Laporan Pendahuluan Diare Pada Anak

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 50

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah
lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah
apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap
anak yang mengalami diare. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi
masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah
tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan,
2008). Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta
pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata
mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan
kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare
merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Untuk skala
nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, penderita
diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare
adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan
jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di
Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development
Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian
dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak

1
2

tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian


karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011).
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca,
lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang
memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare
umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces,dan Finger. Pada balita, kejadian
diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh
balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare,
balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat
merujuk pada malnutrisi ataupun kematian.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,
ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficileyang
dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di
udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. Selain itu pentingnya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien diare juga sangat diperlukan untuk
melakukan implementasi yang benar pada pasien diare .
Diharapkan dengan dibuatnya laporan studi kasus tentang asuhan keperawatan
klien dengan Diare ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar
bagi penderita Diare dan dapat mengurangi angka kesakitan serta kematian
karena Diare dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang penulis
angkat adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien An. M dengan Diare
di Ruangan Flamboyan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan studi kasus ini adalah agar mahasiswa memahami
bagaimana menyajikan dan menyusun hasil pemberian asuhan
keperawatan pada An. M dengan Diare di Ruangan flamboyan RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dalam bentuk laporan tertulis dan bersifat
ilmiah.
3

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penulisan studi kasus ini adalah:
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An. M
dengan Diare di Ruangan Flamboyan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.3.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. M
dengan Diare di Ruangan Flamboyan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan pada An. M dengan Diare di Ruangan Flamboyan
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada An. M dengan Diare di Ruangan Flamboyan RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.5 Mahasiswa Mampu membuat evaluasi keperawatan pada An. M dengan
Diare di Ruangan Flamboyan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk
meningkatkan mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit Diare pada anak.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Diare . Serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus
selanjutnya
1.4.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang F
(Flamboyan), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diare
4

pada anak serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
lebih baik, khususnya pada pasien dengan Diare.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka
Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
5

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Diare
2.1.1 Definisi
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Berikut ini adalah beberapa pengertian diare menurut para ahli, yaitu suatu
keadaan dimana :
a) Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal,
ditandai seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk
(Susan, 2005).
b) Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau
lendir dalam tinja (Suharyono, 2004).
c) Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang
dikeluarkan (Pitono, 2006).
d) Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2010).
e) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan
diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar (Dewi, 2010).
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
yang dapat disertai lendir atau darah dengan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali
sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari dua minggu dan diare kronik
berlangsung lebih dari dua minggu.

5
6

2.1.2 Etiologi
Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,
yaitu :
a) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak
sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal
sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif
dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan
dan elektrolit akan meningkat.
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
2) Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
poliomyelitis), Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.
4) Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans).
5) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
b) Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
1) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.
7

2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c) Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan
dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan seperti makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
d) Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas.
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Suriadi (2010), akibat terjadinya diare baik akut maupun kronis
adalah :
a) Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan.
b) Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transfort aktif akibat rangsangan
toksin terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme
yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area
permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi
cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada
sindrom malabsorbsi. Serta meningkatnya motilitas intestinal dapat
mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.
8

2.1.4 Pathway

Gambar 1
Pathway diare (NANDA, 2013)
9

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Widjaja (2006), tanda dan gejala penyakit diare pada anak yaitu:
a) Anak menjadi cengeng atau gelisah.
b) Suhu badannya meninggi.
c) Tinja menjadi encer, berlendir, atau berdarah.
d) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
e) Anusnya lecet.
f) Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
g) Muntah sebelum atau sesudah diare.
h) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
i) Dehidrasi
2.1.6 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2001), akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit
secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:
a) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
b) Syok hipovolemik.
c) Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi)
d) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktose.
e) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
f) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung lama)
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting dalam menegakkan diagnosis (kausal)
yang tepat, sehingga dapat memnerikan terapi yang tepat pula (Suharyono, 2004).
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak dengan diare, yaitu:
a) Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi dengan
kultur
b) Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (pH, Clini test), lemak, dan
kultur urine.
2.1.8 Penatalaksanaan
Medik :
Dasar pengobatan diare adalah :
10

1) Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah


pemberianya.
2) Dietetik (cara pemberian makanan)
3) Obat-obatan.

1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a) Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare
akut dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada
anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L,
formula lengkap sering disebut : oralit.
b) Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai engan
kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantugn tersedianya cairan stempat.
Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / rignan
dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
BB-nya.
a) Belum ada dehidrasi Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap
defekasi.
b) Dehidrasi ringan 1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya :
125 ml / kg BB / hari
c) Dehidrasi sedang : 1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
d) Dehidrasi berat : Tergantung pada umur dan BB pasien.

2) Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang
dari 7 kg jenis makanan :
11

a) Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
b) Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu
dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang /
tidak sejuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui
tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
a) Obat anti sekresi
a. Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
b. Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
b) Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak
beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
c) Antibiotik
a. Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas
bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
b. Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis,
bronkitis / bronkopneumonia.

2.2 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia


2.2.1 Definisi
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh
adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
12

Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik


yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman,
dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh
tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan
terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial
dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan
cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2.2.2 Distribusi Cairan Tubuh
Didistribusikan dalam dua kompartemen yang berbeda.
1) Cairan Ekstrasel, tediri dari cairan interstisial (CIS) dan Cairan
Intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada diantara
sebagian besar sel tubuh dan menyusun sebagian besar cairan tubuh.
Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial. Cairan
intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air
tidak berwarna, dan darah mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan
trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
2) Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi
terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit
serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh.
Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solut yang sama dengan
cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi-subtansi
tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam cairan
intrasel daripada dalam cairan ekstasel.
13

Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai
berikut:
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
1) Dewasa 60%
2) Anak-anak 60 – 77%
3) Infant 77%
4) Embrio 97%
5) Manula 40 – 50 %
Pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah
mengalami kehilangan jaringan tubuh.
2.2.3 Fungsi Cairan Tubuh
1) Memberi bentuk pada tubuh
2) Berperan dalam pengaturan suhu tubuh
3) Berperan dalam berbagai fungsi pelumasan
4) Sebagai bantalan
5) Sebagai pelarut dan tranfortasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
6) Media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
7) Untuk performa kerja fisik
2.2.4 Komposisi Cairan Tubuh
Plasma Intertisial Intraselular
Zat
(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
Ca2+ 1,3 1,2 0
Mg2+ 0,8 0,7 20
Cl- 108 108 4
HCO3- 24 28,3 1,0
HPO4-, H2PO4 2 2 11
SO42- 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
14

Kreatin 0,2 0,2 9


Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat - - 5
Heksosa monofosfat - - 3,7
Glukosa 5,6 5,6 -
Protein 1,2 1,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/l 301,8 300,8 301,2
Aktivitas osmolar
282 281 281
terkoreksi
Tekanan osmotik total 5443 5423 5423

2.2.5 Pergerakan Cairan Tubuh


Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui enam proses, yaitu :
1) Difusi
Perpindahan partikel melewati membran permeabel dan sehingga kedua
kompartemen larutan atau gas menjadi setimbang. Partikel listrik juga dapat
berdifusi karena ion yang berbeda muatan dapat tarik menarik. Kecepatan difusi
(perpindahan yang terus menerus dari molekul dalam suatu larutan atau gas)
dipengaruhi oleh:
a) Ukuran molekul (molekul kecil lebih cepat berdifusi dari molekul besar).
b) Konsentrasi molekul (molekul berpindah dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah).
c) Temperatur larutan (temperatur tinggi meningkatkan kecepatan difusi).
2) Osmosis
Pelarut bergerak melewati membran menuju larutan yang berkonsentrasi
lebih tinggi. Tekanan osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda yang dibatasi
suatu membran permeabel yang selektif. Proses osmosis (perpindahan pelarut dari
dari yang konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi), dipengaruhi oleh:
a) Pergerakan air
b) Semipermeabilitas membran.
15

3) Transfor aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien
elektrokimia dari area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih
tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP untuk melintasi membran sel.
4) Tekanan hidrostatik
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh
darah. Tekanan hidrostatik berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga
larutan berpindah dari kapiler ke intertisial. Tekanan hidrostatik ditentukan oleh:
a) Kekuatan pompa jantung
b) Kecepatan aliran darah
c) Tekanan darah arteri
d) Tekanan darah vena
5) Filtrasi
Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang
lebih tinggi dari ruang intertisial. Perpindahan cairan melewati membran
permeabel dari tempat yang tinggi tekanan hidrostatiknya ke tempat yang lebih
rendah tekanan hidrostatiknya.

2.2.6 Pengaturan Cairan tubuh


Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara
jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1) Asupan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah ±
2500cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari
makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan
mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan
volume cairan tubuh di mana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan, maka
curah jantung menurung, menyebabakan terjadinya penurunan tekanan darah.
2) Pengeluaran
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan
cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah air
16

yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak
±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubugkan dengan banyaknya
asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui
ginjal mudah diukur, dan sering dilakukakan melalui kulit (berupa keringat) dan
saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan
sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya pada
pasien luka bakar atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran cairan (melalui
penguapan) meningkat sehingga sulit untuk diukur. Pada kasus seperti ini, bila
volume urine yang dikeluarkan kurang dari 500 cc per hari, diperlukan adanya
perhatian khusus. Setiap 1 derajat celcius akan berpengaruh pada output cairan.

2.2.7 Pengaturan Elektrolit


1) Natrium (Na+)
Merupakan kation paling banyak dalam cairan ekstrasel. Na+
mempengaruhi keseimbanagan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot. ion
natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman masuk ke dalam
cairan ekstrasel melalui proses difusi. Pengeluaran ion natrium melalui ginjal,
pernapasan, saluran pencarnaan dan kulit. Pengaturan konsentrasi ion di lakukan
oleh ginjal. Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.
2) Kalium (K+)
Merupakan kation utama cairan intrasel. Berfungsi sebagai excitability
neuromuskuler dan kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentuk anglikogen,
sintesa protein, pengaturan keseimbanagan asam basa, karena ion K+ dapat diubah
menjadi ion hidrogen (H+). Kalium dapat diperoleh melalui makanan seperti
daging, buah-buahan dan sayur-sayuran. Kalium dapat dikeluarkan melalui ginjal,
keringat dan saluran pencernaan. Pengaturan konsentrasi kalium dipengaruhi oleh
perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel.Nilainormalnyasekitar 3,5-5,5
mEq/lt.
3) Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, berguna untuk
integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan darah, serta
pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dalam cairan ekstra sel diatur oleh kelenjar
17

paratiroid dan tiroid. Hormon paratiroid mengabsorpsi kalisum melalui


gastrointestinal, sekresi melalui ginjal. Hormon thirocalcitonin menghambat
penyerapan Ca+ tulang. Kalsuim diperoleh dari absorpsi usus dan resorpsi tulang
dan di keluaran melalui ginjal, sedikit melalui keringa serta disimpan dalam
tulang. Jumlah normal kalsium 8,5 – 10,5 mg/dl.
4) Magnesium (Mg2+)
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting
untuk aktivitas enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Sumber
magnesium didapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan ikan. Nilai
normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
5) Klorida (Cl ˉ )
Terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel, berperan dalam pengaturan
osmolaritas serum dan volume darah, regulasi asam basa, berperan dalam bufer
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam sel darah merah. Klorida disekresi
dan di absorpsi bersama natrium di ginjal dan pengaturan klorida oleh hormin
aldosteron.Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.
6) Bikarbonat (HCO3ˉ )
HCO3 adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan
ekstrasel dan intrasel dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam
basa. Biknat diatur oleh ginjal.
7) Fosfat
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel Berfungsi
untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolism karbohidrat, pengaturan
asam basa.Pengaturan oleh hormone paratiroid.

2.2.8 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1) Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar yaitu gangguan
keseimbangan isotonis dan osmolar. Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika
sejumlah cairan dan elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang.
Sedangkan ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika kehilangan cairan tidak
diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam proporsi yang seimbang
18

sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan osmolalitas serum.


Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat kategori ketidak seimbangan cairan,
yaitu :
1) Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
2) Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
3) Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
4) Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
2) Defisit Volume Cairan
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti
ini disebut juga hipovolemia.Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan
cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler.
Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal yaitu
kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan
dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak
mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan
ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju
lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium atau rongga sendi. Selain
itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan,
dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
3) Defisit Cairan
Faktor Resiko
1) Kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung).
Tanda klinis : Kehilangan berat badan.
2) Ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan
dan depresi konfusi). Tanda klinis : Penurunan tekanan darah
3) Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiper osmolar, terjadi akibat
kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam
jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan menyebabkan
19

peningkatan kadarnatrium, peningkatan osmolalitas serta dehidrasi intraseluler.


Air berpindah dari sel dan kompartemen interstitial menuju ruang vascular.
Kondisi ini menybabkan gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang
beresiko mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia. Mereka
mengalami penurunan respons haus atau pemekatan urine.
4) Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan
elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang.
Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih
normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh penungkatan
jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload
cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi
keseimbangan cairan. Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain:
a) Asupan natrium yang berlebihan
b) Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada
klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c) Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung
(gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing.
d) Kelebihan steroid.
e) Kelebihan Volume Cairan
Faktor resiko:
a) Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi intravena Tanda
klinis : penambahan berat badan
b) Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau obat-obatan Tanda
klinis : edema perifer dan nadi kuat

2.2.9 Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Normal Cairan Dan


Elektrolit
1) Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia
berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan
metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki
20

proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Karenanya,
jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak
juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang
belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi
akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu
lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah
jantung atau gangguan ginjal.
2) Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan
dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam
tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat.
Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain
itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami
peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
3) Iklim
Normalnya individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak
terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit
dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat
disadari (insensible water loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu
bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia.
Individu yang tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah dengan
kelembapan yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat di lingkungan yang
bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litet sehari melalui
keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas akan
kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas,
sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan
cairan hingga dua liter per jam.
4) Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit.
Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein
21

dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini
menyebabkan penurunan kadar albumin.
5) Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan
retensi air dan natrium. Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan
produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
6) Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit
dasar sel atau jaringan yang rusak (mis, Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang
menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat
kehilangan cairan melalui saluran gastro intestinal. Gangguan jantung dan ginjal
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran
darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung menurun, tubuh akan
melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan
kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi inidapat menyebabkan
edema paru. Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup
untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam
tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak
dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya, dalam
keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urine dengan
berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan
pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk
melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis:
gagal ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari
40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine kurang dari 200 ml/ 24 jam).
22

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
a) Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
b) Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair
(diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), BAB >
10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung < 14 hari maka diare tersebut
adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah
diare persisten (Suriadi, 2010).
c) Riwayat penyakit sekarang
Menurut Suharyono (2004), yaitu:
1) Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan timbul diare.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam pada
dehidrasi berat.
d) Riwayat kesehatan
Menurut Suharyono (2004), yaitu:
1) Riwayat imunisasi terutama campak, karena diare lebih sering terjadi atau
berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita
23

campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan


pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan (antibiotik) karena
faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
3) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelum,
selama, atau setelah diare.
e) Riwayat nutrisi
Menurut Suharyono (2004), yaitu:
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan dapat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula, apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
3) Perasaan haus, anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus dan
minum seperti biasa. Pada dehidrasi ringan/sedang anak merasa haus dan
banyak minum. Pada dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bisa
minum.
f) Pemeriksaan fisik
Menurut Suharyono (2004), yaitu:
1) Keadaan umum
a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
b) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
c) Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
2) Berat badan
Menurut Nursalam (2005), anak yang diare dengan dehidrasi biasanya
mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:
Tabel 2
Tingkat Dehidrasi
Kehilangan Berat Badan Dalam %
Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
24

Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)


Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak


dirawat di rumah sakit. Sedangkan di lapangan, untuk menentukan dehidrasi,
cukup dengan menggunakan penilaian keadaan anak.
3) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor, yaitu
dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kuku).
Apabila turgor kembali dengan cepat (< 2 detik), berarti diare tersebut tanpa
dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (= 2 detik), ini berarti diare
dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (> 2 detik),
ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
4) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung.
5) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya cekung. Apabila mengalami
dehidrasi berat kelopak matanya sangat cekung.
6) Mulut dan lidah
a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
7) Abdomen
a) Kemungkinan distensi.
b) Mengalami kram.
c) Bising usus yang meningkat.
8) Anus
Apakah ada iritasi pada kulitnya karena frekuensi BAB yang menigkat.
25

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA (2013), yaitu:
1) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang
berlebihan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output yang berlebihan.
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare.
4) Ansietas pada anak berhubungan dengan tindakan keperawatan.
5) Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
2.3.2 Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA (2013), yaitu:
a) Diagnosa I : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output yang berlebihan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Tidak terjadi dehidrasi
2) TTV dalam batas normal
3) Turgor kulit kembali elastis
4) Kulit tidak kering
5) Mukosa bibir basah
6) Tidak pucat lagi
NIC : Manajemen cairan dan elektrolit
1) Guidance
Kaji dan pantau tanda dan gejala dehidrasi dan intake output cairan.
Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera
untuk memperbaiki defisit.
2) Support
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi.
26

Rasional : Sebagai upaya mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit dan upaya
rehidrasi cairan yang telah keluar akibat BAB yang berlebihan.
3) Teaching
Ajarkan keluarga untuk sering memberikan minum air putih pada pasien.
Rasional : Agar keluarga mengetahui memberikan air minum yang sering untuk
mengganti cairan yang hilang.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyamandan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan analis dan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : Mengetahui penyebab diare dengan pemeriksaan tinja dan pemberian
obat yang tepat sesuai hasil laboratorium.
b) Diagnosa II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output yang berlebihan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Pasien tidak lagi mual muntah
2) Pasien sudah bisa makan
3) BB pasien kembali normal
NIC : Manajemen nutrisi
1) Guidance
Kaji dan pantau pemasukan makanan dan status nutrisi pasien
Rasional : Deteksi dini untuk pemberian terapi nutrisi yang tepat dan memperbaiki
defisit.
2) Support
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera
mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk
menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan
sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
27

3) Teaching
Ajarkan keluarga untuk pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program
diet.
Rasional : Agar keluarga mengetahui program diet pasien untuk memperbaiki
status nutrisinya.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien.
Rasional : pemberian makanan yang tepat mempercepat proses pemenuhan nutrisi
pasien.
c) Diagnosa III : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi sekunder terhadap diare.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Suhu tubuh pasien tidak meningkat
2) Suhu tubuh dalam batas normal (36 - 37,5’C)
3) Tidak terdapat tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor,
fungtiolaesa)
NIC : Manajemen suhu tubuh
1) Guidance
Kaji dan pantau suhu tubuh pasien setiap 2 jam.
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal suhutubuh untuk
mengetahui adanya infeksi,
2) Support
Berikan pasien kompres dengan kompres hangat.
Rasional : Untuk merangsang pusat pengatur panas tubuh menurunkan produksi
panas tubuh.
3) Teaching
28

Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang bahaya suhu tubuh yang
meningkat pada diare.
Rasional : Agar keluarga mengetahui bahaya suhu tubuh yang meningkat pada
diare dan dapat waspada.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan kebutuhan
metabolik.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan penurun panas.
Rasional : pemberian obat-obatan penurun panas untuk mengurangi suhu tubuh
yang meningkat pada pasien.
d) Diagnosa IV : Ansietas pada anak berhubungan dengan tindakan
keperawatan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Mau menerima tindakan keperawatan
2) Klien tampak tenang dan tidak rewel
NIC : Manajemen ansietas
1) Guidance
Kaji kecemasan klien terhadap tindakan keperawatan dan hindari persepsi yang
salah pada perawat dan rumah sakit.
Rasional : mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan rumah
sakit.
2) Support
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal.
Rasional : Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan rasa
aman pada klien.
3) Teaching
Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan.
Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga.
29

4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan menurunkan ansietas.
5) Collaboration
Kolaborasi dengan orang tua dengan memberikan mainan pada anak.
Rasional : sebagai rangsangan sensori pada anak.
e) Diagnosa V : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Keluarga pasien mengetahui kondisi penyakit pada klien
2) Keluarga klien bisa menjelaskan proses penyakit dan pencegahannya
NIC : Manajemen informasi
1) Guidance
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan
tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2) Support
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan control keluarga klien terhadap
kebutuhan perawatan diri anaknya.
3) Teaching
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan
partisipasi keluarga klien dalam proses perawatan klien.
4) Environment
Buat lingkungan yang tenang dan bersih.
Rasional : agar keluarga dapat aktif mengikuti penkes yang diberikan perawat.
5) Collaboration
30

Kolaborasi dengan perawat lain dalam memberikan pendidikan kesehatan.


Rasional : agar penkes yang diberikan dapat berjalan efektif.
2.3.4 Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan dan menilai keefektifitasan rencana atau strategi asuhan
keperawatan. Hal-hal yang perlu dievaluasi ialah keefektifitasan asuhan
keperawatan tersebut dan apakah perubahan perilaku pasien sesuai yang
diharapkan. Dalam penafsiran hasil evaluasi disebutkan apakah tujuan tercapai,
tujuan tercapai sebagian, atau tujuan sama sekali tidak tercapai
31

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a) Nama Pasien : An. M
b) TTL : Palangka Raya, 01 Agustus 2010
c) Jenis Kelamin : Laki-laki
d) Agama : Islam
e) Suku : Dayak Ngaju
f) Pendidikan : 3 SD
g) Alamat : Jl. Mendawai Kom Sosial RW. 07 RT. 02
h) Diagnosa Medis : Diare
2. Identitas Penanggung Jawab
a) Nama Klien : Ny. E
b) TTL : Mantangai 02 Maret 1978
c) Jenis Kelamin : Perempuan
d) Agama : Islam
e) Suku : Dayak Ngaju
f) Pendidikan : SD
g) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h) Alamat : Jl. Mendawai Kom Sosial RW. 07 RT. 02
i) Hubungan Keluarga : Ibu Kandung
3. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit perut
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien pada tanggal 12 Juli 2018 mengalami mencret dan muntah selama
2 hari dilakukan perawatan dirumah (dikompres) dan minum obat dari perawat,
karena tidak ada perkembangan klien dibawa ke rumah sakit Dr. Doris Sylvanus
masuk IGD dan diberi perawatan injeksi ranitidine dan ondansentron dan

31
32

dipasang cairan infus KA-En 3B ditangan kanan, setelah itu dianjurkan masuk ke
ruang flamboyan.
b. Riwayat Kesehatan Lalu
1) Riwayat Prenatal : Ibu klien mengatakan tidak ada masalah saat hamil
2) Riwayat Natal : Klien lahir normal, umur kehamilan 9 bulan, BB =
3 Kg
3) Riwayat Postnatal : Keadaan tubuh normal tidak ada kelainan
4) Penyakit sebelumnya : Ibu klien mengatakan An. M baru pertama kali
masuk RS
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT
Usia 1 1-2 2 bulan 9 bulan 3 tahun -
minggu bulan

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu klien mengatakan tidak memiliki penyakit keluarga
d. Susunan Genogram 3 ( tiga ) Generasi

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Kliean (An. M)
:Tinggal serumah
: Garis Keturunan
: Meninggal
33

II. Pemeriksaan Fisik


1. keadaan umum
Keadaan klien tampak kurang bersih, dan terpasang infus KA-EN 3B =16
tpm di tangan kanan
2. Tanda Vital
Tekanan darah : -
Nadi : 90 x/mnt
Suhu : 36,4 C
Respirasi : 22 x/mnt
3. kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup : Ya
Keadaan : Normal
Kelainan : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Rontok = Tidak
Mudah dicabut = Tidak
Kusam = Tidak
Lain-lain : Tidak ada
c. Kepala
keadaan kulit kepala : Bersih normal
peradangan/benjolan : Tidak ada
lain-lain : Tidak ada
d. Mata
Bentuk : Simetris
Conjungtiva : Normal, merah muda
Skelera : Normal, berwarana putih
Reflek pupil : Normal
Odem Palpebra : Tidak ada
Ketajaman penglihatan : Baik
34

Lain-lain : Mata klien terlihat cekung


e. Telinga
Bentuk : simetris
Serumen/secret : Ada
Peradangan : Tidak ada
Ketajaman pendengaran : Baik, bila ada orang ribut klien terbangun
Lain-lain : Tidak ada
f. Hidung
Bentuk : Simetris
Serumen/secret : Tidak ada
Pasase udara : Tidak ada
Fungsi penciuman : Normal
Lain-lain : Tidak ada
g. Mulut
Bibir : Intak = Tidak
Sianosis = Tidak ada
Keadaan = Kering
Palatum : Lunak
h. Gigi
Carries : Tidak ada
Jumlah gigi : 18 buah
Lain-lain : Tidak ada
4. Leher dan Tenggorokan
Bentuk : Normal, simetris
Reflek menelan : Baik
Pembesaran Tonsil : Tidak terdapat pembesaran tonsil, Normal
Pembesaran vena jugularis : Tidak terdapat pembesaran vena jugularis
Benjolan : Tidak terdapat benjolan pada leher, tenggorokan
Peradangan : Tidak terdapat peradangan pada leher
Lain-lain : Tidak ada
5. Dada
Bentuk : Simetris
35

Retraksi dada : Tidak ada


Bunyi Nafas : Normal
Tipe pernafasan : S1,S2 lup-dup normal
Iktus kordis : Normal, dapat meauskultasikan jantung dan menentukan
bunyi
Bunyi tambahan : Tidak terdengar suara tambahan
Nyeri dada : Tidak ada
Keadaan payudara : Normal
Lain-lain : Tidak ada
6. Punggung
Bentuk : Simetris
Peradangan : Tidak terdapat peradangan
Benjolan : Tidak terdapat benjolan
Lain-lain : Tidak ada
7. Abdomen
Bentuk : Simetris
Bising usus : >20x/mnt
Asites : Tidak ada
Massa : Tidak terdapat myeri abdomen
Hepatomegali : Tidak ada
Spenommegali : Tidak ada
Nyeri : Nyeri di bagian kiri
Lain-lain : Tidak ada
8. Ektremitas
Pergerakan/tonus otot : Normal, mampu bergerak tanpa hambatan
Oedema : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Cllubing finger : Tidak ada
Keadaan kulit/turgor : Normal, kembali < 2 detik
Lain-lain : Tidak ada
36

9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : cukup
Keadaan Testis : Lengkap
Hipospadia : Tidak ada
Epispadia : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Gizi : - Saat sakit kurang dari normal, BB = 15 kg
BBI = 7 tahun 7 bulan
7,7 = (n x 2) + 8
= (7,7 x 2) + 8
= 15,4 + 8 = 23,4 kg
2. Kemandirian dalam bergaul : sudah mandiri, dapat bergaul dengan teman
sebaya
3. Motorik halus : Sudah bisa menulis dan membaca
4. Motorik kasar : sudah bisa bermain sepak bola
5. Kognitif dan bahasa : baik, sudah bisa berbicara dengan jelas
6. Psikososial : Dekat dengan orang tua dan keluarga
IV. Pola Aktivitas Sehari-hari
No. Pola kebiasaan Sebelum sakit Setelah sakit
1. Nutrisi
a. frekuensi  3 x sehari  3 x sehari
b. Nafsu Makan/selera  Banyak  Berkurang
c. Jenis Makanan  Nasi, ikan, sayur  Nasi, ikan, sayur dan
dan buah buah
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi  1 x sehari  2 x sehari
Konsistensi  Kuning  Cair dan berwarna
kuning
37

b. BAK  3 x sehari  4 x sehari


Frekuensi  Kuning jernih  Kuning pucat
Konsistensi
3. Istirahat/tidur
a. siang/jam  1 x sehari  1 x sehari kurang lebih 2
kurang lebih 2 jam
b. malam/jam jam  1 x sehari kurang lebih 9
 1 x sehari kurang jam
lebih 9 jam
4. Personal hygiene
a. Mandi 3 x sehari Tidak ada
b. Oral hygiene 3 x sehari

V. Data penunjang
1. pemeriksaan laboratorium
Tanggal 14 Juli 2018
Glukosa sewaktu 93 mg/dl nilai normal <200
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
1. WCB 15.05x10^3 uL 4.00-12.00
2. RBC 5.38x10 ^6 Ul 350-5-20
3. HGB 14.4x9 /dl 120-160
4.PLT 319x10^ uL 100-300
38

2. Penatalaksanaan Medis :
Nama
No Dosis Rute Indikasi
Obat
untuk mengatasi berlebihnya
1 Ranitidine 200 mg Intravena
produksi asam lambung
Untuk mencegah serta
2 Ondansentron 4 mg Intravena mengobati mual muntah

Untuk membunuh bakteri


3 Cefotaxime 1 gram Intravena penyebab infeksi

Palangka Raya 16 Juli 2018


Mahasiswa

Gresia Heryulin
NIM: 2016.C.08A.0793
39

3.2 Analisa Data


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF
Ds : Klien mengatakan Diare Defisit volume cairan
sudah BAB 2 kali dan elektrolit
dan sakit perut

Do : - Bibir tampak Makanan/ zat tidak dapat


kering di serap oleh tubuh
- Mata cekung
- Bising usus
meningkat >20
x/menit Tekanan osmotik rongga
- BAK 4 x sehari usus meninggkat
- BAB encer 2x
- BAB cair dan
berwarna kuning Peningkatan frekuensi
- Ttv : N = 90 defikasi
RR= 22 x/mnt
S = 36 celsius
Konsisten feses cair

Output cairan dan


elektrolit berlebihan
Ds : Klien mengatakan Status kesehatan Defisit perawatan diri
tidak bisa potong kuku menurun
sendiri

Do : - Kuku Klien kotor Menghambat kemampuan


dan panjang individu dalam merawat
kuku
- Tempat tidur dan
lingkungan klien
berantakan Kuku kotor dan panjang
- Kulit Klien tampak
kusam
- Laken terlihat kotor
- Bau badan
40

3.3 Prioritas Masalah


1) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan Output cairan dan
elektrolit
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan Status kesehatan menurun
41

3.4 Rencana Keperawatan


Nama pasien : An. M
Ruang Rawat : Ruang Flamboyant
Diagnosa Tujuan (kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil)
1) Defisit volume Setelah dilakukan 1) Observasi 1) Untuk mengetahui
cairan dan tindakan tanda-tanda tanda-tanda vital klien
elektrolit keperawatan 1x7 vital
berhubungan jam cairan dan
dengan Output elektrolit dapat 2) Pantau tanda 2) Penurunan volume
cairan dan terpenuhi dengan dan gejala cairan bersirkulasi
elektrolit kriteria hasil : kekurangan menyebabkan
1. BAB 1 x sehari cairan kekeringan jaringan
2. Bising usus dan pemikatan urin,
normal (3-5) deteksi dini
3. Bibir lembab memungkinkan terapi
4. konsisten BAB penganti cairan segera
liat/lembek untuk memperbaiki
defisit

3) Anjurkan 3) Agar cairan dalam


keluarga tubuh dapat terpenuhi
untuk
memberi
minum oralit
pada klien
setiap kali
BAB

4) Berikan 4) Agar keluarga


pendidikan mengetahui pentingnya
kesehatan pemenuhan cairan dan
tentang elektrolit untuk Klien
kebutuhan
cairan dan
elektrolit
untuk
keluarga klien

5) kolaborasi 5) Pemberian obat-obatan


dengan dokter secara kausal penting
dalam untuk penyembuhan
pemberian diare
terapi cairan
dan obat.
42

2) Defisit Setelah dilakukan 1) Observasi 1) Untuk mengetahui


perawatan diri tindakan tanda-tanda tanda-tanda defisit
berhubungan keperawatan defisit perawatan diri
dengan Status selama 1x7 jam keperawatan
kesehatan diharapkan klien diri
menurun dapat merasa lebih
nyaman dan bersih 2) Potong kuku 2) Untuk membuat kuku
dengan kriteria klien klien bersih dan rapi
hasil :
1. Kuku tampak
bersih
2. Tidak bau badan 3) Menganti 3) Untuk membuat klien
3. Kulit bersih laken dan merasa nyaman
4. lingkungan dan membersihkan
tempat tidur lingkungan
klien bersih klien

4) Berikan 4) Agar keluarga


pendidikan mengetahui
kesehatan pentingnya
kepada kebersihan diri
keluarga klien
tentang
personal
hygienedan
cara cuci
tangan yang
baik dan benar

5) Kolaborasi 5) Untuk membantu


dengan dokter penyembuhan klien
dalam
pemberian
obat
43

3.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


Nama pasien : An. M
Ruang Rawat : Ruang Flamboyant
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP) Tanda
Jam tangan dan
Nama
Perawat
Diagnosa 1 1) Observasi tanda- S= Klien mengatakan
Senin, 16 juli tanda vital mau minum oralit
2018 tiap kali BAB
Jam 13:00 wib 2) Pantau tanda dan O= klien BAB 2 kali
gejala - Bibir sedikit
kekurangan lembab
cairan - Klien dan keluarga
mengetahui
3) Anjurkan pentingnya
keluarga untuk kebutuhan cairan
memberi minum elektrolit bagi
oralit pada klien tubuh
setiap kali BAB TTV :
N=95 x/mnt
4) Berikan S=36,5 C
pendidikan RR=24 x/mnt
kesehatan
tentang A= masalah belum
kebutuhan cairan teratasi
dan elektrolit
untuk keluarga P= lanjut intervensi
klien 1,2,3 dan 5

5) kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
terapi cairan dan
obat.
Diagnosa 2 1) Observasi tanda- S= Klien mengatakan
Senin, 16 juli merasa lebih
tanda defisit
2018 nyaman
Jam 13:00 wib keperawatan diri O= - Kuku klien
tampak bersih
- Laken terlihat
2) Potong kuku
bersih
klien - Lingkungan
klientampak bersih
dan rapi
3) Menganti laken
- Keluarga dan klien
mengetahui
44

dan pentingnya
kebersihan diri dan
membersihkan
cara cuci tangan
lingkungan klien yang baik dan
benar
4) Berikan
pendidikan A= Masalah teratasi
kesehatan
kepada keluarga
P= Intervensi
klien tentang
dihentikan
personal
hygienedan cara
cuci tangan yang
baik dan benar

5) Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
45

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap penting dari proses pemberian asuhan


keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian
yang akurat lengkap sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting untuk
langkah selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai respons
individu (Muttaqin, 2008).
Pengkajian asuhan keperawatan pada An.R dilakukan pada tanggal 16 juli
2018 pukul 08. 18 wib dengan keluhan utama yang An. R rasakan sesak napas .
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang
encer atau cair (Suriadi, 2010).
Hasil dari pengkajian riwayat kesehatan An. R mengalami sesak napas
sehingga dilarikan ke RSUD dr doris Slyvanus Minggu , 15 Juli 2018. Hal ini
sesuai teori yang di jelaskan frekuensi buang air besar dengan bentuk tinja encer
atau cair itu adalah tanda dan gejala dari diare.
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan data keadaan umum pasien
tampak lemas, kesadaran composmenthis, untuk tanda-tanda vital didapatkan hasil
nadi 90 x/ menit, pernafasan 22 x/ menit dan suhu 36, 4 derajat celcius.
Berdasarkan masalah utama keperawatan yang diangkat pada kasus ini adalah
Defisit volume cariran dan elektrolit. Hal ini dilakukan karena didapatkan tanda-
gejala ditemukan seperti Bibir tampak kering, Mata cekung, Bising usus
meningkat >20 x/menit, BAK 4 x sehari, BAB encer 2x , BAB cair dan
berwarna kuning
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual ataupun potensial dengan menggunakan terminologi NANDA
(Wilkinson, 2006).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut teori ada 5 diagnosa keperawatan
yaitu:
1) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang
berlebihan.
45
46

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


output yang berlebihan.
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare.
4) Ansietas pada anak berhubungan dengan tindakan keperawatan.
5) Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang didapat pada kasus ada 2 diagnosa
keperawatan, yaitu:
1) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan Output cairan dan
elektrolit
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan Status kesehatan menurun
4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan
kepada pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakan sehingga
kebutuhan pasien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006).
Tujuan yang direncanakan penulis adalah Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 7 jam diharapkan pada An. M cairan dan elektrolit dapat
terpenuhi. Dengan kriteria hasil: Bibir lembab, konsisten BAB liat/ lembek,
frekuensi BAB 1 x sehari, Bising usus 5 x/menit
Intervensi keperawatan yang dibuat oleh penulis tidak sesuai dengan teori,
intervensi keperawatan yang penulis lakukan berdasarkan respons dan kebutuhan
klien, dalam teori dijelaskan bahwa intervensi keperawatan pada klien dengan
Defisit volume cairan dan elektrolit : berhubungan dengan output cairan dan
elektrolit , yaitu antara lain: Kaji dan pantau tanda dan gejala dehidrasi dan intake
output cairan, Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi,
Ajarkan keluarga untuk sering memberikan minum, Buat lingkungan yang tenang
dan nyaman, Kolaborasi dengan analis dan dokter dalam pemberian obat.

4.4 Implementasi
47

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang penulis lakukan kepada


pasien sesuai dengan intervensi sehingga kebutuhan pasien terpenuhi (Wilkinson,
2006).
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah
disusun dan tidak semua dari intervensi tersebut dapat diimplementasikan
seluruhnya oleh penulis dalam tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang
telah dilakukan oleh penulis berdasarkan diagnosa keperawatan pertama, Defisit
volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan dan elektrolit,
yaitu: Mengobservasi tanda-tanda vital, Memantau tanda dan gejala kekurangan
cairan, Menganjurkan keluarga untuk memberi minum oralit pada klien setiap kali
BAB, Memberikan pendidikan kesehatan tentang kebutuhan cairan dan elektrolit
untuk keluarga klien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan dan
obat.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah hasil yang penulis ingin capai dari klien sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakan sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi
(Wilkinson, 2006).
Hasil evaluasi pada hari Senin, 16 juli 2018 pada pukul 13.00 WIB
dengan metode SOAP untuk mengetahui dari keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilakukan dengan memperhatikan pada tujuan, kriteria hasil yang telah
dibuat penulis yaang hasilnya adalah subjektif Klien mengatakan mau minum
oralit tiap kali BAB. Planning intervensi dilanjutkan yaitu: Observasi tanda-tanda
vital, Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan, Anjurkan keluarga untuk
memberi minum oralit pada klien setiap kali BAB, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi cairan dan obat, infus terpasang KA-EN 3B 16 tpm,
kolaborasi untuk pemberian obat analgetik (inj Cefotaxime 1 gram / IV ,
Ondansentron 4 mg / IV dan inj Ranitidine 200mg/ IV).
Dari data yang didapatkan masalah keperawatan Defisit volume cairan dan
elektrolit berhubungan output cairan dan elektrolit belum teratasi dikarenakan
belum sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan.

BAB 5
48

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada An. R dilakukan pada
tanggal 16 juli 2018 pukul 08. 18 wib yaitu data subjektif An. R mengatakan
sesak napas . Sedangkan data objektif didapatkan klien tampak lemas, kesadaran
composmenthis, untuk tanda-tanda vital didapatkan hasil nadi 135 x/ menit,
pernafasan 55x/ menit dan suhu 36, 1 derajat celcius.
5.1.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang penulis angkat pada An. R adalah Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Infeksi bakteri, Defisit perawatan
diri berhubungan dengan Kebersihn diri.
5.1.3 Intervensi

Tujuan yang diharapkan penulis adalah Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1x 7 jam diharapkan pada An. R Oksigenasi dapat terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:Pasien tidak sesak napas lg, Bernapas dengan mudah, Tidak
ada suara abnormal, Tidak ada otot bantuan pernafasan.
Intervensi keperawatan yang penulis susun sesuai dengan kondisi dan
respons klien yaitu: Observasi tanda-tanda vital, Monitor auskultasi bunyi napas
tambahan, Posisikan klien semi flower, Berikan pendidikan kesehatan tentang
Oksigenasi untuk keluarga klien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi cairan dan obat.
5.1.4 Implementasi

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis berdasarkan


diagnosa keperawatan pertama, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan Infeksi bakteri , yaitu: Mengobservasi tanda-tanda vital, Memantau tanda
dan gejala kekurangan cairan, Menganjurkan keluarga untuk memberi minum
oralit pada klien setiap kali BAB, Memberikan pendidikan kesehatan tentang
kebutuhan cairan dan elektrolit untuk48keluarga klien, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi cairan dan obat.
5.1.5 Evaluasi
49

Hasil evaluasi pada hari Senin, 16 juli 2018 pada pukul 13.00 WIB dengan
metode SOAP untuk mengetahui dari keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan dengan memperhatikan pada tujuan, kriteria hasil yang telah
dibuat penulis yaang hasilnya adalah subjektif Klien mengatakan mau minum
oralit tiap kali BAB. Planning intervensi dilanjutkan yaitu: Observasi tanda-tanda
vital, Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan, Anjurkan keluarga untuk
memberi minum oralit pada klien setiap kali BAB, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi cairan dan obat, infus terpasang KA-EN 3B 16 tpm,
kolaborasi untuk pemberian obat analgetik (inj Cefotaxime 1 gram / IV ,
Ondansentron 4 mg / IV dan inj Ranitidine 200mg/ IV).

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Perawat

Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya pada klien dengan Diare
pada anak, serta mampu melakukan asuhaan keperawatan kepada Klien sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

5.2.2 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan seoptimal


mungkin, mampu menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai
dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien khususnya pada klien dengan
Diare.

DAFTAR PUSTAKA
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4,
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
50

Dongoes, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.


2009-2011. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh
Setiawan, dkk. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric
Nursing. (Ed. 6). Missouri : Mosby.

Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses


Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin
Asih,dkk. Jakarta : EGC.

Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.
Edisi 15. Alih Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai