Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase
infantile) dan bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak). Dermatitis atopik kerap terjadi
pada bayi dan anak, dan sekitar 50% menghilang pada saat remaja, kadang dapat menetap,
atau bahkan baru mulai muncul saat dewasa.
Manifestasi dermatitis atopik dan tempat predileksi berbeda pada fase bayi, anak dan
dewasa. Rasa gatal yang hebat dan perjalanan penyakit yang kronis-residif menyebabkan
gangguan psikologis pada pasien, keluarga, serta dokter yang merawat, juga dapat
menurunkan kualitas hidup pasien.
Dermatitis atopik tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Oleh karena
itu upaya preventif merupakan hal penting, dokter perlu berkomunikasi dengan pasien dan
keluarganya, memberikan informasi dan edukasi penyakit, serta bagaiman merawat dan
mencegah kekambuhan.
A. EPIDEMIOLOGI
Penelitian tentang perjalanan penyakit DA, dari berbagai negara industri
memperlihatkan data yang bervariasi. Di negara berkembang, 10-20% anak menderita
DA dan 60% di antaranya menetap sampai dewasa.
3. Faktor Psikologis
Didapatkan peningkatan gangguan psikis pada DA tergolong tinggi, antara lain
berupa cemas, stress, dan depresi. Rasa gatal yang hebat dapat memicu garukan
yang terus menerus sehingga menyebabkan kerusakan kulit, sebaliknya dengan
melihat kerusakan kulit rasa cemas makin meningkat. Rasa cemas bertambah
manakala pasien bertemu dengan saudara, teman di sekolah, dan kesukaran
menghentikan garukan. Pasien DA mempunyai kecenderungan bersifat
temperamental, mudah marah, agresif, frustasi, dan sulit tidur.
4. Teori atau Hipotesis Higiene
Awalnya diduga infeksi merupakan salah satu pencetus DA atau sebagai salah
satu sumber supernatigen. Jumlah anggota keluarga yang sedikit menyebabkan
sedikit pula pajanan terhadap infeksi akibat kontak dengan saudara yang leboh tua
(kakak) di satu keluarga. Pajanan dini tersebut menyebabkan sistem imun pada
anak berkembang secara normal, sehingga tubuh membentuk pertahanan imun
selular. Hal tersebut akan meingkatkan kerentanan terhadap alergi sehingga
menurunkan resiko DA. Sampai saat ini hipotesis higiene masih dalam penelitian.
C. KLASIFIKASI
Umumnya DA didasarkan atas keterlibatan organ tubuh, DA murni hanya terdapat
di kulit, sedangkan DA dengan kelainan di organ lain, misalnya asma bronkial, rhinitis,
alergika, serta hipersensitivitas terhadap berbagai alergen polivalen (hirup dan makanan).
Klasifikasi yang lebih praktis untuk aplikasi klinis didasarkan atas usia saat
terjadinya DA, yaitu DA fase infantile, anak dan dewasa.
E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding bergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis, serta lokasi
Dermatitis atopik.
Fase Bayi
a. Dermatitis seboroik
b. Psoriasis
c. Dermatitis popok
Fase Anak
a. Dermatitis numularis
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatitis kontak
d. Dermatitis traumatika
Fase Dewasa
a. Neurodermatitis atau
b. Liken simpleks kronikus
F. INFEKSI SEKUNDER
Infeksi sekunder pada DA meliputi infeksi jamur, bakteri dan virus. Infeksi
tersering pada DA, terutama bakteri kelompok Streptococci B-hemolytic dan
Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut berkolonisasi lebih tinggi pada lesi DA dan di
nares anterior.
Akibat gangguan fungsi barrier epidermis, kelembaban dan maserasi, serta faktor
lingkungan yang mendukung, dapat muncul infeksi jamur pada pasien DA.
Pytrirosporum ovale merupakan penyebab infeksi jamur yang sering dijumpai.
Infeksi oleh virus herpes simpleks atau vaccinia dapat memunculkan erupsi
Kaposi’s varicelliform, dikenal sebagai eksema herpetikum atau vaksinatum, walaupun
jarang terjadi. Infeksi tersering yang dijumpai di Indonesia ialah moluskum kontagiosum
dan varisela.
G. KOMPLIKASI
Dermatitis atopik yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma. Atrofi
kulit (striae atroficans) dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada kerugian klinis. Peningkatan
kadar IgE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15% orang sehat, demikian pula
kadar eosinophil, sehingga tidak patognomonik. Uji kulit dilakukan bila ada dugaan
pasien alergik terhadap debu atau makanan tertentu, bukan untuk diagnostik.
I. TATA LAKSANA
Masalah pada Dermatitis atopik sangat komplek sehingga dalam
penatalaksanaannya perlu dipetimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi, upaya
preventif atau terapi kausal sesuai etiologi dan sebagian patogenesis penyakit yang telah
diketahui.
1. Efektivitas obat sistemik yang aman, bertujuan untuk mengurangi rasa gatal, reaksi
alergik, dan inflamasi. Sebagai terapi sistemik dapat diberikan antihistamin (generasi
sedative atau non-sedatif sesuai kebutuhan) dan kortikosteroid. Pemberian
kortikosteroid sistemik bukan merupakan hal yang rutin, digunakan terutama pada
kasus yang parah atau rekalsitrans, dengan memperhatikan efek samping jangka
panjang.
2. Jenis terapi topikal,berupa:
Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi, anti pruritus dan imunosupresif, dipilih yang
aman untuk dipakai dalam jangka panjang). Bahan vehikulum disesuaikan dengan
fase dan kondisi kulit.
Pelembab (digunakan untuk mengatasi gangguan sawar kulit)
Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus atau takrolimus)