Anda di halaman 1dari 9

GAMBARAN PELAPORAN

INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT


DI RUANGAN RAWAT INAP
RUMAH SAKIT SANTOSA SENTRAL BANDUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi S1 Keperawatan

Oleh:
RUSTAYIM
2118015

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2019

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien saat ini mendapatkan sorotan khsusus dari
berbagai organisasi kesehatan dunia. Pemerintah Indonesia
melakukan hal serupa, dengan memberikan perhatian khusus
kepada keselamatan pasien. Keselamatan pasien rumah sakit yang
merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan serta
sebagai komponen kritis dalam managemen mutu rumah sakit.
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi assessment , identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
(KKPRS, 2015)
Pentingnya Pelaporan insiden keselamatan pasien merupakan
dasar untuk membangun suatu sistem asuhan pasien yang lebih
aman, 3 kegiatan penting adalah: 1) mendorong suluruh staf untuk
melaporkan masalah keselamatan pasien, khsusunya kelompok
yang tingkat pelaporan rendah. Tingkatkan pelaporan tinggi
biasanya ada pada suatu rumah sakit yang lebih aman, 2) pelaporan
agar disalurkan ke tingkat nasional yaitu KKPRS untuk proses
pembelajaran bersama, 3) upaya kurangi tingkat keparahan
insiden: manajer risiko harus melihat semua laporan dari kematian
pada insiden keselamatan pasien sebelum dikirim ke KKPRS.
Pimpinan rumah sakit harus menerima laporan dan rencana
kegiatan dari semua kematian yang secara langsung berhubungan
dengan insiden keselamatan pasien (Lumenta, 2008). Berdasarkan
3

penelitian Heru, Halimi, Nafisah (2014), menyatakan bahwa


kurangnya budaya melapor dikarenakan beberapa hal, diantaranya:
1) takut disalahkan oleh karena budaya patient safety belum
menyeluruh ke seluruh rumah sakit, 2) komitment kurang dari
pihak manajemen atau unit terkait, 3) tidak ada reward dari rumah
sakit jika melaporkan, 4) tidak tahu batasan mana atau apa yang
dilaporkan, 5) sosialisasi KTD kurang maksimal, 6) belum ikut
pelatihan, 7) sosialiasasi KKPRS kurang aktif.
Bird (2005) menyebutkan bahwa salah satu alasan staf untuk
tidak melaporkan insiden adalah adanya perasaan takut. Fakta ini
dikuatkan juga oleh penelitian Fung, Koh, dan Chow (2012) serta
hasil studi pendahuluan dimana umumnya perawat menyatakan
enggan untuk melaporkan adanya insiden karena takut dimarahi
oleh atasan jika diketahui adanya insiden. Situasi ini berhubungan
dengan budaya senioritas dan loyalitas yang tinggi kepada atasan.
Apapun pekerjaannya, manusia tak luput dari berbuat salah.
Demikian juga halnya dengan tenaga kesehatan, bisa saja berbuat
salah dalam melaksanakan tugasnya meskipun pada prinsipnya
kesalahan yang terjadi merupakan suatu ketidaksengajaan. Sistem
keselamatan pasien harus dibangun dalam lingkungan budaya yang
tidak menyalahkan, namun lebih kepada mencari akar masalah atas
suatu kesalahan untuk dapat selanjutnya melakukan koreksi
sehingga tidak terjadi kesalahan yang sama.
Menghukum staf sebagai usaha perbaikan justru akan
menurunkan laporan kesalahan dan bukannya memperbaiki system
dan memperkecil resiko kesalahan di masa depan. Karakteristik
yang paling menentukan keberhasilan dalam pengembangan sistem
pelaporan adalah lingkungan yang tidak menghukum, baik bagi
pelapor atau individu lain yang terlibat dalam insiden.
Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan sistem
pelayanan yang dapat memberikan rasa aman kepada pasien dalam
4

memberikan asuhan keperawatan dan merupakan prioritas utama


terkait mutu pelayanan dan citra rumah sakit (Depkes, 2011).
Keselamatan pasien menjadi isu global yang paling penting saat ini
dikarenakan banyaknya pelaporan atas medical error yang terjadi
pada pasien di rumah sakit.
Medical Error adalah setiap tindakan medik yang dilaksanakan
tetapi tidak sesuai dengan rencana atau prosedur yang sudah
dianggap sebagai medical error. Disisi lain melakukan upaya
medik melalui prosedur yang keliru juga di anggap sebagai medical
error. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan tindakan yang
bertujuan untuk mengurangi risiko pada pasien. Dari beberapa
istilah tersebut, yang menjadi pertimbangan adalah Kejadian
Nyaris Cedera/KNC (Near Miss Event) dan Kejadian Tidak
Diharapkan (Adverse Event) menurut (Depkes, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO, 2009), ada empat
faktor yang sangat berpengaruh dalam insiden keselamatan pasien,
yakni karakteristik individu, organisasi dan managerial, kerjasama
tim, serta lingkungan. Keempat faktor ini bisa mengurangi
terjadinya insiden keselamatan pasien. Penerapan program
keselamatan pasien lebih efektif dibandingkan dengan faktor-
faktor lain dalam menurunkan angka insiden keselamatan pasien
dalam hal ini penerapan keselamatan pasien dapat mempercepat
penyembuhan dan memperpendek masa rawat pasien di rumah
sakit serta dapat mencegah cedera pada pasien. Adapun beberapa
factor yang merupakan insiden keselamatan pasien, diantaranya
yaitu: 1) Cedera (Harm); 2) Kondisi Potensial Cedera (KPC); 3)
Kejadian Nyaris Cedera (KNC); 4) Kejadian Tidak Cedera; 5)
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD); 6) Kejadian Sentinel.
Faktor-faktor pelaporan insiden keselamatan pasien
KTD,KTC,KNC, Kejadian Sentinel, adalah keadaan, tindakan,
atau factor yang mempengaruhi dan berperan dalam
5

mengembangkan dan atau meningkatkan resiko suatu kejadian ;


factor diluar organisasi/external, factor didalam organisasi/ internal
misalnya tidak ada prosedur, factor yang berhubungan dengan
SDM(kognitif atau prilaku yang kurang, lemahnya superfisi,
kurangnya team work dan kurangnya komunikasi, dan factor
pasien itu sendiri
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) menurut (KKP-RS,
2015), merupakan kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission), atau
karena tidak bertindak (omission), dan bukan karena kondisi pasien
(underlying disease). Laporan mengenai KTD diberbagai negara
menunjukkan angka yang berpariasi. Data tentang keselamatan
pasien yang dilaporkan oleh Clinical Excellence Commission
(CEC, 2013), New South Wales, Australia sepanjang januari
hingga juni 2010 menunjukkan telah terjadi insiden KTD sebanyak
64.225 diseluruh fasilitas kesehatan yang ada. KTD yang paling
sering terjadi antara lain pasien jatuh (12.670 kasus), kejadian yang
terkait dengan obat-obatan dan cairan intravena (11.171 kasus),
serta manajemen klinis (9915 kasus).
Pada tahun 2001 Institute Of Medicine (IOM) menerbitkan
laporan “To Err Is Human: Building a Safer Health System”,
laporan tersebut mengemukakan penelitian di rumah sakit yakni di
Utah dan Colorado, serta New York. Di Utah dan Colorado
ditemukan KTD sebesar 2.9%, dimana 6.6% diantaranya
meninggal. Di New York ditemukan KTD sebesar 3.7% dengan
angka kematian 13.6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien
rawat inap di seluruh Amerika berjumlah 44.000-98.000 orang
pertahun.
Berdasarkan data KTD di Indonesia menurut (KKP-RS, 2010),
melaporkan insiden KTD di Indonesia mencapai 46.67% dengan
Provinsi Jawa Barat menempati urutan tertinggi yaitu sebesar
6

33.33%, berurutan Provinsi Banten 20.0%, Jawa Tengah 20.0%,


DKI Jakarta 16.67%, Bali 6.67%, dan Jawa Timur 3.33%. Adapun
jumlah laporan insiden keselamatan pasien sebesar 11.23% terjadi
di unit perawatan rawat inap, 6.17% di unit farmasi, dan 4.12%
oleh dokter. Laporan tersebut menunjukan bahwa unit perawatan
menempati urutan tertinggi terjadinya insiden KTD hal tersebut
disebabkan karena ruang perawatan merupakan tempat yang
berkontribusi paling besar dalam perawatan pasien, maka risiko
untuk terjadinya kesalahan atau insiden keselamatan pasien sangat
besar.
Menurut hasil survei data jumlah kejadian yang dilaporkan di
RS Santosa Bandung Central menurut (PMKP-RS, 2019), laporan
kejadian yang dilaporkan mencapai 53%, hal ini disebabkan masih
kurangnya budaya dalam pelaporan insiden. Adapun jumlah
laporan insiden KTD di RS Santosa Bandung Sentral sebesar
30,7%, insiden KNC 4,3%, insiden KTC 64,8%, dan insiden KPC
sebesar 0,2%
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa Rumah Sakit Santosa Sentral Bandung merupakan tempat
yang strategis untuk melakukan suatu penelitian dan diperlukan
survei yang lebih spesifik untuk memperoleh informasi yang
mendalam. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
bagaimana “Gambaran Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di
Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Santosa Bandung Sentral”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Gambaran
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Ruangan Rawat Inap
Rumah Sakit Santosa Bandung Sentral”.
7

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi “Gambaran
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Ruangan Rawat Inap
Rumah Sakit Santosa Bandung Sentral”.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitain ini yaitu:
a. Teridentifikasinya karakteristik perawat berdasarkan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja dalam keselamatan
pasien.
b. Teridentifikasinya pentingnya pelaporan insiden keselamatan
pasien.
c. Teridentifikasinya alasan yang mempengaruhi pelaporan insiden
keselamatan pasien.
d. Teridentifikasinya faktor-faktor insiden keselamatan pasien.
e. Teridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi insiden
keselamatan pasien.
8

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitain ini yaitu:
1. Manfaat Praktisi
a. Bagi Institusi Layanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dan acuan dalam memotivasi perawat terkait pelaporan
insiden keselamatan pasien di ruangan rawat inap Rumah Sakit
Santosa Bandung Sentral.
b. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan
bahan evaluasi dalam meningkatkan keselamatan pasien melalui
pelaporan insiden keselamatan pasien di ruangan rawat inap
Rumah Sakit Santosa Bandung Sentral.

2. Manfaat Akademis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rekomendasi
materi pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan terkait
pelaporan insiden keselamatan pasien di ruangan rawat inap
Rumah Sakit. Serta dapat menjadi informasi ilmiah bagi kalangan
akedemik yang berguna untuk mengembangkan proses berfikir
ilmiah.
b. Bagi Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan
dan pertimbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang keperawatan terkait pelaporan insiden
keselamatan pasien di ruangan rawat inap Rumah Sakit, sehingga
dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam evidence base
practice (EBP)
9

c. Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data
dasar untuk penelitian berikutnya terutama yang berhubungan
dengan pelaporan insiden keselamatan pasien di ruangan rawat
inap Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai