PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, dimana wilayahnya terdiri dari
beberapa suku, bahasa, serta agama. Dari kekayaan itu dapat menjadikan negara Indonesia
sebagai nagara yang kaya, yang memberi rahmat bagi semua manusia, toleran yang tinggi,
humanis, dan bukan sebaliknya. Akan tetapi dalam kenyataannya Indonesia merupakan salah
satu dari negara yang tergolong rawan konflik. Bermacam-macam konflik yang melatar
belakanginya, baik dari segi agama, bahasa, ras, udaya, politik, dan lain sebagainya.
Indonesia terasa sulit jika keadaan yang semakin hari semakin tereduksi kesadaran
multikulturalisme-nya. Sebagai contoh yang belum lama ini kita saksikan di layar televisi
tentang kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang membawa-bawa nama agama
dalam aksi kekerasannya. Hal ini sungguh memperihatinkan bagi kita semua generasi penerus
sekaligus pengamat pendidikan.
Begitupun dengan masalah pendidikan, Indonesia masih kebingungan dalam
menghadapi konflik antar pelajar. Pendidikan yang “katanya” menghantarkan rakyat dalam
kemajuan mental sosial, kedewasaan, serta bermoral dan bermartabat, akan tetapi tawuran
sebagai lambang kebobrokan moral masih saja menjadi simbol pendidikan Indonesia
PEMBAHASAN
A. PANCASILA
a. Pengertian dan Sejarah Pancasila
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa
kasta Brahmana adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta). Munurut Mohammad
Yamin dalam bahasa Sansekerta perkataan “Pancasila memiliki dua arti secara leksikal yaitu:
“panca” artinya “lima”
“syila” dengan vokal i artinya “batu sendi”, “alas” atau “dasar”
“syiila” dengah vokal i artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting, yang
senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan
“susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata
“Pancasila” yang dimaksud adalah istilah “Panca Syila” yang memiliki makna leksikal
“berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur” 1[1].
1[1] Prof. Dr. Kaelan,M.S, Pendidikan Pancasila, Paradigma : Yogyakarta 2008, hal. 21
Membahas tentang sejarah pancasila tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai
sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa perjuangan Indonesia menuju
kemerdekaan, terjadi sebuah perjanjian politik antara Jepang dan Indonesia. Pada tanggal 29
April 1945 Pemerintah Militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan yang diberi nama
Dokuritsu Zyumbi Tjosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). BPUPKI ini pada tanggal 28 Mei 1945 disahkan oleh Panglima Tentara
ke-16 Jepang di Jawa, yaitu Letnan Jendral Kumakici Harada. Adapun tujuan atau tugas dari
Badan ini adalah mempersiapkan segala hal yang tentang kemerdekaan. Badan ini diketuai
oleh K.R.T Radjiman Widiodiningrat. BPUPKI hanya memiliki dua kali masa siding, yaitu:
a. Sidang pertama dilaksanakan dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945
b. Sidang kedua dilaksanakan dari tanggal 10 Juni 1945 sampai dengan tanggal 16 Juni 1945
Pada sidang pertama dalam pidatonya Dr. Radjiman meminta pandangan para
anggotanya mengenai dasar Negara Indonesia yang akan dibetuk itu. Hal ini mendapat
sambutan baik dari para anggotanya. Dan tiga orang diantara anggotanya yaitu Dr.
Muhammad Yamin, Prof. Soepomo dan Ir. Soekarno memberikan kontribusi mengenai
konsep-konsep dasar Negara, yaitu sebagai berikut :
a. Muhammad Yamin, melalui pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 merumuskan dasar Negara
sebagai berikut:
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Kemudian secara tertulis beliau mengajukan rumusan sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Soepomo, pada tanggal 13 Mei 1945 mengajukan rumusan sebagai berikut:
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat
c. Soekarno, pada tanggal 1 Juni 1945 mengajukan rumusan sebagai berikut:
1) Kebangsaan
2) Internasionalisme atai Peri Kemanusiaan
3) Mufakat atau Demokrasi
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa
Oleh Soekarno dan atas petunjuk ahli bahasa rumusan tersebut dinamakan dengan Pancasila.
Dalam “Piagam Jakarta” juga dirumuskan konsep dasar Negara sebagai berikut:
1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan tersebut menjadi salah satu bagian dari Rancangan Pembukaan UUD 1945.
Namun dalam prosesnya kemudian sila pertama dalam rumusan diatas mengalami perubahan,
yaitu dari rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan tersebut disebabkan adanya
keberatan dari bangsa Indonesia di wilayah bagian Timur Indonesia yang beragama nasrani.
Dengan demikian rumusan Pancasila yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945
adalah rumusan yang otentik, yaitu sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2[2]
B. PENDIDIKAN
a. Pengertian
Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2
istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu
pedagogi dan pedagoik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagoik artinya “ilmu
pendidikan”3[3]. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha
manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani
2[2] Dr. H. Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila, Alfabeta : Bandung, 2009, hal 21-33
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Secara luas pendidikan juga dapat diartikan sebagai:
1. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa, cipta, dan budi
nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan-keterampilannya).
3. Pendidikan berarti pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan
usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya4[4].
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu secara sadar
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan secara makro ialah
sebagai alat:
1. Pengembangan pribadi;
3. Pengembangan kebudayaan;
4. Pengembangan bangsa.
3[3] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidkan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) hal, 1
4[4] Tim Dosen IKIP, Dasar-dasar Kependidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1990) hal5
5[5] Dwi Siswoyo, dkk, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2008) hal 79
Bagi bangsa Indonesia, fungsi pendidikan diatur dalam pasal 2 UU No. 20 tahun 2003
pasal 3, yaitu untuk “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang memartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
c. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan.
Menurut M.J Langeveld ada enam macam tujuan dalam pendidikan, yaitu:
2. Tujuan khusus,
4. Tujuan sementara,
6. Tujuan insidental.
6[6] Drs. Ngalim Purwanto, MP, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hal 27-28
1. Proses pendidikan merupakan suatu tindakan performatif. Artinya pendidikan diarahkan
kepada tindakan untuk mencapai sesuatu. Proses ini bertujuan bukan hanya untuk mencapai
tujuan individu melainkan tujuan untuk bersama memajukan tujuan bersama.
2. Tindakan pendidikan merupakan tindakan reflektif. 7[7] Artinya dari pelaksanaan pendidikan
dikaji benar akan akuntabilitas tindakan tersebut, atau dalam kata lain sampai dimana
tindakan tersebut bermanfaat bagi pengembangan individu dan seklaigus bermanfaat bagi
kemaslahatan bersama.
3. Proses pendidikan merupakan suatu tindakan yang sadar tujuan. 8[8] Artinya pendidikan di
tuntun oleh suatu sistem norma dan nilai secara refektif telah dipilih untuk peserta didik.
C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI PENDIDIKAN INDONESIA
Sebelum kita melanjutkan pembahasan tentang Pancasila Sebagai Ideologi, disini
penulis akan mengulas sedikit tentang makna dari ideologi untuk menyamakan persepsi kita
masing-masing.
Pengertian umum dalam masyarakat Indonesia mengenai ideologi adalah sesuatu yang
berkaitan dengan agama. Dalam hal ini agama mengenal dengan istilah syahadat, baik dalam
umat Islam ataupun umat Kristiani. Syahadat bersifat transenden karena didasarkan atas
wahyu.9[9]
Pengertian yang populer dikalangan masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa
ideologi adalah prinsip-prinsip yang mendasari kehidupan bersama masyarakat Indonesia dan
itu merupakan tujuan dari kehidupan bersama. Hal ini sangat jelas melenceng sekali dengan
apa yang diharapkan oleh ideologi itu sendiri. Karena di lihat dengan kasat mata antara
ideologi dengan syahadat merupakan dua hal yang sangat berbeda. Dimana ideologi itu
berasal dari manusia, akan tetapi syahadat adalah dari Tuhan.
Kemudian masalah selanjutnya merupakan inti dari makalah ini yaitu Pancasila
Sebagai Ideologi Pendidikan di Indonesia. Tidak dapat disangkal bahwasannya Pancasila
merupakan pandangan negara, masyarakat, serta semua elemen yang ada dinegara Indonesia,
tidak menafikan pendidikan. Suatu ideologi akan lestari kalau terbukti keuletannya atau
ketahanan dalam ujian kehidupan bersama.
Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam
pembangunan karakter bangsa. Dalam konteksyang bersifat substansial, pembangunan
15[15] http://aplikasipancasila.blogspot.com/2011/12/kerakyatan-yang-dipimpin-oleh-
hikmat.html
e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ke-lima dalam pelaksanaannya tidak dapat terpisah dari sila-sila sebelumnya. Dimana
sila ke-lima ini merupakan aplikasi dari keseluruhan sila pada pancasila. 16[16]
Inti dari sila ke-lima ini adalah semua sila-sila pada Pancasila. Dimana dalam keadilan sosial
terdapat hak, dan kewajiban. Masyarakat dalam mengakses pendidikan juga merupakan hak
dan juga kewajiban bagi dirinya untuk kemudian disembangkan kepada negara.
Nilai-nilai keadilan sosial, antara lain:
1) Keadilan dalam kehidupan sosial meliputi semua bidang kehidupan nasional untuk seluruh
rakyat indonesia
2) Cita-cita masyarakat adil makmur material dan spiritual, merata bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3) Keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta cinta kemajuan dan pembangunan yang
selaras serasi dan seimbang.
4) Nilai keadilan sosial diliputi dan dijiwai oleh sila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan
kerakyatan.
KESIMPULAN
Banyak uraian diatas yang membahas tentang pendidikan, pancasila, serta yang paling
penting yaitu Pancasila Sebagai ideologi Pendidikan Indonesia.
Dapat ditarik esimpulan bahwa untuk memajukan pendidikan tidak terlepas dari visi
dan misi pendidikan itu sendiri. Ideologi merupakan suatu komponen yang sangat penting
didalamnya.
Keterpurukan pendidikan Indonesia merupakan kurang yakinnya bangsa Indonesia
tentang pancasila sebagai ideologi, sehingga yang terjadi adalah mengikuti negara lain dan
juga mengadopsi ideologinya. Seperti halnya yang dikatakan oleh dosen kita (Bapak Agus
Nur Yatno) beberapa minggu lalu, beliau mengatakan bahwa sebenarnya bangsa Indonesian
ini bisa maju serta bersaing dengan negara-negara lain, jika memang bangsa kita bisa
konsesten dengan apa yang dimiliki, khususnya dalam masalah ideologi yang tidak mudah
terpengaruh oleh ideologi-ideologi lain yang belum tentu kejelasannya jika di kontekkan
dengan kondisi indonesia yang serba plural ini.
DAFTAR PUSTAKA