Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

TOKSOPLASMA CEREBRAL
By: Eko Febriyanto
AKPER HANG TUAH JAKARTA

A. Pengertian
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru,
,mata, otak, dan selaput otak.
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan
perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik
maupun asimtomatik. Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal
infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis
toksoplasma muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati.

B. Etiologi
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa
oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar
oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit
masuk ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan
pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat
mencegah terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami
penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien
mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba
yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa
juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu
dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia
dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan
mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

C. Patofisiologi dan Patoflow


Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi
dan kesehatan sel saraf. Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari
Toxoplasma gonii menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke otak. Takizoit menginfeksi
setiap sel berinti di otak, di mana mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan.
Permulaan diawali dengan adanya peradangan di otak yang menyebabkan edema, kerusakan
sel syaraf otak, dan akan membentuk abses di otak. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan
gangguan sistemik pada tubuh seperti sakit kepala yang hebat, panas tinggi, kejang, sulit
menelan dan hilang kesadaran.

Patofisiologi Toksoplasma Cerebral

Toksoplasma gondii

Masuk Jaringan Otak

Peradangan Otak

Pembentukan Transudat & Eksudat

Edema Otak

Kerusakan Perfusi Jaringan Kerusakan Sel-Sel Syaraf

Abses Otak

D. Tanda dan Gejala


Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap
pengobatan,lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan,pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan
kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi. Nyeri kepala dan rasa bingung
dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai
akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu merupakan suatu
kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-penderita yang semasa mudanya
telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan
penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Serologi :didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi
juga dapat dilakukan denganindirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA).Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan
setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan dari
mononuklear predominan dan elevasi protein.
3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) : m endeteksi DNA T.gondii. PCR
untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dancairan vitreus atau
aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCRyang
positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat
bertahanlama berada di otak setelah infeksi akut.
4. CT scan : menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai
dan biasanyaditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai
edema vasogenik padajaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul
dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
5. Biopsi otak : untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.

F. Komplikasi
1. Penurunan kesadaran dan mental
2. Penurunan fungsi pengelihatan dan pendengaran
3. Kematian

G. Penatalaksanaan Medis
1. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
2. Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya.
3. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2
g tiap 6 jam.
4. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg
perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
5. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
6. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200
mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi
ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
7. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV dengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200.
Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
1) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.
2) Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
terhadap aktifitas.
b. Sirkulasi
1) Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan
lama bila cedera.
2) Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung,
anemis, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer
menurun, pengisian kapiler memanjang.
c. Integritas ego
1) Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol
diri, dan depresi.
2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah,
menangis, kontak mata kurang.
d. Eliminasi
1) Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
2) Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal,
lesi pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.
e. Makanan/cairan
1) Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.
2) Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor
kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna
mukosa mulut.
f. Hygiene
1) Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan
yang tidak rapi.
g. Neurosensorik
1) Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.
2) Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi,
kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada
ekstrimitas.
h. Nyeri / kenyamanan
1) Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan,
sakit kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.
2) Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan,
penurunan ROM, pincang.
i. Pernapasan
1) Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
j. Keamanan
1) Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
2) Tanda : demam berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi.
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit.
c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan
makanan dan cairan.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi.
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyeri berkurang.
2) Kriterian hasil :
a) Klien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol
b) Klien tampak rileks.
c) Klien mampu tidur/istirahat dengan tepat.
3) Intervensi :
a) Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi
b) Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri.
c) Letakkan kantong es pada kepala, pakaian dingin diatas mata.
d) Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara tepat dan masase otot
daerah leher / bahu.
e) Kolaborasi : berikan obat analgesik.
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit.
1) Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
2) Kriteria hasil :
a) Terjadi penurunan suhu
b) Kulit kemerahan dan hangat waktu disentuh
c) Peningkatan tingkat pernapasan
3) Intervensi :
a) Pantau suhu pasien
b) Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
c) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
d) Berikan selimut pendingin
e) Kolaborasi : berikan Antipiretik :Mis: Aspirin, asetaminofen
c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan
makanan dan cairan.
1) Tujuan: memenuhi kebutuhan cairan tubuh
2) Kriteria hasil:
a) Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
b) Tanda tanda vital dalam batas normal
c) Nadi ferifer teraba
d) Haluaran urine adekuat
e) Membrane mukosa lembab
f) Turgor kulit baik
3) Intervensi :
a) Awasi tanda-tanda vital, status membrane mukosa dan turgor kulit
b) Ukur atau catat keluaran urine
c) Pantau tekanan darah atau denyut jantung
d) Palpasi denyut perifer
e) Kaji membrane mukosa kering, turgor kulit yang kurang baik dan rasa
haus
f) Kolaborasi : berikan cairan IV
I. Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China :
LWW.
E. Oerswari. (1989). Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia
Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.
Marilynn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai