Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Bernafas adalah perpindahan oksigen (O2) dari udara ke sel-sel tubuh dan

keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara bebas. Masuknya oksigen

(O2) dan keluarnya karbondioksida (CO2) dibutuhkan untuk menjalankan fungsi

normal sel-sel tubuh. Sistem pernafasan terdiri dari organ yang mengatur pertukaran

gas, yaitu paru-paru dan suatu “pompa” yang akan mengaliri paru-paru dengan gas.

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak di rongga

dada atau thoraks. Mekanisme kontrol yang lain adalah jumlah udara yang masuk

kedalam paru-paru. Pada waktu paru-paru mengembang, reseptor peregangan akan

mengirim sinyal ke pusat pernafasan untuk menghentikan pengembangan lebih lanjut

(Zullies ikawati, 2016).

Pada Tahun 2020, diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK

sedang sampai berat, dimana lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, dan

menyumbang 6% dari seluruh penyebab kematian (Dipiro, et al, 2015). Indonesia

dalam Riskesdas Tahun 2013, menyebutkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 3,7

persen per mil, dengan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki yaitu sebesar 4,2%

(Kemenkes RI, 2013).

Pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

PPOK di Indonesia sebesar 3,7 %, dimana penyumbang terbesar untuk kasus PPOK

adalah propinsi Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi PPOK sebesar 10,0 %.

Sedangkan prevalensi PPOK di Propinsi Sumatera Utara mendekati prevalensi

Nasional yaitu 3,6 % (Kemenkes RI, 2014).

STIKes Prima Nusantara


2

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kejadian PPOK yang cukup

tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, kematian akibat PPOK di

Indonesia pada tahun 2007 menempati urutan ke-6 dari 10 penyebab kematian di

Indonesia dan prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% kasus.Tingginya angka

kejadian PPOK di Indonesia diprediksikan menempati urutan ke-3 penyebab kematian

di Indonesia pada tahun 2030. Berdasarkan ProfilKesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2016, PPOK menempati urutan ke-9 dari 10 besar penyakitdi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2016.

Prevalensi PPOK di Indonesia menunjukkan sebanyak 5,6% atau 4,8 juta

kasus untuk PPOK derajat sedang sampai berat (Regional COPDWorking Group,

2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas), pada tahun 2013 angka kematian

akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10penyebab kematian di Indonesia dan

prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013). Provinsi Sumatera Barat

berada pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia, dengan

prevalensi sebesar 3,0% (RisKesDas, 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ialah suatu keadaan yang

menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. PPOK ini

sering disebut juga penyakit dari kombinasi bronkitis obstruksi kronik, emfusema dan

asma (Black & Hawks, 2014, hlm. 287). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronis yang

ditandai oleh terjadinya obstruksi atau hambatan aliran udara di saluran napas yang

bersifat progresif nonreversibel atau reversibel sebagian (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2011).

Pada pasien PPOK keluhan sesak napas akan menyebabkan kegawatan apabila

tidak segera ditangani. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus mendapatkan suplai

STIKes Prima Nusantara


3

yang adekuat (Fitri, 2017). Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan

menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi yang

akan mempengaruhi kualitas hidupnya sehingga angka mortalitas menjadi tinggi

(Oemiati, 2016). Pada PPOK, frekuensi pernapasan atau Respiratory Rate (RR)

meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil.

Sedangkan penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala

hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi

ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2015). Saturasi oksigen pasien

PPOK bisa mengalami penurunan hingga 85 % yang menyebahkan pasien mengalami

hipoksemia, sianosis, penurunan konsentrasi dan perubahan mood (Somantri, 2015).

Pengukuran saturasi oksigen diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam

gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif (Ni Made

dkk, 2016).

Secara klinis keluhan sesak napas akan menyebabkan kegawatan apabila tidak

segera ditangani. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus mendapatkan suplai yang

adekuat (Fitri, 2017). Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan

menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi yang

akan mempengaruhi kualitas hidupnya sehingga angka mortalitas menjadi tinggi

(Oemiati, 2016). Pada PPOK, frekuensi pernapasan atau Respiratory Rate (RR)

meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil.

Sedangkan penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala

hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi

ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2015).

Saturasi oksigen pasien PPOK bisa mengalami penurunan hingga 85 % yang

menyebahkan pasien mengalami hipoksemia, sianosis, penurunan konsentrasi dan

STIKes Prima Nusantara


4

perubahan mood (Somantri, 2015). Pengukuran saturasi oksigen diindikasikan saat

kemungkinan pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian memerlukan

penatalaksanaan yang lebih intensif (Ni Made dkk, 2016).

Frekuensi Pernapasan atau Respiratory Rate (RR) pada pasien PPOK

meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil

(Agustin & Yunus, 2016). Pasien PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang

dipengaruhi konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru

pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang

mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak

seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping) (Sherwood, 2017).

Pada Penanganan PPOK secara farmakologis dapat dilakukan dengan

bronkodilator, kartikostiroid, antibiotik, vaksinasi dan terapi oksigen. Sedangkan

secara non farmakologis dapat dilakukan dengan cara edukasi dan self managemen,

aktivitas visik dan terapi pernanfasan.Tindakan keperawatan yang selama ini

dilakukan untuk membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK salah

satunya latihan pernafasan. Latihan penapasan merupakan tindakan keperawatan

dalam penatalaksanaan pasien dengan masalah gangguan sistem pernapasan.

Pada penelitian Amira Permata Sari Tarigan tahun 2018, latihan pernafasan

dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien

meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan

ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak

terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, serta mengurangi udara yang

terperangkap. Latihan yang teratur juga akan mengakibatkan meningkatnya aktifitas

beta adrenergik saluran pernafasan yang menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan

STIKes Prima Nusantara


5

menghambat sekresi mukus, sehingga paru dapat memasukkan dan mengeluarkan

udara dengan lebih baik (Surya W, 2014).

Pada penelitian Adhitya Kusuma Bakti tahun 2015, mengatakan sesak nafas

terjadi akibat gangguan ventilasi saluran pernafasan dan menurunnya kemampuan

fungsi kerja otot -otot pernafasan. PPOK menimbulkan berbagai tingkat gangguan

antara lain batuk, nyeri dada, sesak nafas, odema, terjadinya perubahan pola nafas,

perubahan postur tubuh. Faktor utama penyebab resiko PPOK adalah asap rokok atau

merokok. Komponen-komponen dari asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel

penghasil mukus bronkus dan silia, silia yang melapisi bronkus mengalami

kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil

mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan

menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan

dari saluran nafas.Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dapat dicegah dengan

pengobatan teratur.

Pursed Lip Breathing (PLB) merupakan salah satu teknik latihan pernafasan

yang melibatkan pernafasan melalui perlawanan yang diciptakan dengan penyempitan

bibir. Efek dari PLB adalah meningkatkan volume tidal dan volume akhir ekspirasi

paru dan dampaknya adalah meningkatkam kapasitas otot-otot pernafasan untuk

memenuhi kebutuhan dalam memberikan tekanan pernafasan (Ambrosino &

Serradori, 2006). Ramos et al (2009) melaporkan hasil penelitiannya bahwa PLB

secara signifikan dapat menurunkan sesak nafas dan frekwensi denyut jantung serta

meningkatkan saturasi oksigen pada pasien dengan PPOK.

STIKes Prima Nusantara


6

Latihan pursed lip breathing dengan tujuan memperbanyak ekspirasi

mempermudah pasien untuk mengeluarkan jumlah karbon dioksida yang terjebak di

dalam paru dan dengan mengatur inspirasi secara beraturan akan membantu pasien

mengurangi penggunaan otot-otot pernafasan. Maka dalam kondisi ini, akan terjadi

penurunan frekuensi pernafasan. Hal ini dikarenakan pursed lip breathing

meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam arteri yang menyebabkan penurunan

tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme tubuh, sehingga

menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi pernafasan (Kowalski & Rosdahl,

2014, hlm.661).

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ” Pengaruh Latihan Pernafasan Pursed Lip Breathing

Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien PPOK di RSUD Dr.Achmad Mochtar

bukittinggi Tahun 2019”.

STIKes Prima Nusantara


7

1.2. Rumusan Masalah

Frekuensi Pernapasan atau Respiratory Rate (RR) pada pasien PPOK

meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil

(Agustin & Yunus, 2016). Pasien PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang

dipengaruhi konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru

pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang

mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak

seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping) (Sherwood, 2017).

Latihan pursed lip breathing dengan tujuan memperbanyak ekspirasi

mempermudah pasien untuk mengeluarkan jumlah karbon dioksida yang terjebak di

dalam paru dan dengan mengatur inspirasi secara beraturan akan membantu pasien

mengurangi penggunaan otot-otot pernafasan. Maka dalam kondisi ini, akan terjadi

penurunan frekuensi pernafasan. Hal ini dikarenakan pursed lip breathing

meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam arteri yang menyebabkan penurunan

tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme tubuh, sehingga

menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi pernafasan (Kowalski & Rosdahl,

2014, hlm.661).

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ” Pengaruh Latihan Pernafasan Pursed Lip Breathing

Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien PPOK di RSUD Dr.Achmad

Mochtar bukittinggi Tahun 2019”.

STIKes Prima Nusantara


8

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pursed lip breathing

terhadap Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien PPOK di RSUD Dr.Achmad

Mochtar bukittinggi Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui karakteristik responden PPOK di RSUD Dr.Achmad Mochtar

bukittinggi Tahun 2019.

b. Mengidentifikasi distribusi frekuensi pernafasan sebelum latihan pernafasan

pursed lip breathing pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di

RSUD Dr.Achmad Mochtar bukittinggi Tahun 2019.

c. Mengidentifikasi distribusi frekuensi pernafasan sesudah latihan pernafasan

pursed-lip breathing pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di

RSUD Dr.Achmad Mochtar bukittinggi Tahun 2019.

d. Mengidentifikasi pengaruh latihan pernafasan pursed-lip breathing terhadap

frekuensi pernafasan pada pasien PPOK di RSUD Dr.Achmad Mochtar

bukittinggi Tahun 2019.

STIKes Prima Nusantara


9

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1 Aplikatif

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien asma baik dalam tahap

promotif maupun tahap rehabilitatif.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya latihan

pursed lip breathing expiratori exercise terhadap frekuensipernafasan secara

rutin.

1.4.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menjadikan latihan pursed lip breathing sebagai salah satu intervensi

keperawatan manajemen asma untuk pasien PPOK.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data untuk penelitian

selanjutnya yaitu meneliti efektifitas dari berbagai macam latihan atau exercise

yang dapat mempengaruhi peningkatan fungsi paru pasien PPOK.

STIKes Prima Nusantara

Anda mungkin juga menyukai