TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
C. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik,
struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor
ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi
lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.
3. Gangguan Katup
Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta
sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin
menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah
dikendalikan. Selain menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi
juga akan mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.
4. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
peningkatan tekanandarah yang terjadi secara kronis. Hipertensi sebagai
penyebab dari gagal jantung kongestif seringkali tidak terdeteksi, karena saat
proses gagal jantung terjadi, disfungsi ventrikel kiritidak menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien
dengan hipertensi, dan sering disertaidengan pembesaran ventrikel kiri. Faktor-
faktor yang menyebabkan disfungsi diastolik disamping adanya peningkatan
afterload, adalah interaksi antara penyakit jantung koroner,usia, disfungsi
sistolik, dan kelainan struktural, misalnya fibrosis dan hipertrofi ventrikel kiri.
Biasanya disfungsi diastolik juga diikuti oleh disfungsi sistolik asimtomatis.
Selanjutnya,hipertrofi ventrikel kiri gagal untuk mengkompensasi peningkatan
curah jantung karenapeningkatan tekanan darah, sehingga ventrikel kiri
mengalami dilatasi untuk mempertahankan curah jantung. Ketika memasuki
tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kirisemakin menurun. Hal ini
meningkatkan aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin,
mengakibatkan peningkatan retetensi garam dan cairan, serta
peningkatanvasokonstriksi perifer, menambah kerusakan lebih lanjut pada
ventrikel kiri menjadidisfungsi sistolik yang simtomatik.
5. Iskemik Miokard
Pada pasien dengan hipertensi, angina dapat muncul tanpa penyakit jantung
koroner. Hal ini terjadi karena peningkatan afterload sekunder karena hipertensi
mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri dan transmural, menghambat
aliran darahkoroner saat diastol. Selanjutnya, pada pasien dengan hipertensi,
mikrovaskularisasi yaitu arteri koroner epikardial, mengalami disfungsi dan
tidak dapat mengkompensasi peningkatan metabolisme dan kebutuhan oksigen.
Perkembangan dan progresifitas arteriosklerosis, dasar dari penyakit
jantung koroner,adalah kerusakan arteri terus-menerus karena peningkatan
tekanan darah. Tekanan yang terus-menerus mengakibatkan disfungsi endotel,
dan menyebabkan kelainan sistesis dan pengeluaran agen vasodilator nitrit
oxide. Penurunan kadar nitrit oxide menyebabkan dan mempercepat proses
arteriosklerosis dan penumpukan plak. Adanya proses aterosklerosis ini akan
memperparah kondisi peningkatan resistensi pembuluh darah dan mengurangi
aliran darah koroner yang berujung pada iskemia miokard.
D. Patogenesis
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolic akan
mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul
oleh dilatasi ventrikel kiri (dilatasi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi
sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume
diastolic ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat terjadi
karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard, dan gangguan fungsi
endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.
F. Diagnosis
Diagnosis dari HHD dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Riwayat
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum :
memperhatikan keadaan khusus seperti : Chusing, feokromositoma,
perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang
sering ditemukan pada koarktasia aorta. Pengukuran tekanan darah di
tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi
Keith-Wagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan
auskultasi arterikarotis untuk menilai stenosis atau oklusi.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratrium awal meliputi :
Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
Hemoglobin/hematokrit
Elektrolit darah : Kalium
Ureum/kreatinin
Gula darah puasa
Kolesterol total
Elektrokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-50% (kurang
sensitif) tetapi masih menjadi metode standar
G. Tatalaksana
b. Farmakologi
Terapi farmakologis Pemilihan obat pada penatalaksanaan hipertensi
tergantung pada tingkat tekanan darah dan keberadaan penyakit penyulit. Obat-
obat antihipertensi seperti diuretik, beta blocker (BB), angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium
channel blocker (CCB) merupakan agen primer yang dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Obat-obat antihipertensi seperti α-1 blocker, α-2
agonis central, dan vasodilator merupakan alternatif yang digunakan penderita
setelah mendapatkan obat pilihan pertama (Chobanian dkk., 2004). Jenis obat
yang sering digunakan dalam terapi hipertensi :
Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan mengosongkan
simpanan natrium dalam tubuh. Diuretik menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume darah dan curah jantung, tetapi setelah 6-8 minggu
maka curah jantung kembali normal sedangkan resistensi vaskular
menurun. Natrium diperkirakan berperan dalam resistensi vaskular dengan
meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktivasi saraf. Hal ini
kemungkinan berhubungan dengan peningkatan pertukaran natrium-
kalsium yang menghasilkan suatu peningkatan kalsium intraselular. Empat
subkelas diuretik yang digunakan untuk mengobati hipertensi yaitu tiazid,
loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik terutama
golongan tiazid merupakan lini pertama pada pasien hipertensi. Diuretik
penahan kalium memiliki efek yang lemah bila digunakan sendiri tetapi
memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop.
Antagonis aldosteron memiliki efek yang lebih poten dengan mula kerja
yang lambat (Depkes RI, 2006). Contoh diuretik tiazid yaitu
hidroklorotiazid, klortalidon, dan indapamid. Diuretik loop yaitu
bumetanid, torsemid, dan furosemid. Diuretik penahan kalium yaitu
amilorid dan triamteren. Antagonis aldosteron yaitu eplerenon dan
spironolakton. Diuretik khususnya diuretik tiazid dikontraindikasikan pada
hipersensitivitas terhadap tiazid atau sulfonilurea, anuria, kehamilan,
hiponatremia, hiperurisemia simptomatik, gout, hipokalemia yang
persisten, hiperkalsemia, penyakit Addison, gangguan hati berat, dan
gangguan ginjal berat (kreatinin klirens <30 ml/mnt).
H. Prognosis
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri.
Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi.
Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor,
Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri
dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat
penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi
adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak
DAFTAR PUSTAKA