Anda di halaman 1dari 6

MODUL IMUN 1

BINTUL BINTUL MERAH


DENGAN SALAH SATU DIAGNOSIS
DERMATITIS ATOPIK

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase
infantile) dan bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak). Dermatitis atopik kerap terjadi
pada bayi dan anak, dan sekitar 50% menghilang pada saat remaja, kadang dapat menetap,
atau bahkan baru mulai muncul saat dewasa.
Manifestasi dermatitis atopik dan tempat predileksi berbeda pada fase bayi, anak dan
dewasa. Rasa gatal yang hebat dan perjalanan penyakit yang kronis-residif menyebabkan
gangguan psikologis pada pasien, keluarga, serta dokter yang merawat, juga dapat
menurunkan kualitas hidup pasien.
Dermatitis atopik tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Oleh karena
itu upaya preventif merupakan hal penting, dokter perlu berkomunikasi dengan pasien dan
keluarganya, memberikan informasi dan edukasi penyakit, serta bagaiman merawat dan
mencegah kekambuhan.

A. EPIDEMIOLOGI
Penelitian tentang perjalanan penyakit DA, dari berbagai negara industri
memperlihatkan data yang bervariasi. Di negara berkembang, 10-20% anak menderita
DA dan 60% di antaranya menetap sampai dewasa.

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Dermatitis atopik meliputi perubahan pada sistem imun (imunopatologik), alergen
dan antigen, predisposisi genetik, mekanisme pruritus, dan faktor psikologis. Faktor
hygiene akhir-akhir ini diduga merupakan salah satu faktor DA di dalam keluarga.

1. Perubahan Sistem Imun (Imunopatologi)


Pada kulit pasien DA terjadi perubahan sistem imun yang erat hubungannya
dengan faktor genetik, sehingga manifestasi fenotip DA bervariasi.
Pada pasien DA terdapat peningkatan kadar IgE yang menyebabkan reaksi eritema
kulit. Terjadi stimulasi IL-4 terhadap sel T CD4 dan IL-3 terhadap sel B untuk
memproduksi IgE, sebaliknya interferon Y (gamma) dapat mensupresi sel B.
jumlah dan potensi IL-4 lebih besar dari pada INFy. IL-5 berfungsi menginduksi
proliferasi sel eosinophil yang merupakan salah satu parameter DA.
Lesi akut DA ditandai dengan edema interselular (spongiosis) dan sebukan
infiltrate di epidermis yang terutama terdiri atas limfosit T. Sel Langerhans dan
makrofag (sebagai sel dendritic pemajan antigen/APC) mengekspresikan molekul
IgE. Di dermis subkutan sel radang terdiri atas limfosit T dengan epitope CD3,
CD4, dan CD45R, monosit-makrofag, sedangkan sel eosinophil jarang terlihat,
jumlah sel mas normal tetapi aktif berdegranulasi.

2. Mekanisme Pruritus pada Dermatitis Atopik


Patofisiologi pruritus pada DA belum diketahui pasti. Rangsangn ringan dan
superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, namun bila lebih
dalam dan intensitas tinggi dapat menyebabkan sensasi nyeri. Patogenesis DA
dapat berkaitan dengan faktor genetic dan hipersensitivitas tipe I fase lambat (IgE
mediated, late phase). Namun, kemudian dianggap pada DA dapat terjadi reaksi
yang diperantarai hipersensitivitas tipe IV dan tipe I.
Telah ditemukan peningkatan kadar histamine di kulit pasien DA, namun
peningkatan tersebut tidak disertai dengan peningkatan di dalam darah. Hasil
salah satu penelitian memperlihatkan antihistamin hanya memberi efek minimal
sampai sedang dalam mengatasi pruritus pada DA. Hal tersebut terjadi karena
mungkin histamine bukan satu-satunya zat pruritogenik.

3. Faktor Psikologis
Didapatkan peningkatan gangguan psikis pada DA tergolong tinggi, antara lain
berupa cemas, stress, dan depresi. Rasa gatal yang hebat dapat memicu garukan
yang terus menerus sehingga menyebabkan kerusakan kulit, sebaliknya dengan
melihat kerusakan kulit rasa cemas makin meningkat. Rasa cemas bertambah
manakala pasien bertemu dengan saudara, teman di sekolah, dan kesukaran
menghentikan garukan. Pasien DA mempunyai kecenderungan bersifat
temperamental, mudah marah, agresif, frustasi, dan sulit tidur.
4. Teori atau Hipotesis Higiene
Awalnya diduga infeksi merupakan salah satu pencetus DA atau sebagai salah
satu sumber supernatigen. Jumlah anggota keluarga yang sedikit menyebabkan
sedikit pula pajanan terhadap infeksi akibat kontak dengan saudara yang leboh tua
(kakak) di satu keluarga. Pajanan dini tersebut menyebabkan sistem imun pada
anak berkembang secara normal, sehingga tubuh membentuk pertahanan imun
selular. Hal tersebut akan meingkatkan kerentanan terhadap alergi sehingga
menurunkan resiko DA. Sampai saat ini hipotesis higiene masih dalam penelitian.

C. KLASIFIKASI
Umumnya DA didasarkan atas keterlibatan organ tubuh, DA murni hanya terdapat
di kulit, sedangkan DA dengan kelainan di organ lain, misalnya asma bronkial, rhinitis,
alergika, serta hipersensitivitas terhadap berbagai alergen polivalen (hirup dan makanan).
Klasifikasi yang lebih praktis untuk aplikasi klinis didasarkan atas usia saat
terjadinya DA, yaitu DA fase infantile, anak dan dewasa.

1. Dermatitis Atopik Infantil


Lebih sering muncul pada usia bayi (2 bulan-2 tahun), umunya DA terjadi pada
usia 2 bulan. Tempat predileksi utama di wajah diikuti kedua pipi dan tersebar
simetris. Lesi dapat meluas ke dahi, kulit kepala, telinga, leher, pergelangan
tangan, dan tungkai terutama di bagian volar dan fleksor.
Dengan bertambahnya usia, fungsi motoric bertambah sempurna, anak mulai
merangkak dan belajar berjalan, sehingga lesi kulit dapat ditemukan di abagian
ekstensor, misalnya lutut, siku, atau di tempat yang mudah mengalami trauma.
Fase infantil dapat mereda dan menyembuh. Pada sebagian pasien dapat
berkembang menjadi fase anak atau fase remaja. Pada bayi usia kurang 1 tahun,
beberapa alergen makanan (susu sapi, telur, kacang-kacangan) kadang-kadang
masih berpengaruh, tetapi pada usia yang lebih tua alergen hirup dianggap lebih
berpengaruh. Namun demikian, hal tersebut masih diperdebatkan.
2. Dermatitis Atopik Fase Anak
Pada fase anak (usia 2-10 tahun) dapat merupakan kelanjutan fase infantil atau
muncul tanpa didahului fase infantil. Tempat predileksi lebih sering di fosa kubiti
dan popliteal, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher, dan tersebar
simetris. Kulit pasien DA dan kulit pada lesi cenderung lebih kering. Lesi
dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi,
erosi, ekskoriasi, krusta dan skuama. Pada fase ini pasien DA lebih sensitive
terhadap alergen hirup, wol dan bulu binatang.

3. Dermatitis Atopik Remaja dan Dewasa


DA pada fase remaja dan dewasa (usia > 13 tahun) dapat merupakan kelanjutan
fase infantile atua fase anak. Tempat predileksi mirip dengan fase anak, dapat
meluas mengenai kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan tangan, bibir, leher
bagian anterior, scalp, dan putting susu. Manifestasi klinis bersifat kronis, berupa
plak hiperpigmentasi, hiperkeratinosis, likenifikas, ekskoriasi dan skuamasi. Rasa
gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas dan berkeringat. Fase ini
berlangsung kronik-residif sampai usia 30 tahun, bahkan lebih.

D. KRITERIA DIAGNOSIS DERMATITIS ATOPIK


Dalam praktik sehari-hari DA dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala utama
gatal, penyebaran simetris di tempat predileksi (sesuai usia), terdapat dermatitis yang
kronik-residif, riwayat atopi pada pasien atau keluarganya. (Kriteria Hanifin-Rajka).

E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding bergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis, serta lokasi
Dermatitis atopik.
Fase Bayi
a. Dermatitis seboroik
b. Psoriasis
c. Dermatitis popok
Fase Anak
a. Dermatitis numularis
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatitis kontak
d. Dermatitis traumatika
Fase Dewasa
a. Neurodermatitis atau
b. Liken simpleks kronikus

F. INFEKSI SEKUNDER
Infeksi sekunder pada DA meliputi infeksi jamur, bakteri dan virus. Infeksi
tersering pada DA, terutama bakteri kelompok Streptococci B-hemolytic dan
Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut berkolonisasi lebih tinggi pada lesi DA dan di
nares anterior.
Akibat gangguan fungsi barrier epidermis, kelembaban dan maserasi, serta faktor
lingkungan yang mendukung, dapat muncul infeksi jamur pada pasien DA.
Pytrirosporum ovale merupakan penyebab infeksi jamur yang sering dijumpai.
Infeksi oleh virus herpes simpleks atau vaccinia dapat memunculkan erupsi
Kaposi’s varicelliform, dikenal sebagai eksema herpetikum atau vaksinatum, walaupun
jarang terjadi. Infeksi tersering yang dijumpai di Indonesia ialah moluskum kontagiosum
dan varisela.

G. KOMPLIKASI
Dermatitis atopik yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma. Atrofi
kulit (striae atroficans) dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada kerugian klinis. Peningkatan
kadar IgE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15% orang sehat, demikian pula
kadar eosinophil, sehingga tidak patognomonik. Uji kulit dilakukan bila ada dugaan
pasien alergik terhadap debu atau makanan tertentu, bukan untuk diagnostik.

I. TATA LAKSANA
Masalah pada Dermatitis atopik sangat komplek sehingga dalam
penatalaksanaannya perlu dipetimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi, upaya
preventif atau terapi kausal sesuai etiologi dan sebagian patogenesis penyakit yang telah
diketahui.
1. Efektivitas obat sistemik yang aman, bertujuan untuk mengurangi rasa gatal, reaksi
alergik, dan inflamasi. Sebagai terapi sistemik dapat diberikan antihistamin (generasi
sedative atau non-sedatif sesuai kebutuhan) dan kortikosteroid. Pemberian
kortikosteroid sistemik bukan merupakan hal yang rutin, digunakan terutama pada
kasus yang parah atau rekalsitrans, dengan memperhatikan efek samping jangka
panjang.
2. Jenis terapi topikal,berupa:
Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi, anti pruritus dan imunosupresif, dipilih yang
aman untuk dipakai dalam jangka panjang). Bahan vehikulum disesuaikan dengan
fase dan kondisi kulit.
Pelembab (digunakan untuk mengatasi gangguan sawar kulit)
Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus atau takrolimus)

J. EDUKASI DAN KONSELING


Perlu diberikan informasi dan edukasi kepada orang tua, para pengasuh, keluarga
dan pasien tentang Dermatitis atopik, perjalanan penyakit, serta berbagai faktor yang
mempengaruhi penyakit. Faktor pencetus kekambuhan, di antaranya alergen hirup
(tungau dan/atau debu rumah), alergen makanan pada bayi <1 tahun (susu sapi, telur,
kacang-kacangan, bahan pewarna, bahan penyedap rasa, dan adiptif lainnya). Namun,
perlu dijelaskan bahwa alergi terhadap makanan dapat menghilang berangsur-angsur
sesuai dengan bertambahnya usia. Diet hanya boleh ditentukan oleh dokter.
Faktor psikologis seringkali berperan sebagai faktor pencetus atau sebaliknya.
Bila diperlukan pasien dapat dirujuk ke psikolog atau psikiater. Komunikasi efektif
berguna untuk membangun rasa percaya diri pasien. Walaupun Dermatitis atopik sulit
disembuhkan, namun dapat dikendalikan.

Anda mungkin juga menyukai