Anda di halaman 1dari 18

Memperingati Hari Pahlawan Sebagai

Bentuk Motivasi Generasi Muda

Nama : I Gede Ferry Ade Andika


No absen : 08
Kelas : XI MIPA 3

Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah

Hari Pahlawan, 10 November. Ya. Mungkin diantara kita telah banyak yang melupakan
hari sakral tersebut. Bahkan kita pun cenderung alpa untuk memperingatinya. Di
sekolah - sekolah sekalipun, seakan tidak tergugah untuk memberi reward kepada
pahlawan tanpa tanda jasa atau hanya sekedar mengingatkan kembali makna pahlawan
yang sesungguhnya kepada para murid. Upacara peringatan Hari Pahlawan pun, telah
semakin jarang dijumpai. Masyarakat bahkan tidak sempat memberikan penghormatan
kepada Hari Pahlawan, walau hanya sekedar mengibarkan bendera Merah - Putih di
depan rumah mereka.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta 17 Agustus
1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh tentara nasional dan rakyat. Proses pelucutan
ini menimbulkan bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang cukup banyak
menimbulkan korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak sekutu di
Indonesia masih belum juga melucuti tentara Jepang.
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang
juga turut akhirnya turun ke Indonesia untuk melucuti tentara Jepang. 15 September
sekutu yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya
dengan 6.000 serdadu dari Divisi ke-23 dengan pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.
Namun pendaratan sekutu ini didomplengi kepentingan Belanda secara rahasia melalui
NICA untuk kembali menguasai Indonesia meskipun sudah memerdekakan dirinya.
Rakyat Indonesia marah mendengar konspirasi tersebut sehingga perlawanan terhadap
Inggris dan NICA tetap berlanjut yang memuncak ketika pimpinan sekutu wilayah
Jawa Timur Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh 30 Oktober di Surabaya.
Inggris dan NICA melalui Mayor Jenderal Mansergh yang menggantikan Mallaby
mengultimatum rakyat Indonesia untuk menyerah sampai batas akhir tanggal 10
November pagi hari. Namun di batas ultimatum tersebut rakyat Surabaya menjawabnya
dengan meningkatkan perlawanan secara besar-besaran, salah satu pimpinan
perlawanan tersebut adalah Sutomo, dikenal sebagai Bung Tomo (yang sampai saat ini
belum diangkat secara resmi menjadi Pahlawan Nasional, hanya menerima
penghargaan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1995 oleh presiden Suharto).
Perang ini menimbulkan perlawanan lain di semua kota seperti Jakarta, Bogor,
Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha
meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka
dll. Perlawanan ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para
pimpinan negeri seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal
Renville, perjanjian Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.
Empat tahun revolusi yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, hingga akhirnya
momen 10 November dijadikan Hari Pahlawan. Dari fakta sejarah di atas bisa kita
simpulkan bahwa ancaman pertama kemerdekaan Indonesia bukan hanya Belanda
ingin menguasai kembali, namun sekutu yang dipimpin Amerika memiliki kepentingan
tersendiri di Indonesia.

Penanaman Nilai Nilai Karakter


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwodarminto
dinyatakan bahwa nilai adalah harga, hal-hal yang berguna bagi manusia.
Menurut I Wayan Koyan (2000 :12), nilai adalah segala sesuatu yang
berharga. Menurutnya ada dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai ktual. Nilai
ideal adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita setiap orang, sedangkan nilai
aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.
5
Berikut ini beberapa definisi dan pengertian pendidikan karakter dari
beberapa sumber buku:
Menurut Zubaedi (2011:17), pendidikan karakter diartikan sebagai upaya
penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap,
dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya.
Menurut Saptono (2011:23), pendidikan karakter adalah upaya yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik
(good character) berlandaskan kebijakan-kebijakan ini (core virtues) yang
secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat.
Menurut Kusuma (2011:5), pendidikan karakter adalah pembelajaran yang
mengarah pada penguatan dan pengembangan prilaku anak secara utuh
yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
kepada lingkungannya.
Menurut Gunawan (2012:23), pendidikan karakter adalah pendidikan
untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti,
yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu: tingkah laku
yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja
keras dan sebagainya.
Menurut Adisusilo (2014:70), pendidikan karakter sering disamakan
dengan pendidikan budi pekerti, yaitu sebagai proses pembelajaran di
sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan watak atau tabiat siswa
dengan cara melatih menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat
sebagai kekuatan moral dalam kehidupan siswa.

Berdasarkan Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011),


Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, yaitu:
Baca Juga
Pengertian, Jenis dan Gerakan Literasi
Manfaat, Jenis dan Keterampilan Literasi Informasi
Ekstrakurikuler Gerakan Pramuka
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik.
Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila.
Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri,
bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Menurut Kesuma (2011:9), tujuan pendidikan karakter adalah sebagai
berikut:
Meningkatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik
yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat


dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Sedangkan fungsi pendidikan karakter berdasarkan Panduan Pelaksanaan
Pendidikan Karakter (2011), yaitu sebagai berikut:
Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural.
Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia;
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik serta keteladanan baik.
Membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan
mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Berdasarkan kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa,
pendidikan karakter memiliki tiga fungsi, yaitu (Narwanti, 2011:18):
Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pembangunan karakter
bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia dan
warga negara indonesia agar berpikiran baik, dan berperilaku baik sesuai
dengan falsafah hidup pancasila.
Fungsi perbaikan dan penguatan. Pembangunan karakter bangsa berfungsi
memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan ,
masyarakat dan pemerintah ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab
dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa
menuju bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera.
Fungsi penyaring. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah
budaya sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Prinsip Pendidikan Karakter

Menurut Asmani (2012:56-57), terdapat prinsip-prinsip yang harus


dijalankan untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, yaitu:
Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran , perasaan dan perilaku.
Menggunakan pendekatan yang tajam proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mewujudkan
perilaku yang baik.
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka dan
membangun mereka untuk sukses.
Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik.
Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagai tanggung jawab untuk pendidikan karakter yang setia pada nilai
dasar yang sama.
Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan yang luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf
sekolah sebagai guru-guru karakter dan manifestasi karakter positif dalam
kehidupan peserta didik.

Kohlberg mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan


nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat
instrinsik yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa secara universal.
Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran,
keindahan dan keadilan. Adapaun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah
memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan
budaya kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Richard Merill dalam I Wayan Koyan (2000 : 13) menyatakan
bahwa nilai adalah patokan atau standar yang dapat membimbing
seseorang atau kelompok ke arah ”satisfication, fulfillment, and meaning”.
Adapun pengertian moral berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata
mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak (K.Prent, et
al. dalam Soenarjati 1989 : 25). Dalam perkembangannya moral diartikan
sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila (Amin
Suyitni, dalam Soenarjati 1989 : 25). Dari pengertian itu dikatakan bahwa
moral adalah berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dapat
dikatakan baik secara moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-
kaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai
dengan kaidah- kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan jelek secara
moral.
Seseorang dapat dikatakan baik apabila berperilaku sesuai dengan kaidah-
kaidah moral. Perilaku-perilaku yang sesuai dengan kaidah-kaidah moral
seperti yang dituliskan Wiwit wahyuning, dkk. ( 2003) adalah sebagai
berikut:
1. Setia, jujur, dan dapat dipercaya
2. Baik hati, penyayang, empatis, peka, dan toleran
3. Pekerja keras, bertanggung jawab, dan memiliki disiplin diri
4. Mandiri, mampu menghadapi tekanan kelompok

5. Murah hati, memberi, dan tidak mementingkan diri sendiri


6. Memperhatikan dan memiliki penghargaan tentang otoritas yang sah,
peraturan, dan hukum
7. Menghargai diri sendiri dan hak orang lain
8. Menghargai kehidupan, kepemilikan, alam, orang yang lebih tua, dan
orang tua
9. Santun, dan memiliki adab kesopanan
10. Adil dalam pekerjaan, dan permainan
11. Murah hati dan pemaaf, mampu memahami bahwa balas dendam
tidak ada gunanya
12.Selalu ingin melayani, memberikan sumbangan pada keluarga,
masyarakat, negara, agama, dan sekolah. 13. Pemberani
14. Tenang, damai, tenteram.
Jika menilik kaidah-kaidah perilaku moral tersebut, maka jelaslah
bahwa nasionalisme merupakan salah satu nilai moral yang harus
dikembangkan. Ditanamkannya nilai nasionalisme kepada anak usia dini,
maka akan mendukung tercapainya kaidah moral cinta terhadap tanah air.
Cinta tanah air dibuktikan dengan salah satunya memiliki rasa selalu ingin
melayani, memberikan sumbangan kepada masyarakat, bangsa, dan
negara. Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris ”nation”) dengan
mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia
(http://wikipedia.org/wiki/nasionalisme, 17 Maret 2009).
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara
atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat
warganegara, etnis, budaya, keagamaan, dan ideologi. Adapun bentuk-
bentuk dari nasionalisme sangatlah beragam. Bentuk-bentuk nasionalisme
adalah sebagai berikut:
1. Nasionalisme kewarganegaraan
Nasionalisme kewarganegaraan disebut juga nasionalisme
sipil. Nasionalisme jenis ini adalah nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya,
”kehendak rakyat”, ”perwakilan politik”. Teori nasionalisme ini
bermula dibangun oleh Jean Jacques Rousseau.
2. Nasionalisme etnis
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara

memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah


masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang
memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
3. Nasionalisme romantik
Nasionalisme romantik disebut juga nasionalisme organik t
atau nasionalisme identitas adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana
negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil
dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme
romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang
menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep
nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan
oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis
Jerman
4. Nasionalisme budaya
Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya
"sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang
terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah
berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana
golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai
rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat
istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah
banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok
sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT karena
pemerintahan RRT berpaham komunisme.
5. Nasionalisme kenegaraan
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme
kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.
Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan
mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu
kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi.
Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung,
seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.
Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan
dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta
sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis,
seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas
menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih

otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika.


Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud
tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap
wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap
nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang
kuat di Sepanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan
Corsica.
6. Nasionalisme agama
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun
begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan
nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme
bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di
India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari
agama Hindu (http://wikipedia.org/wiki/nasionalisme, 17 Maret 2009).

18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:


1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.

2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.

5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.

6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.

7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu


Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air


Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi


Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

14. Cinta Damai


Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca


Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan


Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial


Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab


Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Ada beberapa peristiwa yang tergolong penyimpangan karakter di negeri ini. Contoh
kecil saja, di zaman yang sudah modern ini banyak orang yang lupa beretika, lupa
menjaga sopan santun, tak mau saling tolong menolong, tak bertanggung jawab, tidak
tahu batas-batas pergaulan dan masih banyak lagi. Hal sekecil itu saja sudah tak
terkendali, apalagi hal yang besar. Hal tersebut terjadi akibat dari kurang penanaman
nilai moral dan karakter pada mereka. Maka dari itu pentingnya penanaman nilai moral
terhadap dan karakter terhadap anak sejak usia dini.

Orang tua merupakan orang yang paling penting dalm memberikan pendidikan
karakter terhadap anak, Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak
sekaligus orang pertama yang memberikan kasih sayang, bahkan ketika anak itu masih
ada dalam kandungan, Tidak hanya itu, ayah dan ibu juga mengajari putra putrinya
berjalan, berbicara dan mulai berkomunikasi dengan orang lain. Dengan begitulah,
orang tua memberi bekal utama dalam mengendalikan anaknya untuk menjadi anak
yang baik.

Namun, kenyataannya ada orang tua yang belum mengerti bagaimana cara mengasuh
anak dengan penuh cinta dan kasih sayang. Bahkan ada saja orang tua yang menitipkan
anak mereka pada babby sitter. Hal tersebut nenunjukan bahwa kurangnya peran orang
tua dalam memberiakan pendidikan karakter terhadap anak mereka.

Peran kedua iyalah lembaga pendidikan sebagai tempat mengembangkan karakter


anak. Dalam lembaga ini yang paling berperan penting ialan seorang guru. Guru juga
hendaknya memiliki kemampuan dalam mendidik siswanya terutama sering-sering
mengecek siswanya. Tidak hanya sekedar menghabiskan bab-bab pada buku pelajaran,
sekedar menyampaikan informasi atau mengejar target kurikulum. Peran ketiga adalah
masyarakat atau tempat anak itu tinggal atau bermain atau bergaul. Anak bisa
terkontaminasi kebiasaan yang buruk akibat pengaruh luar. Sehingga, sedini mungkin
orang tua harus bisa menjaga anak-anaknya dari pengaruh luar yang negatif.

Dampaknya Banyak anak berperilaku anarkis, Banyak anak tidak memiliki sikap yang
santun terhadap orang lain, Tidak mau tolong menolong dengan sesama, dan tidak
menghargai sesamanya, Banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan anak terhadap
orang tuanya, Perubahan gaya hidup, mulai dari nilai-nilai agama, sosial dan budaya,
dan lunturnya Jati diri bangsa Indonesia.

Maka dari itu kita harus melakukan uapaya-upaya pencegahan dengan melakukan
pendidikan karakter melalui peran orang tua. orang tua sebaiknya mulai belajar
bagaimana menanamkan nilai moral dan karakter yang baik dan benar pada anak. Bagi
para guru, sebaiknya mulai menerapkan proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan serta membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam suatu mata
pelajaran. Guru juga menjadi contoh dan panutan di sekolah juga harus dapat memberi
contoh yang baik kepada murid-muridnya, seperti berpakaian rapi, berkata sopan,
disiplin, perhatian kepada murid dan menjaga kebersihan. Guru juga harus
Mengkoreksi perbuatan kurang baik yang dilakukan oleh siswa.

Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam nawa cita disebutkan bahwa
pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui
gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan
dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang
mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70 persen, sedangkan untuk
sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.

“Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai fondasi dan ruh utama


pendidikan,” pesan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir
Effendy.

Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali
memperhatikan olah hati (etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga
(kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini hendaknya dapat dilakukan secara utuh-
menyeluruh dan serentak. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada
pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-
komunitas di luar lingkungan pendidikan.

Lima Nilai Karakter Utama

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi
prioritas pengembangan gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas,
kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa
yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang
dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap
cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh
pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti
perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap
nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga
kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air,
menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,
dan agama.

Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada
nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab
sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas
juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu
menunjukkan keteladanan.

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang
lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan,
mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh,
berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang
hayat.

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja


sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi
dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang
membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama,
dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama,
musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti
diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Penguatan Tri Pusat Pendidikan

"PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh
terhadap pendidikan kita," disampaikan Mendikbud kepada Tim Implementasi PPK
yang terdiri dari berbagai unsur pemangku pendidikan beberapa waktu yang lalu.

Menurut Mendikbud, PPK tidak mengubah struktur kurikulum, namun memperkuat


Kurikukum 2013 yang sudah memuat pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya,
dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler agar lebih memiliki muatan pendidikan
karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Integrasi ketiganya diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan
karakter positif anak didik.

"Prinsipnya, manajemen berbasis sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada
aktivitas daripada metode ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad
based curriculum yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur
Mendikbud.

PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua),
serta komunitas (masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan.
Menurut Mendikbud, selama ini ketiga seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika
bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Diharapkan manajemen
berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan menjadi sentral, dan
lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber-sumber belajar.

Mengembalikan Jati Diri Guru

“Peran guru sangat penting dalam pendidikan dan ia harus menjadi sosok yang
mencerahkan, yang membuka alam dan pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih
sayang, nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai
kebhinnekaan. Inilah sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti dari pendidikan
yang sesungguhnya,” disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rembuk
Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2017 beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru.
Sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo
mbangun karso, tut wuri handayani”, maka seorang guru idealnya memiliki
kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat dengan anak
didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya. Tidak hanya
dimensi intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak didiknya.

Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan
sebagai fasilitator yang membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru
juga harus mampu bertindak sebagai penjaga gawang yang membantu anak didik
menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik bagi
perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak
didik dengan berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas
atau sekolah. Dan sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan
mengoptimalkan potensi setiap anak didik.

Saat ini, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 menjadi PP
Nomor 19 Tahun 2017, Kemendikbud mendorong perubahan paradigma para guru
agar mampu melaksanakan perannya sebagai pendidik profesional yang tidak hanya
mampu mencerdaskan anak didik, namun juga membentuk karakter positif mereka
agar menjadi generasi emas Indonesia dengan kecakapan abad ke-21.

Berdasarkan pasal 15 PP Nomor 19 Tahun 2017, pemenuhan beban kerja guru dapat
diperoleh dari ekuivalensi beban kerja tugas tambahan. Kegiatan lain di luar kelas
yang berkaitan dengan pembelajaran juga dapat dikonversi ke jam tatap muka. "Guru
tidak perlu lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar sekolahnya untuk memenuhi
beban kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan
siswanya." kata Mendikbud.
Kesimpulan

Makna Pahlawan yang sesungguhnya adalah semua orang yang rela dan mau
membantu atau berbuat baik kepada orang lain, bangsa ataupun negara tanpa adanya
rasa pamrih. Dan kita juga harus mengetahui pahlawan masa kini, bukan hanya
pahlawan yang berperang pada zaman penjajahan saja. Bahkan, kita juga dapat turut
menjadi pahlawan. Sebagai generasi muda kita dapat mewujudkan cita cita para
pahlawan yang telah mendahului kita bukan dengan perang namun dengan cinta tanah
air, tetap rajin belajar, serta menghargai jasa beliau dalam memperjuangkan
kemerdekaan bangsa ini sehingga kita dapat hidup tanpa adanya penjajahan lagi. Kita
dapat belajar menuntut ilmu sebagaimana seharusnya berkat jasa mereka dahulu.
Dengan kemerdekaan bangsa ini bukan berarti perjuangan telah selesai. Kita masih
perlu untuk memajukan negeri tercinta kita ini, dengan melaksanakan kewajiban kita
sebagai pelajar yaitu rajin belajar, jangan terjerumus ke hal hal yang merugikan kita
dan bangsa ini.
Daftar Pustaka

https://www.google.co.id/amp/s/www.kompasiana.com/amp/bernad/peran-
pendidikan-dalam-pembangunan_5528b94af17e61e97d8b459f

https://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional

Anda mungkin juga menyukai