BAB I
PENDAHULUAN
Bernafas adalah perpindahan oksigen (O2) dari udara ke sel-sel tubuh dan
keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara bebas. Masuknya oksigen
normal sel-sel tubuh. Sistem pernafasan terdiri dari organ yang mengatur pertukaran
gas, yaitu paru-paru dan suatu “pompa” yang akan mengaliri paru-paru dengan gas.
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak di rongga
dada atau thoraks. Mekanisme kontrol yang lain adalah jumlah udara yang masuk
sedang sampai berat, dimana lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, dan
dalam Riskesdas Tahun 2013, menyebutkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 3,7
persen per mil, dengan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki yaitu sebesar 4,2%
Pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
PPOK di Indonesia sebesar 3,7 %, dimana penyumbang terbesar untuk kasus PPOK
adalah propinsi Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi PPOK sebesar 10,0 %.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kejadian PPOK yang cukup
tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, kematian akibat PPOK di
Indonesia pada tahun 2007 menempati urutan ke-6 dari 10 penyebab kematian di
Tenggara tahun 2016, PPOK menempati urutan ke-9 dari 10 besar penyakitdi
kasus untuk PPOK derajat sedang sampai berat (Regional COPDWorking Group,
2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas), pada tahun 2013 angka kematian
akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10penyebab kematian di Indonesia dan
prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013). Provinsi Sumatera Barat
berada pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia, dengan
menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. PPOK ini
sering disebut juga penyakit dari kombinasi bronkitis obstruksi kronik, emfusema dan
asma (Black & Hawks, 2014, hlm. 287). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronis yang
ditandai oleh terjadinya obstruksi atau hambatan aliran udara di saluran napas yang
Indonesia, 2011).
Pada pasien PPOK keluhan sesak napas akan menyebabkan kegawatan apabila
tidak segera ditangani. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus mendapatkan suplai
yang adekuat (Fitri, 2017). Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan
menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi yang
(Oemiati, 2016). Pada PPOK, frekuensi pernapasan atau Respiratory Rate (RR)
meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil.
ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2015). Saturasi oksigen pasien
gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif (Ni Made
dkk, 2016).
Secara klinis keluhan sesak napas akan menyebabkan kegawatan apabila tidak
segera ditangani. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus mendapatkan suplai yang
adekuat (Fitri, 2017). Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan
menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi yang
(Oemiati, 2016). Pada PPOK, frekuensi pernapasan atau Respiratory Rate (RR)
meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil.
meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil
(Agustin & Yunus, 2016). Pasien PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang
dipengaruhi konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru
pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang
mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak
seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping) (Sherwood, 2017).
secara non farmakologis dapat dilakukan dengan cara edukasi dan self managemen,
Pada penelitian Amira Permata Sari Tarigan tahun 2018, latihan pernafasan
dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak
beta adrenergik saluran pernafasan yang menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan
Pada penelitian Adhitya Kusuma Bakti tahun 2015, mengatakan sesak nafas
fungsi kerja otot -otot pernafasan. PPOK menimbulkan berbagai tingkat gangguan
antara lain batuk, nyeri dada, sesak nafas, odema, terjadinya perubahan pola nafas,
perubahan postur tubuh. Faktor utama penyebab resiko PPOK adalah asap rokok atau
penghasil mukus bronkus dan silia, silia yang melapisi bronkus mengalami
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas.Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dapat dicegah dengan
pengobatan teratur.
Pursed Lip Breathing (PLB) merupakan salah satu teknik latihan pernafasan
bibir. Efek dari PLB adalah meningkatkan volume tidal dan volume akhir ekspirasi
secara signifikan dapat menurunkan sesak nafas dan frekwensi denyut jantung serta
dalam paru dan dengan mengatur inspirasi secara beraturan akan membantu pasien
mengurangi penggunaan otot-otot pernafasan. Maka dalam kondisi ini, akan terjadi
menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi pernafasan (Kowalski & Rosdahl,
2014, hlm.661).
meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil
(Agustin & Yunus, 2016). Pasien PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang
dipengaruhi konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru
pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang
mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak
seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping) (Sherwood, 2017).
dalam paru dan dengan mengatur inspirasi secara beraturan akan membantu pasien
mengurangi penggunaan otot-otot pernafasan. Maka dalam kondisi ini, akan terjadi
menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi pernafasan (Kowalski & Rosdahl,
2014, hlm.661).
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1 Aplikatif
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien asma baik dalam tahap
rutin.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data untuk penelitian
selanjutnya yaitu meneliti efektifitas dari berbagai macam latihan atau exercise