1. Konsep Teori
ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat
ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012).
Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga
parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari
(Nastiti, 2008).
Infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikro plasma) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran
pernafasan (Wong,D.L,2003:458).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-
paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri Penyebabnya
antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan
Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpessvirus
(Depkes RI, 2000).
Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan
bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang
kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan (PD PERSI,
2002).
1
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut bergantung pada tempat infeksi serta
mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan
adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain :
a) Batuk
b) Bersin dan kongesti nasal
c) Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung
d) Sakit kepala
e) Demam
f) Malaise (Corwin, 2008)
Menurut Suyudi,2002 gejala ISPA adalah sebagai berikut :
1. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut :
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada
waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan
punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah tidak perlu
dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat penurun panas yang dijual
bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus
segera di bawa ke dokter atau Puskesmas terdekat.
2
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak menderita ISPA
ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya kurang, umurnya empat
bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat
pertolongan petugas kesehatan.
lakukan oleh debora tahun 2012, dalam penelitiannya tentang “Rhinovirus detection by real-time
RT-PCR in children with acute respiratory infection in Buenos Aires, Argentina”, yaitu deteksi
ISPA merupakan penyakit yang sangat umum dan jenis infeksi bervariasi yang sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, lingkungan, dan kondisi komorbiditas. Lebih dari 200
virus penyebab yang berbeda telah dijelaskan. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Debora
di Buenos Aires, Argentina menyatakan bahwa rhinovirus (HRV) merupakan penyebab utama
3
flu biasa dan dapat menyebabkan ISPA pada manusia. Rhinovirus Manusia (HRV) merupakan
famili dari Picornaviridae, dan di klasifikasikan dalam genus Enterovirus. Sampai saat ini, lebih
dari 100 serotipe telah dijelaskan dan diklasifikasikan menjadi 3 spesies: A, B dan C. Spesies
HRV C hanya dapat dideteksi dengan menggunakan metode molekuler. Genom mereka adalah
satu 7,2-kb RNA untai positif dengan satu bingkai bacaan terbuka (Savolainen, 2003).
HRV merupakan penyebab paling sering pilek umum dan juga terkait dengan otitis media
akut pada anak dan sinusitis pada orang dewasa. Penelitian terbaru telah menetapkan bahwa HRV
dapat menginfeksi saluran pernafasan bagian bawah sehingga menyebabkan pneumonia dan
bronchiolitis pada anak-anak (Papadopoulos, 2002). Infeksi HRV tanpa gejala juga dapat terjadi
pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Isolasi HRV dalam kultur sel sangat sulit dilakukan,
tidak sensitif dan memakan waktu yang lama. Pengembangan metode molekuler telah
meningkatkan kelayakan deteksi HRV. Beberapa reaksi berantai (RT-PCR) tes transkripsi-
polimerase terbalik telah dikembangkan untuk mendeteksi sensitif dan diferensiasi HRV.
Frekuensi HRV terdeteksi oleh metode molekuler pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit
dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berkisar antara 6%-35%. Meskipun HRV sering
terdeteksi pada koinfeksi dengan virus pernapasan lainnya, peran simultan belum diketahui.
Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa koinfeksi virus meningkatkan keparahan penyakit,
sementara yang lain tidak menemukan perbedaan antara koinfeksi dan infeksi tunggal (Calvo,
2007).
dilakukan oleh Almasri tahun 2011 di Yunani menyebutkan bahwa Mycoplasma pneumoni
merupakan penyebab umum dari infeksi saluran pernafasan (ISR) terutama pada anak-anak.
Teknik diagnostik baru yang ditawarkan informasi yang dapat diandalkan tentang epidemiologi
4
Penelitian ini melibatkan 225 anak yang dirawat di rumah sakit Yunani selama periode 15 bulan.
Metode yang digunakan dengan menggunakan spesimen usap tenggorokan lalu diuji dengan PCR
untuk mendeteksi Mycoplasma pneumoni, sedangkan IgG dan IgM ditentukan dengan metode
ELISA.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Infeksi Mycoplasma pneumoni di diagnosis sebagai
satu-satunya patogen di 25 kasus atau sekitar (11,1%). Mycoplasma pneumoni adalah agen
penyebab kedua Infeksi saluran pernafasan setelah RSV. Proporsi anak dengan Mycoplasma
pneumoni meningkat dengan bertambahnya usia, sementara sebagian besar kasus yang dilaporkan
Mycoplasma pneumoni memainkan peran yang lebih signifikan dalam menyebabkan infeksi
saluran pernafasan (ISR) pada anak. Gambaran klinis infeksi Mycoplasma pneumoni berbagai
macam, termasuk faringitis, tracheobronchitis, sementara sekitar sepertiga dari pasien yang
terinfeksi menderita pneumonia. Namun, penelitian lain melaporkan bahwa kasus pneumonia
merupakan 3-10% dari infeksi, sedangkan mayoritas adalah sakit pernapasan ringan. Pada anak-
anak, Mycoplasma pneumoni menyebabkan hingga 40% atau lebih penyakit pneumonia dan
sebanyak 18% dari kasus harus di rawat di rumah sakit. Wabah infeksi Mycoplasma pneumoni
dapat terjadi dalam masyarakat atau dalam pengaturan tertutup atau semiclosed, seperti pangkalan
Diagnosis pneumonia didasarkan pada adanya infiltrat baru pada radiografi dada (infiltrat,
kekeruhan atau konsolidasi tunggal atau ganda), gejala (seperti menggigil, suara serak, sakit
tenggorokan dan nyeri dada), dan temuan pemeriksaan fisik (rales atau crackles, mengeluarkan
6. Patofisiologi
Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan melalui saluran
pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon
5
pertahanan bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran pernafasan yang
menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat menginfeksi saluran pernafasan yang
mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan
mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif.
Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang kemudian terjadi
reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor dan dolor yang mengakibatkan aliran darah
meningkat pada daerah inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan
hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda inflamasi berikutnya adalah
kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang
mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi. Tumor,
adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan yang menyebabkan
intake nutrisi dan cairan inadekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding
saluran pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus meningkat
yang menyebabkan batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, setelah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sylvia,
2005).
6
Pathway
Gbr.bygoogle.picture/Erwinamaterasu/2013
7. Penatalaksanaan
Pengobatan ISPA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Rasmaliah, 2004):
7
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
2) Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,
dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
8. Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi pencegahan ISPA.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik
untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di
peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau
minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya
sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.
( Dinkes DKI,2005).
8
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa
sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4) Pengobatan segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan
makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin,
makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan
makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter
(PD PERSI, 2002).
9
c. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan sehari-hari,mekanisme
koping,kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman terkena penyakit pernafasan,pengetahuan
tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan.
2) Diagnose Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
b. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
c. Risiko ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d nyeri
menelan,penurunannafsu makan sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan akut.
d. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurang informasi
3) Intervensi
a. Tidak efektifnya pola nafas b/d penurunan ekspansi paru
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan
atau nyeri dada.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
10
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien
menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan
dalam batas normal.
Intervensi :
4. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
5. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien
dalam asuhan keperawatan.
6. Timbang berat badan dan tinggi badan.
11
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya
nutrisi.
7. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
8. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
9. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
12