Anda di halaman 1dari 2

Konflik PLN dengan Pemilik PLTD di Pulau Nias

Jakarta - Sejak Jumat pekan lalu, Pulau Nias di Sumatera Utara, dilanda krisis listrik. Defisit
listrik di Nias kini mencapai 75% dari total beban puncak sebesar 24 Mega Watt (MW)
akibat akibat 2 PLTD sewa 2 x 10 MW berhenti beroperasi. Kedua PLTD sewa tersebut milik
perusahaan asing asal Amerika Serikat, yaitu American Power Rental (APR).

APR secara mendadak mematikan PLTD miliknya di Pulau Nias karena berkonflik dengan
PT PLN (Persero) sebagai penyewa. Konflik bermula dari tidak diperpanjangnya sewa PLTD
berkapasitas 75 MW di Tanjung Morawa dan Kualanamu pada 2014 lalu.

"Kita ada kontrak dengan perusahaan bernama PT Prasti Wahyu di Tanjung Morawa dan
Kualanamu, totalnya 75 MW. Kontraknya nggak kita perpanjang karena sudah ada PLTU
Nagan Raya 2x100 MW dan PLTU Pangkalan Susu 2x100 MW," ungkap Direktur Bisnis
Regional Sumatra PLN, Amir Rosidin, saat diwawancara di Gedung DPD, Jakarta, Senin
(4/4/2016).

Prasti Wahyu yang berkontrak dengan PLN ternyata bukan pemilik PLTD. Pemilik
sebenarnya adalah APR. Saat kontrak habis, PLN masih memiliki tunggakan sebesar Rp 80-
90 miliar kepada Prasti Wahyu dan APR.

Amir mengungkapkan, tagihan tersebut tak segera dibayarkan oleh PLN karena listrik yang
dipakai PLN dari PLTD milik APR hanya sekitar 22% dari yang ditagihkan.

"Memang ada tagihan yang belum kita bayar karena kapasitas yang ditagihkan lebih besar
daripada realisasi yang digunakan. Bedanya jauh, kita hanya pakai 22%, pemakaiannya
sedikit," ujarnya.

Dalam kontrak, biaya yang harus dibayar PLN bersifat fixed, artinya berapa pun yang dipakai
PLN biaya sewanya tetap sama, tidak bergantung pada jumlah pemakaian. Tetapi PLN
meminta negosiasi atas tagihan tersebut sejak akhir 2015 lalu supaya lebih fair, yang dibayar
sesuai dengan penggunaan.

"Kalau kita hanya menggunakan 22%, kan tidak sebesar itu. Biaya
pemeliharaan, overhaul kan berkurang. Total tagihannya Rp 80-90 miliar. Kita coba
negosiasi, dispute ini biasa. Negosiasi sama dia sudah dari November-Desember 2015 lalu,
belum ada titik temu," Amir menerangkan.

Negosiasi selama 5 bulan antara PLN dengan APR soal tagihan sebesar Rp 80-90 miliar tak
kunjung mencapai titik temu. Tak terima dengan keinginan PLN 'menawar' sewa PLTD di
Sumut, APR pun melakukan langkah yang tak disangka-sangka oleh PLN.

APR juga menyewakan PLTD kepada PLN di Pulau Nias. Dua hari menjelang berakhirnya
kontrak, yaitu pada 23 Maret 2016, secara mendadak APR menolak perpanjangan kontrak.
Padahal, dalam kontrak ada klausul bahwa diperpanjang atau tidaknya kontrak harus
diberitahukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum kontrak habis.
APR mengancam akan mematikan PLTD di Nias bila PLN tidak bersedia membayar seluruh
tagihan sebesar Rp 80-90 miliar di Sumut. Padahal, tagihan di Sumut masih dinegosiasikan,
dan kontraknya tak berhubungan dengan kontrak di Nias. Tidak ada klausul yang
menyebutkan bahwa APR berhak mematikan PLTD miliknya di wilayah lain apabila PLN
belum membayar tagihan PLTD miliknya di suatu wilayah.

"Tiba-tiba tanggal 23 Maret 2016, dia (APR) bilang nggak mau perpanjang, mendadak.
Sebenarnya kalau dalam kontrak, 2 bulan sebelum tidak mau perpanjang harus kasih tahu.
Kurang dua hari, dia bilang nggak mau perpanjang, hanya mau perpanjang kalau yang di
Sumut dibayar," tukas dia.

Amir mengungkapkan, pihaknya tidak mungkin bisa segera mencegah terjadinya krisis listrik
karena APR baru memberitahu tidak akan memperpanjang kontrak 2 hari sebelum kontrak
berakhir. Tidak mungkin PLN bisa memobilisasi dan mengoperasikan mesin-mesin diesel
untuk PLTD sampai 20 MW dalam 2 hari. Akhirnya terjadilah krisis listrik di Pulau Nias saat
ini.

"Listrik diputus pada Jumat, 1 April 2016 malam pukul 23.30 WIB. Tahu-tahu hari Jumat
dimatikan secara manual, operatornya langsung lari. Akhirnya kita kelabakan. Nggak bisa
kita mobilisasi 2 hari. Kita buka pintu pembangkitnya. Ternyata alat-alat kontrolnya sudah
dicabutin semua, tidak bisa dihidupkan lagi. Ini direncanakan dari jauh hari," tutupnya.

PENYELESAIAN KONFLIK
Menurut kelompok kami penyelesaian masalah pada kasus ini dengan cara
Collaborating, dimana perusahaan PLN bisa menawarkan/negosiasi kepada PLTD supaya
sama sama memperoleh hasil yang memuaskan dan bisa saling menghargai. Apabila kedua
perusahaan menerapkan tersebut bisa tercapainya/menghasilkan win-win solution.

Anda mungkin juga menyukai