Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERPEN

OLEH :

Nama : I Made Surya Sanjaya


No : 16
Kelas : XI MIPA 3

SMAN 5 DENPASAR
2019/2020
Selamat Tinggal Ayah

Sinar pagi yang menelusup ke celah-celah kaca itu, membuat mata yang tadinya
terpejam menjadi terbuka sedikit demi sedikit untuk menyesuaikan cahaya itu. Seorang
gadis yang telah terbangun dari tidur lelapnya itu, mulai meregangkan otot-otot tubuhnya
kemudian menguap begitu lebar. Berjalan menuju kamar mandi yang berada tak jauh dari
kamarnya dan dengan segera membersihkan diri. Gadis itu bernama Riko. Dia anak ke dua
dari dua bersaudara. Ia mempunyai satu kakak laki-laki. Ia sekarang duduk di kelas X dan
kakaknya kelas XII.

Setelah 10 menit Riko berjalan keluar dari kamar mandi dengan berbalut kain
panjang. Ia segera menuju kamarnya dan segera memakai seragam putih abu-abunya.
Kemudian ia duduk di depan sebuah cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya. Ia
melihat bayangan dirinya yang mana memperlihatkan pada bagian bawah matanya agak
sedikit hitam. Iya, ia belajar semalaman suntuk karena dia ingin berubah menjadi lebih baik
lagi. Padahal, sebelumnya Riko adalah tipe gadis yang paling malas belajar dan selalu
mengerjakan PR nya di sekolah. Namun, untuk kali ini ia sangat serius dalam belajarnya
karena beberapa waktu lalu ia sadar bahwa jika dirinya terus bergantung kepada orang lain
dan jika ia melamar kerja nanti bagaimana nasibnya? Karena pemikirannya itupun ia
akhirnya belajar agar tidak selalu bergantung kepada orang lain. Karena dirinya juga salah
satu dari seribu orang yang ingin sukses ketika lulus sekolah. Setelah itu, ia segera
memakai sepatu dan merangkul ransel yang telah ia siapkan semalam.

Ia berjalan menuju tempat makan dimana ibu dan kakaknya duduk pada kursi dan
ayahnya pada kursi roda. Ia melangkahkan kakinya untuk bergabung dengan kedua orang
tua dan kakaknya. Ayahnya duduk di kursi roda karena ayahnya sedang sakit keras
sehingga mengharuskan ayahnya duduk di kursi roda. Kemudian, Riko mengambil nasi
goreng yang telah ibunya siapkan dan melahapnya dengan perlahan. 10 menit telah berlalu,
Riko segera melihat jam yang ia gunakan di tangannya yang menunjukkan pukul 06.30
WIB.
“Ayah, ibu aku berangkat ya. Kak, makannya cepetan.” Ucap Riko.

“Sebentar dulu.” Ucap kakaknya.

“Cepetan kak.” Jawab Riko.

“Dik, ga boleh kayak gitu sama kakakmu.” Ujar ibu Riko.

“Iya bu iya. Maaf kak.” Ujar Riko.

“Yuk berangkat” Ujar kakaknya yang telah menyelesaikan makannya. Dengan segera
ia meminum air putih di sampingnya dan menyalami tangan orang tua. Kemudian, ia
melangkahkan kaki keluar rumah sambil bercucap salam.

Setelah keluar dari rumah, Riko dan kakaknya langsung menaiki motor untuk menuju
ke sekolah mereka. Riko dan kakaknya memang satu sekolah. Setelah 10 menit berlalu, ia
dan kakaknya telah sampai di sekolah mereka. Setelah memarkirkan motor, keduanya
segera menuju ke kelas.

Bel jam pelajaran pertama telah berbunyi. Riko yang telah memasuki kelasnya pun
langsung menyapa teman satu kelasnya. Di kelasnya ia mempunyai 2 teman yang sangat
akrab dengannya. Mereka bahkan selalu kemana-mana bersama. Kedua temannya itu
bernama Stella dan Katrina. Mereka semua punya sifat masing-masing yang tidak bisa
dijelaskan satu persatu.

Jam pelajaran pertama, kedua, ketiga, dan keempat telah berlalu. Kini saatnya
istirahat. Riko dan temannya telah berjalan keluar kelas dan berjalan menuju ke kantin
untuk membeli makanan. Setelah jam istirahat berlalu dan bel masuk telah berbunyi
mereka pun kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.

Namun, ketika pelajaran itu sedang berlangsung ia dikejutkan dengan kedatangan


guru BK yang memanggil Riko untuk pulang karena ayahnya yang tiba-tiba pingsan. Dia
kemudian mengikuti langkah guru BK nya menuju kelas kakaknya. Dalam perjalanan
menuju kelas kakaknya ia ditanya oleh guru BK tersebut.
“Ayah kamu sakit apa?” Tanya guru BK kepada Riko.

“Ayah saya sakit kanker bu.” Jawab Riko.

“Kanker apa? Udah dari kapan?” Tanya guru itu lagi.

“Kanker Paru-paru, bu. Sudah 3 bulan yang lalu.”

“Kamu yang sabar ya. Kamu gak boleh putus asa, terus doakan ayahmu supaya cepet
sembuh”

“Iya bu.” Jawab Riko sambil menahan tangisnya.

Setelah sampai di kelas kakaknya, guru BK itu memanggil kakaknya dengan izin
yang sama. Riko dan kakaknya segera mengikuti langkah guru BK itu menuju ruang BK
untuk mengurus izin. Setelah mendapatkan izin Riko dan kakaknya bergegas pulang ke
rumah. Setelah sampai di rumah, begitu terkejutnya mereka melihat ayahnya yang terbujur
lemas di atas ranjang. Mereka segera menghampiri ayahnya dan segera memeluk ayahnya.
Riko yang memeluk ayahnya sambil berderai air mata itu segera membisikkan pada
ayahnya kalau ia sekarang berada di samping ayahnya.

“Yah, ini aku Riko. Bangun yah, Riko udah pulang.” Ucap Riko membisikkan kata-
kata di telinga ayahnya.

Di sana ia melihat ibunya yang masih menangis sembari memegang tangan ayahnya.
Dan bagai sebuah keajaiban ayahnya langsung sadar ketika Riko membisikkan kata-kata
itu.

“Riko…” Panggil ayahnya ketika bangun.

“Ayah, Riko di sini.” Seketika Riko langsung menjawab.

Keadaan ayahnya membaik, namun setelah malam tiba ayah Riko kembali drop lagi
sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Riko yang ingin menemani ayahnya sepanjang hari
tetapi tidak bisa karena ia harus sekolah. Akhirnya ia tiba di rumah hanya dengan
kakaknya.
Keesokan harinya, seperti biasa Riko langsung bersiap-siap untuk berangkat ke
sekolah bersama kakaknya. Setelah sampai di sekolah dan memasuki ayahnya, ia segera
membuka handphone nya dan ia begitu terkejut ketika ibunya mengirim pesan bahwa
ayahnya terkena sakit kanker paru-paru dan sudah pada stadium akhir. Riko yang
membacanya langsung berderai air mata. Teman-temannya langsung menghampiri Riko.

“Riko, kenapa kamu menangis?” Tanya Stella.

“Riko, kamu kenapa?” Tanya Katrina yang baru saja datang, namun ketika melihat
Riko menangis ia langsung menghampirinya dan memeluknya erat-erat. Riko tidak mampu
mengatakan apa yang terjadi dengannya.

Dengan sekuat tenaga Riko menahan tangisnya dan mengatakan “Katrina, ayah ku
terkena kanker hati dan sudah pada stadium akhir.” Katanya kemudian menangis kembali.
Teman-temannya yang mendengar itu langsung berusaha untuk menguatkan Riko.

“Riko, kamu yang sabar ya, kamu terus berdoa biar penyakit ayah kamu sembuh.”

“Iya, Rik. Kamu jangan putus asa begitu, pasti ayah kamu sembuh.”

“Kamu jangan Negative Thinking dulu Rik, ayah kamu pasti bisa sembuh.”

Setelah beberapa menit kemudian Riko berhenti menangis dan mencuci mukanya di
toilet. Setelah dari toilet Riko kembali masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran. Namun,
Riko yang masih teringat dengan ayahnya tidak bisa fokus untuk mengikuti pelajaran
sampai jam terakhir.

Beberapa hari telah berlalu dan keadaan ayahnya semakin memburuk sehingga
ayahnya sering keluar masuk rumah sakit dan karena sarana rumah sakit yang kurang
memadai membuat ayah Riko harus berpindah-pindah rumah sakit.

Dua hari setelah beberapa hari kejadian dimana Riko menangis di sekolahnya. Hari
ini ia akan menjenguk ayahnya dan saat itu hujan deras mengguyur kota itu sehingga
membuat Riko dan kakaknya kesulitan mencari bis menuju rumah sakit. Setelah menerjang
derasnya hujan di kota itu, akhirnya Riko dan kakaknya tiba di rumah sakit dan segera
menuju ke ruang bawah di mana ayah Riko dirawat.

Riko sangat terkejut ketika melihat keadaan ayahnya yang sangat tidak baik. Dengan
selang oksigen yang tidak bernafas yang terpasang di hidung ayahnya dan ayahnya yang
bernafas termegap-megap dengan mulut terbuka membuat Riko ingin jika dirinya saja yang
berada di keadaan seperti itu bukan ayahnya. Ibu nya memberikan Riko sebuah surat dari
ayahnya untuk dibaca. Di dalam suratnya tertulis :

Riko,

Kamu anak yang cerdas dan pintar. Tetapi, hilangkan sifat malasmu itu. Ayah yakin kamu
bisa menjadi anak yang sukses. Maaf ayah tidak bisa menemanimu ke depannya. Maafkan
ayah jika sebelumnya ayah pernah berbuat salah baik sengaja maupun tidak di sengaja.
Riko, janganlah bersedih dengan kepergian ayah. Jadikanlah ini sebuah awal dari ayah
untuk kamu hidup mandiri tanpa ayah. Jika kamu rindu dengan ayah, janganlah khawatir
karena ayah selalu ada di dalam dirimu. Ayah sayang Riko.

Belum selesai ia membaca surat ayahnya, tiba-tiba ia di panggil oleh ibunya untuk
berdiri dan melihat ayahnya.

“Ayah, Riko sudah ikhlas. Ayah pulang ya ke rumah Tuhan.” Kata Riko sembari
menahan tangis.

Dan satu persatu kakaknya dan ibunya membisikkan kalimat yang sama kepada
ayahnya. Dan setelah itu, ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya tepat pada saat ibu
Riko mencium kening suaminya itu. Seketika ruangan itu pun penuh dengan jerit tangis
Riko beserta kakaknya, ketika ia melihat sebuah monitor yang menunjukkan bahwa garis
itu lurus yang berarti ayah Riko telah tiada. Satu-persatu alat yang terpasang pada tubuh
ayah Riko di lepas. Kemudian jenazah ayah Riko ditutupi dengan kain putih.
Tangisan semakin menjadi ketika ayah Riko yang dibawa menuju mobil ambulans.
Dengan keadaan menangis seraya memeluk kakaknya. Mereka mengikuti brankar yang di
atasnya terdapat ayah Riko.

Brankar itu kemudian dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Riko beserta ibu dan
kakaknya segera masuk ke dalam mobil ambulans itu. Setelah mereka semua masuk,
ambulans itu segera berjalan keluar dari rumah sakit dan menuju kediaman Riko.

Setelah menempuh waktu 20 menit, akhirnya mereka sampai di kediaman Riko.


Jenazah ayah Riko pun segera di keluarkan dari ambulans dan di masukkan ke dalam
rumah Riko. Dan pada saat jenazah ayahnya dimasukkan ke dalam rumah, ibu Riko
langsung tak sadarkan diri. Riko segera menghampiri ibunya dan menangis.

“Udah!!! Gak usah nangis terus. Ayah gak bakalan tenang kalo kalian menangis terus
seperti ini. Emang kalau kalian menangis terus seperti ini ayah akan hidup kembali?” Ucap
kakaknya.

Setelah apa yang di ucapkan oleh kakaknya, Riko langsung dan terdiam. Di dalam
hatinya ia mencoba untuk kuat dan mengikhlaskan kepergian ayahnya. Riko juga berjanji
kepada dirinya sendiri jika ia tidak akan pernah mengecewakan kedua orang tuanya
walaupun tanpa dukungan ayahnya.

Ke esokannya, jenazah ayah Riko segera di mandikan dan di bungkus kain putih.
Lalu, jenazah ayahnya segera di bawa menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Namun, Riko tidak ingin ikut karena ia masih sangat terpukul dengan kepergian ayahnya.

Setelah melihat keranda ayahnya yang menuju ke tempat peristirahatan terakhirnya


itu, Riko pun nangis sejadi-jadinya dan lebih mengurung dirinya di dalam kamar ayahnya.
Ia masih teringat ketika ayahnya sakit, ayahnya masih bisa bergurau dengannya. Ia juga
masih ingat saat ayahnya sakit, ayahnya lah yang membantu ia di saat kesusahan.

Ketika ia tengah merenungi segala sesuatu yang berhubungan dengan ayahnya, tiba-
tiba ia di panggil oleh ibunya karena ada satu teman sekelasnya yang datang melayat ke
rumah. Riko pun segera keluar dan mendapati ada dua sahabatnya yang datang. Setidaknya
Riko dapat terhibur oleh kehadiran teman-temannya. Kemudian, kedua sahabatnya
langsung memeluk Riko.

“Kamu yang sabar ya Rik, pasti ini udah jalan terbaik buat ayah kamu.” Ucap Stella.

“Iya Rik. Kamu ga boleh nangis terus, kasian ayah kamu. Kalau dia liat kamu nangis
terus pasti ayah kamu juga pasti akan sedih terus di sana.” Ujar Katrina bersamaan seraya
memeluk Riko yang menangis lagi.

“Udah Rik. Jangan nangis terus. Kamu masih punya kita disini yang akan terus
mendukungmu.” Ucap Stella.

Mereka bertiga segera berpelukan dan saling menangis, seakan-akan kesedihan Riko
adalah kesedihan mereka juga. Setelah itu, sahabat Riko pun pulang dan berpamitan
dengan Riko dan ibunya. Riko kemudian memasuki kamarnya dan merenungi semua yang
terjadi dan masih berharap jika ini semua hanya mimpi terburuknya yang pernah ia alami.
Riko akhirnya bertekad untuk bangun dan terus berjuang menggapai cita-citanya walaupun
tanpa dukungan ayahnya.

…..

2 tahun berlalu, hari ini tepat dimana hari pengumuman kelulusan Riko di sekolah.
Kakaknya yang telah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan itu telah melanjutkan
pendidikannya di Singapura dan bekerja sambilan di sana. Terkadang kakaknya itu
mengirimi ia uang jajan dan uang belanja untuk ibunya. Hari ini Riko dan di temani oleh
ibunya itu sangat berdebar menunggu hasil kelulusannya itu. Setelah 30 menit berlalu,
kepala sekolah pun datang dengan memberi sambutan dan pidato. Setelah itu, kepala
sekolah langsung mengumumkan hasil kelulusan.

“Baik, saya akan mengumumkan lulusan terbaik tahun ini. Untuk lulusan terbaik
tahun ini jatuh kepada.....Riko dari kelas XII MIPA 3. Berikan tepuk tangan kepada Riko.”
Riko yang tadinya terdiam langsung terkejut begitu namanya dipanggil untuk maju
ke depan dan memberikan sedikit kata-kata. Riko tidak bisa berkata-kata, matanya berkaca-
kaca tidak bisa menahan kebahagiaan ini. Riko pun maju ke depan dengan tepuk tangan
yang meriah.

“Terima kasih untuk semuanya yang telah memberikan dukungan kepada saya. Saya
bukan apa-apa jika tanpa dukungan dari kalian semua dan orang tua saya. Untuk ibu saya,
terima kasih telah membesarkan anakmu sampai sejauh ini dan sesukses ini. Aku bukan
apa-apa tanpamu bu. Dan untuk ayah yang disana, aku yakin ayah pasti senang di sana
melihat anakmu sudah sejauh ini. Terima kasih untuk nasehat-nasehatmu selama ini.
Walaupun ayah tidak ada disini tetapi ayah tetap ada di dalam hatiku. Dan terima kasih
juga buat teman-teman yang selalu mendukungku di saat aku sedang kesulitan.” Ucap Riko
sembari berderai air mata yang tidak bisa menahan kebahagiaanya.

Setelah upacara kelulusannya selesai, semua teman-temannya memberikan ia ucapan


selamat termasuk dua sahabatnya itu. Riko sangat sedih karena akan berpisah dengan dua
sahabatnya itu karena akan mengambil sekolah kuliah yang berbeda. Namun, mereka
berjanji akan sering bertemu dan berbicara melalui sosial media. Hal itu, sudah cukup bagi
Riko untuk tetap berkomunikasi dengan sahabatnya.

Setelah dari sekolah, Riko pergi menuju tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Di
sana ia membersihkan makam ayahnya lalu menaburkan bunga-bunga untuk
mempercantik makam ayahnya. Di sana ia membacakan doa-doa dan membisikkan sesuatu
di samping batu nisan ayahnya.

“Ayah, terima kasih untuk semua dukungan ayah selama ini. Surat terakhir darimu
itu akan kusimpan seumur hidup. Tanpa nasehat dari ayah, aku bukan apa-apa sekarang.
Riko akan tetap sayang ayah sampai Riko tua. Terima kasih ayah.” Ucap Riko di samping
batu nisan ayahnya.
Setelah itu, Riko pun pergi pulang dengan berjalan kaki karena jarak dari
peristirahatan terakhir ayahnya tidak jauh dari kediamannya. Selama perjalanan Riko
mendapat sebuah arti hidup.

Ini bukanlah akhir


Tapi ini adalah awal
Awal dimana saya diharuskan untuk hidup mandiri
Tanpa seorang ayah yang menemani
Bersyukurlah kalian yang masih mempunyai ayah
Yang masih dapat merasakan kehangatan keluarga yang lengkap
Tanpa satupun yang kurang

Selesai.

Anda mungkin juga menyukai