Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Hari Pahlawan, 10 November. Ya. Mungkin diantara kita telah banyak yang melupakan
hari sakral tersebut. Bahkan kita pun cenderung alpa untuk memperingatinya. Di
sekolah - sekolah sekalipun, seakan tidak tergugah untuk memberi reward kepada
pahlawan tanpa tanda jasa atau hanya sekedar mengingatkan kembali makna pahlawan
yang sesungguhnya kepada para murid. Upacara peringatan Hari Pahlawan pun, telah
semakin jarang dijumpai. Masyarakat bahkan tidak sempat memberikan penghormatan
kepada Hari Pahlawan, walau hanya sekedar mengibarkan bendera Merah - Putih di
depan rumah mereka.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta 17 Agustus
1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh tentara nasional dan rakyat. Proses pelucutan
ini menimbulkan bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang cukup banyak
menimbulkan korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak sekutu di
Indonesia masih belum juga melucuti tentara Jepang.
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang
juga turut akhirnya turun ke Indonesia untuk melucuti tentara Jepang. 15 September
sekutu yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya
dengan 6.000 serdadu dari Divisi ke-23 dengan pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.
Namun pendaratan sekutu ini didomplengi kepentingan Belanda secara rahasia melalui
NICA untuk kembali menguasai Indonesia meskipun sudah memerdekakan dirinya.
Rakyat Indonesia marah mendengar konspirasi tersebut sehingga perlawanan terhadap
Inggris dan NICA tetap berlanjut yang memuncak ketika pimpinan sekutu wilayah
Jawa Timur Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh 30 Oktober di Surabaya.
Inggris dan NICA melalui Mayor Jenderal Mansergh yang menggantikan Mallaby
mengultimatum rakyat Indonesia untuk menyerah sampai batas akhir tanggal 10
November pagi hari. Namun di batas ultimatum tersebut rakyat Surabaya menjawabnya
dengan meningkatkan perlawanan secara besar-besaran, salah satu pimpinan
perlawanan tersebut adalah Sutomo, dikenal sebagai Bung Tomo (yang sampai saat ini
belum diangkat secara resmi menjadi Pahlawan Nasional, hanya menerima
penghargaan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1995 oleh presiden Suharto).
Perang ini menimbulkan perlawanan lain di semua kota seperti Jakarta, Bogor,
Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha
meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka
dll. Perlawanan ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para
pimpinan negeri seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal
Renville, perjanjian Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.
Empat tahun revolusi yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, hingga akhirnya
momen 10 November dijadikan Hari Pahlawan. Dari fakta sejarah di atas bisa kita
simpulkan bahwa ancaman pertama kemerdekaan Indonesia bukan hanya Belanda
ingin menguasai kembali, namun sekutu yang dipimpin Amerika memiliki kepentingan
tersendiri di Indonesia.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Orang tua merupakan orang yang paling penting dalm memberikan pendidikan
karakter terhadap anak, Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak
sekaligus orang pertama yang memberikan kasih sayang, bahkan ketika anak itu masih
ada dalam kandungan, Tidak hanya itu, ayah dan ibu juga mengajari putra putrinya
berjalan, berbicara dan mulai berkomunikasi dengan orang lain. Dengan begitulah,
orang tua memberi bekal utama dalam mengendalikan anaknya untuk menjadi anak
yang baik.
Namun, kenyataannya ada orang tua yang belum mengerti bagaimana cara mengasuh
anak dengan penuh cinta dan kasih sayang. Bahkan ada saja orang tua yang menitipkan
anak mereka pada babby sitter. Hal tersebut nenunjukan bahwa kurangnya peran orang
tua dalam memberiakan pendidikan karakter terhadap anak mereka.
Dampaknya Banyak anak berperilaku anarkis, Banyak anak tidak memiliki sikap yang
santun terhadap orang lain, Tidak mau tolong menolong dengan sesama, dan tidak
menghargai sesamanya, Banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan anak terhadap
orang tuanya, Perubahan gaya hidup, mulai dari nilai-nilai agama, sosial dan budaya,
dan lunturnya Jati diri bangsa Indonesia.
Maka dari itu kita harus melakukan uapaya-upaya pencegahan dengan melakukan
pendidikan karakter melalui peran orang tua. orang tua sebaiknya mulai belajar
bagaimana menanamkan nilai moral dan karakter yang baik dan benar pada anak. Bagi
para guru, sebaiknya mulai menerapkan proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan serta membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam suatu mata
pelajaran. Guru juga menjadi contoh dan panutan di sekolah juga harus dapat memberi
contoh yang baik kepada murid-muridnya, seperti berpakaian rapi, berkata sopan,
disiplin, perhatian kepada murid dan menjaga kebersihan. Guru juga harus
Mengkoreksi perbuatan kurang baik yang dilakukan oleh siswa.
Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam nawa cita disebutkan bahwa
pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui
gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan
dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang
mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70 persen, sedangkan untuk
sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.
Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali
memperhatikan olah hati (etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga
(kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini hendaknya dapat dilakukan secara utuh-
menyeluruh dan serentak. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada
pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-
komunitas di luar lingkungan pendidikan.
Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi
prioritas pengembangan gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas,
kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa
yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang
dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap
cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh
pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti
perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap
nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga
kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air,
menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,
dan agama.
Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada
nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab
sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas
juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu
menunjukkan keteladanan.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang
lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan,
mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh,
berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang
hayat.
"PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh
terhadap pendidikan kita," disampaikan Mendikbud kepada Tim Implementasi PPK
yang terdiri dari berbagai unsur pemangku pendidikan beberapa waktu yang lalu.
"Prinsipnya, manajemen berbasis sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada
aktivitas daripada metode ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad
based curriculum yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur
Mendikbud.
PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua),
serta komunitas (masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan.
Menurut Mendikbud, selama ini ketiga seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika
bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Diharapkan manajemen
berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan menjadi sentral, dan
lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber-sumber belajar.
“Peran guru sangat penting dalam pendidikan dan ia harus menjadi sosok yang
mencerahkan, yang membuka alam dan pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih
sayang, nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai
kebhinnekaan. Inilah sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti dari pendidikan
yang sesungguhnya,” disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rembuk
Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2017 beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru.
Sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo
mbangun karso, tut wuri handayani”, maka seorang guru idealnya memiliki
kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat dengan anak
didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya. Tidak hanya
dimensi intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak didiknya.
Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan
sebagai fasilitator yang membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru
juga harus mampu bertindak sebagai penjaga gawang yang membantu anak didik
menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik bagi
perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak
didik dengan berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas
atau sekolah. Dan sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan
mengoptimalkan potensi setiap anak didik.
Saat ini, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 menjadi PP
Nomor 19 Tahun 2017, Kemendikbud mendorong perubahan paradigma para guru
agar mampu melaksanakan perannya sebagai pendidik profesional yang tidak hanya
mampu mencerdaskan anak didik, namun juga membentuk karakter positif mereka
agar menjadi generasi emas Indonesia dengan kecakapan abad ke-21.
Berdasarkan pasal 15 PP Nomor 19 Tahun 2017, pemenuhan beban kerja guru dapat
diperoleh dari ekuivalensi beban kerja tugas tambahan. Kegiatan lain di luar kelas
yang berkaitan dengan pembelajaran juga dapat dikonversi ke jam tatap muka. "Guru
tidak perlu lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar sekolahnya untuk memenuhi
beban kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan
siswanya." kata Mendikbud.
Kesimpulan
Makna Pahlawan yang sesungguhnya adalah semua orang yang rela dan mau
membantu atau berbuat baik kepada orang lain, bangsa ataupun negara tanpa adanya
rasa pamrih. Dan kita juga harus mengetahui pahlawan masa kini, bukan hanya
pahlawan yang berperang pada zaman penjajahan saja. Bahkan, kita juga dapat turut
menjadi pahlawan. Sebagai generasi muda kita dapat mewujudkan cita cita para
pahlawan yang telah mendahului kita bukan dengan perang namun dengan cinta tanah
air, tetap rajin belajar, serta menghargai jasa beliau dalam memperjuangkan
kemerdekaan bangsa ini sehingga kita dapat hidup tanpa adanya penjajahan lagi. Kita
dapat belajar menuntut ilmu sebagaimana seharusnya berkat jasa mereka dahulu.
Dengan kemerdekaan bangsa ini bukan berarti perjuangan telah selesai. Kita masih
perlu untuk memajukan negeri tercinta kita ini, dengan melaksanakan kewajiban kita
sebagai pelajar yaitu rajin belajar, jangan terjerumus ke hal hal yang merugikan kita
dan bangsa ini.
Daftar Pustaka
https://www.google.co.id/amp/s/www.kompasiana.com/amp/bernad/peran-
pendidikan-dalam-pembangunan_5528b94af17e61e97d8b459f
https://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional