NILAI-NILAI PANCASILA DI SEKOLAH I. Pengertian Dan Makna Pancasila A. Sejarah singkat Pancasila Sidang BPUPKI (28 Mei – 1 Juni 1945) Sejarah lahirnya Pancasila diawali dari rapat Dokuritsu Junbi Cosakai atau BPUPKI yang didirikan pada tanggal 29 April 1945. BPUPKI bertugas menyelidiki segala persoalan penting, termasuk politik, ekonomi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk pendirian badan usaha milik negara Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat. Dalam sejarahnya, BPUPKI mengadakan sidang resminya yang pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut beberapa tokoh memberikan pidato tentang rumusan asas-asas dasar negara. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Berdasarkan kompilasi berita acara sidang BPUPKI dan PPKI terkait penyusunan UUD 1945, Moh. Yamin menyampaikan pidato pada tanggal 29 Mei 1945 yang merumuskan lima prinsip dasar negara, yaitu nasionalisme, kemanusiaan, ketuhanan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Soepomo mengusulkan “Dasar Indonesia Merdeka” yakni solidaritas, kekeluargaan, konsensus dan demokrasi, musyawarah dan keadilan sosial. Lahirnya istilah Pancasila (1 Juni 1945) . Selain itu, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno memperkenalkan 5 prinsip, antara lain nasionalisme Indonesia, internasionalisme atau kemanusiaan, konsensus atau demokrasi, perlindungan sosial dan ketuhanan Yang Maha Esa. Ini adalah pertama kalinya Pancasila diperkenalkan. "Saudara-saudara! Saya sudah mengusulkan berdirinya Negara. Lima angka. Inikah Lima Dharma? Tidak! Nama Panca Dharma tidak pantas di sini. Dharma artinya tugas, sedangkan kita bicara pokok-pokoknya,” kata Bung Karno. Soekarno kemudian mengatakan, mengikuti bimbingan temannya yang ahli di bidang linguistik, nama yang paling cocok adalah Pancasila. Sila artinya asas atau landasan. “Di atas lima landasan itulah kita mendirikan negara Indonesia yang abadi dan abadi,” ujarnya. “Pancasila adalah sesuatu yang membara di dada saya selama puluhan tahun.” B. Nilai-Nilai Dasar Pancasila 1. Nilai Ketuhanan 2. Nilai Kemanusiaan 3. Nilai Persatuan 4. Nilai Kerakyatan 5. Nilai Keadilan C. Pengertian Implementasi Pendidikan Nilai- Nilai Pancasila Pada dasarnya strategi penerapan pendidikan nilai-nilai Pancasila di sekolah merupakan upaya sistematis untuk menyebarluaskan, menginternalisasikan dan mengamalkan nilai- nilai inti Pancasila di kalangan siswa. Tujuan penanaman nilai-nilai Pancasila di sekolah adalah untuk membentuk karakter yang tangguh, menjaga keutuhan bangsa, dan membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Dalam penjelasan kali ini akan dibahas berbagai aspek terkait strategi penerapan pendidikan nilai Pancasila di sekolah. Penjelasannya meliputi pemahaman Pancasila sebagai dasar negara, pentingnya pendidikan sesuai nilai-nilai Pancasila, peran sekolah dalam penyelenggaraannya, strategi pendidikan karakter, peran guru, kurikulum terpadu, pembiasaan nilai- nilai Pancasila, orang tua dan keterlibatan masyarakat serta tantangan implementasi dan solusinya. II. Pentingnya Pendidikan Nilai-Nilai Pancasila Di Sekolah A. Pendidikan Karakter Sebagai Landasan Belajar tentang pendidikan karakter Secara historis, pendidikan karakter mulai berkembang pada abad ke-18 untuk menciptakan ruang pendidikan yang sesuai dengan prinsip agama. Masyarakat meyakini bahwa pendidikan formal dan nilai-nilai teologis yang dipadukan akan menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik dan beradab. Menurut Thomas Lickona dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter: Bagaimana Sekolah Kita Dapat Mengajarkan Rasa Hormat dan Tanggung Jawab, pendidikan karakter adalah upaya sadar seseorang untuk mendidik orang lain dengan cara menyerap nilai-nilai kepribadian sebagai faktor pencerahan bagi dirinya. Karena pendidikan karakter merupakan upaya kolektif untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak etis. Dengan kata lain, mendorong seseorang untuk berperilaku baik, seperti jujur, bertanggung jawab, dan menghargai orang lain. B. Membentuk Kepribadian dan Karakter Bangsa Secara harafiah karakter bangsa terdiri dari dua kata yaitu budi pekerti dan bangsa. Kepribadian merupakan orientasi sifat-sifat yang berbeda-beda dalam diri seseorang ketika dihadapkan pada kondisi tertentu. Sedangkan bangsa adalah sekumpulan orang-orang yang terhubung dan terhubung bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Dapat disimpulkan bahwa penerapan Pancasila sebagai jati diri bangsa merupakan wujud nilai-nilai budaya bangsa yang dianggap benar dan baik. Nilai-nilai tersebut dapat diungkapkan melalui sikap mental, perilaku dan tindakan setiap orang. Mengutip buku Pemahaman Pancasila karya Fais Yonas Bo'a, fungsi Pancasila sebagai tokoh bangsa adalah untuk mengungkapkan jati diri bangsa apa adanya. Identitas tersebut tentunya harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir Pancasila. Pancasila berperan membimbing dan mengarahkan perilaku bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita ketahui, Pancasila terdiri dari lima butir yang saling berkaitan. Keterkaitan tersebut menunjukkan kesinambungan antara nilai dan kehidupan sosial di Indonesia. Setiap butir Pancasila mencerminkan jati diri bangsa. Oleh karena itu, setiap orang harus benar-benar memahami isinya kemudian mengamalkannya. Mulailah mengamalkan setiap butir Pancasila dari hal kecil. Maka hal-hal kecil ini akan menjadi besar seiring berjalannya waktu. C. Menjaga Keutuhan dan Persatuan Bangsa Pada saat UUD 1945 diamandemen, terdapat dua hal penting yang tidak pernah berubah, yaitu bentuk negara dan pembukaan UUD 1945. Negara kesatuan Republik Indonesia, lahir setelah proklamasi kemerdekaan. Tanggal 17 Agustus 1945 tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan dijamin keberadaannya oleh Undang- Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal 37 ayat 5 yang berbunyi: “Khusus terhadap rumusan Negara Republik Indonesia Serikat tidak dapat dilakukan perubahan”. Pembukaan UUD 1945 pasal kedua tidak akan pernah berubah karena merupakan asas negara yang paling mendasar, berisi tentang dasar negara, tujuan negara, cita-cita dan asas politik negara. Pembukaan UUD 1945 mempunyai empat pokok pikiran, yaitu: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah di Indonesia atas dasar solidaritas untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara Indonesia adalah bangsa yang mempunyai kedaulatan rakyat berdasarkan perbincangan luas dan representatif. Negara didirikan atas dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas dasar keadilan kemanusiaan serta peradaban. D. Membangun Masyarakat yang Adil dan Harmonis Syarifah S.Pd.I dalam Memahami Kesetaraan dan Harmoni Sosial melalui Model Discovery Learning menjelaskan bahwa keharmonisan sosial adalah keadaan dimana individu-individu dalam suatu masyarakat hidup bersama secara damai, berinteraksi saling berbuat baik dan menjaga hubungan yang harmonis. Sederhananya, keharmonisan sosial merupakan faktor penting dalam mewujudkan masyarakat sejahtera dan berkelanjutan. Bila masyarakat hidup rukun, maka terciptalah lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu dan kelompok. Di bawah ini beberapa peran penting kerukunan sosial dalam membangun masyarakat sejahtera. 1. Mendorong solidaritas Keharmonisan sosial memainkan peranan penting dalam memajukan solidaritas dalam masyarakat yang beragam. Jika masyarakat dapat menjalin hubungan yang harmonis antar individu maupun antar kelompok, maka akan tercipta solidaritas dan persatuan yang kuat. 2. Membangun kepercayaan Keharmonisan sosial berperan penting dalam membangun kepercayaan antar anggota masyarakat. Ketika terdapat kepercayaan yang tinggi antara individu dan kelompok, maka akan tercipta lingkungan yang aman, stabil, dan transparan. 3. Meningkatkan kesejahteraan umum Keharmonisan sosial menciptakan kondisi yang mendukung pembangunan dan kesejahteraan bersama. Jika masyarakat hidup dalam keadaan harmonis, sumber daya dan peluang dapat didistribusikan secara adil dan efisien. 4. Membangun lingkungan yang toleran Keharmonisan sosial dapat melahirkan nilai-nilai toleransi dan menghargai keberagaman. Ketika masyarakat dapat menerima perbedaan dan menghormati hak individu dan kelompok lain, maka akan tercipta lingkungan yang inklusif dan beradab. 5. Mendorong inovasi dan pembangunan berkelanjutan Masyarakat yang harmonis mendorong inovasi dan pembangunan berkelanjutan dalam masyarakat. Ketika individu dan kelompok dapat berinteraksi secara harmonis maka ide-ide baru dan pemikiran kreatif dapat muncul dan berkembang. Hal ini menjadi pertimbangan akan peran kerukunan sosial dalam membangun masyarakat sejahtera. Dengan tercapainya keselarasan sosial maka berbagai kondisi yang mendorong kesejahteraan masyarakat dapat dengan mudah tercapai. III. Peran Sekolah Dalam Implementasi Pendidikan Nilai-Nilai di Sekolah A. Tanggung Jawab Sekolah dalam Pendidikan Karakter Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tanggung jawab adalah keadaan harus menanggung segala sesuatu”. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah kewajiban memikul, menanggung, menanggung, menanggung akibat. Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang terhadap perbuatan dan perbuatannya, baik disengaja maupun tidak. Tanggung jawab juga berarti bertindak sebagai ungkapan rasa kewajiban. Tanggung jawab berarti dengan sepenuh hati melaksanakan tugas yang diberikan di rumah, di sekolah atau di tempat kerja dan melakukan yang terbaik. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang yang melaksanakan tugas dan kewajibannya secara memadai terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab itu wajar. Dengan kata lain, tanggung jawab telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, dan tanggung jawab dibebankan kepada setiap orang. Jika kita memperhitungkan tanggung jawab, maka itu adalah suatu kewajiban yang harus ditanggung oleh perbuatan pihak yang melakukan tindak pidana tersebut. Tanggung jawab adalah ciri orang yang beradab. Manusia merasa bertanggung jawab karena sadar akan akibat baik atau buruk perbuatannya dan juga sadar ada pihak lain yang menuntut keadilan atau pengorbanan. Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2010, rasa tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang harus ditanamkan di sekolah. Secara harfiah, tanggung jawab berarti “kemampuan untuk bereaksi atau merespons”. Artinya tanggung jawab dipusatkan pada orang lain, memberikan perhatian kepada mereka dan secara aktif menanggapi keinginan mereka. Tanggung jawab menekankan kewajiban positif untuk saling melindungi. Jenis Tanggung Jawab Terdapat berbagai jenis karakteristik tanggung jawab: 1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri Tanggung jawab terhadap diri sendiri memerlukan kesadaran bahwa setiap orang memenuhi kewajibannya dalam pengembangan kepribadiannya. Dengan cara ini, dia bisa menyelesaikan masalah yang menyangkut dirinya sendiri. 2. Tanggung Jawab terhadap Keluarga Keluarga adalah suatu komunitas kecil. Setiap anggota keluarga harus bertanggung jawab terhadap keluarganya. Tanggung jawab ini tidak hanya menyangkut kehormatan keluarga, tetapi juga kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupannya. 3. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat Sebagai makhluk sosial, manusia pada prinsipnya tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dia membutuhkan orang lain, jadi dia harus berkomunikasi dengan mereka. Dengan cara ini, orang-orang di sini adalah anggota masyarakat dan memiliki tanggung jawab alami untuk hidup dalam masyarakat tersebut. 4. Tanggung Jawab Terhadap Bangsa/Bangsa Setiap orang adalah warga negara. Manusia terikat oleh norma dan aturan dalam pikiran dan tindakannya. Manusia tidak bisa melakukan apa yang diinginkannya hanya dengan kekuatannya sendiri. Jika perbuatannya salah dan melanggar aturan dan norma tersebut, maka ia harus bertanggung jawab kepada bangsa atau negara. 5. Tanggung Jawab Kepada Tuhan Ada tujuan mulia di balik penciptaan manusia. Tentu saja keberadaan itu disertai dengan berbagai tanggung jawab. Berbagai tanggung jawab tersebut membentuk hubungan tanggung jawab yang terjalin antara Tuhan, manusia, dan alam. Ada dua aspek utama tanggung jawab manusia kepada Tuhan. Pertama, kenali Tuhan. Kedua, beribadah dan menyembah Tuhan.
B. Mewujudkan Lingkungan Sekolah yang
Mendukung Lingkungan belajar yang sehat memastikan semua orang merasa nyaman. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat memerlukan upaya siswa, guru dan seluruh warga sekolah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lingkungan hidup diartikan sebagai kawasan atau wilayah yang terdapat di dalamnya. Di sisi lain, kesehatan adalah sesuatu yang mendatangkan hal- hal baik bagi tubuh. Dapat kita simpulkan bahwa lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang mendatangkan hal-hal baik bagi tubuh atau tidak menimbulkan masalah, baik sehat maupun tidak. Oleh karena itu, menjadi tugas setiap orang untuk menciptakan lingkungan yang sehat, termasuk lingkungan sekolah. IV. Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Nilai-nilai Pancasila A. Guru sebagai Teladan dan Fasilitator Dalam pendidikan modern, peran guru telah berkembang dari sekedar memberikan informasi menjadi fasilitator pembelajaran, mendorong pemikiran kritis dan kreatif pada siswa. Sebagai pedoman pembelajaran, guru berperan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir mendalam, memahami konsep secara utuh, dan menerapkan pengetahuan pada situasi kehidupan nyata. Selain itu, guru juga harus mampu menginspirasi dan mendorong minat dan motivasi belajar siswa. Selama proses pembelajaran, guru hendaknya menciptakan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif, mendorong mereka untuk berpikir kritis dan kreatif, dan membantu mereka mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dunia nyata. Guru hendaknya mengeksplorasi pemikiran siswa, mendorong mereka untuk bertanya, memecahkan masalah, dan menyajikan argumen berdasarkan pemikiran kritis dan logika. Dengan memberikan tantangan dan mendorong siswa untuk berpikir mandiri, guru dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang mendalam dan analitis. Guru juga mempunyai peran penting dalam merancang pengalaman pembelajaran yang menarik dan relevan. Guru perlu mengenali minat dan kebutuhan siswa serta memilih metode pembelajaran yang sesuai. Di era digital, guru dapat menggunakan banyak alat dan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan pengalaman belajar yang interaktif dan menarik. Misalnya, guru dapat menggunakan video, simulasi, atau platform online untuk menyajikan informasi dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami siswa. Selain itu, guru juga hendaknya mendorong siswa untuk berpikir kreatif. Guru dapat menawarkan tantangan atau proyek yang memungkinkan siswa menggunakan imajinasi mereka, mengembangkan ide-ide baru, dan menemukan solusi kreatif. B. Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Karakter Kompetensi Kepribadian Guru Kompetensi Kepribadian Guru Kompetensi Kepribadian Guru adalah kemampuan pribadi seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mendidik sehingga tercipta etika yang terpuji bagi siswanya. Guru harus benar-benar mendidik siswanya, karena setiap tindakan dan setiap perkataannya akan menjadi teladan bagi siswanya. Guru juga merupakan teladan yang harus ditiru oleh siswa, karena guru harus memperlihatkan penampilan terbaiknya di hadapan semua siswa, karena dari segi posisi duduk guru, siswa akan mengikutinya, sehingga guru Guru harus memberikan contoh yang baik kepada siswa. Jadi, guru tidak hanya sekedar memberikan materi akademis di kelas tetapi juga terus memberikan getaran positif dan guru harus berwibawa agar dihormati masyarakat dan siswa. Pembentukan kepribadian siswa Ada beberapa hal dalam membentuk kepribadian siswa : 1. Menjadi teladan bagi siswa Guru harus sangat berhati-hati dalam menghadapi siswanya, karena guru dianggap Sebagai orang tua di sekolah, anda sudah menjadi cerdas dan berperilaku terbaik. 2. High reviewer Guru tidak selalu mengutamakan nilai akademik, karena tidak semua siswa mempunyai kemampuan yang sama, ada yang mempunyai bakat seni, akademik atau atletik. Dan sebagai seorang guru, Anda mempunyai kewajiban untuk menghargai kemampuan setiap siswa. Agar mereka selalu merasa dihargai atas apa yang telah mereka lakukan, lebih percaya diri untuk melakukan hal yang mereka sukai dan selalu mengasah kemampuan masing-masing. 3. Nilai-nilai moral Guru tidak hanya harus mengajarkan materi tetapi juga nilai-nilai moral, karena itu sangat penting. Agar setiap siswa dapat mempelajari jalan kehidupan. Jika suatu saat siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang agak rumit namun sedikit diajarkan tentang nilai-nilai moral, maka mereka dapat keluar dari permasalahan tersebut dengan pemikiran yang positif dan optimis. 4. Jujur dan terbuka Apabila guru melakukan kesalahan saat pembelajaran di kelas, seperti tidak sengaja mengedit catatan atau hal lainnya, sebaiknya guru jujur dan berusaha tidak mengulanginya lagi, karena guru hanyalah guru biasa. orang bisa melakukan kesalahan. Ketika guru jujur dan terbuka mengenai kesalahannya, maka siswa akan mengikuti dan terbiasa jujur dan terbuka dengan orang-orang di dalam dan di luar sekolah. 5. Sopan santun Salah satu hal terpenting yang dimiliki setiap orang, tidak hanya orang tua, orang dewasa, guru atau siapapun, adalah sopan santun. Jika gurunya pintar, pintar dalam belajar tetapi tidak mempunyai budi pekerti yang baik, maka itu juga ilmu yang diperolehnya, betapa pentingnya budi pekerti. Oleh karena itu, kita semua perlu mempunyai sikap yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. C. Membangun Hubungan yang Baik dengan Siswa Hubungan antara orang tua dan guru dapat mempengaruhi perkembangan akademik seorang siswa. Misalnya, hubungan orang tua dan guru terhadap prestasi akademik siswa terlihat pada saat pelaksanaan pembelajaran daring beberapa waktu lalu, tepat di saat pandemi Covid-19 terjadi. Pada masa ini, peran orang tua dan guru sama- sama penting dan diperlukan bagi siswa. Bahkan dalam pembelajaran luring saat ini, hubungan baik antara guru dan orang tua tetap memegang peranan penting. Mengapa perlu adanya hubungan baik antara orang tua, guru dan siswa? Manfaat yang didapat salah satunya adalah perasaan aman dan nyaman siswa selama proses pembelajaran. Menjalin hubungan baik antara guru, orang tua dan siswa dalam pendidikan anak juga diperlukan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Hubungan yang harmonis akan membuat anak semakin tertarik belajar dan lebih mampu berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Namun kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. Masalah hubungan dan komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua bisa sangat beragam. Bagaimana kita bisa memaksimalkan sinergi peran guru dan orang tua untuk membangun dan menjaga kedekatan dengan siswa? 1. Kedekatan antara guru dan orang tua untuk mengenali kepribadian dan kebutuhan siswa Membangun kedekatan dan hubungan baik antara guru dan siswa akan berkontribusi pada kelancaran pembelajaran berbagi Mengenali perbedaan kepribadian dan kebutuhan siswa yang berbeda dapat menjadi sebuah tantangan untuk guru. . Dengan terjalinnya hubungan yang baik antara guru dan orang tua, maka kepribadian anak akan lebih mudah dipahami. Guru juga dapat mengidentifikasi metode yang lebih tepat dalam berinteraksi dengan siswa bahkan merancang kegiatan pembelajaran yang lebih tepat. 2. Bersabar dan terbuka dalam menjalin komunikasi antara orang tua dan guru Untuk menjaga keharmonisan hubungan antara guru dan siswa, antara orang tua dan anak, Kesabaran sangat diperlukan. Guru tidak dapat memilih tipe orang tua dan siswa seperti apa yang akan dihadapinya. Di sisi lain, tidak semua siswa dapat memenuhi harapan guru dan orang tua. Oleh karena itu, untuk melahirkan generasi sukses dan sukses, guru dan orang tua harus menyadari bahwa setiap anak mempunyai ciri dan ciri khasnya masing-masing. Untuk membangun hubungan yang kuat antara guru, siswa dan orang tua, komunikasi terbuka dari masing-masing pihak juga penting. Terkadang guru dan orang tua terpaksa menekan emosinya untuk menjangkau anak. Di sekolah, persepsi baik siswa terhadap gurunya dapat berkontribusi terhadap kelancaran proses belajar mengajar. 3. Menunjukkan semangat dan semangat terhadap ilmu pengetahuan Hubungan antara guru, siswa dan orang tua dapat Seperti halnya hubungan orang tua dan anak, hubungan antara guru dan siswa merupakan hubungan dua arah. Ketika guru menunjukkan semangat dan antusiasmenya ketika mengajar, maka siswa pun memberikan respon yang positif. Semangat, dedikasi dan nilai-nilai positif yang ditunjukkan guru akan diteruskan kepada siswa. Begitu pula nilai-nilai yang diyakini orang tua terhadap sains juga akan diserap oleh anak. Koordinasi antara peran guru dan orang tua, baik di sekolah maupun di rumah, dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Sebaliknya, jika guru mengajar dengan enggan dan sewenang-wenang, maka siswa akan berperilaku sama. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak semangat belajar juga cenderung malas dalam belajar. Oleh karena itu, hubungan antara guru, siswa, dan orang tua dapat saling mendukung atau sebaliknya merendahkan satu sama lain. 4. Manfaatkan apa yang siswa sukai dalam pembelajaran membangun hubungan yang kuat antara guru, siswa dan orang tua Membangun hubungan yang kuat antara guru dan siswa dan orang tua sebenarnya tidak selalu rumit. Siswa pasti tertarik pada hal-hal tertentu. Untuk membantu siswa “memasuki” dunia dengan lebih mudah, guru dapat menggunakan unsur-unsur yang disukai siswa untuk menunjang pembelajaran. Cara ini dapat membuat siswa merasa lebih terhubung secara emosional. Contoh: pelajar menyukai K-pop. Guru dapat menggunakan idola tertentu sebagai karakter pembelajaran. Selain itu, guru dapat menyisipkan informasi yang sedang viral sehingga membuat siswa lebih bersemangat mengikuti pembelajaran di kelas. DAFTAR PUSTAKA
Adit, A. (2021). Kemendikbud: Ini 6 Profil
Pelajar Pancasila. Kompas.Com. Dasmana, A., Wasliman, I., Ujang., Barlian, C., & Yoseptri, R. (2022). Implementation Of Integrated Quality Management Strengthening Character Education In Realizing Pancasila Student Profiles. International Journal Of Graduate Of Islamic Education, 3(2), 361–377. https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/IJGIE/ article/view/1342 Desstya, A. (2014). Kedudukan Dan Aplikasi Pendidikan Sains Di Sekolah Dasar. Profesi Pendidikan Dasar, 1(2), 193–200. https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/ view/2745 Desstya, A. (2015). Keterampilan Proses Sains Dan Pembelajaran Ipa Di Sekolah Dasar (Telaah Buku Siswa Kelas Iv Sd Tema 2 Karya Sumini). Profesi Pendidikan Dasar, 2(2), 95–102. https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/ viewFile/1644/1170 Desstya, A., Novitasari, I. I., Razak, A. F., Sudrajat, K. S., Pendidikan, ), Sekolah, G., Fkip, D., & Surakarta, U. M. (2017). Refleksi Pendidikan Ipa Sekolah Dasar Di Indonesia (Relevansi Model Pendidikan Paulo Freire dengan Pendidikan IPA di Sekolah dasar). Profesi Pendidikan Dasar, 4(1), 1–11. https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/ download/1002/679 Diba Catur Putri, F., Marini, A., Nafiah, M., & Widiansyah, A. (2022). Profile Of Pancasila Students During The Covid-19 Pandemic Through PJJ (Case Study of SDI Al Ma’ruf Cibubur, Jakarta). In American Journal of Humanities and Social Sciences Research (Issue 6). www.ajhssr.com Dwiprabowo, R. (2021). Profil Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar Dalam Menyelesaikan Masalah Kelipatan Dan Faktor Bilangan. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 2(1), 102– 115. https://doi.org/10.37478/jpm.v2i1.877 Firman, A. J., Ni’mah, U., Asvio, N., Sunan, U., Yogyakarta, K., Bintan, M., Islam, U., Fatmawati, N., Bengkulu, S., & Com, A. (2022). Prototype Curriculum: Concepts and Its Role in Strengthening Character Education After the Covid-19 Pandemic (Vol. 1, Issue 1). https://ejournal.periexca.org/index.php/ejip/article /view/9 Freshka Uktolseja, N., & Wibawa, S. (2022). Penanaman Nilai-Nilai Profil Pelajar Pancasila Melalui Pembelajaran Wawasan Nusantara Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(6), 1744–1749. https://journal-nusantara.com/index.php/JIM/artic le/view/425 Gunawan, D. M. R., & Suniasih, N. W. (2022). Profil Pelajar Pancasila dalam Usaha Bela Negara di Kelas V Sekolah Dasar. Mimbar PGSD Undiksha, 10(1), 133–141. https://doi.org/10.23887/jjpgsd.v10i1.45372 Garrote, A., Sermier Dessemontet, R., & Moser Opitz, E. (2017). Facilitating the social participation of pupils with special educational needs in mainstream schools: A review of school- based interventions. Educational Research Review, 20, 12–23. https://doi.org/10.1016/j.edurev.2016.11.001 Hidayah, Y., & Faisal Ali, Y. (2021). A Study on Interactive-Based Learning Media to Strengthen the Profile of Pancasila Student in Elementary School (Vol. 6, Issue 2). https://doi.org/10.26618/jed.v6i2.5591 Huda, N. (2017). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 52-75. https://doi.org/10.33650/al-tanzim.v1i2.113