NAMA : JUMANA
NIM : 184840117
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2019/2020
BAFTAR ISI............................................................................................................................I
BAB I .PENDAHULUAN......................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................4
B. TUJUAN ......................................................................................................................5
A. PENGERTIAN..............................................................................................................8
B. TUJUAN OBAT DIBUAT...........................................................................................8
C. CARA STERILISASI....................................................................................................9
BAB III.INJEKSI.....................................................................................................................10
BAB IV.PEMBAHASAN.......................................................................................................14
BAB V. PENUTUP..................................................................................................................15
A. KESIMPULAN.......................................................................................................... ...15
B. SARAN..........................................................................................................................15
C. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15
BAB I .PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran
dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi
mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba. (lachman hal 1254).
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight hal 464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak
dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% –
0,2%) (FI IV hal. 13)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III syarat injeksi kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi
meliputi :
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik.
Pelarut dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,
kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan
osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan
hemolisis. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih
dari sekali penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna.
Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk
biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan tumbuhan dan
hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri. Akan tetapi manusia
dan golongan primata lainnya tidak dapat mensintesa asam askorbat disebabkan karena tidak
memiliki enzim gulunolactone oxidase, begitu juga dengan marmut dan kelelawar pemakan
buah. Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah,
sayuran, atau tablet suplemen Vitamin C. Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang
didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik,
immunomodulator dan mencegah flu (Notoatmodjo, 2003).
1.2.TUJUAN
2.1.Pengertian
Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk
biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan tumbuhan dan
hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri. Akan tetapi manusia
dan golongan primata lainnya tidak dapat mensintesa asam askorbat disebabkan karena tidak
memiliki enzim gulunolactone oxidase, begitu juga dengan marmut dan kelelawar pemakan
buah. Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah,
sayuran, atau tablet suplemen Vitamin C. Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang
didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik,
immunomodulator dan mencegah flu (Notoatmodjo, 2003). Akan tetapi untuk dapat berfungsi
dengan baik sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap dalam
kadar yang
Vitamin C yang tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi tertentu
seperti pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C pasien tersebut
harus segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu vitamin c dibuat dalam bentuk
sediaan injeksi
1.Vitamin C
10 𝑋 1000
ΔTF = 1,9 X176,13 𝑋 20
= 5,39°
2. Na EDTA
0,005 𝑋 1000
ΔTF = X 4,8
36,2 𝑋 20
= 0,0035°
3.Na Benzoat
3,4 𝑋 0,1 𝑋1000
ΔTF = 3,4 144,11 𝑋 20
= 0,1179°
ΔTF = 0,51,4°> 0,52° merupakan hipertonis
Metode Sprowls
1.Asam Askorbat
𝑤 𝑥 1000
Δ TF =Liso x 𝐵𝑀 𝑋 𝑉
0,3 𝑋 1000
0,52 = 1,9 X 176,13 𝑋 𝑉
V = 6,22 ml
0,3 10
=
6,22 𝑥
X = 267,4 ml
2. NaEdta
0,3 𝑥 1000
0,52 = 4,8 x
336,2 𝑥 𝑣
V= 8,236 ml
0,3 0,009
=
8,23 𝑋
X = 0,137 ml
3. Na Benzoat
0,3 𝑥 10000
0,52 = 3,4 x 144,11 𝑥 𝑣
V = 13,61 ml
0,3 0,1
=
13,61 𝑋
X = 4,53 ml
Total Nacl yang setara = 212,067 ml
Nacl yang ditambahkan = 20 – 212,067 ml
= - 192,067 ml (hipertonis)
Metode Ekivalensi NaCL
1.Asam askorbat
1,9
E = 17 x176,13
10
= 0,183 = 20 x 100 % = 50 %
2.Na EDTA
17 𝑋 4,8
E= = 0,025 % X 0,042 = 0,006 %
336,2
3. Na Benzoat
3,4
E = 17 x 144,17
= 0,4010
Nacl yang ditambahkan = o,9 – (9,15+0,006 +0,2005)%
= 8,45656 ( hipertonis)
Metode faktor disosiasi
58,5 1 2,6 1,8
Xh = x( 176,13 𝑥 500 + 36,2 x 0,25 + 144,17 x 5 )
1,8
=- 84,96 g/L
Metode White Vincent
1. Asam askorbat = 9,15 %
9,15
x 20 ml = 1,83 g
100
2. Na Edta = 0,006 %
0,006
x 20 ml = 0,0012 g
100
3. Na benzoat = 0,2005 %
0,2005
x 20 ml = 0,040 g
100
X = 207,9 ml
Nacl yang ditambhkan = 20 – 207,9 ml
= - 187,9 ml ( hipertonis )
BAB III.INJEKSI
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam
kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat merupakan larutan, emulasi, suspensi, atau
serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. (Ilmu
meracik obat hal. 190). Injeksi atau obat suntik juga didefinisikan secara luas sebagai sediaan
steril bebas pirogen. (Pengantar Bentuk sediaan Farmasi hal. 399).
Injeksi intravena, umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat
bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15
ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus
bebas pirogen. (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 13)
Injeksi intravena disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab
akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika
terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak
memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang diberikan dalam
dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”.
Infus harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis. Injeksi
intravena dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi
intravena dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen. (Ilmu Resep EGC halaman
196).
Pada praktikum kali ini, telah dilakukan pembuatan sediaan injeksi dengan pengemas
vial. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight, 1994;464).
Dalam pembuatan sediaan injeksi ini, digunakan Vitamin C sebagai bahan aktif dari
sediaan. Vitamin C diindikasikan sebagai pencegahan dan pengobatan skorbut atau defisiensi
Vitamin C. Eksipien yang digunakan pada sediaan ini berupa Dinatrium EDTA, Natrium
Benzoat, dan Natrium Asetat, dengan variasi konsentrasi yang berbeda untuk Na2EDTA dan
natrium benzoate.
Adanya ion logam pada vial mampu mengkatalis reaksi penguraian vitamin c menjadi
bentuk yang tidak stabil. Oleh karena itu, ditambahkan Na2EDTA sebagai bahan penghelat
untuk mengikat ion logam yang kemungkinan berasal dari botol vial dan membentuk
senyawa kompleks. Natrium benzoate berfungsi sebagai pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba pada sediaan. Sedangkan natrium asetat berfungsi dalam mengatur pH
sediaan untuk berada dalam rentang stabil yaitu 5,5-7.
‘Vitamin C merupakan substansi obat yang sangat tidak stabil pada larutan air (mudah
teroksidasi) membentuk asam dihiroaskorbat. Untuk alasan tersebut, digunakanlah aqua pro
injection bebas oksigen. Vial yang digunakan berupa vial berwarna coklat, yang fungsinya
juga untuk mencegah proses oksidasi sediaan.
Berdasarkan perhitungan tonisitas, diketahui jika sediaan vitamin c dengan dosis
500mg yang akan dibuat bersifat hipertonis. Artinya, penambahan natrium klorida sebagai
tonicity adjustment tidak diperlukan. Selain itu, dalam pengaplikasian sediaan secara
intravena/ intramuscular, sediaan harus diinjeksikan secara perlahan, karena sifat sediaan
yang hipertonis dapat menyebabkan rasa nyeri pada pasien.
Pada proses formulasi sediaan, metode sterilisasi yang digunakan untuk sediaan ini
berupa sterilisasi tipe c(penyaringan). Penyari yang digunakan berupa kertas whatman no.40
yang telah disterilisasi terlebih dahulu. Filtrasi dilakukan sebanyak tiga kali dalam proses
pembuatan sediaan, untuk memastikan jika sediaan yang dihasilkan benar-benar bebas dari
senyawa-senyawa endotoksin yang bersifat pirogen terhadap pasien.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sediaan yang dihasilkan, keempat variasi
formulasi sediaan tidak menunjukkan perbedaan warna. Warna sediaan yang dihasilkan
cenderung bening sedikit kekuningan. Volume sediaan yang dibuat untuk masing-masing vial
sebesar 20ml, dan sediaan diaplikasikan secara multiple dose atau penggunaan berulang.
Untuk memastikan sediaan yang dihasilkan memenuhi persyaratan suatu sediaan
parenteral, perlu dilakukan pengujian lanjutan terhadap sediaan. Uji-uji seperti keseragaman
kadar, volume, sterilitas, pirogenitas, pH, dan kebocoran harus dilakukan guna memastikan
sediaan dapat diaplikasikan kepada pasien. Uji-uji ini akan lebih lanjut dilakukan dalam
bagian kontrol kualitas sediaan parenteral.
BAB V. PENUTUP
5.1.KESIMPULAN
1. Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda, berupa botol dengan volume bervariasi hinggal 500ml.
2. Vitamin C yang digunakan sebagai zat aktif dari sediaan vial memiliki fungsi sebagai
antiskorbut.
3. Eksipien yang digunakan pada formulasi berupa Na2EDTA sebagai penghelat logam,
Natrium benzoate sebagai pengawet, dan natrium asetat sebagai pengatur keasaman
(pH).
4. Aqua pro injection yang digunakan dalam sediaan vitamin C berupa API bebas O2,
dan vial yang digunakan berupa vial gelap, untuk mencegah proses oksidasi.
5. Metode sterilisasi yang dilakukan pada sediaan berupa steriliasi tipe c (filtrasi).
6. Keempat variasi formula yang digunakan dalam proses pembuatan sediaan injeksi vial
tidak menunjukkan perbedaan dilihat dari organoleptic sediaan.
5.2.SARAN