Anda di halaman 1dari 24

BAB 4

STRATEGIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN


NILAI-NILAI PANCASILA DI SEKOLAH
I. Pengertian Dan Makna Pancasila
A. Sejarah singkat Pancasila
Sidang BPUPKI (28 Mei – 1 Juni 1945) Sejarah
lahirnya Pancasila diawali dari rapat Dokuritsu
Junbi Cosakai atau BPUPKI yang didirikan pada
tanggal 29 April 1945. BPUPKI bertugas
menyelidiki segala persoalan penting, termasuk
politik, ekonomi dan hal-hal lain yang diperlukan
untuk pendirian badan usaha milik negara
Indonesia.
BPUPKI diketuai oleh Dr.
KRT Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam sejarahnya, BPUPKI mengadakan sidang
resminya yang pertama pada tanggal 29 Mei
sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Dalam
sidang tersebut beberapa tokoh memberikan
pidato tentang rumusan asas-asas dasar negara.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain Mohammad
Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Berdasarkan kompilasi berita acara sidang
BPUPKI dan PPKI terkait penyusunan UUD
1945, Moh. Yamin menyampaikan pidato pada
tanggal 29 Mei 1945 yang merumuskan lima
prinsip dasar negara, yaitu nasionalisme,
kemanusiaan, ketuhanan, demokrasi, dan
kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Soepomo mengusulkan “Dasar
Indonesia Merdeka” yakni solidaritas,
kekeluargaan, konsensus dan demokrasi,
musyawarah dan keadilan sosial.
Lahirnya istilah Pancasila (1 Juni 1945) .
Selain itu, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno
memperkenalkan 5 prinsip, antara lain
nasionalisme Indonesia, internasionalisme atau
kemanusiaan, konsensus atau demokrasi,
perlindungan sosial dan ketuhanan Yang Maha
Esa.
Ini adalah pertama kalinya Pancasila
diperkenalkan.
"Saudara-saudara!
Saya sudah mengusulkan berdirinya Negara.
Lima angka.
Inikah Lima Dharma?
Tidak!
Nama Panca Dharma tidak pantas di sini.
Dharma artinya tugas, sedangkan kita bicara
pokok-pokoknya,” kata Bung Karno.
Soekarno kemudian mengatakan, mengikuti
bimbingan temannya yang ahli di bidang
linguistik, nama yang paling cocok adalah
Pancasila.
Sila artinya asas atau landasan.
“Di atas lima landasan itulah kita mendirikan
negara Indonesia yang abadi dan abadi,” ujarnya.
“Pancasila adalah sesuatu yang membara di dada
saya selama puluhan tahun.”
B. Nilai-Nilai Dasar Pancasila
1. Nilai Ketuhanan
2. Nilai Kemanusiaan
3. Nilai Persatuan
4. Nilai Kerakyatan
5. Nilai Keadilan
C. Pengertian Implementasi Pendidikan Nilai-
Nilai Pancasila
Pada dasarnya strategi penerapan pendidikan
nilai-nilai Pancasila di sekolah merupakan upaya
sistematis untuk menyebarluaskan,
menginternalisasikan dan mengamalkan nilai-
nilai inti Pancasila di kalangan siswa. Tujuan
penanaman nilai-nilai Pancasila di sekolah adalah
untuk membentuk karakter yang tangguh,
menjaga keutuhan bangsa, dan membangun
masyarakat yang adil dan harmonis. Dalam
penjelasan kali ini akan dibahas berbagai aspek
terkait strategi penerapan pendidikan nilai
Pancasila di sekolah.
Penjelasannya meliputi pemahaman Pancasila
sebagai dasar negara, pentingnya pendidikan
sesuai nilai-nilai Pancasila, peran sekolah dalam
penyelenggaraannya, strategi pendidikan karakter,
peran guru, kurikulum terpadu, pembiasaan nilai-
nilai Pancasila, orang tua dan keterlibatan
masyarakat serta tantangan implementasi dan
solusinya.
II. Pentingnya Pendidikan Nilai-Nilai
Pancasila Di Sekolah
A. Pendidikan Karakter Sebagai Landasan
Belajar tentang pendidikan karakter Secara
historis, pendidikan karakter mulai berkembang
pada abad ke-18 untuk menciptakan ruang
pendidikan yang sesuai dengan prinsip agama.
Masyarakat meyakini bahwa pendidikan formal
dan nilai-nilai teologis yang dipadukan akan
menciptakan sumber daya manusia yang lebih
baik dan beradab.
Menurut Thomas Lickona dalam bukunya yang
berjudul Pendidikan Karakter: Bagaimana
Sekolah Kita Dapat Mengajarkan Rasa Hormat
dan Tanggung Jawab, pendidikan karakter adalah
upaya sadar seseorang untuk mendidik orang lain
dengan cara menyerap nilai-nilai kepribadian
sebagai faktor pencerahan bagi dirinya.
Karena pendidikan karakter merupakan upaya
kolektif untuk membantu seseorang memahami,
peduli, dan bertindak etis. Dengan kata lain,
mendorong seseorang untuk berperilaku baik,
seperti jujur, bertanggung jawab, dan menghargai
orang lain.
B. Membentuk Kepribadian dan Karakter
Bangsa
Secara harafiah karakter bangsa terdiri dari dua
kata yaitu budi pekerti dan bangsa. Kepribadian
merupakan orientasi sifat-sifat yang berbeda-beda
dalam diri seseorang ketika dihadapkan pada
kondisi tertentu. Sedangkan bangsa adalah
sekumpulan orang-orang yang terhubung dan
terhubung bersama-sama untuk mencapai tujuan
bersama. Dapat disimpulkan bahwa penerapan
Pancasila sebagai jati diri bangsa merupakan
wujud nilai-nilai budaya bangsa yang dianggap
benar dan baik.
Nilai-nilai tersebut dapat diungkapkan melalui
sikap mental, perilaku dan tindakan setiap orang.
Mengutip buku Pemahaman Pancasila karya Fais
Yonas Bo'a, fungsi Pancasila sebagai tokoh
bangsa adalah untuk mengungkapkan jati diri
bangsa apa adanya. Identitas tersebut tentunya
harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap butir Pancasila.
Pancasila berperan membimbing dan
mengarahkan perilaku bangsa dalam kehidupan
sehari-hari.
Sebagaimana kita ketahui, Pancasila terdiri dari
lima butir yang saling berkaitan. Keterkaitan
tersebut menunjukkan kesinambungan antara
nilai dan kehidupan sosial di Indonesia. Setiap
butir Pancasila mencerminkan jati diri bangsa.
Oleh karena itu, setiap orang harus benar-benar
memahami isinya kemudian mengamalkannya.
Mulailah mengamalkan setiap butir Pancasila dari
hal kecil. Maka hal-hal kecil ini akan menjadi
besar seiring berjalannya waktu.
C. Menjaga Keutuhan dan Persatuan Bangsa
Pada saat UUD 1945 diamandemen, terdapat dua
hal penting yang tidak pernah berubah, yaitu
bentuk negara dan pembukaan UUD 1945.
Negara kesatuan Republik Indonesia, lahir setelah
proklamasi kemerdekaan. Tanggal 17 Agustus
1945 tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun
dan dijamin keberadaannya oleh Undang-
Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal 37 ayat 5
yang berbunyi: “Khusus terhadap rumusan
Negara Republik Indonesia Serikat tidak dapat
dilakukan perubahan”.
Pembukaan UUD 1945 pasal kedua tidak akan
pernah berubah karena merupakan asas negara
yang paling mendasar, berisi tentang dasar
negara, tujuan negara, cita-cita dan asas politik
negara. Pembukaan UUD 1945 mempunyai
empat pokok pikiran, yaitu: Negara melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah di Indonesia atas dasar solidaritas untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Negara Indonesia adalah bangsa yang
mempunyai kedaulatan rakyat berdasarkan
perbincangan luas dan representatif. Negara
didirikan atas dasar keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan atas dasar keadilan kemanusiaan
serta peradaban.
D. Membangun Masyarakat yang Adil dan
Harmonis
Syarifah S.Pd.I dalam Memahami Kesetaraan
dan Harmoni Sosial melalui Model Discovery
Learning menjelaskan bahwa keharmonisan
sosial adalah keadaan dimana individu-individu
dalam suatu masyarakat hidup bersama secara
damai, berinteraksi saling berbuat baik dan
menjaga hubungan yang harmonis.
Sederhananya, keharmonisan sosial merupakan
faktor penting dalam mewujudkan masyarakat
sejahtera dan berkelanjutan. Bila masyarakat
hidup rukun, maka terciptalah lingkungan yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan
individu dan kelompok.
Di bawah ini beberapa peran penting kerukunan
sosial dalam membangun masyarakat sejahtera.
1. Mendorong solidaritas Keharmonisan
sosial memainkan peranan penting dalam
memajukan solidaritas dalam masyarakat yang
beragam.
Jika masyarakat dapat menjalin hubungan yang
harmonis antar individu maupun antar kelompok,
maka akan tercipta solidaritas dan persatuan yang
kuat.
2. Membangun kepercayaan Keharmonisan
sosial berperan penting dalam membangun
kepercayaan antar anggota masyarakat.
Ketika terdapat kepercayaan yang tinggi antara
individu dan kelompok, maka akan tercipta
lingkungan yang aman, stabil, dan transparan.
3. Meningkatkan kesejahteraan umum
Keharmonisan sosial menciptakan kondisi yang
mendukung pembangunan dan kesejahteraan
bersama.
Jika masyarakat hidup dalam keadaan harmonis,
sumber daya dan peluang dapat didistribusikan
secara adil dan efisien.
4. Membangun lingkungan yang toleran
Keharmonisan sosial dapat melahirkan nilai-nilai
toleransi dan menghargai keberagaman.
Ketika masyarakat dapat menerima perbedaan
dan menghormati hak individu dan kelompok
lain, maka akan tercipta lingkungan yang inklusif
dan beradab.
5. Mendorong inovasi dan pembangunan
berkelanjutan Masyarakat yang harmonis
mendorong inovasi dan pembangunan
berkelanjutan dalam masyarakat.
Ketika individu dan kelompok dapat berinteraksi
secara harmonis maka ide-ide baru dan pemikiran
kreatif dapat muncul dan berkembang.
Hal ini menjadi pertimbangan akan peran
kerukunan sosial dalam membangun masyarakat
sejahtera. Dengan tercapainya keselarasan sosial
maka berbagai kondisi yang mendorong
kesejahteraan masyarakat dapat dengan mudah
tercapai.
III. Peran Sekolah Dalam Implementasi
Pendidikan Nilai-Nilai di Sekolah
A. Tanggung Jawab Sekolah dalam
Pendidikan Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“tanggung jawab adalah keadaan harus
menanggung segala sesuatu”.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia,
tanggung jawab adalah kewajiban memikul,
menanggung, menanggung, menanggung akibat.
Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang
terhadap perbuatan dan perbuatannya, baik
disengaja maupun tidak.
Tanggung jawab juga berarti bertindak sebagai
ungkapan rasa kewajiban.
Tanggung jawab berarti dengan sepenuh hati
melaksanakan tugas yang diberikan di rumah, di
sekolah atau di tempat kerja dan melakukan yang
terbaik.
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional,
tanggung jawab adalah sikap dan perilaku
seseorang yang melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara memadai terhadap dirinya
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tanggung jawab itu wajar.
Dengan kata lain, tanggung jawab telah menjadi
bagian dari kehidupan manusia, dan tanggung
jawab dibebankan kepada setiap orang.
Jika kita memperhitungkan tanggung jawab,
maka itu adalah suatu kewajiban yang harus
ditanggung oleh perbuatan pihak yang melakukan
tindak pidana tersebut.
Tanggung jawab adalah ciri orang yang beradab.
Manusia merasa bertanggung jawab karena sadar
akan akibat baik atau buruk perbuatannya dan
juga sadar ada pihak lain yang menuntut keadilan
atau pengorbanan.
Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan tahun 2010, rasa tanggung jawab
merupakan salah satu nilai karakter yang harus
ditanamkan di sekolah.
Secara harfiah, tanggung jawab berarti
“kemampuan untuk bereaksi atau merespons”.
Artinya tanggung jawab dipusatkan pada orang
lain, memberikan perhatian kepada mereka dan
secara aktif menanggapi keinginan mereka.
Tanggung jawab menekankan kewajiban positif
untuk saling melindungi.
Jenis Tanggung Jawab Terdapat berbagai jenis
karakteristik tanggung jawab:
1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri
memerlukan kesadaran bahwa
setiap orang memenuhi kewajibannya dalam
pengembangan kepribadiannya.
Dengan cara ini, dia bisa menyelesaikan masalah
yang menyangkut dirinya sendiri.
2. Tanggung Jawab terhadap Keluarga
Keluarga adalah suatu komunitas kecil.
Setiap anggota keluarga harus bertanggung
jawab terhadap keluarganya.
Tanggung jawab ini tidak hanya menyangkut
kehormatan keluarga, tetapi juga kesejahteraan,
keselamatan, pendidikan, dan kehidupannya.
3. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Sebagai makhluk sosial, manusia pada prinsipnya
tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Dia membutuhkan orang lain, jadi dia harus
berkomunikasi dengan mereka.
Dengan cara ini, orang-orang di sini adalah
anggota masyarakat dan memiliki tanggung
jawab alami untuk hidup dalam masyarakat
tersebut.
4. Tanggung Jawab Terhadap
Bangsa/Bangsa Setiap orang adalah warga
negara.
Manusia terikat oleh norma dan aturan dalam
pikiran dan tindakannya.
Manusia tidak bisa melakukan apa yang
diinginkannya hanya dengan kekuatannya sendiri.
Jika perbuatannya salah dan melanggar aturan
dan norma tersebut, maka ia harus bertanggung
jawab kepada bangsa atau negara.
5. Tanggung Jawab Kepada Tuhan Ada
tujuan mulia di balik penciptaan manusia.
Tentu saja keberadaan itu disertai dengan
berbagai tanggung jawab.
Berbagai tanggung jawab tersebut membentuk
hubungan tanggung jawab yang terjalin antara
Tuhan, manusia, dan alam.
Ada dua aspek utama tanggung jawab manusia
kepada Tuhan.
Pertama, kenali Tuhan.
Kedua, beribadah dan menyembah Tuhan.

B. Mewujudkan Lingkungan Sekolah yang


Mendukung
Lingkungan belajar yang sehat memastikan
semua orang merasa nyaman. Menciptakan
lingkungan sekolah yang sehat memerlukan
upaya siswa, guru dan seluruh warga sekolah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
lingkungan hidup diartikan sebagai kawasan atau
wilayah yang terdapat di dalamnya. Di sisi lain,
kesehatan adalah sesuatu yang mendatangkan hal-
hal baik bagi tubuh. Dapat kita simpulkan bahwa
lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang
mendatangkan hal-hal baik bagi tubuh atau tidak
menimbulkan masalah, baik sehat maupun tidak.
Oleh karena itu, menjadi tugas setiap orang untuk
menciptakan lingkungan yang sehat, termasuk
lingkungan sekolah.
IV. Peran Guru dalam Implementasi
Pendidikan Nilai-nilai Pancasila
A. Guru sebagai Teladan dan Fasilitator
Dalam pendidikan modern, peran guru telah
berkembang dari sekedar memberikan informasi
menjadi fasilitator pembelajaran, mendorong
pemikiran kritis dan kreatif pada siswa. Sebagai
pedoman pembelajaran, guru berperan
membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir mendalam, memahami konsep secara
utuh, dan menerapkan pengetahuan pada situasi
kehidupan nyata.
Selain itu, guru juga harus mampu
menginspirasi dan mendorong minat dan motivasi
belajar siswa. Selama proses pembelajaran, guru
hendaknya menciptakan kesempatan bagi siswa
untuk berpartisipasi aktif, mendorong mereka
untuk berpikir kritis dan kreatif, dan membantu
mereka mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan dunia
nyata.
Guru hendaknya mengeksplorasi pemikiran
siswa, mendorong mereka untuk bertanya,
memecahkan masalah, dan menyajikan argumen
berdasarkan pemikiran kritis dan logika. Dengan
memberikan tantangan dan mendorong siswa
untuk berpikir mandiri, guru dapat membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang
mendalam dan analitis.
Guru juga mempunyai peran penting dalam
merancang pengalaman pembelajaran yang
menarik dan relevan. Guru perlu mengenali minat
dan kebutuhan siswa serta memilih metode
pembelajaran yang sesuai. Di era digital, guru
dapat menggunakan banyak alat dan sumber daya
yang tersedia untuk menciptakan pengalaman
belajar yang interaktif dan menarik. Misalnya,
guru dapat menggunakan video, simulasi, atau
platform online untuk menyajikan informasi
dengan cara yang lebih menarik dan mudah
dipahami siswa.
Selain itu, guru juga hendaknya mendorong
siswa untuk berpikir kreatif. Guru dapat
menawarkan tantangan atau proyek yang
memungkinkan siswa menggunakan imajinasi
mereka, mengembangkan ide-ide baru, dan
menemukan solusi kreatif.
B. Meningkatkan Kompetensi Guru dalam
Pendidikan Karakter
Kompetensi Kepribadian Guru Kompetensi
Kepribadian Guru Kompetensi Kepribadian Guru
adalah kemampuan pribadi seorang guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang
mendidik sehingga tercipta etika yang terpuji bagi
siswanya. Guru harus benar-benar mendidik
siswanya, karena setiap tindakan dan setiap
perkataannya akan menjadi teladan bagi
siswanya.
Guru juga merupakan teladan yang harus ditiru
oleh siswa, karena guru harus memperlihatkan
penampilan terbaiknya di hadapan semua siswa,
karena dari segi posisi duduk guru, siswa akan
mengikutinya, sehingga guru Guru harus
memberikan contoh yang baik kepada siswa.
Jadi, guru tidak hanya sekedar memberikan
materi akademis di kelas tetapi juga terus
memberikan getaran positif dan guru harus
berwibawa agar dihormati masyarakat dan siswa.
Pembentukan kepribadian siswa Ada beberapa
hal dalam membentuk kepribadian siswa :
1. Menjadi teladan bagi siswa Guru harus sangat
berhati-hati dalam menghadapi siswanya, karena
guru dianggap Sebagai orang tua di sekolah, anda
sudah menjadi cerdas dan berperilaku terbaik.
2. High reviewer Guru tidak selalu
mengutamakan nilai akademik, karena tidak
semua siswa mempunyai kemampuan yang sama,
ada yang mempunyai bakat seni, akademik atau
atletik.
Dan sebagai seorang guru, Anda mempunyai
kewajiban untuk menghargai kemampuan setiap
siswa.
Agar mereka selalu merasa dihargai atas apa
yang telah mereka lakukan, lebih percaya diri
untuk melakukan hal yang mereka sukai dan
selalu mengasah kemampuan masing-masing.
3. Nilai-nilai moral Guru tidak hanya harus
mengajarkan materi tetapi juga nilai-nilai moral,
karena itu sangat penting.
Agar setiap siswa dapat mempelajari jalan
kehidupan.
Jika suatu saat siswa dihadapkan pada suatu
permasalahan yang agak rumit namun sedikit
diajarkan tentang nilai-nilai moral, maka mereka
dapat keluar dari permasalahan tersebut dengan
pemikiran yang positif dan optimis.
4. Jujur dan terbuka Apabila guru melakukan
kesalahan saat pembelajaran di kelas, seperti
tidak sengaja mengedit catatan atau hal lainnya,
sebaiknya guru jujur dan berusaha tidak
mengulanginya lagi, karena guru hanyalah guru
biasa.
orang bisa melakukan kesalahan.
Ketika guru jujur dan terbuka mengenai
kesalahannya, maka siswa akan mengikuti dan
terbiasa jujur dan terbuka dengan orang-orang di
dalam dan di luar sekolah.
5. Sopan santun Salah satu hal terpenting yang
dimiliki setiap orang, tidak hanya orang tua,
orang dewasa, guru atau siapapun, adalah sopan
santun.
Jika gurunya pintar, pintar dalam belajar tetapi
tidak mempunyai budi pekerti yang baik, maka
itu juga ilmu yang diperolehnya, betapa
pentingnya budi pekerti.
Oleh karena itu, kita semua perlu mempunyai
sikap yang baik terhadap diri sendiri dan orang
lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
C. Membangun Hubungan yang Baik dengan
Siswa
Hubungan antara orang tua dan guru dapat
mempengaruhi perkembangan akademik seorang
siswa. Misalnya, hubungan orang tua dan guru
terhadap prestasi akademik siswa terlihat pada
saat pelaksanaan pembelajaran daring beberapa
waktu lalu, tepat di saat pandemi Covid-19
terjadi.
Pada masa ini, peran orang tua dan guru sama-
sama penting dan diperlukan bagi siswa. Bahkan
dalam pembelajaran luring saat ini, hubungan
baik antara guru dan orang tua tetap memegang
peranan penting.
Mengapa perlu adanya hubungan baik antara
orang tua, guru dan siswa?
Manfaat yang didapat salah satunya adalah
perasaan aman dan nyaman siswa selama proses
pembelajaran.
Menjalin hubungan baik antara guru, orang tua
dan siswa dalam pendidikan anak juga diperlukan
agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
dengan lancar.
Hubungan yang harmonis akan membuat anak
semakin tertarik belajar dan lebih mampu
berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Namun kenyataan di lapangan tidak sesederhana
itu.
Masalah hubungan dan komunikasi antara guru,
siswa, dan orang tua bisa sangat beragam.
Bagaimana kita bisa memaksimalkan sinergi
peran guru dan orang tua untuk membangun dan
menjaga kedekatan dengan siswa?
1. Kedekatan antara guru dan orang tua untuk
mengenali kepribadian dan kebutuhan siswa
Membangun kedekatan dan hubungan baik antara
guru dan siswa akan berkontribusi pada
kelancaran pembelajaran berbagi Mengenali
perbedaan kepribadian dan kebutuhan siswa yang
berbeda dapat menjadi sebuah tantangan untuk
guru.
.
Dengan terjalinnya hubungan yang baik antara
guru dan orang tua, maka kepribadian anak akan
lebih mudah dipahami.
Guru juga dapat mengidentifikasi metode yang
lebih tepat dalam berinteraksi dengan siswa
bahkan merancang kegiatan pembelajaran yang
lebih tepat.
2. Bersabar dan terbuka dalam menjalin
komunikasi antara orang tua dan guru Untuk
menjaga keharmonisan hubungan antara guru dan
siswa, antara orang tua dan anak, Kesabaran
sangat diperlukan.
Guru tidak dapat memilih tipe orang tua dan
siswa seperti apa yang akan dihadapinya.
Di sisi lain, tidak semua siswa dapat memenuhi
harapan guru dan orang tua.
Oleh karena itu, untuk melahirkan generasi
sukses dan sukses, guru dan orang tua harus
menyadari bahwa setiap anak mempunyai ciri dan
ciri khasnya masing-masing.
Untuk membangun hubungan yang kuat antara
guru, siswa dan orang tua, komunikasi terbuka
dari masing-masing pihak juga penting.
Terkadang guru dan orang tua terpaksa menekan
emosinya untuk menjangkau anak.
Di sekolah, persepsi baik siswa terhadap
gurunya dapat berkontribusi terhadap kelancaran
proses belajar mengajar.
3. Menunjukkan semangat dan semangat
terhadap ilmu pengetahuan Hubungan antara
guru, siswa dan orang tua dapat Seperti halnya
hubungan orang tua dan anak, hubungan antara
guru dan siswa merupakan hubungan dua arah.
Ketika guru menunjukkan semangat dan
antusiasmenya ketika mengajar, maka siswa pun
memberikan respon yang positif.
Semangat, dedikasi dan nilai-nilai positif yang
ditunjukkan guru akan diteruskan kepada siswa.
Begitu pula nilai-nilai yang diyakini orang tua
terhadap sains juga akan diserap oleh anak.
Koordinasi antara peran guru dan orang tua, baik
di sekolah maupun di rumah, dapat
mempengaruhi semangat belajar siswa.
Sebaliknya, jika guru mengajar dengan enggan
dan sewenang-wenang, maka siswa akan
berperilaku sama.
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang
tidak semangat belajar juga cenderung malas
dalam belajar.
Oleh karena itu, hubungan antara guru, siswa,
dan orang tua dapat saling mendukung atau
sebaliknya merendahkan satu sama lain.
4. Manfaatkan apa yang siswa sukai dalam
pembelajaran membangun hubungan yang kuat
antara guru, siswa dan orang tua Membangun
hubungan yang kuat antara guru dan siswa dan
orang tua sebenarnya tidak selalu rumit.
Siswa pasti tertarik pada hal-hal tertentu.
Untuk membantu siswa “memasuki” dunia
dengan lebih mudah, guru dapat menggunakan
unsur-unsur yang disukai siswa untuk menunjang
pembelajaran.
Cara ini dapat membuat siswa merasa lebih
terhubung secara emosional.
Contoh: pelajar menyukai K-pop.
Guru dapat menggunakan idola tertentu sebagai
karakter pembelajaran.
Selain itu, guru dapat menyisipkan informasi
yang sedang viral sehingga membuat siswa lebih
bersemangat mengikuti pembelajaran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Adit, A. (2021). Kemendikbud: Ini 6 Profil


Pelajar Pancasila. Kompas.Com.
Dasmana, A., Wasliman, I., Ujang., Barlian, C., &
Yoseptri, R. (2022). Implementation Of
Integrated Quality Management Strengthening
Character Education In Realizing Pancasila
Student Profiles. International Journal Of
Graduate Of Islamic Education, 3(2), 361–377.
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/IJGIE/
article/view/1342
Desstya, A. (2014). Kedudukan Dan Aplikasi
Pendidikan Sains Di Sekolah Dasar. Profesi
Pendidikan Dasar, 1(2), 193–200.
https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/
view/2745
Desstya, A. (2015). Keterampilan Proses Sains
Dan Pembelajaran Ipa Di Sekolah Dasar (Telaah
Buku Siswa Kelas Iv Sd Tema 2 Karya Sumini).
Profesi Pendidikan Dasar, 2(2), 95–102.
https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/
viewFile/1644/1170
Desstya, A., Novitasari, I. I., Razak, A. F.,
Sudrajat, K. S., Pendidikan, ), Sekolah, G., Fkip,
D., & Surakarta, U. M. (2017). Refleksi
Pendidikan Ipa Sekolah Dasar Di Indonesia
(Relevansi Model Pendidikan Paulo Freire
dengan Pendidikan IPA di Sekolah dasar). Profesi
Pendidikan Dasar, 4(1), 1–11.
https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/
download/1002/679
Diba Catur Putri, F., Marini, A., Nafiah, M., &
Widiansyah, A. (2022). Profile Of Pancasila
Students During The Covid-19 Pandemic
Through PJJ (Case Study of SDI Al Ma’ruf
Cibubur, Jakarta). In American Journal of
Humanities and Social Sciences Research (Issue
6). www.ajhssr.com
Dwiprabowo, R. (2021). Profil Berpikir Kreatif
Siswa Sekolah Dasar Dalam Menyelesaikan
Masalah Kelipatan Dan Faktor Bilangan. Prima
Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 2(1), 102–
115. https://doi.org/10.37478/jpm.v2i1.877
Firman, A. J., Ni’mah, U., Asvio, N., Sunan, U.,
Yogyakarta, K., Bintan, M., Islam, U., Fatmawati,
N., Bengkulu, S., & Com, A. (2022). Prototype
Curriculum: Concepts and Its Role in
Strengthening Character Education After the
Covid-19 Pandemic (Vol. 1, Issue 1).
https://ejournal.periexca.org/index.php/ejip/article
/view/9
Freshka Uktolseja, N., & Wibawa, S. (2022).
Penanaman Nilai-Nilai Profil Pelajar Pancasila
Melalui Pembelajaran Wawasan Nusantara Di
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(6),
1744–1749.
https://journal-nusantara.com/index.php/JIM/artic
le/view/425
Gunawan, D. M. R., & Suniasih, N. W. (2022).
Profil Pelajar Pancasila dalam Usaha Bela Negara
di Kelas V Sekolah Dasar. Mimbar PGSD
Undiksha, 10(1), 133–141.
https://doi.org/10.23887/jjpgsd.v10i1.45372
Garrote, A., Sermier Dessemontet, R., & Moser
Opitz, E. (2017). Facilitating the social
participation of pupils with special educational
needs in mainstream schools: A review of school-
based interventions. Educational Research
Review, 20, 12–23.
https://doi.org/10.1016/j.edurev.2016.11.001
Hidayah, Y., & Faisal Ali, Y. (2021). A Study on
Interactive-Based Learning Media to Strengthen
the Profile of Pancasila Student in Elementary
School (Vol. 6, Issue 2).
https://doi.org/10.26618/jed.v6i2.5591
Huda, N. (2017). Manajemen Pengembangan
Kurikulum. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 1(2), 52-75.
https://doi.org/10.33650/al-tanzim.v1i2.113

Anda mungkin juga menyukai