A. Analisis
Dari hasil inventaris masalah pada skenario diperoleh permasalahan sebagai berikut:
kebiasaan tidak menggunakan alas kaki, kebiasaan buang air besar di sekitar rumah,
perilaku anak biasa bermain tanah, tanah wilayah desa yang kering dan penyuluhan
puskesmas yang kurang dan sebagai akibat adalah kejadian infeksi cacing tambang.
Hubungan sebab akibat tersebut dpat digambarkan seperti bagan fish bone.
Kaki merupakan bagian dari tubuh kita pertama yang melakukan kontak langsung
dengan tanah. Maka untuk menghindari masuknya telur atau larva cacing melalui
perantaraan kulit kaki perlu di lakukan upaya penggunaan alas kaki bagi para petani.
Infeksi oleh cacing Necator americanus merupakan infeksi cacing tambang yang terjadi
di daerah lembab, khususnya di daerah pedesaan, di mana sanitasi yang tidak memadai
dan kebiasaan tidak memakai alas kaki dapat menjadi penyebab infeksi cacing tersebut.
Perilaku defekasi (buang air besar) yang kurang baik dan di sembarang tempat
diduga menjadi faktor risiko dalam infeksi cacing tambang. Secara teoritik, telur cacing
tambang pada tinja penderita yang melakukan aktifitas defekasi di tanah terbuka semakin
memperbesar peluang penularan larva cacing tambang pada masyarakat di sekitarnya
(Sumanto, 2010).
Area pertanian merupakan lahan tanah yang relatif gembur karena seringnya
mengalami pengolahan oleh para petani untuk penanaman tanaman. Kondisi tanah yang
mengingat cacing tambang berkembang biak pada tanah yang gembur, bercampur humus
dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Lahan pertanian di desa tidak selalu berupa
tanah persawahan, tetapi juga berupa kebun. Kebun ini biasanya juga ditanami
pepohonan rindang yang akan membuat suasana tanah kebun menjadi teduh dan
sebagian tanah kebun tidak terkena sinar matahari secara langsung. Kondisi ini sangat
feses pejamu (host) mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah
menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat
kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang
bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai larva filariform. Larva filariform
dalam tanah selanjutnya akan menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki. Adanya
kontak pejamu dengan larva filariform yang infektif menyebabkan terjadinya penularan
(Sumanto, 2010).
karena pola bermain anak pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari tanah, sementara
itu pada saat anak bermain seringkali lupa menggunakan alas kaki (Sumanto, 2010).
Kurangnya penyuluhan dari puskesmas mengenai bahaya dari infeksi cacing tambang
juga menyebabkan tingginya angka infeksi cacing tambang pada desa tersebut .
Proses Masukan
Kebiasaan tidak
menggunakan
alas kaki
Perilaku anak
biasa bermain
tanah
Kurangnya
penyuluhan
Perilaku buang
dari puskesmas
air besar
disekitar rumah Prevalensi
Infeksi
Cacing
Tambang
Tanah
wilayah desa
yang kering
Lingkungan
Diagram fish bone Terjadinya Infeksi Cacing Tambang di Desa Rejoso, Kecamatan
B. Pembahasan
1. Input
Ditinjau dari segi masukan (input) kejadian cacing tambang di Desa Rejoso
Kalau faktor-2 tsb sebagai pemicu ......lalu bagaimanasolusinya agar infeksi cacaing
2. Proses
3. Lingkungan
Dapus :
Sumanto D. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah (Studi Kasus
Kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis.Program Studi Magister Epidemiologi
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.