami kehilangan jaringan tubuh.
2.2.3 Fungsi Cairan Tubuh
1) Memberi bentuk pada tubuh
2) Berperan dalam pengaturan suhu tubuh
3) Berperan dalam berbagai fungsi pelumasan
4) Sebagai bantalan
5) Sebagai pelarut dan tranfortasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
6) Media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
7) Untuk performa kerja fisik
2.2.4 Komposisi Cairan Tubuh
Plasma Intertisial Intraselular
Zat
(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
Ca2+ 1,3 1,2 0
Mg2+ 0,8 0,7 20
Cl- 108 108 4
HCO3- 24 28,3 1,0
HPO4-, H2PO4 2 2 11
SO42- 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
14
3) Transfor aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien
elektrokimia dari area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih
tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP untuk melintasi membran sel.
4) Tekanan hidrostatik
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh
darah. Tekanan hidrostatik berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga
larutan berpindah dari kapiler ke intertisial. Tekanan hidrostatik ditentukan oleh:
a) Kekuatan pompa jantung
b) Kecepatan aliran darah
c) Tekanan darah arteri
d) Tekanan darah vena
5) Filtrasi
Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang
lebih tinggi dari ruang intertisial. Perpindahan cairan melewati membran
permeabel dari tempat yang tinggi tekanan hidrostatiknya ke tempat yang lebih
rendah tekanan hidrostatiknya.
yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak
±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubugkan dengan banyaknya
asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui
ginjal mudah diukur, dan sering dilakukakan melalui kulit (berupa keringat) dan
saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan
sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya pada
pasien luka bakar atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran cairan (melalui
penguapan) meningkat sehingga sulit untuk diukur. Pada kasus seperti ini, bila
volume urine yang dikeluarkan kurang dari 500 cc per hari, diperlukan adanya
perhatian khusus. Setiap 1 derajat celcius akan berpengaruh pada output cairan.
proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Karenanya,
jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak
juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang
belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi
akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu
lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah
jantung atau gangguan ginjal.
2) Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan
dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam
tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat.
Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain
itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami
peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
3) Iklim
Normalnya individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak
terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit
dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat
disadari (insensible water loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu
bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia.
Individu yang tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah dengan
kelembapan yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat di lingkungan yang
bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litet sehari melalui
keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas akan
kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas,
sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan
cairan hingga dua liter per jam.
4) Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit.
Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein
21
dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini
menyebabkan penurunan kadar albumin.
5) Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan
retensi air dan natrium. Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan
produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
6) Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit
dasar sel atau jaringan yang rusak (mis, Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang
menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat
kehilangan cairan melalui saluran gastro intestinal. Gangguan jantung dan ginjal
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran
darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung menurun, tubuh akan
melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan
kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi inidapat menyebabkan
edema paru. Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup
untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam
tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak
dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya, dalam
keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urine dengan
berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan
pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk
melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis:
gagal ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari
40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine kurang dari 200 ml/ 24 jam).
22
Rasional : Sebagai upaya mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit dan upaya
rehidrasi cairan yang telah keluar akibat BAB yang berlebihan.
3) Teaching
Ajarkan keluarga untuk sering memberikan minum air putih pada pasien.
Rasional : Agar keluarga mengetahui memberikan air minum yang sering untuk
mengganti cairan yang hilang.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyamandan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan analis dan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : Mengetahui penyebab diare dengan pemeriksaan tinja dan pemberian
obat yang tepat sesuai hasil laboratorium.
b) Diagnosa II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output yang berlebihan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Pasien tidak lagi mual muntah
2) Pasien sudah bisa makan
3) BB pasien kembali normal
NIC : Manajemen nutrisi
1) Guidance
Kaji dan pantau pemasukan makanan dan status nutrisi pasien
Rasional : Deteksi dini untuk pemberian terapi nutrisi yang tepat dan memperbaiki
defisit.
2) Support
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera
mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk
menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan
sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
27
3) Teaching
Ajarkan keluarga untuk pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program
diet.
Rasional : Agar keluarga mengetahui program diet pasien untuk memperbaiki
status nutrisinya.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien.
Rasional : pemberian makanan yang tepat mempercepat proses pemenuhan nutrisi
pasien.
c) Diagnosa III : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi sekunder terhadap diare.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Suhu tubuh pasien tidak meningkat
2) Suhu tubuh dalam batas normal (36 - 37,5’C)
3) Tidak terdapat tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor,
fungtiolaesa)
NIC : Manajemen suhu tubuh
1) Guidance
Kaji dan pantau suhu tubuh pasien setiap 2 jam.
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal suhutubuh untuk
mengetahui adanya infeksi,
2) Support
Berikan pasien kompres dengan kompres hangat.
Rasional : Untuk merangsang pusat pengatur panas tubuh menurunkan produksi
panas tubuh.
3) Teaching
28
Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang bahaya suhu tubuh yang
meningkat pada diare.
Rasional : Agar keluarga mengetahui bahaya suhu tubuh yang meningkat pada
diare dan dapat waspada.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan penurun panas.
Rasional : pemberian obat-obatan penurun panas untuk mengurangi suhu tubuh
yang meningkat pada pasien.
d) Diagnosa IV : Ansietas pada anak berhubungan dengan tindakan
keperawatan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Mau menerima tindakan keperawatan
2) Klien tampak tenang dan tidak rewel
NIC : Manajemen ansietas
1) Guidance
Kaji kecemasan klien terhadap tindakan keperawatan dan hindari persepsi yang
salah pada perawat dan rumah sakit.
Rasional : mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan rumah
sakit.
2) Support
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal.
Rasional : Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan rasa
aman pada klien.
3) Teaching
Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan.
Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga.
29
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan ansietas.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan orang tua dengan memberikan mainan pada anak.
Rasional : sebagai rangsangan sensori pada anak.
e) Diagnosa V : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Keluarga pasien mengetahui kondisi penyakit pada klien
2) Keluarga klien bisa menjelaskan proses penyakit dan pencegahannya
NIC : Manajemen informasi
1) Guidance
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan
tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2) Support
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan control keluarga klien terhadap
kebutuhan perawatan diri anaknya.
3) Teaching
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan
partisipasi keluarga klien dalam proses perawatan klien.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan bersih.
Rasional : agar keluarga dapat aktif mengikuti penkes yang diberikan perawat.
5) Collaboration
30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a) Nama Pasien : An. M
b) TTL : Palangka Raya, 01 Agustus 2010
c) Jenis Kelamin : Laki-laki
d) Agama : Islam
e) Suku : Dayak Ngaju
f) Pendidikan : 3 SD
g) Alamat : Jl. Mendawai Kom Sosial RW. 07 RT. 02
h) Diagnosa Medis : Diare
2. Identitas Penanggung Jawab
a) Nama Klien : Ny. E
b) TTL : Mantangai 02 Maret 1978
c) Jenis Kelamin : Perempuan
d) Agama : Islam
e) Suku : Dayak Ngaju
f) Pendidikan : SD
g) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h) Alamat : Jl. Mendawai Kom Sosial RW. 07 RT. 02
i) Hubungan Keluarga : Ibu Kandung
3. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit perut
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien pada tanggal 12 Juli 2018 mengalami mencret dan muntah selama
2 hari dilakukan perawatan dirumah (dikompres) dan minum obat dari perawat,
karena tidak ada perkembangan klien dibawa ke rumah sakit Dr. Doris Sylvanus
masuk IGD dan diberi perawatan injeksi ranitidine dan ondansentron dan
31
32
dipasang cairan infus KA-En 3B ditangan kanan, setelah itu dianjurkan masuk ke
ruang flamboyan.
b. Riwayat Kesehatan Lalu
1) Riwayat Prenatal : Ibu klien mengatakan tidak ada masalah saat hamil
2) Riwayat Natal : Klien lahir normal, umur kehamilan 9 bulan, BB =
3 Kg
3) Riwayat Postnatal : Keadaan tubuh normal tidak ada kelainan
4) Penyakit sebelumnya : Ibu klien mengatakan An. M baru pertama kali
masuk RS
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT
Usia 1 1-2 2 bulan 9 bulan 3 tahun -
minggu bulan
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Kliean (An. M)
:Tinggal serumah
: Garis Keturunan
: Meninggal
33
9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : cukup
Keadaan Testis : Lengkap
Hipospadia : Tidak ada
Epispadia : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Gizi : - Saat sakit kurang dari normal, BB = 15 kg
BBI = 7 tahun 7 bulan
7,7 = (n x 2) + 8
= (7,7 x 2) + 8
= 15,4 + 8 = 23,4 kg
2. Kemandirian dalam bergaul : sudah mandiri, dapat bergaul dengan teman
sebaya
3. Motorik halus : Sudah bisa menulis dan membaca
4. Motorik kasar : sudah bisa bermain sepak bola
5. Kognitif dan bahasa : baik, sudah bisa berbicara dengan jelas
6. Psikososial : Dekat dengan orang tua dan keluarga
IV. Pola Aktivitas Sehari-hari
No. Pola kebiasaan Sebelum sakit Setelah sakit
1. Nutrisi
a. frekuensi 3 x sehari 3 x sehari
b. Nafsu Makan/selera Banyak Berkurang
c. Jenis Makanan Nasi, ikan, sayur Nasi, ikan, sayur dan
dan buah buah
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x sehari 2 x sehari
Konsistensi Kuning Cair dan berwarna
kuning
37
V. Data penunjang
1. pemeriksaan laboratorium
Tanggal 14 Juli 2018
Glukosa sewaktu 93 mg/dl nilai normal <200
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
1. WCB 15.05x10^3 uL 4.00-12.00
2. RBC 5.38x10 ^6 Ul 350-5-20
3. HGB 14.4x9 /dl 120-160
4.PLT 319x10^ uL 100-300
38
2. Penatalaksanaan Medis :
Nama
No Dosis Rute Indikasi
Obat
untuk mengatasi berlebihnya
1 Ranitidine 200 mg Intravena
produksi asam lambung
Untuk mencegah serta
2 Ondansentron 4 mg Intravena mengobati mual muntah
Gresia Heryulin
NIM: 2016.C.08A.0793
39
5) kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
terapi cairan dan
obat.
Diagnosa 2 1) Observasi tanda- S= Klien mengatakan
Senin, 16 juli merasa lebih
tanda defisit
2018 nyaman
Jam 13:00 wib keperawatan diri O= - Kuku klien
tampak bersih
- Laken terlihat
2) Potong kuku
bersih
klien - Lingkungan
klientampak bersih
dan rapi
3) Menganti laken
- Keluarga dan klien
mengetahui
44
dan pentingnya
kebersihan diri dan
membersihkan
cara cuci tangan
lingkungan klien yang baik dan
benar
4) Berikan
pendidikan A= Masalah teratasi
kesehatan
kepada keluarga
P= Intervensi
klien tentang
dihentikan
personal
hygienedan cara
cuci tangan yang
baik dan benar
5) Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
45
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
4.4 Implementasi
47
BAB 5
48
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada An. R dilakukan pada
tanggal 16 juli 2018 pukul 08. 18 wib yaitu data subjektif An. R mengatakan
sesak napas . Sedangkan data objektif didapatkan klien tampak lemas, kesadaran
composmenthis, untuk tanda-tanda vital didapatkan hasil nadi 135 x/ menit,
pernafasan 55x/ menit dan suhu 36, 1 derajat celcius.
5.1.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang penulis angkat pada An. R adalah Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Infeksi bakteri, Defisit perawatan
diri berhubungan dengan Kebersihn diri.
5.1.3 Intervensi
Hasil evaluasi pada hari Senin, 16 juli 2018 pada pukul 13.00 WIB dengan
metode SOAP untuk mengetahui dari keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan dengan memperhatikan pada tujuan, kriteria hasil yang telah
dibuat penulis yaang hasilnya adalah subjektif Klien mengatakan mau minum
oralit tiap kali BAB. Planning intervensi dilanjutkan yaitu: Observasi tanda-tanda
vital, Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan, Anjurkan keluarga untuk
memberi minum oralit pada klien setiap kali BAB, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi cairan dan obat, infus terpasang KA-EN 3B 16 tpm,
kolaborasi untuk pemberian obat analgetik (inj Cefotaxime 1 gram / IV ,
Ondansentron 4 mg / IV dan inj Ranitidine 200mg/ IV).
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4,
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
50
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric
Nursing. (Ed. 6). Missouri : Mosby.
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.
Edisi 15. Alih Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.