Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA ANALISA KUANTITATIF

“PROTEIN”

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

PRATIWI JULIANTI(1701011430)
KELAS 3 FARMASI

DOSEN PENGAMPUH :

HENDRI FAISAL, S.Si,. M,Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiarat Allah Swt yang telah


menganugrahkah kepada kami anugrah berupa kenikmatan dan kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami denagan sebaik – baiknya.
Dalam makalah ini kami akan bahas PROTEIN semoga apa yang ada
dalam makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca.
Di akhir kata Sebagai insan kami tak luput dari kekhilafan, kekurangan
dalam penyusunan makalah kami, maka kami memon maaf yang sebesar-besarnya
dan kami mengharapan pula adanya kritik dan saran dari para pembaca sekalian

Penulis

Medan, 15 Desember 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi protein

2.2. Struktur protein

2.3. Klasifikasi protein

2.4. Reaksi identifikasi protein

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Protein (protos yang berarti ”paling utama”) adalah senyawa organik
kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi
asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus
karboksil.
Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan
sebagai polipeptida. Proetin banyak terkandung di dalam makanan yang sering
dikonsumsi oleh manusia. Seperti pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya.
Secara umum, sumber dari protein adalah dari sumber nabati dan hewani.
Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya, karena ia
berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan suplai nutrisi yang
dibutuhkan tubuh. Maka, penting bagi kita untuk mengetahui tentang protein
dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Protein merupakan salah satu dari
biomolekul raksasa selain polisakarida, lipid dan polinukleotida yang
merupakan penyusun utama makhluk hidup.
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein itu sendiri mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitroge dan kadang kala sulfur serta fosfor.Protein
dirumuskan oleh Jons Jakob Berzelius pada tahun 1938.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian protein ?
2. Bagaimana struktur protein ?
3. Bagaimana Klasifikasi protein ?
4. Bagaimana Reaksi identifikasi ?
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengertian protein
2. Untuk mengetahui struktur protein
3. Untuk mengetahui klasifikasi protein
4. Untuk mengetahui reaksi identifiksa protein
PROTEIN

1.1.PENGERTIAN PROTEIN

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makanan yang terdapat


dalam jumlah besar (makronutrien). Tidak seperti bahan makronutrien lain
(karbohidrat dan lemak). Protein lebih berperan dalam pembentukan
biomolekul daripada sebagai sumber energi. Meskipun demikian, bila
organisme mengalami krkurangan energi, maka protein ini digunakan sebagai
sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau
setara dengan kandungan energi karbohidrat.

Protein merupakan polimeri dengan asam-asam amino sebagai monomer.


Dua asam amino berikatan melalui ikatan peptida dengan melepas satu
molekul air. Protein merupakan polipeptida yang pada bagian tenganh adalah
rantai panjang dengan salah satu ujungnya adalah gugus karboksilat dan ujung
yang lainnya adalah gugus amina.

1.2. STRUKTUR

Struktur protein bervariasi dalam hal ukuran, dari puluhan hingga ribuan
residu. Protein diklasifikasikan berdasarkan ukuran fisik mereka sebagai
nanopartikel (1-100 nm). Sebuah protein dapat mengalami perubahan
struktural reversibel dalam menjalankan fungsi biologisnya. Struktur alternatif
protein yang sama disebut sebagai konformasi.

Struktur protein
Sifat protein sebagian besar ditentukan oleh struktur tiga dimensinya.
Bagaimanapun juga protein native (melipat secara alami) dispesifikasi oleh struktur
primernya sehingga struktur primer suatu protein mempunyai karakteristik yang unik.
Mempelajari struktur protein merupakan dasar untuk mengerti hubungan struktur dan
fungsi protein yang diperlukan pada sistem biologi. Hubungan antara struktur dan
fungsi protein adalah bagian fundamental dari biokimia. Hal ini akan terlihat jelas
sekali pada enzim. Pada BAB V dijelaskan bagaimana enzim bekerja dan bagaimana
struktur enzim berkontribusi pada mekanisme aksi enzim. Enzim dapat aktif atau
tidak aktif adalah akibat perubahan strukturnya. Hubungan fungsi biomolekul
protein hanya dapat dimengerti dengan mempelajari struktur protein. Dengan
demikian, pengetahuan struktur tiga dimensi protein adalah bahagian yang penting
untuk mengerti bagaimana protein berfungsi. Variasi fungsi protein juga tergantung
pada interaksinya dengan molekul lain.
Molekul protein memiliki empat tingkatan struktur yaitu struktur primer,
struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur quartener. Struktur primer
menggambarkan sekuens linier dari residu asam amino pada protein. Tenaga yang
memelihara struktur primer adalah ikatan peptida yang merupakan ikatan kovalen.
Struktur tiga dimensi protein digambarkan oleh tiga tingkatan tambahan yaitu struktur
sekunder, struktur tersier dan struktur quartener. Tenaga untuk memelihara atau
menstabilkan tiga struktur ini terutama adalah ikatan nonkovalen. Struktur sekunder
merefer kepada pengaturan memelihara konformasi lokal oleh ikatan hidrogen antara
hidrogen amida dan oksigen karbonil dari back-bone peptida. Kebanyakan struktur
sekunder adalah α-helis, β-strands, dan turn.
Struktur primer suatu protein akan menentukan bentuk aktivnya secara biologi.
Struktur tersier distabilkan oleh interaksi rantai samping residu asam amino.
Pembentukan struktur tersier menyebabkan struktur primer dan struktur sekunder
menjadi berdekatan. Interaksi rantai samping (gugus R) dari residu asam amino pada
rantai protein tergantung pada lokasi dan sifat gugus R sepanjang rantai protein.
Interaksi ini akan mempengaruhi bagai- mana rantai protein melipat, memutar yang
menentukan struktur tiga-dimensi akhirnya dan fungsi biologinya. Beberapa protein
memiliki struktur quartener yaitu asosiasi dari dua atau lebih rantai polipeptida
membentuk multisubunit, atau protein oligomer. Rantai protein dari sebuah protein
oligomer mungkin identik atau berbeda
Tingkatan struktur protein

1.3.KLASIFIKASI
A. Berdasarkan bentuk molekul :
1. Protein serabut (skleroprotein = albumoid = skrelin)
• berbentuk serabut,
• tidak larut dalam larutan garam, basa , alkohol.
• rantai molekul panjang, sejajar dengan rantai utama,
• tidak membentuk kristal dan
• bila ditarik memanjang kembali kebentuk semula.
• Fungsi : membentuk struktur bahan dan jaringan.
Contoh : kolagen pada tulang rawan, miosin pada otot, kreatin pada
rambut dan fibrin pada gumpalan darah

2. Protein globular

• berbentuk seperti bola,

• banyak terdapat pada bahan hewani (susu, daging, telur).

• mudah larut dalam larutan garam dan asam encer

• mudah berubah karena pengaruh suhu, konsentrasi garam, asam dan basa
serta mudah mengalami denaturasi.

B. Berdasarkan komposisi zat penyusunnya


1. Protein sederhana
o Pada proses hidrollisis hanya dihasilkan asam amino saja.
o Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a) Protamin
 bersifat alkalis ,
 tidak mengalami koagulasi pada pemanasan.
 menghasilkan garam yang stabil pada penambahan asam
 larut dalam air.

b) Albumin

• larut dalam air dan larutan garam encer,

• terkoagulasi oleh panas,

• BM-nya relatif rendah.

• terdapat dalam putih telur dan sayur-sayuran, laktalbumin susu, albumin


serum.

c) Globulin

• Larut dalam larutan garam netral, tetapi tidak larut dalam air.

• Terkoagulasi oleh panas

• mengendap pada larutan garam konsentrasi tinggi (salting out),

• terdapat sebagai zat antibodi dan fibrinagen (tubuh), Laktoglobulin (susu),


ovoglobulin (telur), miosin dan aktin (daging) dan gliadin (kedele)
legumin (leguminosa).

d) Glutelin

• Larut dalam asam dan basa encer,

• tidak larut dalam pelarut netral.

• Contoh : gluten (gandum) dan oryzenin (beras).

e) Prolanin

• Larut dalam etanol 50 – 90 % dan tidak larut dalam air.

• banyak mengandung propolin dan asam glutamat

• banyak terdapat di dalam serealia.

• Contoh : zein (jagung), gliadin (gandum) dan kordein ( barley).

f) Skleroprotein

• Tidak larut dalam air dan solvent netral


• tahan terhadap hidrolisis enzimatis.

• berfungsi sebagai struktur kerangka pelindung pada manusia dan hewan.

 Kolagen (tulang, persendian dan tendon).


- Protein ini tidak dapat dicerna oleh enzim pepsin dan tripsin.
- bila dididihkan dalam air atau larutan asam/basa encer akan larut
membentuk gelatin yang dapat dicerna oleh kedua enzim tersebut.
 Elastin : banyak terdapat pada tendon dan pembuluh darah
- Keratin :
- tidak larut dalam air, pelarut organik, larutan asam/basa.
- Terdapat pada kulit, rambut dan kuku
 Histon :
- merupakan protein basa,
- banyak mengandung lisin dan arginin.
- Bersifat larut dalam air dan akan tergumpalkan oleh amonia.
 Globin :
- hampir sama dengan histon.
- kaya akan arginin, ttriptofan, histidin tapi tidak mengandung isoleusin.
- Terdapat dalam darah (hemoglobin)
 Protanin :
- merupakan protein yang sangat sederhana, BM relatif rendah (4000-8000
kd).
- Kaya akan arginin,
- larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas, dan bersifat basa.
Contoh : clupein pada ikan kering dan skrombin pada ikan mackerel

1.4.REAKSI IDENTIFIKASI

Analisa Kualitatif

a. Reaksi Ninhidrin
Protein yang sudah dilarutkan jika ditambah dengan pereaksi ninhidrin
maka akan terbentuk warna biru lembayung. Reaksi antara ninhidrin
dengan gugus amina primer membentuk warna ungu yang disebut juga
dengan ungu ruhemann, karena ditemukan oleh siegfried ruherman pada
tahun 1910. Gugus-gugus amina seperti asam pipekolat dan prolin, gugus
guanidin seperti arginin, gugus amida seperti asparagin, cincin indol
seperti triptofan, gugus sulfhidril pada sistein, gugus-gugus amino pada
sitosin dan guanin, serta ion-ion sianida juga membentuk warna tertentu
dengan pereaksi ninhiddrin ini.
b. Reaksi biuret
Jika protein yang sudah dilarutkan ditambah dengan pereaksi biuret (
larutan tebaga sulfat(CuSO4), kalium natrium tartrat dan NaOH) maka
akan terbentuk warna biru lembayung.
c. Reaksi millon
Jika protein ditambah larutan merkuro nitrat Hg2 (NO3)2 dsan asam nitrat
pekat maka akan terbentuk warna merah. Adanya warna merah ini
disebabkan oleh oksidasi asam amino yang mempunyai gugus OH seperti
tirosin oleh asam nitrat

Analisa Kuantitatif

a. Metode volumetri
Metode volumetri/titrimetri yang paling umum digunakan untuk analisa
protein adalah metode kjedahl dan titrasi formol
1) Metode kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalis dengan katalisator
yang sesuai sehingga akan dihasilkan amonium sulfat. Setelah
ditambah dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk didestilasi uap
secara kuantitatif kedalam larutan penyerap dan selanjutnya ditetapkan
secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode
ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan
jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta wakti analisis yang
pendek. Metode kjeldahl cocok untuk menetapkan kaadar protein yang
tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat
proses pemanasan maupun prosesss pengolahan lain yang biasa
dilakukan pada makanan.
2) Titrasi formol
Pada titrasi formol digunakan formaldehid untuk menutup gugus amin dan
membentuk metilol. Metode ini digunakan untuk penetapan kadar protein
dalam susu secara cepat. Oleh karena protein mempunyai gugus
karboksilatdan gugus amina, maka protein bersifat netral. Bila gugus –
NH2 dinonaktifkan oleh formaldehid menjadi bentul dimetilol, maka gugus
karboksilat akan bersifat asam yang selanjutnya dapat dititrasi secara
alkalimetri dengan larutan baku NaOH.

b. Metode spektrofotometri

Metode ini hanya dapat digunakan untuk protein terlarut. Pada penetapan
kadar protein secara spektrofotometri digunakan bovin serum albumin
(BSA) sebagai pembanding karena memberikan reprodusibilitas yang
tinggi.

c. Spektroskopi infra merah (IR)


Spektroskopi infra merah mengukur serapan radiasi (daerah infra merah
dekat atau tengan) oleh molekul-molekul dalam makanan atau komponen
yang laun. Gugus fungsional yang berbeda dalam bahan makanan akan
menyerap frekuensi radiasi yang berbeda. Untuk protein dan peptida,
berbagai frekuensi bersifat karakteristik untuk ikatan peptida yang dapat
digunakan untuk estimasi kandungan protein dalam makanan.

d. Metode spektrofluorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dan berfluoresensi dengan panjang
gelombang eksitasi 280 nm dan panjang gelombang emisi 348 nm.
Keuntungan metode spektrofluorometri adalah lebih sensitif jika
dibandingkan dengan spektrofotometri UV, karena pada metode
spektrofluorometri, kadar yang kecil mampu memberikan respon absorbsi
yang lebih tajam. Disamping itu, metode ini juga lebih selektif karena
tidak semua senyawa bisa berfluoresensi.
e. Metode turbidimetri
Protein dapat diendapkan dengan pereaksi tertentu sehingga timbul
kekeeruhan. Untuk dapat dilakukan analisis dengan metode ini, protein
harus dalam bentuk larutan. Oleh karena itu, protein diendapkan terlebih
dahulu dengan ditambah bahan pengendap protein seperti asam
trikloroasetat (CCl3COOH), kalium ferisianida (K3Fe(CN)6), asam
sulfosalisilat, atau pereaksi nessler (K2Hgl4 yang bila bereaksi dengan
protein membentuk OhgHgNH2I yang keruh dan berwarna coklat).
f. Metode pengikat zat warna (dye binding method)
Gugus polar dalam protein dapat mengikatzat warna yang bermuatan
berlawanan dengan muatan pada protein membentuk kompleks protein zat
warna yang tidak larut. Zat wana yang bersifat basa mengikat gugus asidik
pada permukaan protein seperti pada asam glutamat dan asam aspartat. Zat
warna yang memiliki gugus asam seperti COO- dan SO3- akan mengikat
rantai samping asam aminoa yang bersifat basa seperti lisin, histidin, dan
arginin.
g. Metode pembakaran (Dumas)
Prinsip metode : sampel dibakar pada suhu yang sangat tinggi (700-
800oC). Nitrogen yang dilepaskan analisis secara kuantitatif dengan gas
kromatografi menggunakan detektor konduktifitas termal. Nitrogen yang
ditentukan selanjutnya diubah menjadi kandungan protein dalam sampel.
Prosedur umunya : sampel (± 100-500mg) ditimbang dalam suatu kapsul
timah dan dimasukan dalam suatu reaktor pembakar dalam peralatan yang
otomatis. Nitrogen yang dilepaskan diukur dengan kromatograf gas yang
menyatu dengan peralatan ini.
h. Metode kromatografi
Kebanyakan metode kromatografi untuk analis protein dalam bahan
makanan dilakukan dengan cara penentuan kandungan asam amino.
Protein dihidrolisis terlebih dahulu untuk menghasilkan asam aminonya,
lalu asam amino ditentukan dengan metode kromatografi.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas didapatkan kesimpulan bahwa :


DAFTAR PUSTAKA

Rohman abdul, 2013, Analisa Komponen Makanan, Yogyakarta : Graha ilmu

Anda mungkin juga menyukai