Nim : 060512122011
A. Tema : Pendidikan
1. Masalah :
· Pokok masalah
2. Masalah :
Kurikulum yang berjalan saat ini menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan-
kegiatan di sekolah, seperti kegiatan ekstrakulikuler. Namun karena waktu sekolah
yang diterapkan saat ini lebih panjang dan tugas-tugas yang diberikan pun banyak,
membuat siswa menjadi sulit fokus untuk membagi waktunya antara belajar,
mengerjakan tugas ataupun turut serta dalam kegiatan ekstrakulikuler. Dispensasi
atau izin disaat jam pelajaran berlangsung, bagi murid yang mengalaminya
memberikan dampak yang beragam. Bagi sebagian anak yang memang "malas"
menghadapi mata pelajaran, dispensasi saat jam pelajaran adalah momen yang sangat
ditunggu-tunggu karena mereka bisa dengan bebas "kabur" dari mata pelajaran yang
tidak disukai. Lain halnya dengan anak yang memang menyukai belajar di kelas,
mereka akan merasa sangat berat hati untuk meninggalkan jam pelajaran. Untuk anak
dengan minat belajar seperti ini waktu dispensasi menimbulkan dilema. Terkadang
waktu dispensasi yang dberikan tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh siswa
untuk melaksanakan kegiatan yang seharusnya. Tidak sedikit siswa malah bersantai
dan bercanda dengan temannya saat bebas dari jam pelajaran. Dampak yang timbul
dari dispensasi saat jam pelajaran adalah siswa diharuskan untuk belajar mandiri
mengenai materi-materi yang diajarkan guru di dalam ruang kelas, siswa harus aktif
bertanya kepada teman kelasnya tentang materi apa yang tadi diajarkan saat dia
dispensasi di jam pelajaran. Hal ini membuat siswa menjadi sulit memahami materi
pelajaran, selain itu siswa juga mendapat berbagai tekanan. Tekanan dari guru yang
tidak mau memberikan ekstra waktu untuk mengulas materi bagi siswa yang
dispensasi dan tekanan dari keluarga ataupun guru yang mempertanyakan saat
prestasi belajar menurun. Dilihat dari dampak negatif yang mungkin timbul dari
kegiatan dispensasi saat jam pelajaran membuat kegiatan ini harus dikaji ulang dalam
penerapannya. Dispensasi saat jam pelajaran harus benar-benar dipantau oleh guru
pembimbing kegiatan, dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Waktu dispensasi juga
harus diperhatikan, tidak boleh terlalu lama dan menyita sebagian besar waktu belajar
siswa di kelas.
- Pokok permasalahan :
3. Masalah :
Bullying adalah salah satu contoh pelanggaran hak asasi manusia yang
seringkali terjadi di kalangan anak dan remaja. Saat ini, kesadaran generasi muda
mengenai bahaya bullying masih kurang. Perilaku bullying termasuk ke dalam
pelanggaran hak asasi manusia yang tergolong cukup berat. Berdasarkan Undang-
Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 Pasal 13, setiap anak berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi. Jelas banyak sekali hak korban
bullying yang direnggut oleh pelakunya, seperti hak memperoleh rasa aman, hak
dihargai dan dihormati, hak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, dan
sebagainya. Jika kita menganalisis dari sudut pandang Pancasila, perilaku bullying
bertentangan dengan sila Pancasila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Perilaku ini tentu lah sangat tidak manusiawi dan tidak beradab karena
pelaku telah merendahkan dan memberi label yang buruk terhadap korban. Selain itu,
kita semua sebagai generasi muda Indonesia harusnya dapat menjiwai semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika”, Berbeda-beda namun tetap satu. Menghargai merupakan
kunci penting dalam permasalahan ini. Jika semua orang dapat menghargai hak yang
dimiliki orang lain, bullying tidak akan terjadi di manapun. Ironisnya, banyak pihak
yang tidak menganggap serius masalah ini. Kasus bullying bukanlah sesuatu yang
sederhana dan dapat diselesaikan sendiri oleh sang anak. Ada banyak sekali solusi
yang dapat kita lakukan untuk mencegah perilaku bullying pada generasi muda.
Pertama, dibutuhkan suatu pendidikan karakter yang efektif dalam mengajarkan anak
dan remaja tentang bahaya dan dampak bullying bagi orang lain. Dengan mengetahui
hal tersebut, anak juga dapat belajar untuk menghargai hak sesama. Pembelajaran
seperti ini dapat diajarkan melalui pelajaran Agama, PPKn, ataupun berupa sosialisasi
dari Bimbingan Konseling (BK) yang dimiliki sekolah.